BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.8 Validasi Metode Analisis
2.8.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi (limit of detection) adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang dapat dideteksi. Batas kuantitasi (limit of quantitation) merupakan parameter pada analisis dan diartikan sebagai kuantitas analit terkecil dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif,
Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan pada bulan Februari 2017 – Juni 2017.
3.2 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spektrofotometer Serapan Atom (Shimadzu AA-7000) dengan nyala udara asetilen lengkap dan lampu katoda K, Ca, Na dan Mg, neraca analitik (BOECO germany), tanur (Stuart), hot plate, kertas saring Whatman no. 42, krus porselen, blender, spatula, botol kaca dan alat-alat gelas lainnya (Pyrex dan Oberol).
3.3 Bahan 3.3.1 Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah bunga nangka betina dan bunga nangka jantan. Gambar sampel dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 48.
3.3.2 Pereaksi
Pereaksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pro analisis keluaran E. Merck yaitu asam nitrat 65% b/v, larutan standar kalium (1000 µg/ml), larutan standar kalsium (1000 µg/ml), larutan standar natrium (1000 µg/ml), larutan
standar magnesium (1000 µg/ml), larutan CsCl, larutan La2O3, larutan kuning titan 0,1%, larutan NaOH 2 N, larutan H2SO4 1 N dan akuademineralisata (Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan).
3.4 Pembuatan Pereaksi 3.4.1 Larutan HNO3 (1:1)
Larutan HNO3 65% b/v sebanyak 500 ml diencerkan dengan 500 ml air suling (Dirjen POM RI, 1979).
3.4.2 Larutan CsCl
6,325 g CsCl ditambahkan dengan 25 ml HCl (p) dan dicukupkan dengan akuades hingga 250 ml (Antanasopoulos, 1996).
3.4.3 Larutan La2O3
5,875 g La2O3 ditambahkan dengan 50 ml HCl (p) dan dicukupkan dengan akuades hingga 250 ml (Antanasopoulos, 1996).
3.4.4 Larutan Kuning Titan 0,1%
Larutan kuning titan 0,1% b/v dibuat dengan cara melarutkan 0,1 g kuning titan dalam 100 ml air suling (Dirjen POM RI, 1979).
3.4.5 Larutan NaOH 2 N
Sebanyak 4 gram NaOH dilarutkan dengan akuades hingga 50 ml (Dirjen POM RI, 1979).
3.4.6 Larutan H2SO4 1 N
Sebanyak 28 ml larutan H2SO4 96% diencerkan dengan akuades hingga 1000 ml (Dirjen POM RI, 1979).
3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan adalah bunga nangka betina dan jantan yang diambil secara purposif dari pohon nangka di Langsa, Aceh Timur. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling purposive yang dikenal juga sebagai sampling pertimbangan, dimana sampel ditentukan atas dasar
pertimbangan bahwa semua sampel mempunyai karakteristik yang sama dengan sampel yang diteliti (Budiarto, 2003).
3.5.2 Penyiapan Sampel
Sebanyak ± 250 g masing-masing bunga nangka betina dan jantan dibersihkan dari bagian kulit dengan cara mengupasnya, dicuci bersih lalu
ditiriskan, dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Selanjutnya masing-masing sampel diiris kecil-kecil dan dihaluskan dengan blender.
3.5.3 Proses Destruksi Kering
Sampel yang telah dihaluskan masing-masing ditimbang sebanyak ± 25 g didalam krus porselen, diarangkan diatas hot plate pada suhu 2000C, lalu
diabukan dengan tanur pada temperature awal 100oC dan dinaikkan perlahan-lahan hingga 500oC dengan interval 25oC setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan selama 24 jam dan dibiarkan hingga dingin didalam tanur hingga suhu tanur mencapai suhu ruangan ± 27 oC (Isaac, 1990).
3.5.4 Pembuatan Larutan Sampel
Sampel hasil destruksi ditambahkan 5 ml HNO3 (1:1), lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, krus porselen dibilas hingga tiga kali kemudian larutan dicukupkan dengan akuademineralisata hingga garis tanda dan
dihomogenkan. Selanjutnya larutan disaring dengan kertas Whatman no. 42 dan 5 ml filtrat pertama dibuang untuk menjenuhkan kertas saring kemudian filtrat selanjutnya ditampung dalam wadah botol kaca.
