• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2006, menjadi dasar hukum pelaksanaan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Pedesaan Daerah Tertinggal (P2IPDT) yang dilaksanakan oleh Kementrian PDT. Peningkatan infrastruktur ini diharapkan dapat menjadi pendorong dalam pengentasan daerah tertinggal. Selain untuk mengentaskan daerah tertinggal, program P2IPDT ini juga sebagai solusi mengatasi ketimpangan infrastruktur.

Program P2IPDT ini merupakan salah satu bentuk kegiatan pokok dari pemerintah kepada daerah tertinggal di bidang pembangunan infrastruktur pedesaan dan menjadi stimulan kegiatan pendukung atau pendorong pembangunan infrastruktur daerah melalui penyediaan sarana dan prasarana transportasi, informasi dan telekomunikasi, sosial, ekonomi dan energi dalam bentuk bantuan sosial dengan

71 pendekatan pemberdayaan masyarakat. Bantuan stimulan bersifat komplementer dan integral terhadap sektor terkait dan program daerah yang bersangkutan.

Sumber: Kementrian PDT (2009), diolah

Gambar 4.11. Perbandingan Pertumbuhan Bantuan Stimulus Infrastruktur (P2IPDT), menurut Provinsi Tahun 2006-2009

Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementrian PDT, dalam kurun waktu tahun 2006-2009, bantuan stimulus infrastruktur yang diberikan berfluktuatif. Besaran pemberian bantuan dan jenis bantuan stimulus infrastruktur ini didasarkan pada kebutuhan masing-masing daerah tertinggal. Dari sebanyak 199 kabupaten tertinggal, terdapat sebanyak 82 kabupaten tertinggal yang secara kontinu sejak tahun 2007 hingga 2009 mendapatkan bantuan stimulus infrastruktur tiap tahunnya. Rata- rata pertumbuhan bantuan stimulus infrastruktur tertinggi selama periode waktu tersebut adalah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dengan capaian sebesar lebih dari 1.417,29 persen (Lampiran 8). Capaian angka pertumbuhan bantuan P2IPDT yang cukup besar di NAD disebabkan oleh fakta bahwa pada tahun 2006 pemulihan kondisi NAD pasca bencana alam tsunami, bantuan infrastruktur di provinsi ini banyak terserap dan dikoordinir oleh Badan Rekontruksi Aceh dan Nias. Kementrian

‐200 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 Nangr o e   Ac eh   Darussalam Sumatera   Ut ara Sumatera  

Barat Riau Jam

b i Sumat e ra   Selatan Ben g ku lu Lam p ung Bangk a   B e litu n g Kepu lau a n   Riau Jaw a   Bar a t Jaw a   Tengah D.I.   Yo gy akar ta Jawa   Timur Bant en Bali Nu sa   Tenggar a   Barat Nusa   Tenggara   Timur Kalimantan   Barat Kalimantan   Tengah Kalim an tan   Selatan Kalima n tan   Timur Su la we si   Utara Sulawesi   Tengah Sulawes i   Selatan Sulawesi   Tenggara Gor ontalo Su la w e si   Bar a t Ma lu ku Ma lu ku   Ut ara Papua   Bar a t Papua

72

PDT kembali melaksanakan fungsinya dalam percepatan pembangunan infrastruktur di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam sejak tahun 2009.

Terdapat 5 provinsi yang tercatat mengalami penurunan rata-rata bantuan stimulus infrastruktur. Kelima provinsi tersebut antara lain; Kepulauan Riau, Bali, NTB, Papua barat dan Papua. Penurunan ini tercermin dari nilai laju pertumbuhan bantuan stimulus infrastruktur periode 2007-2009 yang bernilai negatif. Penurunan nilai bantuan infrastruktur provinsi Kepulauan Riau dan Bali ini diduga terkait dengan semakin membaiknya kinerja perekonomian daerah di dua provinsi tersebut. Data BPS menunjukkan angka pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, yaitu sebesar 4,57 persen untuk Provinsi Kepulauan Riau dan 5,94 persen untuk Provinsi Bali.

