MASUKAN LINGKUNGAN
4. Basis Peralatan Input-Output dan Aktuator
Basis peralatan input-output dan aktuator berisi informasi yang berkaitan dengan peralatan input dan output serta aktuator yang dapat dipasangkan pada konfigurasi alat penyemprot. Peralatan Input antara lain : alat penerima sinyal GPS, kamera visi, alat pendeteksi jarak tempuh.
72 Peralatan Output antara lain : berbagai jenis nozzle, komponen mikrokontroler dan jenis aktuator, konsol tampilan antar muka dan kontrol penyemprotan.
Pengetahuan mengenai penentuan jenis nozzle diperoleh dengan melakukan uji penyemprotan di lapangan. Pemilihan jenis nozzle ditentukan berdasarkan kebutuhan debit semprot yang nilainya diperoleh dari data kecepatan maju peralatan , volume penyemprotan, dan jarak antar nozzle dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Vol Semprot (l/ha) = (F x 600) / ( S x A ) (5) Keterangan :
F : Debit penyemprotan per nozzle (l/menit) S : Kecepatan traktor (km/jam)
A : Jarak antar nozzle (m) 600 : Unit pengkonversi
Tabel 8. Volume penyemprotan teoritis pada berbagai jenis nozzle dan beberapa kecepatan maju traktor.
Warna nozzle Jenis nozzle Tekanan (psi) Debit per nozzle (l/menit)
Kecepatan laju traktor
(km/jam) Sudut semprot (derajat) 4 5 6 Volume penyemprotan (l/ha) Orange 110-UF-01 80 mesh 15 0.26 78 62 52 110 30 0.37 111 89 74 115 40 0.39 117 94 78 120 Hijau 110-UF- 015 80 mesh 15 0.38 114 91 76 110 30 0.51 153 122 102 115 40 0.59 117 142 118 120 Kuning 110-UF-02 50 mesh 15 0.47 141 113 94 110 30 0.68 204 163 136 115 40 0.77 231 185 154 120 Biru 110-UF-03 50 mesh 15 0.76 228 182 152 110 30 1.05 315 252 210 115 40 1.19 357 286 238 120
73 Modul Dialog
Modul dialog adalah antarmuka yang menghubungkan aplikasi dengan pengguna dalam bentuk tampilan program. Modul dialog terdiri dari beberapa bagian utama, yaitu :
- Menu manajemen data
Menu manajemen data berisi tampilan untuk melakukan manajemen data tanaman pokok, gulma, herbisida, cuaca dan lahan, peralatan VRT.
- Menu Konsultasi
Menu Konsultasi berisi sub-menu input data dan sub-menu keputusan hasil konsultasi
- Menu Gallery
Menu Gallery berisi sub-menu untuk melihat berbagai jenis peralatan aplikator cairan, dan sub-menu tentang berbagai jenis gulma
- Menu Multi Agen
Menu Multi Agen berisi agen-agen yang terlibat dalam kegiatan pengendalian gulma dan agen simulasi DRIFTSIM.
- Menu Visualisasi Simulasi
Menu visualisasi simulasi berisi simulasi komputasi paralel dengan metode pipeline dan simulasi pendeteksian kepadatan serangan gulma pada eriode pasca tumbuh.
Berikut ini adalah tampilan antarmuka program dari tampilan awal, menu input, sampai tampilan hasil konsultasi.
74 Dialog dibuat sesederhana mungkin dengan input yang kebanyakan berbentuk combo box, sehingga pengguna dapat dengan mudah melakukan konsultasi dengan memilih nilai parameter yang telah disediakan dan terhindar dari melakukan kesalahan dalam memasukkan data input.
Gambar 29. Tampilan menu input data konsultasi
Pada kasus dimana kegiatan pengendalian gulma dilakukan pada kondisi cuaca normal, sistem supervisori kontrol akan merekomendasikan penggunaan teknologi boom sprayer tanpa air assist (Gambar 30). Sedangkan pada kondisi dimana kecepatan angin besar (15-20 km/jam) sistem akan merekomendasikan penggunaan teknologi air assist untuk menghindari terjadinya drift akibat kecepatan angin yang besar atau arah angin yang berubah-ubah (Gambar 31).