3.5.5 Analisa Kualitatif 3.5.5.1 Kalium
3.5.5.1.1 Dengan Uji Nyala
Dibersihkan kawat Ni/Cr dengan HCl pekat lalu dipijar pada api bunsen sampai tidak memberikan warna khusus pada nyala bunsen. Kemudian celupkan kedalam sampel lalu dipijar pada api bunsen, amati warna yang terjadi pada nyala bunsen. Jika terdapat kalium akan terbentuk warna ungu pada nyala bunsen (Vogel, 1979).
3.5.5.1.2 Uji Kristal Kalium dengan Asam Pikrat
Larutan sampel diteteskan 1-2 tetes pada object glass kemudian ditetesi dengan asam pikrat, biarkan ± 5 menit lalu diamati dibawah mikroskop. Jika terdapat kalium, akan terlihat kristal berbentuk jarum besar (Vogel, 1979).
3.5.5.2 Kalsium
3.5.5.2.1 Dengan Uji Nyala
Dibersihkan kawat Ni/Cr dengan HCl pekat lalu dipijar pada api bunsen sampai tidak memberikan warna khusus pada nyala bunsen. Kemudian celupkan kedalam sampel lalu dipijar pada api bunsen, amati warna yang terjadi pada nyala bunsen. Jika terdapat kalsium akan terbentuk warna merah bata pada nyala bunsen (Vogel, 1979).
3.5.5.2.2 Uji Kristal Kalsium dengan Asam Sulfat 1 N
Larutan sampel diteteskan 1-2 tetes pada object glass kemudian ditetesi dengan asam sulfat 1 N dan etanol 96% v/v akan terbentuk endapan putih lalu diamati dibawah mikroskop. Jika terdapat kalsium, akan terlihat kristal berbentuk jarum (Vogel, 1979).
3.5.5.3 Natrium
3.5.5.3.1 Dengan Uji Nyala
Dibersihkan kawat Ni/Cr dengan HCl pekat lalu dipijar pada api bunsen sampai tidak memberikan warna khusus pada nyala bunsen. Kemudian celupkan kedalam sampel lalu dipijar pada api bunsen, amati warna yang terjadi pada nyala bunsen. Jika terdapat natrium akan terbentuk warna kuning keemasan pada nyala bunsen (Vogel, 1979).
3.5.5.3.2 Uji Kristal Natrium dengan Asam Pikrat
Larutan sampel diteteskan 1-2 tetes pada object glass kemudian ditetesi dengan asam pikrat, biarkan ± 5 menit lalu diamati dibawah mikroskop. Jika terdapat natrium, akan terlihat kristal berbentuk jarum kecil (Vogel, 1979).
3.5.5.4 Magnesium
3.5.5.4.1 Dengan Reagensia Kuning Titan
Larutan sampel diteteskan 1-2 tetes pada tabung reaksi kemudian ditetesi dengan larutan kuning titan dan natrium hidroksida 2 N, jika terdapat magnesium akan menghasilkan warna atau endapan merah (Vogel, 1979).
3.5.6 Analisa Kuantitatif
3.5.6.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalium
Larutan baku kalium (1000 µg/ml) dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata (konsentrasi 10 µg/ml) (larutan induk baku II).
Larutan untuk kurva kalibrasi kalium dibuat dengan memipet larutan induk baku II sebanyak 1 ml; 2 ml; 3 ml; 4 ml dan 5 ml dilarutkan dalam labu 50 ml lalu ditambahkan 2,5 ml larutan CsCl dan dicukupkan sampai garis tanda dengan akuademineralisata sehingga didapatkan konsentrasi berturut-turut 0,2 µg/ml; 0,4 µg/ml; 0,6 µg/ml; 0,8 µg/ml dan 1,0 µg/ml lalu diukur pada panjang gelombang 766,5 nm.