Sumber: Kementrian PDT (2009), diolah

Gambar 4.12. Perbandingan Rata-rata Bantuan Stimulus Infrastruktur (P2IPDT) di KBI, menurut Provinsi Tahun 2006-2009

Apabila dibandingkan per provinsi KBI, rata-rata bantuan stimulus infrastruktur terbesar tercatat di kabupaten tertinggal Provinsi Riau. Tercatat pada

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 2007 2008 2009

73 tahun 2009, rata-rata bantuan stimulus infrastruktur kabupaten tertinggal adalah sebesar Rp. 5.261,66 juta (Lampiran 7). Besarnya dana bantuan stimulus infrastruktur ini ternyata memiliki arti positif dalam menggerakkan perekonomian kabupaten tertinggal. Hal ini terbukti dengan tingginya capaian pertumbuhan ekonomi kabupaten tertinggal di Provinsi Kepulauan Riau, yang diikuti dengan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Besaran bantuan stimulus infrastruktur ini juga diduga memiliki andil dalam mengentaskan kabupaten tertinggal di Provinsi Kepulauan Riau, sehingga tercatat pada tahun 2010, Povinsi Riau tidak lagi memiliki kabupaten yang tergolong tertinggal.

Sumber: Kementrian PDT (2009), diolah

Gambar 4.13. Perbandingan Rata-rata Bantuan Stimulus Infrastruktur (P2IPDT) di KTI, menurut Provinsi Tahun 2006-2009

Kondisi yang tidak jauh berbeda juga terjadi di kabupaten tertinggal KTI. Provinsi Sulawesi Utara tercatat sebagai Provinsi dengan rata-rata bantuan stimulus infrastruktur terbesar untuk kabupaten tertinggal, yakni sebesar Rp. 2.507,49 juta (Lampiran 7). Namun tidak seperti Kepulauan Riau, capaian indikator ekonomi dan

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 2007 2008 2009

74

sosial kabupaten tertinggal di Provinsi ini tidak cukup memuaskan. Provinsi Papua tercatat sebagai provinsi dengan rata-rata bantuan stimulus infrastruktur terendah (Rp. 973,51 juta) pada tahun 2009.

Bantuan stimulus inftrastruktur yang diberikan ke daerah tertinggal dilaksanakan melalui berbagai bidang bantuan. Pada tahun 2009 program bantuan stimulus infrastruktur tersebut telah dilaksanakan pada berbagai bidang, yang antara lain:

1. P2IPDT Bidang Infrastruktur Transportasi

Dalam upaya mengurangi keterisolasian bidang transportasi darat, laut maupun udara, Kementrian PDT telah mengimplementasikan instrumen P2IPDT. Bantuan untuk peningkatan infrastruktur transportasi ini diberikan pada kabupaten tertinggal berupa peningkatan jalan desa, pembangunan jalan desa dan perbaikan sarana dan prasarana jalan pedesaan kepada 101 desa, pembangunan dermaga, pengembangan dermaga dan rehabilitasi dermaga kepada 14 desa, pembelian kapal tempel dan kapal penumpang pada 8 desa.

