• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. BAB I

1.5 Batasan Penelitian

Pada penelitian ini, botol yang digunakan pada ecobrick adalah botol PET 600 ml. Pembahasan pada pintu ecobrick berfokus pada bagian panel pintu. Penelitian dilakukan melalui simulasi pembuatan panel pintu ecobrick dengan CAD (Computer-aided design) dan pembuatan satu pintu skala 1:1. Pembuatan pintu skala 1:1 dilakukan sebagai pendukung hasil rancangan dari simulasi desain pintu.

Metode Penelitian 1.6 Kerangka Berpikir

Keranga berpikir pada penelitian ini terbagi menjadi tujuh tahap. Tahap ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, kajian literatur, metode penelitian, analisis, hasil analisis dan kesimpulan. Kerangka berpikir dapat dilihat pada gambar 1.1.

Gambar 1.1 Kerangka Berpikir

1.7 Sistematika Penulisan

Untuk memahami lebih jelas penelitian ini, materi yang tertera pada laporan penelitian ini dikelompokkan menjadi lima bab. Pada sertiap bab terdapat sub bab yang menjabarkan masing-masing bab. Penjelasan dari susunan bab pada penelitian ini sebagai berikut:

Analisis

Hasil Analisis Kesimpulan

Kajian Literatur

Rumusan Masalah Latar Belakang

1.7.1 BAB I Pendahuluan

Pada bab I, pembahasan mencakup hal-hal yang menjadi latar belakang , arah penelitian dan bagaimana penelitian ini dilakukan. Bab I terdiri dari 6 sub bab, yaitu latar belakang, identifikasi masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian dan kerangka berpikir.

A. Latar Belakang

Latar belakang merupakan hal yang menjadi penyebab dilakukan penelitian ini. Secara umum, latar belakang pada penelitian ini yaitu plastik dalam penggunaannya menghasilkan sampah plastik yang berdampak buruk bagi manusia dan lingkungan. Untuk mengatasi sampah pplastik. arsitektur hijau digunakan melalui penggunaan material daur ulang. Salah satu material daur ulang ini adalah ecobrick yang dikaji penggunaannya pada salah satu elemen pembentuk ruang, yaitu pintu.

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah membahas tentang masalah yang didapat berdasarkan latar belakang. Identifikasi masalah menjadi salah satu dasar dalam penentuan variabel penelitian. Identifikasi masalah akan berkaitan dengan tujuan penelitian dan manfaat penelitian.

C. Tujuan Penelitian

Tujunan penelitian berkaitan dengan identifikasi masalah. Tujuan penelitian merupakan hal yang ingin dicapai dan menetukan hasil penelitian. Tujuan penelitan merupakan salah satu dasar dalam penentuan variabel penelitian. Tujuan penelitian berkaitan dengan manfaat penelitan.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitan merupakan kegunaan dari pelaksaan penelitan ini. Manfaat penelitian berkaitan dengan identifikasi masalah dan tujuan penelitian. Manfaat penelitan berkaitan dengan variabel yang akan dibahas pada bab empat. Manfaat penelitian akan dijawab pada bab kesimpulan.

E. Batasan Penelitian

Batasan penlitian merupakan hal yang tidak dapat dilampaui pada penelitian terkait dengan keterbatasan sumber daya untuk menunjang penelitian. Batasan penelitian merupakan ruang lingkup dilakukan penelitian.

F. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir merupakan garis besar bagaimana pelaksanaan penelitian dilakukan dalam tahap-tahap yang menyusun keseluruhan bagian pada penelitian.

1.7.2 BAB II Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan sumber rujukan teori yang digunakan pada penelitian.

A. Arsitektur Hijau

Pembahasan mengenai arsitektur hijau mencakup defenisi arsitektur menurut beberapa teori yang disimpulkan. Aspek pada teori ini dikumpulkan dan dirangkum untuk digunakan sebagai acuan pada penelitian. Salah satu aspek pada arsitektur hijau adalah material. Pembahasan mengenai material arsitektur hijau akan dibahas pada sub bab berikutnya.