Apabila kondisi cuaca sangat ekstrim, misalnya kecepatan angin > 20 km/jam , turun hujan , arah angin yang sangat cepat berubah , kelembaban udara sangat rendah dan suhu udara sangat tinggi maka sistem supervisori kontrol akan merekomendasikan untuk tidak melakukan kegiatan penyemprotan (Gambar 32). Kecepatan angin yang besar dan arah angin yang berubah-ubah akan membuat drift yang besar dimana terjadi turbulensi semprotan yang mengakibatkan partikel hasil penyemprotan tidak efektif
75 jatuh di sasaran yang dituju. Kelembaban yang sangat rendah dan suhu yang terlalu tinggi akan mengakibatkan banyak partikel penyemprotan cepat menguap di udara sebelum sampai ke tanaman, dan partikel yang telah sampai ke tanaman tidak dapat bekerja efektif karena akan segera menguap.
Gambar 30. Tampilan hasil konsultasi dengan saran tanpa penggunaan teknologi non air assist.
Gambar 31. Tampilan hasil konsultasi dengan saran penggunaan teknologi
air assist.
Apabila kondisi serangan gulma terjadi tidak merata diperlukan metode pengendalian gulma yang mampu bekerja dengan membedakan kondisi
76 kepadatan serangan dan jenis gulma. Sistem supervisori kontrol akan merekomendasikan penggunaan sistem multi agen yang bekerja secara paralel. Gambar 33 menunjukkan hasil konsultasi dimana sistem supervisori merekomendasikan penggunaan sistem multi agen.
Gambar 32. Tampilan hasil konsultasi dengan saran tidak melakukan
penyemprotan karena kondisi cuaca yang tidak memungkinkan.
Gambar 33. Tampilan hasil konsultasi dengan saran penggunaan sistem multi agen untuk perlakuan penyemprotan beragam.
77 Contoh kasus pengendalian gulma dengan sistem multi agen dilakukan dengan menggunakan data input luas lahan 200 ha dan lama pengerjaan 2 hari. Berdasarkan data tersebut sistem supervisori menampilkan nilai hasil perhitungan sebagaimana ditampilkan pada Gambar 33, yaitu dengan mempekerjakan 5 unit sistem dengan kecepatan maju 6 km/jam dan jenis nozzle yang harus digunakan adalah nozzle berwarna biru dengan kode 110-UF-03 yang mampu melewatkan herbisida dengan debit semprotan 0.78 l/menit.
Simpulan
1. Sistem supervisori yang dibangun memiliki dua fungsi utama. Fungsi pertama adalah sebagai sistem konsultasi sebelum melakukan kegiatan penyemprotan (off farm), fungsi kedua adalah sebagai pengontrol kegiatan penyemprotan yang melibatkan beberapa agen (on farm).
2. Fungsi sistem supervisori sebagai sistem konsultasi adalah memberikan rekomendasi untuk kegiatan penyemprotan. Metode pengambilan keputusan sistem supervisori dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa faktor yang berpengaruh pada kegiatan penyemprotan, antara lain ; waktu pelaksanaan penyemprotan (praolah atau pascatumbuh), luas lahan, jumlah jam kerja tersedia, jenis tanaman yang dibudidayakan, jenis gulma, kerapatan serangan gulma, jenis herbisida, cuaca, berbagai jenis teknologi penyemprotan.
3. Sistem kontrol supervisori untuk pengendalian gulma dengan metode perlakuan presisi melibatkan beberapa agen dalam bentuk komputasi cerdas. Sistem multi tersebut terdiri dari : agen penangkap citra, agen filterisasi, agen pendeteksi tanaman, agen penentu kepadatan serangan, dan agen penentu dosis aplikasi.
78 5. IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN
Pendahuluan
Tujuan aplikasi berbasis sensor adalah melakukan penyemprotan dengan presisi tinggi berdasarkan pengamatan real time, menjaga mutu produk dari kontaminasi obat-obatan pertanian, penghematan penggunaan bahan dan minimalisasi pencemaran lingkungan akibat penggunaan obat-obatan yang berlebihan. Jenis teknologi yang di digunakan adalah perangkat sensor yang bekerja secara real time, VRT yang dilengkapi dengan aktuator yang bekerja sesuai dosis dari data pengamatan langsung.