Nilai bantuan P2IPDT bidang transportasi terbesar yang diimplementasikan oleh Kementrian PDT adalah pada pembangunan jembatan di Kabupaten Kuantan Singgigi di Provinsi Riau. Pembangunan jembatan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu pada periode 2008 (tahap 1) dan periode tahun 2009 (tahap 2). Total nilai pembangunan jembatan untuk kedua tahap tersebut mencapai Rp. 7,5 milyar. Bantuan P2IPDT bidang transportasi tahun 2009, selain itu diimplementasikan pada beberapa kabupaten tertinggal dengan membangun jalan desa (Kabupaten Tapanuli Tengah, Rokan Hulu, Hulu Sungai Utara, Buol serta beberapa kabupaten tertinggal lainnya). Bantuan P2IPDT bidang transportasi diimplementasikan pula dengan membangun dermaga/pelabuhan rakyat pada beberapa kabupaten tertinggal (Kabupaten Kolaka dan Morowali). Pemberian bantuan melalui pengadaan sarana transportasi juga dilakukan oleh Kementrian PDT, diantaranya di Kabupaten Indragiri Hilir, Pesisir Selatan, Pangkajene Kepulauan dan beberapa kabupaten tertinggal lainnya. Nilai bantuan P2IPDT bidang transportasi untuk pengadaan jalan desa, dermaga/pelabuhan rakyat dan

75 sarana transportasi pedesaan nilainya relatif amat kecil bila dibandingkan dengan nilai bantuan P2IPDT untuk pembangunan jembatan di Kabupaten Kuantan Singgigi.

Satu hal yang menarik untuk dicermati adalah besarnya dana yang digulirkan untuk pembangunan jembatan di Kabupaten Kuantan Singgigi (Provinsi Riau). Dana yang terserap pada pembangunan jembatan jauh lebih besar bila dibandingkan dengan dana yang terserap untuk pembangunan jalan desa, dermaga/pelabuhan rakyat dan transportasi pedesaan. Padahal data menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah Provinsi Riau sangatlah besar, yaitu mencapai Rp. 1,27 triliun atau menempati posisi kedelapan provinsi dengan PAD terbesar. Kenyataan ini sangat kontradiktif, dimana seharusnya pemberian bantuan stimulus infrastruktur diberikan pada kabupaten lain yang memiliki sumber daya yang relatif kurang.

2. P2IPDT Bidang Infrastruktur Informasi dan Telekomunikasi

Sejak tahun 2007 Kementrian PDT telah memberikan bantuan infrastruktur P2IPDT berupa peralatan internet dan peralatan komputer untuk sekolah, alat komunikasi handy talky dan Warung Informasi Masyarakat (WIM) kepada 24 kabupaten tertinggal. Kementrian PDT bekerjasama dengan Kementrian Komunikasi dan Informasi, Kementrian Dalam Negeri, Kementrian PDT menandatangani kesepahaman bersama 3 menteri dalam menangani ppenyediaan infrastruktur telekomunikasi “Program Desa Berdering” berupa telepon dasar minimal satu satuan sambungan telepon (SST) untuk satu desa pada tahun 2010.

Bantuan P2IPDT bidang informasi dan telekomunikasi tahun 2009 (pembangunan WIM) diantaranya diimplementasikan di Kabupaten Tapanuli Tengah, Dairi, Pesisir Selatan, Ogan Komering Ulu Selatan, Mamasa, Mamuju Utara, Luwu Utara, Konawe, Gorontalo dan beberapa kabupaten tertinggal lainnya. Pembangunan WIM ini lebih banyak dilakukan di kabupaten tertinggal kawasan timur Indonesia (KTI). Satu hal yang menarik untuk menjadi perhatian adalah fakta bahwa kualitas sumber daya manusia di KTI masih relatif rendah. Data Susenas BPS tahun 2009 menunjukkan bahwa hanya sebesar 31,50 persen

76

penduduk di KTI yang memiliki ijasah setingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau lebih. Kondisi ini menjadi suatu indikasi bahwa WIM dapat dinikmati oleh masyarakat tertentu saja (terutama masyarakat dengan tingkat pendidikan tertentu dan yang mengikuti perkembangan teknologi informasi).

