• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Deskriptif

5. Basic Earning Power (BEP)

sebelum pengaruh pajak serta leverage. Perhitungan rasio ini menggunakan rumus sebagai berikut: (Brigham dan Houston, 2001:90): BEP x100% Aktiva Total Pajak dan Bunga Sebelum Laba =

b. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Pada penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah sarga saham dihitung dari harga saham penutupan (closing price) pada setiap akhir transaksi yang dikalkulasikan menjadi rata-rata harga bulanan hingga rata-rata harga tahunan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Jogiyanto, 2003:201):

Rata-rata harga saham bulanan

= Transaksi Hari Harian Saham a H arg

Rata-rata harga saham tahunan =

12 arg

ratarata H aSahamBulanan

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia mulai tahun 2005 sampai tahun 2009 yang berjumlah 19 perusahaan. Penetapan jumlah sampel menggunakan

non-probability dengan teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah

teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2005:78). Elemen populasi yang dipilih sebagai sampel dibatasi berdasarkan pertimbangan. Adapun kriteria yang digunakan untuk pemilihan sampel adalah sebagai berikut: a. Perusahaan makanan dan minuman yang telah go public, terdaftar sebagai

perusahaan makanan dan minuman di Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai tahun 2005 sampai tahun 2009 secara terus menerus.

b. Mempublikasikan laporan keuangannya setiap tahun

c. Emiten terus listing di BEI mulai tahun 2005 sampai tahun 2009 (tidak pernah di-suspend).

Hasil seleksi dari sampel penelitian ditunjukkan pada Tabel 1.4 sebagai berikut:

Tabel 1.4

Jumlah Sampel Berdasarkan Kriteria Seleksi Sampel

No Kriteria Sampel Jumlah

1 Perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEI berturut-turut mulai tahun 2005 sampai tahun 2009

19 2 Perusahaan yang tidak mencantum laporan keuangan

mulai tahun 2005 sampai tahun 2009

(5)

Jumlah sampel penelitian 14

Berdasarkan kriteria seleksi sampel pada Tabel 1.4 maka diperoleh sampel penelitian sebagai berikut:

Tabel 1.5 Sampel Penelitian

No Kode Nama Perusahaan

1 AISA PT. Tiga Pilar Sejahtra Food Tbk 2 AQUA PT. Aqua Golden Missisipi Tbk 3 CEKA PT. Cahaya Kalbar Tbk

4 DAVO PT. Davo Mas Abdi Tbk 5 DLTA PT. Delta Djakarta Tbk

6 INDF PT. Indofood Sukses Makmur Tbk 7 MLBI PT. Multi Bintang Indonesia Tbk 8 MYOR PT. Mayora Indah Tbk

9 FAST PT. Fast Food Indonesia Tbk 10 STTP PT. Siantar Top Tbk

11 ULTJ PT. Ultra Jaya Milk, Tbk 12 SKBM PT. Sekar Bumi Tbk

13 SMAR PT. Smart Tbk

14 PSDN PT. Prasidha Aneka Niaga Tbk Sumber:

4. Tempat dan waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Bursa Efek Indonesia melalui situs da dengan Juni 2010.

5. Jenis Data

Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui laporan keuangan yang dipublikasikan oleh Bursa Efek Indonesia. Menurut Kuncoro (2003:127), data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Data perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia mulai tahun 2005 sampai tahun 2009.

b. Data laporan keuangan selama 5 (lima) tahun yaitu mulai tahun 2005 sampai tahun 2009.

c. Harga saham masing-masing perusahaan makanan dan minuman yang digunakan dalam penelitian ini yaitu harga saham harian. Harga saham harian yang dipakai adalah closing price.

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumentasi, yakni melakukan pengumpulan data dengan cara membaca, mininjau, dan mempelajari dokumen, buku-buku, majalah, internet, dan literatur ilmiah lainnya yang berkaitan dengan topik bahasan penelitian.