3.5.6.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalsium
Larutan baku kalsium (1000 µg/ml) dipipet sebanyak 5 ml, dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata (konsentrasi 50 µg/ml) (larutan induk baku II).
Larutan untuk kurva kalibrasi kalsium dibuat dengan memipet larutan induk baku II sebanyak 1 ml; 2 ml; 3 ml; 4 ml dan 5 ml dilarutkan dalam labu 50 ml lalu ditambahkan 2,5 ml larutan La2O3 dan dicukupkan sampai garis tanda dengan akuademineralisata sehingga didapatkan konsentrasi berturut-turut 1,0 µg/ml; 2,0 µg/ml; 3,0 µg/ml; 4,0 µg/ml dan 5,0 µg/ml lalu diukur pada panjang gelombang 422,7 nm.
3.5.6.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Natrium
Larutan baku natrium (1000 µg/ml) dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata (konsentrasi 10 µg/ml) (larutan induk baku II).
Larutan untuk kurva kalibrasi natrium dibuat dengan memipet larutan induk baku II sebanyak 0,5 ml; 1 ml; 1,5 ml; 2 ml dan 2,5 ml dilarutkan dalam labu 50 ml lalu ditambahkan 2,5 ml larutan CsCl dan dicukupkan sampai garis tanda dengan akuademineralisata sehingga didapatkan konsentrasi berturut-turut 0,1 µg/ml; 0,2 µg/ml; 0,3 µg/ml; 0,4 µg/ml dan 0,5 µg/ml lalu diukur pada panjang gelombang 589,0 nm.
3.5.6.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi Magnesium
Larutan baku magnesium (1000 µg/ml) dipipet sebanyak 0,5 ml, dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akuademineralisata (konsentrasi 5 µg/ml) (larutan induk baku II).
Larutan untuk kurva kalibrasi magnesium dibuat dengan memipet larutan induk baku II sebanyak 0,2 ml; 0,4 ml; 0,6 ml; 0,8 ml dan 1,0 ml dilarutkan dalam labu 50 ml lalu ditambahkan 2,5 ml larutan La2O3 dan dicukupkan sampai garis tanda dengan akuademineralisata sehingga didapatkan konsentrasi berturut-turut 0,02 µg/ml; 0,04 µg/ml; 0,06 µg/ml; 0,08 µg/ml dan 0,1 µg/ml lalu diukur pada panjang gelombang 285,2 nm.
3.5.7 Penetapan Kadar Mineral dalam Sampel 3.5.7.1 Penetapan Kadar Kalium
Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 1 ml lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan dengan akuademineralisata sampai
garis tanda (faktor pengenceran = 100 ml/1 ml = 100 kali) (Labu I). Selanjutnya dipipet dari labu I sebanyak 5 ml lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan ditambahkan 5 ml larutan CsCl kemudian dicukupkan dengan
akuademineralisata sampai garis tanda (faktor pengenceran = 100 ml/5 ml
= 20 kali) (Labu II). Total faktor pengenceran adalah 100 x 20 = 2000 kali. Lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang 766,5 nm menggunakan alat spektrofotometer serapan atom yang telah disesuaikan kondisinya dengan nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalium. Konsentrasi kalium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.
3.5.7.2 Penetapan Kadar Kalsium
Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 2 ml lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan ditambahkan 5 ml larutan La2O3 kemudian dicukupkan dengan akuademineralisata sampai garis tanda (faktor pengenceran
= 100 ml/2 ml = 50 kali). Lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang 422,7 nm menggunakan alat spektrofotometer serapan atom yang telah
disesuaikan kondisinya dengan nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalsium.
Konsentrasi kalsium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.
3.5.7.3 Penetapan Kadar Natrium
Pada bunga nangka betina larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak
(faktor pengenceran = 100 ml/2 ml = 50 kali). Pada bunga nangka jantan larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 1 ml lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan ditambahkan 5 ml larutan CsCl kemudian dicukupkan dengan akuademineralisata sampai garis tanda (faktor pengenceran = 100 ml/1 ml
= 100 kali). Lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang 589,0 nm menggunakan alat spektrofotometer serapan atom yang telah disesuaikan kondisinya dengan nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku natrium. Konsentrasi natrium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.