3. P2IPDT Bidang Infrastruktur Energi

Pemanfaatan sumber energi terbarukan telah menjadi tujuan pengembangan energi nasional dalam rangka penyediaan listrik di pedesaan. Pemanfaatan sumber daya energi terbarukan di daerah terpencil adalah untuk menghemat cadangan sumber bahan bakar fosil (minyak bumi dan batubara) dan untuk melestarikan lingkungan hidup. Sampai dengan tahun 2005 terdapat kurang lebih 19 juta KK di seluruh Indonesia yang belum berlistrik, dari jumlah tersebut yang berada di daerah tertinggal dan tidak bisa dilayani PLN dalam kurun waktu 5-10 tahun kedepan adalah sebesar 5 juta KK atau sebanyak 10 ribu desa.

Jumlah KK yang sudah mendapat bantuan infrastruktur energi adalah sebanyak 58.300 KK di 1.016 desa berupa PLTS tersebar, sebanyak kurang lebih 39.970 unit. PLTS terpusat sebanyak kurang lebih 4.380 unit, PLTMH sebanyak kurang lebih 53 unit (13.200 KK). BCS sebanyak kurang lebih 3 unit (600 KK) dan bantuan jaringan listrik untuk 5 desa (750 KK). Masih terdapat sekitar 4,9 juta KK atau sekitar 9000 desa di daerah tertinggal masih belum menikmati listrik.

4. P2IPDT Bidang Infrastruktur Ekonomi

Sejak tahun 2006, Kementrian PDT melalui P2IPDT bidang infrastruktur ekonomi telah memberikan bantuan sebanyak 18 jenis pada kabupaten tertinggal yang tersebar di 290 desa dan 514 kabupaten. Bantuan tersebut berupa pembangunan los kios pasar, pamboat plus alat tangkap ikan, alat pengering ikan berkadar garam rendah, rehabilitasi irigasi, alat mesin pertanian (handtractor dan

power thrasher), ice flake (mesin pembuat es curah), cold storage, alat mesin penyuling nilam, cold box, alat mesin perontok padi, sarana dan prasarana budidaya rumput laut serta alat mesin pengolah pakan ternak, pakan ikan.

77 Salah satu implementasi P2IPDT bidang infrastruktur ekonomi tahun 2009 adalah pengadaan hand tractor di Kabupaten Way Kanan Provinsi Lampung. Pengadaan hand tractor di kabupaten ini sudah cukup sesuai, mengingat Kabupaten Way Kanan masih mengandalkan sektor pertanian terutama subsektor tanaman bahan makanan dalam perekonomiannya. Sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB kabupaten ini (BPS, 2004). Implementasi P2IPDT bidang infrastruktur ekonomi tahun 2009 lainnya adalah pengadaan Cool Box, Pamboat, Ketinting 5,5 PK dan rumpon laut dalam di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Alat-alat tersebut merupakan alat penunjang subsektor perikanan di kabupaten ini. Pengadaan alat tersebut cukup sesuai dengan karakteristik Kabupaten Kepulauan Sangihe. Data BPS (2004) mencatat bahwa Kabupaten Kepulauan Sangihe masih mengandalkan sektor pertanian dalam perekonomiannya terutama pada subsektor perikanan (subsektor kedua setelah tanaman perkebunan dengan kontribusi PDRB terbesar).

Implementasi P2IPDT bidang infrastruktur ekonomi tahun 2009 pada beberapa kabupaten tertinggal lainnya masih dilaksanakan dengan melakukan pengadaan alat mesin pertanian. Seperti halnya pada Kabupaten Way Kanan dan Kepulauan Sangihe, beberapa kabupaten tertinggal penerima bantuan P2IPDT bidang infrastruktur ekonomi, perekonomiannya masih bertopang pada sektor pertanian (agricultural base).

5. P2IPDT Bidang Infrastruktur Sosial

Kementrian PDT dalam menangani dan meningkatkan infrastruktur sosial diorientasikan pada:

a. Bidang kesehatan, difokuskan pada sarana dan prasarana kesehatan yang bersifat mobile (baik darat maupun laut) agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang optimal di daerah terpencil, pesisir dan pulau-pulau kecil terutama di daerah perbatasan. Selain itu pembangunan puskesmas pembantu (Pustu) diarahkan pada daerah-daerah yang belum memiliki Pustu.