Cara kerja metode ini berdasarkan pembacaan kondisi lapangan oleh sensor secara real time. Data kondisi lahan diolah untuk menentukan dosis aplikasi yang harus dilakukan. Posisi di lahan biasanya dideteksi berdasarkan data dari alat pencatat jarak tempuh (odometer). Data kecepatan operasi dan dosis diolah untuk menentukan nilai aktivasi aktuator dan lama aktivasi yang harus dilakukan. Ciri lain dari metode ini adalah peralatan bekerja per satuan luasan tanah yang kecil untuk memperoleh kinerja yang lebih teliti.
Beberapa penelitian telah dilakukan berkaitan dengan penggunaan metode pertanian presisi berbasis sensor, terutama yang berkaitan dengan teknologi aplikator cairan. Pérez A.J. dan F. López (1997) melakukan penelitian dengan membangun teknik pengambilan citra untuk mendeteksi sebaran gulma pada tanaman sereal. Metode yang dipergunakan adalah dengan analisa warna dan bentuk untuk membedakan tanaman pokok, gulma, dan tanah sebagai latar belakang citra. Perbedaan pola tanaman pokok dan gulma dinilai dengan metode K-Nearest Neighbours. Penilaian mata manusia dipakai sebagai pembanding untuk menentukan akurasi kinerja sistem yang dibangun. Hasil uji coba menunjukkan bahwa sistem yang dibangun mampu mendeteksi gulma dengan ketelitian 75% bila menggunakan analisis warna, dan ketelitian meningkat menjadi 85% bila analisa yang dilakukan memasukkan faktor bentuk tanaman.
Jafari A dan kawan-kawan (2006) dari universitas Teheran melakukan penelitian untuk mendeteksi gulma pada lahan gula bit. Metode yang
79 dipergunakan adalah dengan menganalisa nilai Luminansi dari citra. Hasil uji coba menunjukkan bahwasistem yang dibangun mampu membedakan gulma dan tanaman dengan ketelitian 88.5%.
Imran Ahmed, Awais Adnan, Muhammad Islam, dan Salim Gul (2008) melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengidentifikasi gulma dengan menganalisa bentuk batas citra objek dan membedakannya dalam kelas narrow
dan broad. Hasil uji coba pada 140 contoh citra menunjukkan bahwasistem yang dibangun mampu membedakan gulma narrow dan broad dengan akurasi 94%.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dapat dilihat bahwa belum ada penelitian yang bertujuan untuk membedakan satu jenis tanaman dengan tanaman yang lain secara time-series . Pengertian time-series adalah selama waktu budidaya tanaman pokok berlangsung, atau sampai batas umur kritis tanaman terlampui (2 sampai 4 minggu setelah tanam tergantung jenis tanaman yang dibudidayakan).
Metode
Pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui serangan gulma dengan sensor kamera digital dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama adalah pengamatan serangan gulma pada lahan terbuka (Gambar 34). Lampiran 2. Menampilkan citra sebaran gulma pada lahan terbuka. Tahap kedua adalah pengamatan serangan gulma pada lahan yang telah ditanami tanaman kacang tanah (Gambar 35).
Identifikasi keberadaan gulma diantara tanaman pokok secara visual dilakukan dengan cara mengevaluasi suatu nilai tertentu yang bersifat khas antara gulma dan tanaman pokok pada citra hasil tangkapan. Apabila nilai khas tersebut nyata-nyata berbeda di antara gulma dan tanaman pokok, maka nilai khas yang dimaksud dapat digunakan sebagai acuan bagi pengenalan bentuk fisik gulma atau tanaman pokok.
Pada penelitian ini dilakukan analisa dimensi fraktal untuk mengidentifikasi jenis tanaman secara real time dengan camera vision. Pengamatan secara terus- menerus dilakukan pada tanaman kacang tanah dan jagung. Pengamatan gulma hanya dilakukan pada periode kritis tanaman kacang tanah (minggu ke-4).
80 Gambar 34 . Citra serangan gulma pada tanaman kacang tanah.
81 Pengendalian gulma dengan sensor kamera digital memerlukan beberapa perangkat komputasi cerdas pada kegiatan filterisasi, identifikasi tanaman, dan identifikasi kepadatan serangan gulma. Konsep prosedur kegiatan pengendalian gulma adalah sebagaimana digambarkan pada Gambar 36.
Gambar 36. Blok diagram pengendalian gulma.
