• Tidak ada hasil yang ditemukan

Baterai primer adalah baterai yang tidak dapat diisi ulang. Setelah kapasitas baterai habis (fully discharged), baterai tidak dapat dipakai kembali. Beberapa contoh

baterai jenis ini adalah baterai seng karbon (baterai kering), baterai alkalin dan baterai merkuri.

Reaksi : xLi + AzBy LixAzBy Discharge

Baterai primer sering disebut dengan baterai kering dan keuntungan yang diperoleh dari penggunaan baterai ini adalah bentuknya yang sederhana, mudah untuk digunakan, densitas energi listriknya besar, tidak memerlukan perawatan, dapat dibuat dalam berbagai bentuk dan ukuran sesuai aplikasinya, memiliki ketahanan yang relatif baik dan memiliki harga yang terjangkau oleh konsumen. Baterai jenis ini banyak digunakan pada kalkulator, jam, remote tv, dan lainnya.

2.3.2 Baterai Sekunder

Baterai sekunder merupakan baterai yang bersifat rechargeable atau dapat dilakukan pengisian energi kembali apabila energi melemah. Kemampuan diisi ulang baterai sekunder bervariasi antara 100-500 kali (satu siklus adalah satu kali pengisian dan pengosongan).

Charge

Reaksi : xLi + AzBy LixAzBy

Discharge

Beberapa contoh baterai sekunder adalah baterai timbal-asam (aki), baterai litium-ion, baterai Ni-Cd, baterai Ni-MH. Baterai sekunder ini banyak digunakan pada peralatan elektronik seperti handphone, laptop, handycam, power bank, dan lain-lain.

2.4 Bentuk-Bentuk Baterai Sekunder

1. Baterai kantung. Jenis baterai ini adalah yang paling fleksibel dalam segi bentuk dan ukuran. Disamping itu, juga paling ringan karena tidak menggunakan pelat besi sebagai kemasan. Material aktif yang digunakan umumnya dalam bentuk lembaran polimer, dengan demikian dapat mengurangi produksi gas saat operasional. Proses

charging dan discharging harus dilakukan dengan seksama agar tidak menghasilkan

tekanan dari luar, benda tajam dan pemuntiran. Oleh karenanya, penggabungan jenis baterai ini tidak dapat dilakukan dengan menumpuknya, tapi meletakkannya berdampingan. Walaupun baterai ini banyak diaplikasikan, namun belum ada data- data kehandalan baterai ini. Standarisai mengenai baterai ini juga belum ada (Triwibowo, 2011).

Gambar 2.2 Baterai kantung yang simple, fleksibel dan ringan. Kapasitas listriknya dibawah baterai konvensional lain, disamping biaya produksinya terbilang mahal.

2. Baterai silinder. Jenis baterai ini paling banyak ditemui. Desain berbentuk silinder mudah dalam pembuatannya, disamping itu memiliki stabilitas mekanik yang baik. Saat charging, baterai akan menghasilkan gas yang memberikan tekanan dalam silinder, untuk itu baterai silinder dilengkapi pula dengan ventilasi. Kerugian dari desain ini adalah bentuknya yang tidak ringkas saat beberapa silinder digabungkan, yaitu akan terbentuk ruangan kosong diantaranya. Kapasitas listrik yang dikandung baterai ini berkisar antara 1800-2000mAh (Triwibowo, 2011).

Gambar 2.3 Desain siliner pada baterai sekunder dengan material elektroda berupa lembaran

3. Baterai Kancing. Baterai yang sering disebut baterai koin memiliki ukuran terkecil dibanding baterai lain. Disebabkan ukurannya, jenis ini tidak memiliki masalah dengan ruang yang tersedia. Karena bentuknya yang miniatur, baterai ini tidak dilengkapi dengan ventilasi. Sementara proses charging yang cepat akan membuat baterai menggelembuing. Untuk menghindari keadaan ini, baterai kancing hanya dapat di charge dengan kecepatan yang rendah. Pengsisin baterai jenis ini dapat memakan waktu 10-16 jam (Triwibowo, 2011).