78

b. Bidang permukiman, difokuskan pada penyediaan air bersih bagi desa yang rawan air bersih khususnya di daerah rentan kekeringan, daerah pulau-pulau kecil serta daerah yang rawan bencana alam

c. Bidang pendidikan, diarahkan pada rehabilitasi dan pembangunan sekolah dasar yang rusak berat di desa-desa tertinggal.

Selain itu, Kementrian PDT juga memberikan bantuan sosial berupa penyediaan air bersih untuk rumahtangga. Jumlah KK yang sudah mendapat bantuan sosial air bersih dari Kementrian PDT melalui infrastruktur sosial ini sebanyak 9050 KK (2006-2009). Prioritas bantuan P2IPDT Bidang Infrastruktur Sosial tahun 2009 masih pada pengadaan sarana air bersih. Kedepannya infrastruktur pendidikan kiranya perlu menjadi prioritas mengingat berdasarkan teori pertumbuhan endogen peningkatan kualitas sumber daya manusia (knowledge) merupakan salah satu pendukung pertumbuhan ekonomi.

Tabel 4.1. Cakupan Kabupaten Penerima P2IPDT dan Proporsi Nilai Bantuan P2IPDT per Jenis Bantuan di Kabupaten Tertinggal, Tahun 2007- 2009 Jenis Bantuan Tahun 2007 2008 2009 Cakupan Proporsi (%) Cakupan Proporsi (%) Cakupan Proporsi (%) Transportasi 15 5.10 27 4.23 23 6.30

Informasi dan Telekomunikasi 10 2.34 2 0.24 12 1.44

Energi 80 73.61 176 86.45 174 88.18

Ekonomi 31 12.12 14 1.98 37 3.35

Sosial 23 6.83 124 7.10 2 0.73

Total 100,00 100,00 100,00

Sumber: Kementrian PDT (2009), diolah

Tabel 4.1. menyajikan data cakupan kabupaten dan proporsi nilai bantuan stimulus infrastruktur per jenis bantuan. Bantuan stimulus infrastruktur bidang energi

79 terlihat merupakan prioritas utama Kementrian PDT tiap tahunnya, terlihat dari proporsi bantuan infrastruktur energi terhadap total yang besarannya hingga mencapai lebih dari 70 persen tiap tahunnya dan cakupan kabupaten penerima bantuan terbanyak. Proporsi nilai bantuan infrastruktur energi pada tahun 2009 mencapai 88,18 persen dari total dana yang diberikan ke kabupaten tertinggal. Infrastruktur transportasi pada tahun 2009 tercatat merupakan infrastruktur prioritas kedua, dengan besaran proporsi nilai bantuan yang masih relatif kecil, yaitu sebesar 6,30 persen. Beberapa penelitian terdahulu diantaranya Canning dan Pedroni (1999) serta Seetanah, et al (2010) menunjukkan bahwa infrastruktur transportasi merupakan infrastruktur yang menyumbang kontribusi terbesar pada pertumbuhan, untuk itu kiranya perlu dipertimbangkan untuk memprioritaskan pembangunan infrastruktur transportasi sebagai infrastruktur prioritas utama pada pembangunan kabupaten tertinggal.

V. ANALISIS PENGARUH BANTUAN STIMULUS INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN, KETIMPANGAN DAN

KEMISKINAN KABUPATEN TERTINGGAL

5.1. Hasil Estimasi

Analisis mengenai pengaruh bantuan infrastruktur (P2IPDT) terhadap perekonomian, ketimpangan dan kemiskinan dalam penelitian ini, dilakukan dengan menghitung pengaruh total bantuan P2IPDT maupun per jenis bantuan P2IPDT yang diterima kabupaten tertinggal. Pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa bantuan P2IPDT diberikan pada kabupaten tertinggal dalam bidang transporasi, energi, informasi dan telekomunikasi, sosial dan ekonomi.