B. Material Arsitektur Hijau

Material arsitketur hijau merupakan penjabaran dari salah satu aspek pada arsitktur hijau. Pembahasan mengenai material arsitektur hijau mencakup beberapa aspek. Salah satu aspek tersebut adalah material daur ulang (recycle) yang akan dibahas pada sub bab berikutnya.

C. Material Daur Ulang (Recycle)

Material daur ulang merupakan penjabarandari salah satu aspek pada material arsitektur hijau.. Pembahasan mengenai material daur ulang mencakup beberapa teori yang disimpulkan. Kesimpulan ini digunakan sebagai acuan pada penelitian.

D. Ecobrick

Pembahasan mengenai ecobrick sebagai salah satu material daur ulang.

Ecobrick memiliki beberapa aspek yaitu sejarah, pembuatan, karakteristik dan penerapan ecobrick. Masing-masing aspek akan dibahas tersendiri.

-Sejarah Ecobrick

Sejarah ecobrick membahas mengenai sejarah pembentukan ecobrick dan orang-orang penting yan gmelatarbelakangi terbentuknya ecobrick beserta organisasi pendukungnya.

-Pembuatan Ecobrick

Pembuatan ecobrick membahas proses pembuatan ecobrick dan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan ecobrick.

-Karakteristik Ecobrick

Karakteristik ecobrick membahas ciri khusus yang terdapat pada ecobrick berdasarkan teori yang dikumpulkan dan disimpulkan untuk penelitian.

-Penerapan Ecobrick

Penerapan ecobrick membahas bagaimana ecobrick dapat digunakan.

Penerapan ecobrick membahas aplikasi ecobrick yang sudah diterapkan.

E. Elemen Pembentuk Ruang

Pembahasan elemen pembentuk ruang membahas aspek-aspek penyusun ruang. Pembahasan ini akan mengambil satu aspek yaitu pintu yang akan dibahas pada sub bab berikutnya.

F. Elemen Pintu

Pembahasan elemen pintu menjabarkan karakteristik pintu. Elemen pintu merupakan salah satu aspek pada elemen pembentuk ruang yang akan dibahas pada penelitian ini. Penjabaran mengenai elemen pintu menggunakan berbagai sumber yang akan dijadikan sumber referensi. Pembahasan mengenai elemen pintu terdiri dari bagian pintu, jenis pintu, material pintu, standar ukuran pintu dan berat pintu.

-Bagian Pintu

Bagian pintu membahas bagian-bagian pembentuk pintu. Bagian pintu terdiri dari pembahasan mengenai bagian daun pintu, kosen dan bagian pendukung.

-Jenis Pintu

Jenis pintu membahas pintu berdasarkan bentuk, cara beroperasi dan penempatan pintu pada ruang.

-Material Pintu

Material pintu membahas berbagai jenis bahan yang dapat digunakan pada pintu.

-Standar Ukuran Pintu

Standar ukuran pintu membahas tentang ukuran pintu berdasarkan teori terkait ukuran pintu.

-Berat Pintu

Berat pintu membahas tentang beat pintu berdasarkan teori terkait berat pintu.

Pembahasan mengenai berat pintu jug amembahas tentang bagaimana cara menghitung berat pintu.

1.7. 3 BAB III Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian membahas tentang bagaimana cara penlitian dilakukan.

Metodologi penelitian mencakup beberapa aspek yaitu jenis penelitian, lokasi penelitian, sampel penelitain, variabel penelitian, metode pengumpulan data dan metode analisis data.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian membahas tentang kategori penelitian yang akan dilakukan.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian membahas tentang lokasi tempat penelitian dilakukan.

C. Sampel Penelitian

Sampel penelitian membahas objek yang diteliti pada penelitian.

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian digunakan untuk mengukur sampel penelitian. Variabel ditentukan berdasarkan tinjauan pustak pada bab 2. Variabel bertujuan menhawab latar belakang permasalahan penelitian.

E.Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data membahas bagaimana data pada penelitian dikumpulkan.

F. Metode Analisis Data

Metode analisis data membahas bagaimana data penelitian yang sudah terkumpul dianalisis dan diproses sehingga dapat dicapai kesimpulan penelitian.