Tujuan dari penelitian identifikasi jenis tanaman adalah untuk mengidentifikasi jenis tanaman utama dan gulma yang terdapat di lahan pada tahapan pascatumbuh. Fungsi identifikasi tanaman pada tahapan pengendalian gulma adalah untuk menentukan batas serangan gulma. Tahapan kegiatan diawali dengan penangkapan citra serangan gulma, kemudian dilanjutkan dengan filterisasi citra untuk memisahkan citra tanaman dengan latar belakangnya. Citra hasil filterisasi kemudian dianalisa untuk mengetahui jenis tanaman. Setelah diketahui identitas masing-masing tanaman yang ada di dalam citra, maka dapat ditentukan batas serangan gulma untuk keperluan analisa kepadatan serangan gulma yang terjadi.
Hasil dan Pembahasan Pengambilan Citra
Citra tanaman diperoleh dari laboratorium lapangan Prof. Siswadi, kampus IPB Darmaga. Jenis tanaman pokok yang dipilih adalah kacang tanah, jagung,
Pengambilan Citra
Filterisasi Citra
Analisa Jenis Tanaman
Batas Serangan Gulma
Analisa Kepadatan Serangan
Dosis Penyemprotan
Penyemprotan sesuai Dosis dan Lokasi
82 dan beberapa tanaman gulma. Citra yang telah diambil dianalisa untuk mengetahui komponen warna penyusunnya. Lampiran 3 menampilkan data pengolahan citra sebaran gulma dalam bentuk komponen warna penyusunnya. Berdasarkan komponen warna tersebut selanjutnya ditentukan parameter filterisasi untuk memisahkan latar belakang citra dengan citra tanaman secara biner (hitam-putih). Data array piksel yang menyimpan nilai biner citra diolah menggunakan metode analisa dimensi fraktal.
Penentuan Parameter Filterisasi
Langkah awal dari filterisasi adalah menentukan parameter yang akan digunakan sebagai pembatas filetrisasi. Parameter pembatas filterisasi digunakan untuk menentukan batasan yang memisahkan antara gulma atau tanaman pokok dengan latar belakangnya.
Nilai batas filterisasi ditentukan untuk mengetahui apakah sebuah piksel berupa obyek yaitu gulma atau latar gambar yaitu lahan. Nilai ambang batas yang digunakan dapat berupa kombinasi warna RGB atau Hue (Solahudin et al, 2010), dengan R, G, dan B masing-masing merupakan besaran yang menyatakan nilai intensitas warna merah, hijau, dan biru.
Model warna HSI yang merupakan model warna yang paling sesuai dengan manusia. Nilai Hue dapat diaplikasikan untuk membedakan antara obyek dan latar belakang. Saturation (kejenuhan) yang tinggi dapat menjadi jaminan nilai Hue cukup akurat dalam membedakan obyek dan latar belakang. Nilai ditentukan berdasarkan besaran masing-masing nilai R,G, dan B sebagai berikut :
(6) 2 2 2 0.5 B G G R G R B G R Cos Arc H Gambar 37. menunjukkan hasil interpretasi data ke dalam bentuk grafik dengan sumbu x menunjukkan kolom piksel pada gambar dan sumbu y adalah rata-rata nilai RGB dan Hue untuk masing-masing kolom piksel pada gambar. Data selengkapnya ditampilkan pada Lampiran 3. Pada Gambar 37 terlihat jelas bahwa nilai rata-rata Green dan Blue tidak dapat merepresentasikan apakah kolom piksel tersebut merupakan gulma ataupun tanah dengan jelas.
83 Berbeda dengan nilai rata-rata Red dan Hue, keduanya memperlihatkan perubahan nilai ketika kolom piksel dari gambar beralih dari lahan ke gulma. Akan tetapi, perubahan nilai rata-rata Hue lebih signifikan dibanding perubahan nilai rata-rata Red yang terjadi. Oleh karena itu, untuk melakukan proses segmentasi digunakan nilai Hue. Langkah selanjutnya adalah menentukan nilai batas Hue. Cara yang digunakan adalah dengan menarik garis lurus memotong sumbu y dan sejajar dengan sumbu x sehingga diperoleh bagian atas garis menunjukkan gulma dan bagian bawah garis menunjukkan lahan. Dengan cara tersebut nilai batas segmentasi yang diperoleh adalah nilai
Hue sebesar 46.5o. Gambar 38 menunjukkan hasil filterisasi sebuah citra kedalam 4 potongan citra yang telah dibedakan dengan latar belakangnya.