Tabel 5.1 dan 5.2 masing-masing menyajikan hasil estimasi pengaruh bantuan infrastruktur terhadap perekonomian (model 1) dan pengaruh aktifitas perekonomian terhadap kemiskinan (model 2) dengan menggunakan beberapa teknik ekonometrik, antara lain metode panel statis, panel dinamis dan panel instrumental variable. Penggunaan berbagai metode estimasi ini diharapkan dapat menunjukkan variasi hasil estimasi, melihat kebaikan, robustness model, serta validitas di antara berbagai metode estimasi yang digunakan. Secara khusus, hasil ini juga dapat digunakan untuk mengkomparasi hasil estimasi dari model panel statis, panel dinamis dan panel

instrumental variable, mengingat masing-masing metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan.

Metode panel data dinamis digunakan dalam penelitian ini mengingat kelebihan metode panel data dinamis yang sanggup mengatasi endogeneity problem

terkait dengan penggunaan lag variabel dependen, dimana pada metode panel data statis penggunaan lag variabel dependen menyebabkan hasil estimasi menjadi bias dan tidak konsisten. Penggunaan metode panel instrumental variable digunakan mengingat keterbatasan metode panel data statis dan dinamis jika digunakan pada lebih dari satu persamaan. Digunakannya dua persamaan dalam penelitian ini adalah untuk melihat mekanisme transmisi bantuan stimulus infrastruktur terhadap

82

penurunan penduduk miskin (melalui jalur perekonomian) menjadi satu alasan digunakannya metode panel instrumental variable.

Estimasi dari ketiga metode ekonometrik yang digunakan tersebut menunjukkan hasil yang bervariasi. Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing metode memiliki kelebihan dan kelemahan. Pada model panel data statis menggunakan model Random Effect (RE), hasil estimasi untuk variabel inflasi dan jumlah populasi, terbukti nyata memengaruhi perekonomian (PDRB per kapita). Hasil yang berbeda didapatkan pada estimasi pengaruh variabel indeks gini, bantuan stimulus infrastruktur (P2IPDT) dan kuadrat bantuan, dimana ketiga variabel tersebut tidak signifikan memengaruhi perekonomian, namun demikian hasil estimasi koefisien menunjukkan arah yang sama dengan hasil estimasi menggunakan metode panel dinamis. Hasil estimasi panel data statis untuk dummy variable yang digunakan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antara petumbuhan ekonomi KBI dan KTI.

Hasil estimasi yang tidak konsisten antara hasil model 1 dan model 2 didapatkan pada penggunaan metode panel data statis. Pada hasil estimasi model 1, variabel indeks gini nyata positif memengaruhi perekonomian. Kondisi ini dapat diartikan bahwa meningkatnya aktifitas perekonomian di kabupaten tertinggal diikuti pula oleh kenaikan ketimpangan ditribusi pendapatan masyarakat daerah tertinggal, sehingga seharusnya kondisi ini tidak mampu menurunkan persentase kemiskinan di kabupaten tertinggal. Kenyataan yang berkebalikan didapat pada hasil estimasi model 2, dimana dapat disimpulkan bahwa perekonomian di kabupaten tertinggal mampu menurunkan angka kemiskinan. Kondisi ini ditunjukkan oleh nilai koefisien regresi pada variabel PDRB per kapita yang nyata negatif memengaruhi persentase penduduk miskin sehingga dapat diartikan kenaikan aktifitas ekonomi diikuti oleh penurunan persentase penduduk miskin. Hasil yang tidak konsisten ini diduga merupakan akibat dari kelemahan panel data statis yang tidak mampu menangkap proses dynamic adjustment dari perekonomian karena tidak diikutsertakannya lag dependent variable