1.7.4 BAB IV Hasil dan Pembahasan

Hasil dan pembahasan merupakan hasil pembahasan berdasarkan variabel penelitian pada obyek penelitian. Sub bab pada bagian hasil dan pembahsan merupakan variabel dan indikator pada penelitian. Hasil dan pembahasan mencakup karakteristik pintu ecobrcik dan perbandingan pintu ecobrick dan pintu kayu.

A. Karakteristik Pintu Ecobrick

Karakteristik pintu ecobrick merupakan variabel pertama pada pembahasan penelitian. Karakteristik pintu terdiri dari beberapa indikator yaitu desain pintu ecobrick, perbandingan persentase ecobrick, berat pintu ecobrick, biaya pembuatan pintu ecobrick, konstruksi pintu ecobrick dan penggunaan pintu ecobrick.

-Desain Pintu Ecobrick

Desain pintu membahas alternatif desain pintu yang dihasilkan pada penelitian beserta penjelasannya.

-Berat Pintu Ecobrick

Berat Pintu membahas berat pintu pada alternatif desain pintu yang dihasilkan.

-Perbandingan Persentase Ecobrick pada Pintu

Perbandingan persentase ecobrick membahas mengenai perbandingan volume dan perbandingan berat ecobrick dengan pintu secara keseluruhan.

-Biaya Pembuatan Pintu Ecobrick

Biaya pembuatan pintu ecobrick membahas berapa perkiraan biaya yang dibutuhkan pada apembuatan pintu ecobrick.

-Konstruksi Pintu Ecobrick

Konstruksi pintu ecobrick membahas konstruksi pintu ecobrick skala 1:1.

Konstruksi pintu menjelaskan rencana pintu, bahan yan gdibutuhkan dan proses pembuatan pintu ecobrick.

-Cara Pintu Ecobrick Beroperasi

Cara pintu ecobrick beroperasi didapatkan berdasarkan kajian teori dan indikator karakteristik pintu ecobrick.

-Penempatan Pintu Ecobrick

Penempatan pintu ecobrick didapatkan berdasarkan indikator karakteristik pintu ecobrick. Indikator dianalisis sehingga didapatkan penempatan pintu ecobrick.

B. Perbandingan Pintu Ecobrick dengan Pintu Kayu

Perbandingan pintu ecobrick dengan pintu kayu merupakan variabel kedua pada penelitian. Perbandingan pintu ecobrick dengan pintu kayu terdiri beberapa indikator, yaitu perbandingan desain pintu, perbandingan berat pintu,

perbandingan biaya pembuatan pintu, perbandingan konstruksi pintu dan perbandingan penggunaan pintu.

-Perbandingan Desain Pintu

Perbandingan esain pintu membahas perbandingan pintu ecobrick yang dihasilkan pada penelitian dengan pintu kayu beserta penjelasannya.

-Perbandingan Berat Pintu

Perbandingan berat Pintu membahas perbandingan berat pintu ecobrick dengan pintu kayu.

-Perbandingan Biaya Pembuatan Pintu

Perbandingan biaya pembuatan pintu membahas perbandingan biaya yang dibutuhkan pada pembuatan pintu ecobrick dan pintu kayu.

-Perbandingan Konstruksi Pintu

Perbandingan konstruksi pintu membahas perbandingan sambungan pintu, bahan yang dibutuhkan dan pengerjaan pada pintu ecobrick dan pintu kayu.

-Perbandingan Cara Pintu Beroperasi

Perbandingan cara pintu beroperasi membandingkan cara pintu ecobrick dan pintu panel kayu beroperasi berdasarkan kajian teori.

-Perbandingan Penempatan Pintu

Perbandingan penempatan pintu didapatkan berdasarkan indikator mengenai perbandingan pintu. Indikator pada variabel kedua dianalisis dan didapatkan perbandingan penggunaan pintu ecobrick dan pintu kayu.

1.7.5 BAB V Kesimpulan

Kesimpulan merupakan hasil akhir pada penelitian. Pembahasan pada bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran.

A. Kesimpulan

Kesimpulan didapat dari hasil pembahasan penelitian. Kesimpulan berguna untuk menjawab latar belakang masalah pada bab 1. Pembahasan mengenai kesimpulan dibagi menjadi dua bagian sesuai dengan pembahasan pada bab 4.

