• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESIGN PRINCIPLES

1) Batas Pengelolaan Wilayah

Batas wilayah laut bersifat imajiner dikarenakan daerah yang luas sehingga sulit untuk memberikan batas-batas secara jelas. Menurut Solihin (2010), batas wilayah umumnya dilakukan dengan cara ditarik garis lurus kearah laut dari daratan yang terluar hingga batas tepi terumbu karang. Batas wilayah merupakan bagian penting bagi kewang dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya alam.

Penentuan batas wilayah bertujuan untuk memberikan ruang terhadap kewang dalam pengelolaan sumberdaya alam di wilayah laut. Berdasarkan hasil wawancara, penentuan batas wilayah kewang dilakukan melalui musyawarah yang dipimpin dan diprakarsai oleh kepala adat. Musyawarah tersebut dihadiri oleh kedua soa di Desa Keffing yaitu soa Keffing dan soa Kasongat. Kehadiran kedua soa dalam musyawarah merupakan perwakilan dari marga dalam negeri tersebut.

Tujuan musyawarah tersebut yaitu, agar hasil yang diperoleh tidak merugikan salah satu soa dalam penentuan batas wilayah sasi.

Menurut kepala adat, penentuan batas wilayah pengelolaan kewang berdasarkan lokasi sumberdaya yang dikelola. Penentuan batas wilayah kewang disesuaikan dengan jarak jangkauan masyarakat dalam kegiatan penangkapan ikan. Menurut kedua soa di Desa Keffing, batas wilayah kewang yaitu wilayah pesisir yang berjarak 500 meter diukur dari tepi pantai kearah laut dengan panjang800 meter diukur dari jarak terluar kearah samping. Tujuan penentuan batas wilayah untuk memudahkan kewang dalam pengawasan terhadap sumberdaya pesisir yang dikelola.

2) Sistem Aturan (1) Buka sasi

Buka sasi merupakan kegiatan pengambilan sumberdaya perikanan oleh masyarakat di Desa Keffing. Sistem buka sasi di Desa Keffing dimulai dengan upacara adat yang dihadiri oleh kepala kewang dan kedua soa. Setelah upacara adat, para saniri negeri serta masyarakat di Desa Keffing menuju lokasi sasi.

Sebelum pengambilan sumberdaya perikanan, kepala kewang melakukan ritual didepan lokasi sasi terlebih dahulu. Menurut kepala kewang, hal ini merupakan bentuk penghormatan terhadap alam yang telah memelihara sumberdaya tersebut.

Setelah ritual, masyarakat dipersilahkan untuk mengambil sumberdaya laut di

lokasi sasi. Mekanisme dalam pengambilan hasil laut disesuaikan dengan jenis sumberdaya yang diambil. Sumberdaya laut yang diatur pengambilannya oleh kewang yaitu teripang (Thyone briarcus), ikan karang (Acanthurus sp) dan lola Trochus sp).

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, kegiatan pengambilan teripang (Thyone briarcus) dilakukan sesuai dengan musimnya. Waktu munculnya teripang hanya terjadi pada musim timur. Umur sumberdaya teripang yang layak dipanen yaitu berkisar antara lima sampai enam bulan sejak muncul. Pengambilan teripang dilakukan pada malam hari,dikarenakan pada malam hari teripang akan muncul dipermukaan sehingga memudahkan dalam pemanenan. Pada siang hari teripang bersembunyi di terumbu karang sehingga sulit untuk diambil. Alat yang digunakan berupa obor, dan wadah untuk menyimpan teripang. Pengambilan teripang dilakukan secara serentak oleh masyarakat. Menurut kepala kewang, jumlah masyarakat yang ikut mengambil teripang biasanya berkisar antara 30 sampai 40 orang. Jumlah tersebut bersifat tidak tetap, disesuaikan dengan jumlah sumberdaya yang diambil. Jumlah sumberdaya yang diambil disesuaikan dengan kebutuhan pembeli. Setelah diketahui permintaan pembeli,kepala kewang mengatur kuota untuk setiap orang. Pembagian kuota dilakukan secara merata, sehinga setiap orang mendapat bagian yang sama. Menurut kepala kewang, pengambilan teripang tetap dilakukan walaupun tidak ada permintaan dari pembeli. Jika tidak ada permintaan dari pembeli maka hasil panen akan dibagikan kepada masyarakat. Hal ini dilakukan karena sifat sumberdaya teripang yang muncul hanya pada musim timur. Jika tidak diambil, maka sumberdaya tersebut akan hilang dengan sendirinya.