3.5.7.4 Penetapan Kadar Magnesium
Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 1 ml lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan dengan akuademineralisata sampai garis tanda (faktor pengenceran = 100 ml/1 ml = 100 kali) (Labu I). Selanjutnya dipipet dari labu I sebanyak 10 ml lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan ditambahkan 5 ml larutan La2O3 kemudian dicukupkan dengan
akuademineralisata sampai garis tanda (faktor pengenceran = 100 ml/10 ml
= 10 kali) (Labu II). Total faktor pengenceran adalah 100 x 10 = 1000 kali. Lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang 285,2 nm menggunakan alat spektrofotometer serapan atom yang telah disesuaikan kondisinya dengan nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku magnesium. Konsentrasi magnesium dalam sampel
ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.
3.5.7.5 Perhitungan Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium dalam Sampel
Kadar kalium, kalsium, natrium dan magnesium dalam sampel dapat dihitung dengan cara berikut:
3.5.8 Analisis Data Secara Statistika 3.5.8.1 Penolakan Hasil Pengamatan
Menurut Sudjana (2005) kadar kalium, kalsium, natrium dan magnesium yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel dianalisis dengan metode standar deviasi menggunakan rumus sebagai berikut:
SD =
√
Keterangan: Xi = Kadar sampel (mg/100g)
Xi = Kadar rata-rata sampel (mg/100g) n = Jumlah pengulangan
Untuk mencari t hitung digunakan rumus:
t hitung = | | √
dan untuk menentukan kadar mineral di dalam sampel dengan interval kepercayaan 95%, α = 0,05; dk = n-1, dapat digunakan rumus:
Kadar mineral: µ = Xi ± (t(α/2, dk) x SD /√ )
Keterangan: Xi = Kadar rata-rata sampel (mg/100 g) SD = Standar Deviasi
dk = Derajat kebebasan (dk = n-1) α = Interval kepercayaan
n = Jumlah pengulangan 3.5.9 Uji Perolehan Kembali (Recovery)
Uji perolehan kembali atau recovery dilakukan dengan metode
penambahan larutan standar (standard addition method). Dalam metode ini, kadar mineral dalam sampel ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan
penentuan kadar mineral dalam sampel setelah penambahan larutan baku standar dengan konsentrasi tertentu (Harmita, 2004).
Larutan baku yang ditambahkan yaitu 13,0 ml larutan baku kalium (konsentrasi 1000 µg/ml); 1,4 ml larutan baku kalsium (konsentrasi 1000 µg/ml);
4,0 ml larutan baku natrium (konsentrasi 100 µg/ml) dan 4,0 ml larutan baku magnesium (konsentrasi 100 µg/ml). Perhitungan penambahan volume baku kalium, kalsium, natrium dan magnesium pada uji akurasi dalam bunga nangka jantan dapat dilihat pada Lampiran 20, halaman 90-91.
Sampel yang telah dihaluskan masing-masing ditimbang secara seksama
± 25 g di dalam krus porselen, lalu ditambahkan 13,0 ml larutan baku kalium (konsentrasi 1000 µg/ml); 1,4 ml larutan baku kalsium (konsentrasi 1000 µg/ml);
4,0 ml larutan baku natrium (konsentrasi 100 µg/ml) dan 4,0 ml larutan baku magnesium (konsentrasi 100 µg/ml) kemudian dilanjutkan dengan prosedur destruksi kering seperti yang telah dilakukan sebelumnya.
Menurut (Harmita, 2004) persen perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus di bawah ini:
% perolehan kembali =
x 100%
Keterangan: CA =kadar logam dalam sampel sebelum penambahan baku CF =kadar logam dalam sampel setelah penambahan baku C*A =kadar larutan baku yang ditambahkan
3.5.10 Simpangan Baku Relatif
Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang
memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan (Harmita, 2004).