-Karakteristik Pintu Ecobrick

Karakteristik pintu ecobrick membahas kesimpulan pada sub bab karakteristik pintu ecobrick pada bab 4. Bagian ini menjawab perumusan masalah bagaimana karakteristik pintu ecobrick dan penggunaan sampah plastik pada pintu ecobrick.

-Perbandingan Pintu Ecobrick dengan Pintu Kayu

Perbandingan pintu ecobrick dengan pintu kayu membahas kesimpulan pada sub bab perbandingan pintu ecobrick dengan pintu kayu pada bab 4. Bagian ini menjawab perumusan masalah bagaimana perbandingan pintu ecobrick dengan pintu kayu.

B. Saran

Saran merupakan pembahasan mengenai pertimbangan penelitian berikutnya dalam melakukan pemahaman yan glebih baik terkait penelitian.

1.7.6 Daftar Pustaka

Daftar pustaka merupakan daftar refensi sumber penggunaan teori pada penelitian.

2. BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Arsitektur Hijau

Arsitektur hijau adalah sebuah konsep arsitektur yang berusaha meminimalkan pengaruh buruk terhadap lingkungan alam maupun manusia dan menghasilkan tempat hidup yang lebih baik dan lebih sehat, yang dilakukan dengan cara memanfaatkan sumber energi dan sumber daya alam secara efisien dan optimal (Sudarwani, 2012).

Arsitektur hijau dapat diartikan sebagai sebuah karya rancangan urban yang memiliki throughput maksimal dengan dampak kerusakan lingkungan yang minimal. Throughput merupakan hasil perancangan arsitektur yang dihasilkan dari welfare (keselamatan) mencakup safety (keamanan), relief (sokokngan), heath (kesehatan), comfort (kenyamanan), sense (rasa) dikurangi dampak lingkungan (environmental damage) (Kusumawanto dan Astuti, 2018).

Arsitektur hijau yang diwujudkan dalam bangunan hijau dapat dideskripsikan sebagai gerakan, yang meliputi prinsip kesadaran lingkungan. Gerakan ini berupa praktik mengubah dan menginovasi standar perancangan dan konstruksi untuk mengurangi dampak negatif pada lingkungan. Hal ini merupakan upaya menggabungkan material dan metode konstruksi yang ramah lingkungan.

Arsitektur hijau bertujuan mengurangi emisi gas rumah kaca dan jejak karbon yang dihasilkan dari konstruksi bangunan, penggunaan dan perawatan. Arsitektur hijau juga merupakan upaya untuk memperbaiki kesehatan fisik dan mental

pengguna bangunan dengan udara dalam ruangan yang lebih bersih, mengurangi bahan kimia berbahaya dan memperbaiki sistem pencahayaan alami (Stempler dan Dorfman, 2014).

Arsitektur hijau meminimalkan penggunaan sumber daya alam oleh manusia untuk menjamin generasi mendatang dapat memanfaatkan sumber daya alam tersebut bagi kehidupannya kelak. Arsitektur hijau juga meminimalisir dampak negatif bangunan terhadap lingkungan di mana manusia hidup (Karyono, 2014).

Dari beberapa teori ini, arsitektur hijau berkaitan dengan beberapa hal, yaitu (1) Meminimalisir dampak terhadap lingkungan dan manusia,

(2) Efisiensi penggunaan sumber daya, (3) Bangunan yang memiliki performa tinggi.

Dapat disimpulkan bahwa arsitektur hijau adalah upaya atau praktik menghasilkan bangunan yang dapat meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan dan manusia dengan memperhatikan efisiensi penggunaan sumber daya untuk menghasilkan bangunan yang memiliki performa tinggi.

2.2 Material Arsitektur Hijau

Salah satu aspek penting dari arsitektur hijau adalah material. Material pada arsitektur hijau pada umumnya terdiri dari material terbarukan dan ramah lingkungan karena dampaknya dipertimbangkan selama masa pakai produk tersebut. Selain itu, material pada arsitektur hijau pada umunya menghasilkan pengurangan biaya perawatan dan penggantian selama masa pakai bangunan, menghemat energi, dan meningkatkan kesehatan dan produktivitas penghuni.