7. Metode Analisis Data a. Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif adalah metode analisis dimana data yang ada dikumpulkan, diklasifikasi, dianalisis dan diinterpretasikan secara objektif sehingga memberikan informasi dan gambaran mengenai topik yang dibahas.

b. Korelasi Pearson

Korelasi person ditujukan untuk pasangan pengamatan data rasio yang menunjukkan hubungan yang linear. Koefisien korelasi adalah suatu angka indeks yang melukiskan hubungan antara dua rangkaian tada yang dihubungkan. Koefisien korelasi besarnya antara -1 sampai +1. Tanda positif dan negatif menunjukkan arti atau arah dari hubungan koefisien korelasi tersebut. Koefisien positif nilainya berada antara 0 sampai +1, nilai menjelaskan bahwa apabilasuatu variabel naik maka akan menyebabkan kenaikan pada variabel yang lainnya dan sebaliknya. Koefisien negatif nilainya berada antara -1 sampai o, nilai tersebut menjelaskan bahwa apabila suatu

variabel naik maka variabel yang lainnya akan turun, dan sebaliknya (Situmorang, 2008:47).

BAB II

URAIAN TEORITIS

A. Penelitian Terdahulu

Situmorang (2008) melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh

Econonic Value Added dan Rasio Profitabilitas Terhadap Harga Saham

Perusahaan Properti Yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan mengambil sampel 13 perusahaan properi listing di Bursa Efek Indonesia. Pemilihan sampel dilakukan berdasarkan non-probabiltas sampling dengan teknik purposive

sampling yaitu dengan teknik tertentu mulai tahun 2003 sampai dengan 2006.

Hasil penelititian menunjukkan bahwa variabel EVA dan BEP mempunyai pengaruh signifikan terhadap harga saham sedangkan ROA, ROE, dan EPS tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Berdasarkan hasil penelitian peneltian tersebut, peneliti mengimplementasikan bahwa investor mempertimbangkan informasi kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan

EVA, ROA, ROE, dan EPS.

Fannani (2006) melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh ROE, EPS, dan EVA Terhadap Harga Pasar Saham” dengan mengambil sampel 13 perusahaan otomotif dan komponennya yang listing di Bursa Efek Jakarta. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode sensus dengan periode penelitian mulai 2001 sampai dengan 2003. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel ROE, EPS, dan EVA mempunyai hubungan dan pengaruh secara bersama-sama terhadap harga pasar saham tetapi EVA tidak berpengaruh signifikan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti mengimplementasikan bahwa investor mempertimbangkan informasi kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan ROE, EPS dan EVA.

B. Saham

1. Pengertian Saham

Saham (stock) merupakan salah satu instrumen pasar keuangan yang paling populer. Menerbitkan saham merupakan salah satu pilihan perusahaan ketika memutuskan untuk pendanaan perusahaan. Pada sisi yang lain, saham merupakan instrument investasi yang banyak dipilih para investor karena saham mampu memberikan tingkat keuntungan yang menarik.

Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Dengan menyertakan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas aset perusahaan, dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Pada dasarnya, ada dua keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli atau memiliki saham yaitu:

a. Dividen

Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal ingin mendapatkan dividen, maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen.

Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai, artinya kepada setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham atau dapat pula berupa dividen

saham yang berarti kepada setiap pemegang saham diberikan dividen sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham tersebut.

b. Capital Gain

Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital gain

terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Misalnya investor membeli saham PT. XYZ dengan harga per saham Rp.3.000 kemudian menjualnya dengan harga Rp.3.500 per saham yang berarti pemodal tersebut mendapatkan capital gain sebesar Rp.500 untuk setiap saham yang dijualnya.

Sebagai instrument investasi, saham memiliki risiko, antara lain:

a. Capital Loss

Capital loss merupakan kebalikan dari Capital Gain, yaitu suatu kondisi

dimana investor menjual saham lebih rendah dari harga beli. Misalnya saham PT. XYZ yang di beli dengan harga Rp.2.000,- per saham, kemudian harga saham tersebut terus mengalami penurunan hingga mencapai Rp.1.400,- per saham. Karena takut harga saham tersebut akan terus turun, investor menjual pada harga Rp.1.400,- tersebut sehingga mengalami kerugian sebesar Rp.600,- per saham.

b.Risiko Likuidasi

Perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan, atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam hal ini hak klaim dari pemegang saham mendapat prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi (dari hasil penjualan kekayaan perusahaan). Jika masih terdapat sisa dari hasil

penjualan kekayaan perusahaan tersebut, maka sisa tersebut dibagi secara proporsional kepada seluruh pemegang saham. Namun jika tidak terdapat sisa kekayaan perusahaan, maka pemegang saham tidak akan memperoleh hasil dari likuidasi tersebut. Kondisi ini merupakan risiko yang terberat dari pemegang saham. Untuk itu seorang pemegang saham dituntut untuk secara terus menerus mengikuti perkembangan perusahaan.