Menurut (Harmita, 2004) rumus untuk menghitung simpangan baku relatif adalah sebagai berikut:
RSD =
x 100%
Keterangan: Xi = Kadar rata-rata sampel SD = Standar Deviasi
RSD = Relative Standard Deviation (Simpangan Baku Relatif)
3.5.11 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi (limit of detection, LOD) merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas sedangkan batas kuantitasi (limit of quantitation, LOQ) merupakan parameter pada analisa renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).
Menurut (Harmita, 2004) batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Simpangan Baku Residual ( ⁄ ) =
√
Batas deteksi (LOD) = ( ⁄ )
Batas kuantitasi (LOQ) = ( ⁄ )
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa
tumbuhan yang digunakan adalah bunga nangka dengan jenis Artocarpus heterophyllus Lam. dari suku Moraceae. Hasil identifikasi bunga
nangka dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 44.
4.2 Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif dilakukan sebagai analisis pendahuluan untuk mengetahui secara kualitatif mineral kalium, kalsium, natrium dan magnesium dalam sampel. Hasil analisis kualitatif kalium, kalsium, natrium dan magnesium dalam bunga nangka betina dan bunga nangka jantan dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan 4.2.
Tabel 4.1 Hasil Analisis Kualitatif Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium dalam Bunga Nangka Betina
No. Mineral Pereaksi Hasil Reaksi Hasil
1 Kalium Uji nyala Warna ungu +
Asam pikrat Kristal jarum besar +
2 Kalsium Uji nyala Warna merah bata +
H2SO4 1 N dan etanol 96% Kristal jarum + Warna kuning +
(0,1% b/v) Keterangan : (+) mengandung mineral
Tabel 4.2 Hasil Analisis Kualitatif Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium dalam Bunga Nangka Jantan
No. Mineral Pereaksi Hasil Reaksi Hasil
1 Kalium Uji nyala Warna ungu +
Asam pikrat Kristal jarum besar +
2 Kalsium Uji nyala Warna merah bata +
H2SO4 1 N dan etanol 96% Kristal jarum +
3 Natrium Uji nyala
Warna kuning keemasan
+ Asam pikrat Kristal jarum kecil + 4 Magnesium NaOH 2 N + kuning titan
(0,1% b/v)
Endapan warna merah + Keterangan : (+) mengandung mineral
Pada Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan bahwa sampel bunga nangka betina dan jantan mengandung mineral kalium, kalsium, natrium dan magnesium.
Sampel dinyatakan positif mengandung mineral tersebut sesuai dengan uji yang terdapat pada Tabel 4.1 dan 4.2. Hasil uji kualitatif bunga nangka dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 52-53.
4.3 Analisis Kuantitatif
4.3.1 Kurva Kalibrasi Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium
Kurva kalibrasi kalium, kalsium, natrium dan magnesium diperoleh dengan cara mengukur absorbansi dari larutan standar pada panjang gelombang 766,5 nm untuk kalium, 422,7 nm untuk kalsium, 589,0 nm untuk natrium dan 285,2 nm untuk magnesium. Dari pengukuran kurva kalibrasi diperoleh
persamaan garis regresi yaitu Y= 0,60215X + 0,096130 untuk kalium, Y= 0,075950X + 0,022190 untuk kalsium, Y= 0,78680X + 0,12560 untuk natrium
dan Y= 3,8205X + 0,012910 untuk magnesium.
Kurva kalibrasi larutan standar kalium, kalsium, natrium dan magnesium dapat dilihat pada Gambar 4.1-4.4.
Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Larutan Standar Kalium
Gambar 4.2 Kurva Kalibrasi Larutan Standar Kalsium
0
Kurva Kalibrasi Larutan Standar Kalium
0
Kurva Kalibrasi Larutan Standar Kalsium
0.2
Kurva Kalibrasi Larutan Standar Natrium
Gambar 4.3 Kurva Kalibrasi Larutan Standar Natrium
Gambar 4.4 Kurva Kalibrasi Larutan Standar Magnesium
Pada gambar di atas diperoleh hubungan yang linier antara konsentrasi dan absorbansi, dengan koefisien korelasi (r) kalium sebesar 0,9999, kalsium sebesar 0,9998, natrium sebesar 0,9975 dan magnesium sebesar 0,9999. Nilai r ≥ 0,97 menunjukkan adanya korelasi linier yang menyatakan adanya hubungan antara X (konsentrasi) dan Y (absorbansi) (Ermer dan McB. Miller, 2005). Data hasil pengukuran absorbansi larutan standar kalium, kalsium, natrium dan magnesium dan perhitungan persamaan garis regresi dapat dilihat pada Lampiran 10-13, halaman 54-61.