Menurut kepala kewang, pengambilan ikan karang (Acanthurus sp) dilakukan jika ada permintaan dari pembeli atau kebutuhan masyarakat.

Pengambilan ikan karang dilakukan pada siang hari. Peralatan untuk pengambilan ikan karang menggunakan perahu jukung dan jaring insang (Gillnets). Waktu pengambilan ikan karang biasanya berkisar antar satu sampai dua tahun sejak pemberlakukan aturan sasi. Pengambilan ikan karang diatur dengan membentuk kelompok. Menurut kepala kewang, kelompok tersebut biasanya terdiri dari lima kelompok. Setiap kelompok terdiri dari enam sampai tujuh orang dengan tugas

masing-masing. Biasanya empat orang bertugas melingkari ikan karang, dua orang bertugas mendayung, dua orang menebar jaring serta dua orang lainya memegang ujung jaring pertama ditebar. Setelah jaring mengelilingi ikan karang, secara bersamaan mereka masuk kedalam lingkaran jaring untuk menombak ikan yang tidak tertangkap oleh jaring. Banyaknya ikan karang yang diambil disesuaikan dengan kebutuhan pembeli atau masyarakat.

Menurut masyarakat setempat, pengambilan lola (Trochus sp) dilakukan pada siang hari dengan cara menyelam. Alat yang digunakan untuk menyelam berupa alat tradisional yang berasal dari masyarakat setempat. Umur sumberdaya lola yang layak untuk diambil yaitu minimal dua tahun. Hal ini dilakukan agar hasil lola yang dipanen sesuai dengan permintaan pembeli. Masyarakat yang ikut mengambil lola ditentukan oleh kelembagaan sasi dalam bentuk kelompok.

Jumlah kelompok yang ditentukan kewang yaitu 10 kelompok. Jumlah kelompok yang dibentuk tidak tetap, disesuaikan dengan jumlah sumberdaya yang diambil.

Setiap kelompok terdiri dari dua orang, dalam pengambilan lola tidak ada pembagian tugas antara dua orang tersebut. Jumlah sumberdaya lola yang diambil berdasarkan permintaan pembeli, karena masyarakat Desa Keffing tidak mengkonsumsi lola. Untuk mencegah agar pengambilan lola tidak melebihi permintaan pembeli, setiap kelompok diberi kuota sehingga mendapat bagian yang sama.

(2) Tutup sasi

Tutup sasi merupakan kegiatan yang menandakan berakhirnya pengambilan sumberdaya perikanan di lokasi sasi. Kegiatan tersebut dilakukan dengan pemasangan tanda berakhirnya waktu buka sasi. Menurut kepala kewang sebelum tutup sasi, seluruh masyarakat dan anggota kewang membersihkan lokasi sasi.

Setelah itu, pemasangan kembali janur kuning sebagai tanda berlakunya aturan sasi dan mengisyaratkan bahwa waktu pengambilan sumberdaya perikanan telah selesai. Selain tanda janur kuning, kepala kewang juga menyampaikan kepada masyarakat tentang waktu tutup sasi melalui marinyo. Selama masa tutup sasi masyarakat dilarang melakukan aktifitas di lokasi sasi karena dapat dikenakan sanksi oleh kewang.