Pada pasar sekunder atau dalam aktivitas perdagangan saham sehari-hari, harga-harga saham mengalami fluktuasi baik berupa kenaikan maupun penurunan. Pembentukan harga saham terjadi karena adanya permintaan dan penawaran atas saham tersebut. Dengan kata lain harga saham terbentuk oleh

supply dan demand atas saham tersebut. Supply dan demand tersebut terjadi

karena adanya banyak faktor, baik yang sifatnya spesifik atas saham tersebut (kinerja perusahaan dan industri dimana perusahaan tersebut bergerak) maupun faktor yang sifatnya makro seperti tingkat suku bunga, inflasi, nilai tukar dan faktor-faktor non ekonomi seperti kondisi sosial dan politik, dan faktor lainnya.

C. Economic Value Added (EVA)

1. Pengertian Economic Value Added (EVA)

Secara umum EVA didefinisikan sebagai laba yang tertinggal setelah dikurangi dengan biaya modalnya (cost of capital). Swewart (dalam utomo, 1999:36) menyatakan “Economic Value Added (EVA) is a residual income

measure that substract the cost of capital from the operating profit generated in the business”. EVA adalah nilai tambah ekonomi yang diciptakan perusahaan dari

kegiatan atau strateginya selama periode tertentu. Prinsip EVA memberikan sistem pengukuran yang baik untuk menilai suatu kinerja dan prestasi keuangan

manajemen perusahaan karena EVA berhubungan langsung dengan nilai pasar sebuah perusahaan. Sebagai pengukur kinerja perusahaan, EVA tidak hanya melihat tingkat pengembalian, tetapi juga mempertimbangkan tingka risiko perusahaan. Jika EVA positif, berarti perusahaan menambah kekayaan (modal), sebaliknya jika EVA negatif berarti perusahaan mengurangi kekayaan (modal) dan jika nilai EVA sama dengan 0 (nol), berarti perusahaan berada pada titik impas dan tidak menciptakan tambahan nilai bagi perusahaan dan pemegang saham. Manajemen dapat melakukan beberapa hal untuk menciptakan nilai tambah ekonomi perusahaan sehingga meningkatkan ekspektasi pasar dan para

shareholder, tetapi pada prinsipnya EVA dapat meningkat jika manajemen

melakukan salah satu dari tiga hal berikut (Stewart dalam Utomo, 1999:37): a.Meningkatakan laba operasi tanpa adanya tambahan modal yang berarti bahwa

manajemen harus dapat menggunakan aktiva perusahaan secara efisien untuk mendapatkan keuntungan yang optimal.

b.Menginvestasikan modal baru ke dalam proyek yang mendapat return lebih besar dari biaya modal yang ada. Artinya manajemen hanya mengambil proyek yang bermutu dan meningkatkan nilai perusahaan.

c.Menarik modal dari aktivitas-aktivitas usaha yang kurang menguntungkan.

EVA juga mendorong manajemen untuk berfokus pada proses dalam

perusahaan yang menambah nilai dan mengeliminasi aktivitas atau proses yang menambah nilai.

EVA dapat dihitung menggunakan rumus (Brigham dan Houston,

2001:51):

EVA = EBIT (1 – Tarif Pajak) – (WACC x Capital Employet)

Dimana:

NOPAT = Net Operating Profit After Tax atau laba operasi bersih

sesudah pajak.

WACC = Weighted Everage Cost of Capital atau biaya modal

rata-rata tertimbang perusahaan, yang umumnya terdiri atas hutang yang memiliki bunga dan modal sendiri.