Gambar 2.4 Baterai sekunder berbentuk kancing tidak dilengkapi ventilasi. Kecepatan pengisian/charging sangat rendah untuk mencegah terjadinya swelling dan tekanan.

4. Baterai Perismatik. Baterai ini memaksimalkan penggunaan ruang yang ada dalam suatu perangkat elektrik. Oleh karenanya baterai jenis ini tidak memiliki ukuran yang standard. Ukuiran senantiasa disesuaikan dengan ruang yang ada. Kapasitas listrik baterai ini umumnya dibawah baterai silinder, yaitu 400-2000mAh.

(Triwibowo, 2011).

Gambar 2.5 Penampang baterai prismatik yang lebih fleksibel dalam segi ukuran. Densitas energi lebih rendah dan biaya pembuatannya lebih mahal dari baterai

2.5 Baterai Lithium

Baterai lithium secara teori adalah baterai yang digerakkan oleh ion lithium. Dalam kondisi charge dan discharge baterai lithium bekerja menurut fenomena interkalasi, dimana ion lithium melakukan migrasi dari katoda lewat elektrolit ke anoda. Baterai ion lithium umumnya dijumpai pada barang-barang elektronik. Baterai ini merupakan jenis baterai isi ulang yang paling popular untuk peralatan elektronik portabel, karena memiliki salah satu kepadatan energi terbaik, tanpa efek memori, dan mengalami kehilangan isi yang lambat saat tidak digunakan. Selain digunakan pada peralatan elektronik konsumen, baterai lithium juga sering digunakan pada kendaraan listrik. Prinsip kerja baterai lithium yang dapat diisi ulang dapat dilihat pada gambar 2.6.

a. b.

Gambar 2.6 Prinsip kerja baterai litium yang dapat diisi ulang a) Proses Charging; b) Proses Discharging (Priyono, 2013).

Dalam proses migrasi yang berjalan secara difusi, reaksi kimia terjadi secara

reversible dari kondisi charging atau pengisisan dan discharging atau pemakaian.

Pada proses charging ion lithium akan dilepaskan dari katoda ke anoda melalui elektrolit, dengan begitu katoda harus bersifat konduktif ionik. Elektron yang dilepaskan melewati rangkaian luar mengalir dari katoda ke anoda, dan arus mengalir dari anoda ke katoda sedangkan pada proses discharging ion lithium akan dilepaskan

dari anoda ke katoda melalui elektrolit, elektron mengalir dari anoda ke katoda dan arus mengalir dari katoda ke anoda. Reaksi kimia dari proses charging dan

discharging dapat dituliskan sebagai berikut:

Reaksi kimia pada proses charging:

Elektroda positif (+) : LiMnyOz nLi+1 + Lix-nMnyOz + ne Elektroda negatif (-) : nLi

-1 +1

+ C + ne-1 Lin Reaksi Keseluruhan : LiMn

C

yOz + C Lix-nMnyOz + LinC Elektroda positif (+) : nLi

Reaksi kimia pada proses discharging: +1 + Lix-nMnyOz + ne-1 LiMnyO Elektroda negatif (-) : Li z nC nLi+1 + C + ne Reaksi Keseluruhan : Li -1 x-nMnyOz + LinC LiMnyOz + C 2.6 Proses Interkalasi

Sel baterai litium mempunyai tiga komponen penting yaitu katoda, anoda, dan elektrolit. Baterai litium bekerja menurut fenomena interkalasi, dimana litium ion yang bergerak sebagai penghantar dapat melakukan migrasi (perpindahan) dari katoda melewati elektrolit ke anoda tanpa terjadi perubahan struktur kristal dari bahan katoda ke anoda.