Menutut Howe (2010), bahan bangunan hijau dapat dipilih dengan mengevaluasi karakteristik seperti

(1) Material yang digunakan kembali (reused) dan didaur ulang (recycled), (2) Nol atau rendah emisi gas buangan berbahaya,

(3) Nol atau toksisitas rendah,

(4) Bahan baku material yang terbarukan secara cepat dan berkelanjutan, (5) Dapat didaur ulang,

(6) Memiliki daya tahan dan umur panjang, (7) Diproduksi secara lokal.

Menurut El Kordy et al. (2016), pemilihan material dalam desain harus mempertimbangkan beberapa aspek, yaitu

(1) Material lokal untuk memperpendek jarak transportasi, sehingga mengurangi polusi udara yang dihasilkan kendaraan yang mengantar material.

(2) Material yang digunakan harus tersedia di sekitar tapak untuk meminimalisir biaya dan polusi dari transportasi.

(3) Material yang digunakan kembali (reused) dan daur ulang (recycled).

(4) Material di area tapak dapat digunakan dalam desain, sehingga mengurangi konsumsi energi dan material mentah.

(5) Material yang sesuai dengan iklim regional untuk bertahan pada iklim lokal agar dapat bertahan lama.

(6) Menggunakan material alam memiliki tiga manfaat. Manfaat ekologis karena material ini lebih tidak beracun. Manfaat ekonomis karena pengurangan

konsumsi energi. Dan manfaat sosial kerana material ini tidak memiliki emisi berbahaya.

(7) Menggunakan material yang tidak beracun untuk menghindari berdampak buruk pada kualitas udara selama masa penggunaannya.

(8) Material yang tahan lama dapat menghemat pengeluaran dibandingkan material yang harus diganti lebih sering.

(9) Material dengan perawatan yang rendah mengurangi perawatan berarti mengurangi biaya. Perawatan yang rendah dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti penggunaan material alam yang tahan lama.

(10) Dan material nano dapat memperbaiki kekuatan, ketahanan, dan mengurangi material beracun. Material dan produk baru berdasarkan teknologi nano dapat ditemui pada insulasi yang dapat dicat atau disemprot dalam bentuk lapisan.

Calkins (2009) menekankan empat prinsip material pada bangunan, yaitu.

(1) Pemilihan material dan produk yang menggunakan sumber daya secara efisien. Mengurangi (reduce), menggunakan ulang (reuse), dan daur ulang (recycle) material dalam rangka mengurangi konsumsi sumber daya dan perusakan ekosistem yang disebabkan dari pengambilan sumber daya.

(2) Pemilihan material dan produk yang meminimalisir energi yang dibutuhkan dan karbon yang dihasilkan. Penggunaan material lokal dapat mendukungprinsip ini. Material diproduksi dengan sumber energi terbarukan.

(3) Menghindari material dan produk yang dapat mengancam kesehatan manusia atau lingkungan pada setiap fase dari siklus hidupnya. Material atau

produk sampingan dari material yang berpotensi mengeluarkan racun, polutan, dan logam berat ke udara, air atau tanah yang berdampak pada kesehatan manusia dan ekologi harus dihindari.

(4) Pemilihan material yang membantu strategi perancangan tapak secara berkelanjutan. Beberapa material belum tentu ramah lingkungan, tetapi material ini dapat menjadi ramah lingkungan digunakan untuk membangun perancangan tapak yang berkelanjutan.

Menurut Siagian (2005), beberapa faktor dan strategi yang harus dipertimbangkan dalam memilih material bangunan adalah

(1) Bangunan yang dirancang dapat dipakai kembali dan memperhatikan sampah/ buangan bangunan saat pemakaian. Pada fase perancangan, diperlukan identifikasi terhadap potensi sampah yang akan dihasilkan.

(2) Bahan bangunan tersebut dapat dipakai kembali. Menggunakan kembali bahan bangunan pada lokasi pembangunan memberikan manfaat pada alam dibandingkan membuang seluruh sampah dari lokasi pembangunan.