Gambar 37. Nilai rataan RGB dan Hue pada satu contoh citra hasil tangkapan.
84 Gambar 38. Hasil proses tresholding dengan pembatas nilai Hue 46.5o Analisa Dimensi Fraktal untuk Identifikasi Jenis Tanaman
Objek alami seperti penampakan daun hasil penangkapan kamera visi memiliki bentuk yang tidak teratur dan sulit diukur namun hal ini dapat diatasi dengan menggunakan pendekatan dimensi fraktal. Pendekatan ini berbeda dengan pendekatan geometri Euclid yang selama ini digunakan untuk mengukur objek yang teratur dan simetris. Fraktal memiliki sifat self similarity
yaitu apabila diperbesar akan memiliki bentuk yang menyerupai bentuk keseluruhan dan hal ini mendekati sifat objek-objek alam (Mandelbrot 1982). Metode dimensi fraktal menawarkan pendekatan untuk menggambarkan bentuk yang alami dan keadaan yang tidak teratur dengan mengukur kesimetrisan suatu objek.
Dimensi benda yang umum dalam kehidupan sehari-hari merupakan dimensi dalam ruang Euclid, yaitu 0, 1, 2, dan 3. Pada objek-objek Euclid, nilai bilangan bulat menggambarkan jumlah dimensi dari ruang objek, misalnya garis berdimensi 1 karena memiliki panjang, bidang berdimensi 2 karena memiliki panjang dan lebar, sedangkan ruang memiliki dimensi 3 karena memiliki panjang, lebar, dan kedalaman.
Sifat self similarity adalah salah satu konsep penting dalam geometri fraktal. Sebuah objek berdimensi satu seperti garis jika dibagi menjadi N bagian yang sama maka setiap bagian memiliki rasio dari keseluruhan bagian. Begitu pula dengan objek dua dimensi seperti bidang yang bisa dibagi menjadi N bagian yang memiliki rasio
85 kubus bisa dibagi menjadi N bagian yang memiliki rasio
√ . Dapat
disimpulkan bahwa untuk objek dengan dimensi D dapat dibagi menjadi N bagian yang sama dengan faktor
√ atau dapat dituliskan sebagai berikut:
( 7 )
Dari persamaan tersebut kemudian dihasilkan rumus untuk menghitung nilai dimensi fraktal berikut :
( 8 )
Dimensi fraktal tidak seperti dimensi Euclid yaitu tidak harus bilangan bulat, sehingga pada dimensi 2 nilai dimensi yang mungkin diperoleh adalah berupa pecahan yang berada di antara nilai 1 dan 2. Nilai dimensi fraktal (D) didapatkan berdasarkan hubungan antara ukuran persegi r dan jumlah persegi
N(r), yang melingkupi objek. Dari plot log ( ) dan log (N(r)) dihasilkan kurva dengan nilai kemiringan α yang merupakan nilai dimensi fraktal dari objek. Nilai α dihitung menggunakan regresi linear seperti persamaan berikut ini : ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ( 9 ) keterangan : α = kemiringan kurva n = jumlah data
X = nilai log(ukuran persegi) Y = nilai
86 Gambar 39. Ilustrasi tahapan perhitungan dimensi fraktal.
Gambar 40 menunjukkan tampilan antar muka dari proses untuk menentukan nilai dimensi fraktal dari sebuah citra tanaman jagung.
87 Nilai dimensi faktal tanaman kacang tanah dan jagung diperoleh dari pengamatan secara acak dan terus menerus dari minggu ke minggu pada tanaman yang dibudidayakan di laboratorium lapangan IPB. Nilai dimensi fraktal tanaman kacang tanah berubah mengikuti pertumbuhan tajuk daunnya dengan kisaran nilai dimensi fraktal 1.1 (minggu ke-1) sampai 1.77 (minggu ke-6) dengan sebaran baku antara 0.05 sampai 0.07 (Tabel 9). Selisih nilai dimensi fraktal antar minggu yang berurutan bervariasi tergantung dari kecepatan pertumbuhan tanaman kacang tanah pada periode tersebut. Memasuki minggu ke-5 dan ke-6 pertumbuhan vegetatif cenderung melambat (beda nilai dimensi fraktal 0.08), dan mulai terjadi pertumbuhan generatif ditandai dengan mulai munculnya bunga.