Interkalasi merupakan proses pelepasan ion lithium dari tempatnya di struktur kristal suatu bahan elektroda dan pemasukan ion lithium pada tempatnya di struktur kirstal bahan elektroda yang lain. Proses terjadinya interkalasi dapat digambarkan dalam Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Proses interkalasi dalam beberapa fase

Sehingga keunggulan bahan anoda dan katoda terletak pada stabilitas kristal dalam proses interkalasi. Sehingga bahan elektroda harus mempunyai tempat bagi

perpindahan ion lithium yang sering disebut host. Oleh karena itu bahan elektroda harus mempunyai struktur host. Pada umumnya bahan mempunyai tiga kategori/ model dalam melakukan interkalasi yang bergantung pada bentuk host strukturnya, yaitu interkalasi dalam satu dimensi, dua dimensi dan tiga dimensi, seperti tergambar di Gambar 2.8. Lithium mangan oksida mempunyai host interkalasi dalam tiga dimensi (Prihandoko, 2008).

Gambar 2.8 Tiga model host dari bahan katoda dan anoda

2.7 Material Katoda

Material katoda harus memenuhi karakter sebagai bahan yang mempunyai

host agar proses interkalasi bias berlangsung dengan baik. Ada banyak bahan katoda

yang sudah diteliti. Baterai lithium rechargeable di pasaran menggunakan bahan katoda anatara lain dari jenis lithium nikel oksida, lithium kobalt oksida, dan lithium mangan oksida.

Adapun perbandingan antara bahan penyusun sebuah katoda baterai dilihat dari asspek ekologi dan ekonomi dapat dilihat dibawah ini.

Katoda: - Mn2O4 - NiO

(spinel) Murah, tidak beracun, rapat energi tinggi 2

- CoO

(layered) Mahal, beracun, rapat energi rendah 2

- Rutile (layered) Murah, tidak beracun, rapat energi rendah (layered) Mahal, beracun, rapat energi rendah

- Anatase (layered) Murah, tidak beracun, rapat energi rendah - V2O5

Bahan mangan oksida (Mn (layered) Beracun

2O4) merupakan bahan yang sering digunakan sebagai bahan penyusun katoda baterai lithium (LiMn2O4) karena murah, ramah

lingkungan, serta rapat energi yang tinggi. Selain itu lithium mangan oksida mempunyai host dalam tiga dimensi, sehingga arah kristal yang bersinggungan antar butir tidak banyak mempengaruhi (Najmuddin, 2005).

2.8 Metalik Lithium

Metalik Lithium merupakan bahan anoda yang ideal untuk baterai isi ulang karena memiliki kemurnian tinggi. Metalik lithium memiliki kapasitas teoritis yang tinggi yaitu sebesar 3860 mAhg-1 yang sepuluh kali lebih besar dibandingkan dengan kapasitas teoritis anoda grafit sebesar 372 mAh g- 1 yang digunakan dalam baterai Li- ion. Metalik lithium sangat reaktif terhadap air dan udara.

Gambar 2.9 Bentuk dari Metalik Lithium Tabel 2.2 Sifat fisis dari metalik lithium.

Penampilan Logam lunak padat putih-keperakan

Rumus molekul Li Berat molekul 6,941 Nomor atom 3 Titik cair 180,5oC Titik didih 1317 oC Suhu nyala 179 oC

Densitas (g/cc) 20 o 200 C o C 0,534 0,507 Sumber:(http://fmclithium.com/Portals/FMCLithium/Content/Docs/download/Lithiu m%20Metal%20Safety%20version%202.pdf, diakses tanggal 20 April 2015).

2.9 Elektrolit LiPF

Salah satu jenis elektrolit adalah elektrolit cair. Sesuai dengan namanya elektrolit ini berbentuk cairan, dan pada umumnya mengandung Lithium

Hexafluorophosphate (LiPF6) 1.0~1.2 M (mol/L). Untuk melarutkan LiPF

6

6 diperlukan zat pelarut organik yang umumnya terdiri atas campuran senyawa karbonat. Syarat-syarat zat pelarut organik ini agar bisa dipakai pada baterai litium ion adalah memiliki konduktivitas tinggi, dan viskositas yang rendah sehingga ion litium bisa berpindah dengan mudah, dapat digunakan pada suhu -30~80 C, tidak mudah terbakar, dan tidak berbahaya. LiPF6 banyak digunakan pada baterai ion Lithium. Hexafluorophosphate Lithium (LiPF6) memiliki kombinasi sifat yang seimbang seperti konduktivitas ionik yang tinggi, disosiasi yang baik, dan mobilitas ion yang baik. Namun kelemahan utama dari LiPF6

Tabel 2.3 Sifat Fisik dan Kimia.

adalah sifatnya yang sangat peka terhadap lembab, ketika bereaksi dengan air akan membentuk asam fluorida yang memiliki efek merugikan pada kinerja sel baterai.