4.3.2 Analisis Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium dalam Sampel
Penentuan kadar kalium, kalsium, natrium dan magnesium dilakukan secara spektrofotometri serapan atom. Konsentrasi logam kalium, kalsium, natrium dan magnesium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi kurva kalibrasi larutan standar masing-masing mineral. Hasil analisis kuantitatif kadar kalium, kalsium, natrium dan magnesium dalam bunga nangka
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
Absorbansi
Konsentrasi (µg/ml)
Y = 3,8205 X + 0,01291 r = 0,9999
Kurva Kalibrasi Larutan Standar Magnesium
betina dan jantan dapat dilihat pada Tabel 4.3. Hasil analisis kadar dan contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 14-17, halaman 62-69. Analisis dilanjutkan dengan perhitungan statistik yang dapat dilihat pada Lampiran 18-19, halaman 70-89.
Tabel 4.3 Hasil Analisis Kuantitatif Kadar Kalium, Kalsium, Natrium dan Magnesium dalam Bunga Nangka Betina dan Jantan
Mineral Kadar (mg/100g)
Bunga Nangka Betina Bunga Nangka Jantan Kalium 487,7379 ± 12,2048 530,3810 ± 2,7604
Kalsium 69,1534 ± 0,1198 54,9280 ± 0,5189
Natrium 5,7291 ± 0,2679 16,0874 ± 1,2079
Magnesium 12,9825 ± 0,4280 16,6526 ± 0,2046 Pada Tabel 4.3 menunjukkan bahwa dalam bunga nangka betina dan jantan terdapat kandungan kalium, kalsium, natrium dan magnesium. Dari data tersebut juga menunjukkan bahwa kandungan kalium, natrium dan magnesium pada bunga nangka jantan lebih besar dibandingkan dengan bunga nangka betina sedangkan kandungan kalsiumnya lebih besar terdapat pada bunga nangka betina dibandingkan bunga nangka jantan. Bunga nangka jantan memiliki kadar mineral kalium, kalsium, natrium dan magnesium yang secara keseluruhan lebih besar dibandingkan dengan bunga nangka betina karena bunga nangka jantan merupakan bongkol bunga yang tidak akan menjadi buah dan akan gugur semasa masih dipohon. Kadar mineral yang terdapat pada bunga nangka betina lebih kecil dibandingkan bunga nangka jantan karena bunga nangka betina merupakan bakal buah yang akan menjadi nangka masak dan untuk pemanfaatannya bunga nangka betina lebih baik dimanfaatkan setelah menjadi nangka masak karena masih
Kandungan mineral pada bunga nangka betina dan jantan belum ada literatur yang menyatakan berapa jumlah kadarnya, sehingga penelitian ini dapat menjadi referensi untuk mengetahui kadar mineral kalium, kalsium, natrium dan magnesium pada bunga nangka betina dan jantan.
Bunga nangka betina yang tinggi akan kalsium dapat dimanfaatkan dalam kesehatan untuk mengatur pembekuan darah dan mengatur pembentukan tulang dan gigi sedangkan bunga nangka jantan yang tinggi akan kalium, natrium dan magnesium dapat dimanfaatkan dalam kesehatan untuk menurunkan tekanan darah, memperkuat tulang, menyehatkan jantung serta menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh (Almatsier, 2009).
Bunga nangka secara umum sulit diperoleh, oleh karena itu untuk mendapatkan kandungan mineral yang sama dengan bunga nangka agar dapat dimanfaatkan dalam kesehatan dapat digunakan tumbuhan lain yang kandungan mineralnya mirip dengan bunga nangka. Misalnya kandungan kalium dalam buah pisang (422 mg/100g), ubi jalar (550 mg/100g) dan seledri (456 mg/100g).
