• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

4. Batik

atau corak tertentu yang indah

5. Siswa sekolah dasar kelas IV termasuk dalam anak usia 7-12 tahun. Dalam perkembangannya, terdapat tiga karakteristik yang menonjol pada siswa usia tersebut diantaranya yaitu kongkret, maksudnya proses belajar siswa beranjak dari hal-hal yang kongkret (nyata).

F. Spesifikasi Produk yang dihasilkan

Spesifikasi produk yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

1. Produk berupa buku cerita bergambar berjudul “Bertamasya ke Pasar Batik”

2. Produk ini terdiri dari cover, kata pengantar, kuis dan gambar dan narasi singkat.

3. Produk buku cerita bergambar ini disusun sesuai dengan ketentuan EYD.

4. Kata pengantar dalam produk berisi penjelasan singkat tentang isi buku.

5. Produk buku cerita bergambar ini berisikan tentang keberagaman batik di Jawa Tengah yang bermotif segibanyak.

6. Produk buku cerita bergambar ini dapat membantu anak untuk belajar bangun segibanyak dan menghargai keberagaman disekitar mereka.

7. Buku menggunakan kertas Ivory 260 gram dengan laminasi doft pada bagian sampul dan isi menggunakan kertas MP 150 gram.

8. Ukuran yang digunakan pada buku cerita bergambar ini adalah 18 cm x 18 cm dengan ketebalan buku 1 cm.

9. Warna dalam buku cerita bergambar menggunakan warna yang cerah dan pemilihan warna yang menarik.

11 BAB 2

LANDASAN TEORI

Pada bab ini peneliti membahas tetang kajian pustaka, teori yang mendukung, hasil penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir.

A. Kajian Pustaka 1. Bahan Ajar

a. Pengertian Bahan Ajar

Bahan ajar adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mencapai kompetensi atau subkompetensi dengan segala kompleksitasnya (Lestari, 2013:1).

Bahan ajar haruslah dirancang dan ditulis dengan kaidah intruksional karena akan digunakan oleh guru untuk membantu dan menunjang proses pembelajaran. Bahan atau materi pembelajaran pada dasarnya adalah

“isi” dari kurikulum, yakni berupa mata pelajaran atau bidang studi dengan topik/subtopik dan rinciannya (Ruhimat, 2011:152).

Sudjana dan Rivai (dalam Prastowo, 2014:123), mengungkapkan bahwa bahan ajar adalah segalase suatu yang digunakan guru untuk memberi kemudahan kepada seseorang dalam proses belajar. Menurut Anitah (dalam Prastowo 2014:123), menjelaskan bahwa bahan ajar adalah segala sesuatu yang digunakan untuk memfasilitasi kegiatan belajar.

Penjelasan di atas mengemukakan bahwa bahan ajar dapat juga diartikan sebagai segala bentuk bahan yang disusun secara sistematis yang memungkinkan siswa dapat belajar secara mandiri dan dirancang sesuai kurikulum yang berlaku. Peran seorang guru dalam merancang ataupun menyusun bahan ajar sangatlah menentukan keberhasilan proses belajar dan pembelajaran melalui sebuah bahan ajar.

Dengan adanya bahan ajar, guru akan lebih runtut dalam mengajarkan materi kepada siswa dan tercapai semua kompetensi yang telah ditentukan sebelumnya.

b. Tujuan Bahan Ajar

Bahan ajar disusun dengan melihat berbagai macam tujuan yang ingin dicapai didalam kurikulum yang sedang digunakan yang selanjutnyaterealisasikan melalui pembelajaran didalam kelas.

Menurut Majid (2005:15), bahan ajar disusun dengan memiliki beberapa tujuan. Adapun tujuan-tujuan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Membantu siswa dalam mempelajari sesuatu.

2. Menyediakan berbagai jenis pilihan bahan ajar.

3. Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran.

4. Agar kegiatan pembelajaran menjadi menarik.

Menurut Kurniasih (2014:85), penulisan buku ajar adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan siswa bertujuan untuk:

1. Menyediakan buku sesuai dengan kebutuhan siswa, serta tuntunan sebagai perkembangan teknologi atau kurikulum

2. Mendorong penulis atau guru untuk berkreasi dan kreatif mambagikan ilmunya kepada siswa dan masyarakat.

3. Mendorong panulis atau guru untuk meng-update ilmu dan pengetahuannya sesuai dengan kriteria tuntutannuku sesuai kurikulum yang berlaku dan layak terbit mencakup substansi, bahasa dan potensi pasar.

4. Mendukung penulis atau guru untuk menerbitkan buku sebagai pemenuhan angka kredit yang telah ditentukan pemerintah.

Berdasarkan pengertian diatas bahwa tujuan bahan ajar adalah membantu siswa untuk memperoleh kebutuhan dengan pembelajaran yang lebih berkreasi dan kreatif sekaligus memudahkan guru untuk proses pembelajaran.

c. Fungsi Bahan Ajar

Menurut Prastowo (dalam Lestari, 2013: 204), bahan ajar juga berfungsi sebagai alat evaluasi pencapaiana hasil pembelajaran. Bahan ajar yang baik sekurang-kurangnya mencakup petunjuk belajar, kompetensiyang akan dicapai, isi pelajaran, informasi pendukung, latihan-latihan, petunjuk kerja,evaluasi dan respon terhadap hasil evaluasi.

Menurut Prastowo (dalam Lestari, 2013: 25-26), berdasarkan strategi pembelajaran yang digunakan, fungsi bahan ajar dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu fungsi dalam pembelajaran klasikal, pembelajaran individual, dan pembelajaran kelompok.