(3) Keaslian material. Material berasal dari sumber daya yang dapat diperbarui dan pertimbangan jarak dari sumber ke lokasi pembangunan.

(4) Energi yang diwujudkan. Energi ini dihitung dari proses pembuatan, pengepakan, pengiriman hingga pemasangan pada bangunan.

(5) Produksi material. Proses produksi material tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan

(6) Efek racun dari material terhadap pengguna bangunan.

(7) Memprioritaskan material alam.

(8) Mempertimbangkan durabilitas dan umur dari produk.

Kriteria material arsitektur berkelanjutan menurut Ardiani (2015) adalah (1) Tahan lama

(2) Dapat dibangun kembali (3) Tidak beracun

(4) Biodegradable

(5) Material yang sedikit memberikan emisi ke udara (6) Memiliki umur panjang dan dapat diperbaiki (7) Material yang jika diambil cepat tumbuh kembali

Menurut Roaf et al. (2007), faktor yang menentukan kualitas material adalah

(1) Energi yang dibutuhkan untuk memproduksi material rendah (2) Emisi karbon dioksida (CO2) rendah

(3) Dampak ke lingkungan lokal saat ekstraksi material rendah (4) Tidak beracun

(5) Transportasi material

(6) Tingkat polusi yang dihasilkan dari material

Standar GREENSHIP yang dibuat oleh Green Building Council Indonesia (2014) mencakup delapan aspek, yaitu

(1) Refrigeran bukan perusak ozon, untuk menghindari penipisan lapisan ozon.

(2) Penggunaan material bekas.

(3) Material dari sumber yang ramah lingkungan. Hal ini dapat mencakup penggunaan perabot dari sumber terbarukan, daur ulang, atau bekas.

(4) Material dengan proses produksi ramah lingkungan.

(5) Penggunaan kayu bersertifikat dari lembaga independen nasional atau internasional.

(6) Material pre fabrikasi pada komponen bangunan untuk mengurangi sampah dari konstruksi.

(7) Penggunaan material lokal untuk mengurangi jejak karbon dari penggunaan kendaraan dalam transportasi material.

(8) Jejak Karbon dari penggunaan material bangunan.

Kim dan Rigdon (1998) menjabarkan siklus hidup material terbagi menjadi tiga fase, yaitu

(1) Fase pra-pembangunan yang mencakup proses manufaktur material.

(2) Fase pembangunan yang mencakup proses operasional bangunan.

(3) Fase paska-pembangunan yang mencakup manajemen sampah.

Setiap fase memiliki aspek yaitu:

(1) Proses manufaktur - Pengurangan sampah -Pencegahan polusi - Produk hasil daur ulang

- Pengurangan energi terkandung (embodied energy) - Material alam

(2) Operasional bangunan -Efisiensi energi

-Penanganan dan konservasi air -Material tidak beracun

-Sumber energi terbarukan -Material tahan lama (3) Manajemen Sampah

-Dapat terdegradasi secara alami (biodegradable) -Dapat didaur ulang (recycleble)

-Dapat digunakan lagi (reusable)

Interpretasi mengenai teori material arsitektur berkelanjutan dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Material Arsitektur Berkelanjutan Howe (2010) -Digunakan kembali

(reused) dan didaur ulang

-Memiliki daya tahan dan Calkins (2009) -Efisen dalam

menggunakan sumber daya

-Meminimalisir energi dan karbon

-Tidak berbahaya

-Membantu strategi perancangan tapak secara berkelanjutan

Siagian (2005) -Dapat dipakai kembali dan memperhatikan

Ardiani (2015) -Tahan lama

-Dapat dibangun kembali -Tidak beracun

-Dapat terdegradasi secara alami

(Biodegradable)

-Material yang sedikit

Roaf et al. (2007) -Energi yang dibutuhkan untuk memproduksi

- Penggunaan material - Material pre fabrikasi -Material lokal - Produk hasil daur ulang - Pengurangan energi

-Material tidak beracun

Berdasarkan berbagai aspek yang telah dikumpulkan, penulis menyimpulkan enam aspek material arsitektur hijau, yaitu

(1) Material yang digunakan kembali (reused) dan daur ulang (recycled), (2) Material lokal,

(3) Material yang berasal dari alam, (4) Material yang berumur panjang, (5) Material yang tidak Beracun

(6) Material yang dapat terdegradasi secara alami (Biodegradable).