Capital Employed = Jumlah dana yang tersedia bagi perusahaan untuk

membiayai usahanya, yang merupakan penjumlahan dari total hutang yang memiliki bunga dan modal sendiri.

2. Perhitungan Economic Value Added

Langkah-langkah yang dilakukan untuk menghitung EVA adalah sebagai berikut:

a. Menghitung Net Operating Profit After Tax (NOPAT)

Sartono (2001:100) menyatakan bahwa NOPAT atau laba operasi bersih sesudah pajak merupakan sejumlah laba perusahaan yang akan dihasilkan jika perusahaan tersebut tidak memiliki hutang dan tidak memiliki asset financial.

NOPAT dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut: NOPAT = EBIT (1- Tarif Pajak)

b. Menghitung Biaya Hutang (cost of debt) atau kd

Biaya hutang (cost of debt) adalah tingkat pengembalian yang dikehendaki karena adanya risiko kredit (credit risk), yaitu risiko perusahaan dalam memenuhi kewajiban pembayaran bunga dan pokok hutang. Dengan kata lain, cost of debt

sama dengan tingkat bunga hutang yang harus dibayarkan kepada kreditur. Rumus untuk menghitung cost of debt adalah:

Kt = Kd (1-T)

Dimana: Kt = tingkat bunga hutang perusahaan T = tarif pajak

c. Menghitung Biaya Ekuitas (Cost of Equity)

Biaya ekuitas atau cost of equity adalah tingkat pengembalian yang dikehendaki investor karena adanya ketidakpastian tingkat laba. Kewajiban membayar bunga dan pokok hutang membuat laba bersih perusahaan lebih bervariasi (naik turun) dari pada laba operasi sehingga menyebabkan timbulnya tambahan risiko. Jadi biaya ekuitas ini mencakup adanya risiko bisnis dan risiko finansial. Risiko bisnis adalah risiko yang berhubungan dengan titik stabilnya laba atau profit, sedangkan risiko finansial adalah risiko kesulitan finansial dalam hal pembayaran biaya bunga dan pokok pada hutang.

Biaya modal saham (cost of equity) dihitung dengan menggunakan motode

Capital Assets Pricing Model (CAPM). CAPM merupakan model yang

menggambarkan hubungan antara risiko dengan tingkat pengembalian yang diharapkan. Rumus yang digunakan adalah (Darmadji, 2006:204):

Ks = Rf + β (Rm – Rf)

Dimana: Ks = biaya modal saham biasa Rf = Tingkat bunga bebas risiko β = Koefisien beta saham Rm = Return market

Market risk premium (Rm-Rf) merupakan selisih antara return pasar

dengan return bebas risiko yang artinya investor akan memiliki tambahan sebesar

risk premium atau kata lain market risk premium sebagi faktor tambahan risiko

perusahaan. Pada penelitian ini disepakati bahwa market risk premium adalah sebesar 6% sesuai dengan market risk premium yang ditetapkan oleh Young dan O’Byrne (2002:155).

Penentuan tingkat suku bunga bebas risiko (Rf) menggunakan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) periode bulanan. Sedangkan penentuan return

market (Rm) menggunakan indeks harga saham gabungan. Dalam perhitungan CAPM, ada beberapa elemen yang diamati yaitu:

1) Untuk menentukan nilai Rit, dengan rumus (Jogiyanto, 2003:232) Rit = 1 1 t t P P Pt

Dimana: Rit = Return saham individu pada bulan ke-t Pt = Harga saham pada bulan ke-t

Pt-1 = Harga saham pada bulan ke (t-1)

2) Untuk menentukan nilai Rmt, digunakan rumus (Jagiyono, 2003:232) Rmt = 1 1 t t t IHSG IHSG IHSG

Dimana: Rmt = Tingkat pengembalian pasar bulan ke-t IHSGt = Indeks harga saham gabungan pada bulan ke-t IHSGt-1 = Indeks harga saham gabungan pada bulan ke (t-1) 3) Menghitung koefisien beta (β)

Masing-masing saham memiliki sensitivitas tersendiri atas pergerakan pasar. Ada jenis saham yang begitu sensitif dengan perubahan pasar, sementara

saham yang lain memberikan respon yang lamban, bahkan ada saham yang sebaliknya. Beta atau sering disebut koefisien beta merupakan ukuran angka koefisien yang menggambarkan sensitivitas atau kecenderungan respons satu saham terhadap pasar. Beta dapat dihitung dengan menggunakan teknik regresi. Teknik regresi untuk mengestimasi beta suatu sekuritas dapat dilakukan dengan menggunakan return-return sekuritas sebagi variabel dependen dan return-return pasar sebagi variabel independen.