83 Berbeda halnya dengan hasil estimasi yang didapatkan dengan menggunakan metode panel data dinamis, dimana hasil estimasi antara model 1 dan model 2 menunjukkan arah yang konsisten. Pada estimasi panel data dinamis dalam model 1 menunjukkan bahwa variabel indeks gini nyata positif memengaruhi PDRB per kapita, yang artinya efek distribusi pendapatan yang besar menyebabkan aktifitas perekonomian yang semakin tinggi tidak mampu menurunkan kemiskinan. Hasil yang sama ditunjukkan pada estimasi model 2, dimana nilai koefisien regresi variabel PDRB per kapita nyata positif memengaruhi persentase penduduk miskin, yang artinya kenaikan aktifitas perekonomian diikuti dengan kenaikan persentase penduduk miskin.

Estimasi koefisien pada metode panel instrumental variable (IV) model Fixed Effect (FE) menunjukkan hasil yang tidak lebih baik (Tabel 5.2). Terlihat bahwa hanya variabel PDRB per kapita yang nyata negatif memengaruhi persentase penduduk miskin, sedangkan variabel pengeluaran pemerintah baik nominal maupun kuadrat nominalnya tidak nyata dalam menurunkan persentase penduduk miskin. Kelemahan lain pada estimasi panel instrumental variable ini adalah tidak dapat dilihatnya pengaruh bantuan terhadap perekonomian kabupaten tertinggal karena variabel tersebut telah diinstrumenkan ke dalam persamaan model 2. Melihat hasil estimasi dari ketiga metode ekonometrik yang telah diulas di atas, maka disimpulkan bahwa dalam penelitian ini metode panel data dinamis dipilih sebagai metode yang lebih tepat dalam menjelaskan model pengaruh bantuan terhadap perekonomian dan persentase kemiskinan.

5.1.1. Analisis Pengaruh Bantuan Infrastruktur terhadap Perekonomian Kabupaten Tertinggal

Arah koefisien regresi yang dihasilkan dalam estimasi panel data dinamis dengan menggunakan variabel total bantuan P2IPDT sebagian besar telah sesuai dengan kajian teori ekonomi (Tabel 5.1). Variabel lag PDRB per kapita nyata positif memengaruhi PDRB per kapita tahun berjalan, dengan nilai koefisien sebesar 0,859. Angka sebesar ini dapat diartikan sebagai kenaikan sebesar Rp. 1 juta pada PDRB per

84

kapita tahun sebelumnya akan meningkatkan PDRB per kapita tahun berjalan sebesar Rp. 859 ribu. Hubungan yang positif ini dikarenakan adanya penyesuaian dinamis

(dynamic of adjustment) mengingat variabel PDRB per kapita merupakan variabel yang dinamis terutama dalam analisis jangka panjang.

Tabel 5.1. Hasil Estimasi Pengaruh Bantuan P2IPDT (Total dan per Jenis Bantuan) menggunakan Panel Data Statis dan Dinamis

Variabel

Model 1

(Dependent Var: PDRB per kapita)

Total Bantuan Per Jenis Bantuan

RE SysGMM RE SysGMM

Lag PDRB per kapita

(Yt-1) - 0,8594341 (0,000) - 0,9612485 (0,000) Bantuan Infrastruktur (P2IPDT) -113,446 (0,450) -97,06834 (0,001) - -

Kuadrat Bantuan Infrastruktur (P2IPDT2) 0,0155132 (0,605) 0,0212297 (0,000) - - Inflasi (t-1) (Inft_1) 1487431 (0,000) 194524,7 (0,013) 940332,5 (0,000) 131368,6 (0,050) Jumlah Penduduk (Popt) -3,10634 (0,000) -0,2917056 (0,176) -3,062739 (0,003) -0,2925832 (0,272) Indeks gini (t) (Ginit) 788496,9 (0,550) 1634775 (0,003) 535407,9 (0,118) 693669,8 (0,028) Dummy Bantuan Infrastruktur