Penampilan cairan tidak berwarna

Bau bau amina sedikit

Titik didih 90-248oC

Titik leleh <20oC

Densitas (air): 1.16-1.45g / cm3 Tekanan uap (mmHg): 8mmHg (20oC)

Kelarutan larut dalam alkohol, keton, ester, air.

Sumber: (LiPF6 Electrolyte, MSDS No. 94804 [online] , MTI Corporation, California USA).

2.10 Separator

Separator adalah material berpori yang diletakkan diantara anoda dan katoda, yang dapat mencegah terjadinya gesekan antara kedua elektroda tersebut yang dapat menyebabkan arus pendek. Selain itu separator harus dapat dilewati oleh ion lithium dengan baik. Tidak hanya sebagai pembatas antar elektroda, separator memiliki peranan penting dalam proses penghasilan listrik, pengisian ulang, dan tentunya keamanan pada baterai litium ion sendiri.

Separator harus stabil pada kerja baterai untuk jangka waktu yang panjang dan tidak menghasilkan kotoran yang dapat mengganggu fungsi baterai. Separator yang ideal mempunyai resistansi ion yang rendah dapat diperoleh dengan nilai porositas yang tinggi. Sejauh ini separator yang digunakan pada baterai ion lithium terdiri dari membran polimer yang membentuk lapisan microporous. Meskipun separator umumnya telah menunjukkan kinerja yang memuaskan tetapi masih terdapat kekurangan karena separator mudah terbakar cairan elektrolit organik.

Tabel 2.4 Jenis separator (pemisah) yang digunakan dalam berbagai jenis baterai lithium sekunder.

Jenis separator yang biasa digunakan dalam berbagai jenis baterai lithium sekunder dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut;

Sistem Baterai Jenis Separator Komposisi

Ion Lithium (Elektrolit cair)

Mikroporous Polyolefin (PE, PP,

PP/PE/PP) Ion lithium gel polimer Mikroporous

Mikroporous

PVDF

Polyolefins (PE, PP, PP/

PE/PP) dilapisi oleh PVDF atau gel lainnya. Lithium polimer Elektrolit polimer Polyethylene dan garam

lithium

Sumber: (http://files.tested .com/upload/0/5/16904-lithium-ion-separator.gif, diakses tanggal 20 April 2015).

Polyolefin sangat umum digunakan sebagai bahan separator, khususnya pada

laptop dan hp, karena tipis dan memiliki kestabilan elektrokimia yang baik.

Polyolefin sendiri terdiri atas perpaduan antara polypropylene (sbg penyangga utama, backbone) dan polyethylene sebagai pelapis pada lubang/pori-pori. Polyethylene

memiliki sifat meleleh pada suhu diatas 120-130 o

Sisi negatifnya karena sifat diatas, polyolefin sulit digunakan pada baterai litium ion untuk mobil. Karena ukuran baterai mobil yang besar, memungkinkan terjadinya perubahan suhu yang tinggi secara drastis. Untuk mengatasi masalah tersebut, dilakukan pelapisan Al

C. Apabila panas yang dihasilkan didalam baterai melewati ambang batas, polyethylene akan melelah dan menutup lubang pada separator, mengakibatkan proses perpindahan lithium ion berhenti. Sehingga separator memiliki fungsi utama dalam hal keamanan bila terjadi panas berlebihan.

2O3 atau material keramik lainnya, pada permukaan separator. Sehingga walapun pada suhu tinggi, bentuk dari separator dapat terjaga bagian-2/).

Dokumen terkait