Bogue dan Ganedes (dalam Jogiyanto, 2003:270) menyatakan bahwa dalam menghitung beta (β), waktu 60 bulan untuk return bulanan adalah periode

yang optimal yang dapat digunakan. Persamaan regresi yang digunakan untuk mengestimasi beta didasarkan pada model indeks tunggal dengan rumus:

Ri= αi+ βi.Rm

Dimana: Ri = Return sekuritas bulan ke-i Βi = Beta sekuritas bulan ke-i

Rm = Return market (return portofolio pasar) d. Menghitung Struktur Modal

Perhitungan struktur perusahaan dapat dilakukan dengan cara menjumlahkan konposisi hutang jangka panjang dengan komposisi modal saham. Kemudian untuk menghitung berapa komposisi hutang (%) adalah hutang jangka panjang dibagi jumlah struktur modal secara keseluruhan dan hasil pembagian tersebut dikalikan 100%. Demikian pula untuk komposisi modal saham.

e. Menghitung Weghted Everage Cost of Capital (WACC)

WACC sama dengan jumlah biaya dari setiap komponen modal seperti

ditimbang berdasarkan proporsi relatifnya dalam struktur modal perusahaan. Young dan O’Byrne (2002:149) berpendapat bahwa biaya modal suatu perusahaan tidak hanya bergantung pada biaya hutang dan pembiayaan ekuitas tetapi juga seberapa banyak dari masing-masing komponen biaya modal ini dimiliki dalam struktur modal. Hubungan ini digabungkan dalam biaya modal rata-rata tertimbang weighted average cost of capital (WACC) yang dihitung dengan rumus (Brigham dan Houston, 2001:418)

WACC = Wd x Kd (1-T) + (Ws x Ks)

Dimana: Wd = Proporsi hutang dalam struktur modal Kd (1-T) = Biaya hutang setelah pajak

Ws = Proporsi saham biasa dalam struktur modal Ks = Biaya modal saham biasa

f. Menghitung Modal yang Diinvestasikan (Capital Employed)

Modal yang diinvestasikan sama dengan jumlah ekuitas pemegang saham, seluruh hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang yang menanggung bunga, hutang dan kewajiban jangka panjang lain. Modal yang diinvestasikan terdiri dari jumlah hutang jangka pendek, pinjaman bank/sewa guna usaha/obligasi jangka panjang, kewajiban pajak tanggungan, kewajiban jangka panjang lainnya, hak minoritas atas aktiva bersih anak perusahaan dan ekuitas. g) Menghitung EVA

Langkah-langkah yang dilakukan setelah semua parameter diketahui adalah menghitung EVA dengan rumus (Brigham dan Houston, 2001:51)

EVE = NOPAT – (WACC x Capital Employed)

Kelebihan Economic Value Added (EVA) adalah sebagai berikut:

a.EVA bermanfaat digunakan untuk penilai kinerja keuangan perusahaan dimana

berfokus pada penciptaan nilai sehingga para manajer akan memilih investasi yang memaksimalkan tingkat pengembalian dan meminimumkan biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat maksimal.

b.EVA secara eksplisit memperhitungkan biaya modal atas ekuitas yang basanya

tidak diperhitungkan di laporan keuangan.

c.EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasi kegiatan maupun proyek yang

memberikan tingkat pengembalian tinggi dari pada biaya modalnya. Kelemahan dari EVA adalah sebagai berikut:

a.EVA hanya menggambarkan penciptaan nilai pada suatu waktu tertentu,

padahal sebenarnya nilai perusahaan adalah akumulasi nilai EVA selama umur perusahaan. Karena terdapat kemungkinan perusahaan yang mempunyai EVA pada suatu tahun bernilai positif, maka belum tentu nilai EVA pada masa lalu dan yang akan datang juga bernilai positif.

b.Konsep EVA terlalu bertumpuk pada kenyakinan bahwa investor mengandalkan faktor-faktor fundamental, padahal pengaruh faktor lain sebagai penentu harga saham mungkin lebih dominan.

c.Konsep ini menghendaki adanya transparansi kondisi internal perusahaan agar dapat menghitung nilai akuratnya. Akan tetapi, kenyataannya seringkali perusahaan kurang transparan dalam mengemukakan kondisi internalnya sehingga dapat menyulitkan investor menghitung nilai EVA yang akurat.