Kandungan kalsium yang mirip dengan bunga nangka seperti buah jeruk (50 mg/100g), brokoli (60 mg/100g). Kandungan natrium yang mirip dengan bunga nangka seperti pir (kering) (13 mg/100g), raspberry (6 mg/100g) dan
kandungan magnesium yang mirip dengan bunga nangka seperti yogurt (19 mg/100g).
Tanaman nangka adalah tanaman berumah satu, artinya dalam satu tanaman dapat dijumpai bunga jantan dan bunga betina. Bunga jantan dicirikan dengan bentuknya yang langsing, bengkok, dan berwarna hijau tua. Sedangkan
bunga betina dicirikan dengan bentuknya yang gemuk dan berwarna hijau (Novary, 1999).
Perbedaan antara bunga nangka betina dan jantan yang lainnya seperti bunga nangka betina memiliki duri halus yang tidak terdapat pada bunga nangka jantan. Bunga nangka betina merupakan bakal buah sedangkan bunga nangka jantan merupakan bongkol bunga yang akan gugur dan tidak akan menjadi buah.
Bunga nangka betina memiliki pistil (putik) sedangkan bunga nangka jantan memiliki polen (serbuk sari). Posisi bunga nangka betina dan jantan yang berdekatan menyebabkan pistil akan dibuahi oleh polen sehingga akan menghasilkan daging buah.
Untuk atomisasi logam-logam ini digunakan bahan bakar dan bahan pengoksida yaitu udara asetilen. Suhu campuran bahan bakar ini adalah sekitar 2200oC. Suhu ini tidak dapat membuat senyawa kalium, natrium, kalsium dan magnesium menjadi atom netral, dikarenakan atom mineral tersebut bersifat refractory atau sukar terurai. Untuk mengatasi hal ini, dalam pengerjaannya perlu ditambahkan suatu senyawa yaitu dilanthanum trioksida (La2O3) untuk mineral kalsium dan magnesium serta penambahan senyawa cesium klorida (CsCl) untuk mineral kalium dan natrium, sehingga senyawa yang bersifat refractory tersebut mudah terlepas dari senyawanya dan menjadi atom netral.
Senyawa penyangga akan mengikat gugusan pengganggu (silikat, fosfat, aluminat, sulfat dan sebagainya). Contoh unsur penyangga adalah strontium dan lanthanum yang ditambahkan pada analisis kalsium secara spektrofotometri serapan atom, dengan penambahan senyawa penyangga ini maka ion fosfat akan
Sementara itu, untuk menghindari pengaruh gangguan karena ionisasi dapat ditambahkan unsur lain yang mempunyai potensial yang lebih rendah dari unsur yang dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2012).
Pada logam magnesium dapat mengalami gangguan kimiawi biasa terjadi pada nyala udara-asetilena. Penambahan agen pelepas (strontium atau lanthanum) membantu menghilangkan gangguan tersebut (Antanasopoulos, 1996).
Pada logam kalium dapat mengalami gangguan ionisasi dalam nyala api asetilena dikurangi dengan penambahan cesium, natrium atau rubidium.
Sedangkan pada logam natrium dapat mengalami gangguan terionisasi sebagian dalam nyala asetilena udara. Penambahan cesium atau kalium klorida pada konsentrasi akhir akan menekan ionisasi (Antanasopoulos, 1996).
4.4 Uji Akurasi
Perhitungan uji akurasi kadar kalium, kalsium, natrium dan magnesium dalam bunga nangka jantan dan bunga nangka betina setelah penambahan masing-masing larutan standarnya dalam sampel dapat dilihat pada Lampiran 21, halaman 92-103. Persen uji perolehan kembali (recovery) kalium, kalsium, natrium dan magnesium dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Perhitungan uji akurasi kadar kalium, kalsium, natrium dan magnesium dalam bunga nangka jantan dan bunga nangka betina setelah penambahan masing-masing larutan standarnya dalam sampel dapat dilihat pada Lampiran 21, halaman 92-103. Persen uji perolehan kembali (recovery) kalium, kalsium, natrium dan magnesium dapat dilihat pada Tabel 4.4.