Pertumbuhan tajuk kacang tanah (vegetatif) tercepat terjadi pada periode minggu ke-2 dan minggu ke-3 sebagaimana terlihat di Gambar 41. Hal ini sesuai dengan perbedaan rata-rata nilai dimensi fraktal antara minggu tersebut, yaitu 0.24.
Gambar 41. Perkembangan bentuk tajuk tanaman kacang tanah pada berbagai umur.
Berdasarkan Gambar 41 dapat dilihat bahwa tampak atas kanopi tanaman kacang tanah akan berubah dari pola menyebar ke bentuk yang lebih kompak, sedangkan tampak atas kanopi tanaman jagung akan mulai bersinggungan pada
88 minggu ke-4 (Gambar 42). Dalam perspektif dimensi fraktal hal ini berarti bahwa nilai dimensi fraktal tanaman kacang tanah akan bertambah dari minggu ke minggu mendekati nilai 2 sebagaimana tampak pada Tabel 9. Fenomena ini juga berlaku bagi tanaman jagung sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 10.
Gambar 42. Perkembangan bentuk tajuk tanaman jagung pada berbagai umur.
Gambar 43. Nilai dimensi fraktal tanaman kacang tanah pada berbagai umur tanam. 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 2,00 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Nomor tanaman N il a i D im e ns i Fra k ta l 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 6 Minggu
89 Tabel 9 . Nilai dimensi fraktal tanaman kacang tanah pada berbagai
umur. No. Contoh Minggu ke- 1 2 3 4 5 6 1 1.15 1.33 1.45 1.66 1.71 1.78 2 1.07 1.25 1.48 1.61 1.72 1.81 3 1.06 1.28 1.54 1.58 1.70 1.72 4 1.17 1.18 1.47 1.51 1.59 1.69 5 1.22 1.36 1.54 1.61 1.75 1.83 6 1.04 1.19 1.48 1.68 1.75 1.81 7 1.04 1.39 1.49 1.59 1.65 1.71 8 1.17 1.31 1.54 1.66 1.69 1.79 9 1.13 1.25 1.69 1.76 1.81 1.80 10 1.10 1.20 1.53 1.62 1.64 1.73 11 1.14 1.19 1.42 1.64 1.69 1.78 12 1.13 1.32 1.51 1.68 1.70 1.74 13 1.20 1.27 1.52 1.66 1.71 1.86 14 0.99 1.29 1.44 1.60 1.62 1.67 15 0.98 1.19 1.56 1.60 1.63 1.79 Terkecil 0.98 1.18 1.42 1.51 1.59 1.67 Terbesar 1.22 1.39 1.69 1.76 1.81 1.86 Rataan 1.10 1.27 1.51 1.63 1.69 1.77
Tabel 10. Nilai dimensi fraktal tanaman jagung pada berbagai umur. No. Contoh Minggu ke- 2 3 4 1 1.45 1.54 1.75 2 1.52 1.59 1.63 3 1.51 1.65 1.65 4 1.49 1.52 1.62 5 1.38 1.40 1.76 6 1.43 1.52 1.74 7 1.42 1.51 1.74 8 1.35 1.65 1.82 9 1.37 1.43 1.57 Terkecil 1.35 1.40 1.57 Terbesar 1.52 1.65 1.82 Rata-rata 1.44 1.53 1.70
90 Pengamatan terhadap tanaman jagung hanya dapat dilakukan sampai minggu ke-4. Hal ini dikarenakan pada umur 4 minggu dan seterusnya kanopi tanaman jagung sudah bergabung satu dengan lainnya, sehingga tidak memungkinkan pengambilan citra tanaman jagung secara individual.