Rasio profitabilitas memberikan ukuran tingka efektifitas manajemen seperti ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan dari pendapatan investasi. Bagi para pekerja (karyawan dan buruh) merupakan gambaran besarnya kompensasi (gaji-upah) yang akan diterima. Sedangkan pihak pemegang saham berkepentingan guna mengetahui bagian laba yang menjadikan hak pemegang saham. Dengan demikian pemilik perusahaan selalu berusaha meningkatkan laba perusahaan karena disadari sangat pentingnya laba yang ingin dicapai demi kelangsungan atau masa depan perusahaan.

Rasio profitabilitas terdiri atas dua jenis yaitu rasio yang menunjukkan profitabilitas dalam kaitannya dengan penjualan dan rasio yang menunjukkan profitabilitas dalam kaitannya dengan investasi. Dalam kaitannya investasi ada beberapa rasio yang digunakan antara lain:

1. Return on Assets (ROA)

Return on Assets (ROA) digunakan untuk mengukur kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan penggunaan keseluruhan aktiva perusahaan yang dimiliki. Perhitungan rasio ini menggunakan rumus (Abdullah, 2005:57): ROA = x100% Aktiva Total Pajak dan Bunga Setelah Bersih Laba

2. Return on Equity (ROE)

Return on Equity (ROE) mengukur kemampuan perusahaan memperoleh

laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan. Rasio ini juga dipengaruhi oleh besar kecilnya hutang perusahaan, apabila proporsi hutang makin besar maka rasio ini juga akan semakin besar. Suatu angka ROE yang bagus akan membawa

membuat perusahaan dapat dengan mudah menarik dana. Hal ini juga akan memungkinkan perusahaan untuk berkembang, menciptakan kondisi pasar yang sesuai dan pada gilirannya akan memberikan laba yang lebih besar (Walsh, 2004:56). Perhitungan rasio ini menggunakan rumus:

ROE = x100% Sendiri Modal Pajak dan Bunga Setelah Bersih Laba

3. Earning per Share (EPS)

Earning per Share (EPS) merupakan rasio yang menunjukkan bagian laba

untuk setiap saham. EPS menggambarkan profitabilitas perusahaan yang tergambar pada setiap lembar saham. Semakin tinggi nilai EPS tentu saja menyebabkan semakin besar laba dan kemungkinan peningkatan jumlah dividen yang diterima pemegang saham (Darmadji, 2006:195). EPS dihitung dengan rumus: EPS = Beredar Saham Jumlah Bersih Laba

4. Basic Earning Power (BEP)

Basic Earning Power (BEP) menunjukkan kemampuan menghasilkan laba

dari aktiva penjualan sebelum pengaruh pajak serta leverage. Hal ini sangat berguna untuk membandingkan perusahaan dengan situasi pajak yang berbeda dan tingkat leverage keuangan yang beredar. Rasio ini dipergunakan untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan dengan seluruh modal yang bekerja di dalamnya untuk menghasilkan laba. Modal yang diperhitungkan untuk menghitung rasio ini hanyalah modal yang bekerja dalam perusahaan (oporating

laba yang berasal dari operasi perusahaan, yaitu yang disebut laba usaha (net

operating income).

Bagi perusahaan pada umumnya, masalah rentabilitas adalah lebih penting dari pada masalah laba, karena laba yang besar saja belum menjadi ukuran bahwa perusahaan tersebut telah dapat bekerja dengan efisien. Efisien baru dapat diketahui dengan membandingkan laba yang diperoleh itu dengan kekayaan atau

Dokumen terkait