Transportasi (Dtransp) - -

46504,04 (0,625)

46956,63 (0,582) Dummy Bantuan Infrastruktur Energi

(Denergi) - -

27689,4 (0,770)

-19161,45 (0,832) Dummy Bantuan Infrastruktur Infotel

(Dinfotel) - -

-20150,57 (0,887)

-12409,84 (0,862) Dummy Bantuan Infrastruktur

Sosial (Dsos) - -

15540,48 (0,810)

-53979,26 (0,108) Dummy Bantuan Infrastruktur

Ekonomi (Dekon) - - -23612,9 (0,768) -71113,77 (0,162) Dummy Wilayah (Dwil) -1167833 (0,008) 497287,4 (0,037) -1295852 (0,081) 269979,4 (0,022)

Cat: angka dalam kurung menunjukkan nilai probabilita

Variabel kuadrat bantuan stimulus infrastruktur (P2IPDT) nyata positif memengaruhi PDRB per kapita, dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,0212. Nilai bantuan stimulus infrastruktur dalam model panel dinamis nyata negatif

85 memengaruhi PDRB per kapita dengan nilai koefisien sebesar -97,06. Kedua nilai ini menunjukkan bahwa hubungan antara bantuan dan PDRB per kapita memiliki bentuk pola U (kuadratik), dimana pada awal bantuan diterapkan terdapat kecenderungan penurunan nilai PDRB per kapita, hingga pada suatu saat dicapainya titik balik

(turning point), maka bantuan yang diberikan mampu meningkatkan perekonomian. Hasil estimasi yang negatif pada nilai bantuan dan positif pada nilai kuadrat bantuan ini juga menjelaskan bahwa dalam meningkatkan perekonomian, dampak infrastruktur berpengaruh pada jangka menengah dan jangka panjang, mengingat hal tersebut kiranya perlu dibuat peta bantuan (road map) bagaimana bantuan didistribusikan ke kabupaten tertinggal, untuk memperbesar dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat serta memudahkan dalam evaluasi bantuan.

Inflasi tahun sebelumnya nyata positif memengaruhi PDRB per kapita kabupaten tertinggal dengan nilai koefisien sebesar 194.524,7. Besaran nilai koefisien regresi ini menunjukkan bahwa apabila terdapat kenaikan 1 persen pada inflasi tahun sebelumnya, maka akan terjadi kenaikan PDRB per kapita sebesar Rp. 194.524,7 juta. Hubungan yang positif ini dapat terjadi sebagai akibat adanya inflasi terutama yang berasal dari adanya dorongan permintaan (demand pull inflation), mengingat di daerah tertinggal nilai tambah daerah masih didorong oleh konsumsi masyarakat yang tinggi.

Hasil estimasi panel dinamis pada variabel indeks gini yang dalam hal ini merupakan ukuran ketimpangan distribusi pendapatan, menunjukkan arah yang positif dengan nilai koefisien sebesar 1.634.775. Angka ini menunjukkan bahwa kenaikan indeks gini sebesar 0,01 akan meningkatkan PDRB per kapita sebesar Rp. 16.347,75 juta. Kondisi ini menunjukkan bahwa peningkatan aktifitas ekonomi di kabupaten tertinggal belum mampu menurunkan angka kemiskinan, karena nyatanya ketimpangan yang semakin tinggi menyebabkan peningkatan pada kinerja perekonomian. Hasil ini sejalan dengan penelitian Iradian (2005) yang menyatakan bahwa ketimpangan yang tinggi yang diikuti dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi menyebabkan penurunan kemiskinan akan sulit terjadi. Hubungan positif antara indeks gini dengan PDRB per kapita menunjukkan bahwa ada distribusi

86

pendapatan yang timpang di kabupaten tertinggal, dimana peningkatan aktifitas perekonomian hanya dinikmati oleh masyarakat berpendapatan tinggi. Kondisi yang

Dokumen terkait