2.3 Material Daur Ulang (Recycle)

Daur ulang mencakup tiga alur yang berbeda: down-cycle (daur ulang dengan hasil memiliki kualitas lebih rendah), daur ulang (recycle), dan up-cycle (daur ulang dengan hasil memiliki kualitas lebih baik). Setiap alur ini membutuhkan masukan energi dan menghasilkan limbah dan emisi tergantung dari material tersebut (Saleh, 2009).

Dengan mendaur ulang material, energi yagn terkandung (embodied energy) dapat dijaga. Energi yang digunakan untuk mendaur ulang sebagian besar material lebih sedikit dibandingkan energi yang dibutuhkan untuk membuat material asli. Material bangunan yang memiliki potensi untuk diadur ulang mencakup kaca, plastik, logam, beton atau bata, dan kayu. Beton atau bata dapat dihancurkan dan digunakan sebagai agregatat untuk dinding bata yang baru. Kayu bisa digunakan sebagai material komposit.

Tingkat daur ulang mengukur kapasitas material untuk digunakan sebagai sumber daya dalam menghaasilkan produk baru. Banyak material bangunan yang tidak dapat digunakan ulang secara keseluruhan dibongkar menjadi komponen yang dapat didaur ulang. Salah satu permasalahannya adalah kesulitan saat memisahkan puing dari pembongkaran yang menghambar proses daur ulang (Kim dan Rigdon, 1998).

Manfaat utama dari daur ulang untuk menghemat material mentah alami, menghemat energi, mengurangi emisi berbahaya dan mengurangi ruang yang dibutuhkan untuk tempat pembuangan akhir (TPA). Tingkat manfaat bervariasi dengan jenis material dan bentuk daur ulang (Thormark, 2000).

Beberapa indikator dari kajian teori pada pembahasan material daur ulang (recycle) adalah

(1) Penggunaan energi yang lebih sedikit dibandingkan memproduksi material baru.

(2) Penghematan material mentah.

(3) Mengurangi limbah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA).

2.4 Ecobrick

Ecobrick merupakan material daur ulang dari sampah plastik. Ecobrick adalah bata yang dibuat dengan cara mengisi botol PET (polietilena tereftalat) dengan bahan non-biodegradable seperti plastik, bungkus kemasan, selofan, dan lain-lain yang dipadatkan. Bila dipadatkan dengan tepat, ecobrick dapat digunakan berkali-kali (Maier, 2015).

Prinsip membangun menggunakan ecobrick yaitu cradle to crade yang memungkinkan ecobrick dapat digunakan kembali setelah masa penggunaannya pada konstruksi selesai. Penggunaan kembali dilakukan pada konstruksi berikutnya. Pembangunan berbasis ecobrick didukung oleh gerakan kolaboraksi komunitas. Pembuatan ecobrick menggunakan material lokal yang ada di sekitar (Maier, 2017).

Plastik merupakan material penting yang melalui proses panjang dalam pembuatannya, namun sampah plastik memiliki dampak buruk pada lingkungan, sehingga perlu upaya untuk menahan dampak tersebut pada lingkungan. Ecobrick tidak menghancurkan sampah plastik, melainkan untuk memperpanjang umur

plastik-plastik tersebut dan mengolahnya menjadi sesuatu yang berguna. Sehingga bisa digunakan untuk kepentingan manusia ( Suminto, 2017).

Menurut Valencia et al. (2012), keuntungan konstruksi menggunakan material botol PET sebagai bata adalah:

(1) Material dapat bertahan lama

(2) Material memiliki insulasi thermal yang baik (3) Material memiliki harga yang lebih murah

(4) Pembuatan material dapat dikonstruksi secara sendiri

(5) Pembuatan material dapat menggunakan berbagai jenis botol

2.4.1 Sejarah Ecobrick

2.4.1 Sejarah Ecobrick

Dokumen terkait