Gambar 44. Hubungan umur tanaman kacang tanah dengan rata-rata nilai dimensi fraktal pada masing-masing umur tanaman. Hubungan umur tanaman kacang tanah dengan rata-rata nilai dimensi fraktal pada masing-masing umur tanaman mengikuti bentuk persamaan kuadratik. Bentuk persamaannya adalah :
y = -0,010x2 + 0,234x + 0,869 (10) keterangan :
y : nilai dimesi fraktal
x : umur tanaman kacang tanah (minggu)
dengan nilai koefisien determinasi sebesar R2 = 0,987
Persamaan tersebut dapat digunakan sebagai referensi bagi sistem pendeteksian jenis tanaman menggunakan camera vision dengan input berupa citra tanaman, umur pengambilan citra dan nilai dimensi fraktal pada umur tersebut. 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 0 1 2 3 4 5 D im e n si Fr a kt a l
91 Perbandingan nilai rata-rata dimensi fraktal antara tanaman kacang tanah dan tanaman jagung dilakukan untuk mengetahui karakteristik bentuk kanopi masing-masing tanaman pada masa pertumbuhan vegetatifnya.
Gambar 45. Nilai dimensi fraktal tanaman jagung dan kacang tanah pada berbagai umur tanam.
Gambar 45. menunjukkan nilai dimensi fraktal tanaman jagung dan kacang tanah pada umur tanam 1 sampai 4 minggu. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa nilai dimensi fraktal antara kedua jenis tanaman tersebut pada umur yang sama tidak pernah memiliki nilai yang sama. Fakta ini menunjukkan bahwa sistem camera vision yang dilengkapi dengan sistem cerdas dimensi fraktal akan mampu membedakan dengan pasti antara tanaman jagung dan tanaman kacang tanah.
Pada umur 4 minggu nilai dimensi fraktal gulma berkisar antara 1.41 sampai 1.60, jagung memiliki nilai rata-rata dimensi fraktal 1.70, dan kacang tanah memiliki nilai rata-rata dimensi fraktal 1.63. Penggunaan sistem cerdas dimesi fraktal untuk pemberantasan gulma pada minggu ke-4 dengan perangkat
camera vision sebagai sensor dapat dilakukan, karena sistem pendeteksi keberadaan gulma di lahan dapat dengan jelas membedakan antara tanaman pokok dan gulma berdasarkan nilai dimensi fraktal masing-masing tanaman.
0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 1 2 3 4
Umur tanaman (minggu)
N il a i D im e n s i F ra k ta l Kacang tanah Jagung
92 Kinerja dimensi fraktal sebagai metode untuk mendeteksi jenis tanaman diujicoba untuk membedakan tanaman pokok dan gulma yang tumbuh di sekitarnya. Hasil ujicoba pada tanaman jagung dan tanaman kacang tanah adalah sebagaimana disajikan pada tabel berikut :
Tabel 11. Hasil uji validasi sistem identifikasi jenis tanaman pada tanaman pokok jagung.
Keterangan Jenis Tanaman
Jagung Gulma Total
Sampel Validasi 30 14 44
Terdeteksi tepat 29 10 39
Akurasi (%) 96.67 71.43 88.64
Tabel 12. Hasil uji validasi sistem identifikasi jenis tanaman pada tanaman pokok kacang tanah.
Keterangan Jenis Tanaman
Kacang Tanah Gulma Total
Sampel Validasi 67 14 44
Terdeteksi tepat 65 10 39
Akurasi (%) 97.01 71.43 92.59
Tanaman jagung yang dipilih sebagai contoh untuk validasi adalah tanaman jagung yang berumur 2 MST (Minggu Setelah Tanam) sampai 4 MST. Contoh untuk tanaman kacang tanah diambil dari tanaman berumur 2 MST sampai 5 MST. Pemilihan umur tanaman tersebut dengan dasar pemikiran bahwa pada umur 1 MST keberadaan gulma belum terdeteksi. Setelah umur tanaman lebih besar dari 5 MST tanaman telah melewati masa kritis pertumbuhan. Khusus pada tanaman jagung setelah 4 MST bentuk citra daun tanaman jagung telah tumpang tindih antara tanaman satu dengan tanaman lainnya sehingga tidak dapat dianalisa per individu dengan baik. Hasil validasi sistem pada tanaman jagung menunjukkan akurasi 88.64% sedangkan pada tanaman kacang tanah menghasilkan validasi 92.59%. Kemampuan sistem dalam mengidentifikasi gulma memiliki akurasi 71.43%,
93 hal ini disebabkan pada kasus yang tidak dikontrol beberapa gulma akan memiliki penampakan bentuk menyerupai tanaman pokok.
Simpulan
1. Filterisasi dengan nilai Hue 46.5o mampu membedakan komponen citra dengan