1). Fungsi bahan ajar dalam pembelajaran klasikal, antara lain:

a). Sebagai satu-satunya sumber informasi serta pengawas dan pengendali proses pembelajaran (dalam hal ini, siswa bersifat pasif dan belajar sesuai kecepatan siswa dalam belajar).

b). Sebagai bahan pendukung proses pembelajaran yang diselenggarakan.

2). Fungsi bahan ajar dalam pembelajaran individual, antara lain:

a) Sebagai media utama dalam proses pembelajaran.

b) Sebagai alat yang digunakan untuk menyusun dan mengawasi proses pesertadidik dalam memperoleh informasi.

c) Sebagai penunjang media pembelajaran individual lainnya.

3). Fungsi bahan ajar dalam pembelajaran kelompok, antara lain:

a) Sebagai bahan yang terintegrasi dengan proses belajar kelompok, dengan caramemberikan informasi tentang latar belakan materi, onformasi tentang peranorang-orang yang terlibat dalam pembelajaran kelompok, serta petunjuktentang proses pembelajaran kelompoknya sendiri.

b) Sebagai bahan pendukung bahan belajar utama, dan apabila dirancang sedemikian rupa, maka dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

Dapat disimpulkan bahwa fungsi bahan ajar bagi guru adalah mengarahkan semua aktivitas dalam proses pembelajaran sekaligus merupakan subtansi kompetensi yang seharusnya diajarkan kepada siswa.

Fungsi bahan ajar bagi siswa untuk menjadi pedoman dalam proses

pembelajaran dan merupakan subtansi kompetensi yang seharusnya dipelajari.

d. Karakteristik Bahan Ajar

Menurut Widodo dan Jasmadi (dalam Lestari, 2013:2), bahan ajar memiliki beberapa karakteristik, yaitu self instructional, self contained, stand alone, adaptive, dan user friendly.

Pertama, self instructional yaitu bahan ajar dapat membuat siswa mampu membelajarkan diri sendiri dengan bahan ajar yang dikembangkan. Untuk memenuhi karakterself instructional, maka di dalam bahan ajar harus terdapat tujuan yang dirum uskan dengan jelas, baik tujuan akhir maupun tujuan antara. Selain itu, dengan bahan ajar akan memudahkan siswa belajar secara tuntas dengan memberikan materi pembelajaran yang dikemas ke dalam unit-unit atau kegiatan yang lebih spesifik.

Kedua, self contained yaitu seluruh materi pelajaran dari satu unit kompetensi atau subkompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu bahan ajar secara utuh. Jadi sebuah bahan ajar haruslah memuat seluruh bagian-bagiannya dalam satu buku secara utuh untuk memudahkan pembaca mempelajari bahan ajar tersebut.

Ketiga, stand alone (berdiri sendiri) yaitu bahan ajar yang dikembangkan tidak tergantung pada bahan ajar lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan bahan ajar lain. Artinya sebuah bahan ajar dapat digunakan sendiri tanpa bergantung dengan bahan ajar lain.

Keempat, adaptive yaitu bahan ajar hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Bahan ajar harus memuat materi-materi yang sekiranya dapat menambah pengetahuan pembaca terkait perkembangan zaman atau lebih khususnya perkembangan ilmu dan teknologi.

Kelima, userfriendly yaitu setiap intruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon dan mengakses sesuai dengan keinginan. Jadi bahan ajar selayaknya hadir untuk memudahkan pembaca untuk mendapat informasi dengan sejelas-jelasnya.

2. Cerita Bergambar

a. Pengertian Cerita Bergambar

Menurut Mitchel (dalam Nurgiyantoro, 2005:153), buku cerita bergambar yaitu buku yang menampilkan gambar dan teks dan keduanya saling menjalin. Baik gambar maupun teks keduanya saling membutuhkan untuk saling mengisi dan melengkapi.

Menurut Stewing (dalam Dhanumurti, 2009), buku cerita bergambar adalah sebuah buku yang menjajarkan cerita dengan gambar. Kedua elemen ini bekerjasama untuk menghasilkan cerita dengan ilustrasi gambar.

Biasanya buku-buku bergambar dimaksudkan untuk mendorong ke arah apresiasi dan kecintaan terhadap buku. Selain ceritanya secara verbal harus menarik, buku harus mengandung gambar sehingga mempengaruhi minat siswa untuk membaca.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa cerita bergambar adalah sebuah buku yang menyatukan cerita dengan gambar serta cerita ditulis dengan gaya bahasa sehari-hari, dilengkapi dengan gambar menarik dan berdasarkan suatu kejadian disekitar sesuai dengan sudut pandang anak sehingga dapat menarik minat baca anak.

b. Fungsi Cerita Bergambar

Fungsi cerita bergambar menurut Mitchell (dalam Nurgiyantoro 2005:159-161), dipaparkan sebagai berikut:

1) Buku cerita bergambar dapat membantu pengembangan dan perkembangan emosi anak. Anak dapat terbantu untuk mengekspresikan berbagai emosinya, seperti rasa takut dan senang, rasa sedih dan bahagia yang merupakan bagian dari kehidupan. Buku cerita bergambar juga dapat memberikan pemahaman dan penerimaan bagi anak terhadap keadaan diri sendiri dan orang lain sehingga perkembangan emosi anak dapat berjalan secara wajar dan terkontrol.

2) Buku cerita bergambar dapat membantu anak untuk belajar tentang dunia, menyadarkan anak tentang keberadaan di tengah masyarakat dan alam. Melalui buku cerita bergambar, anak dapat belajar tentang kehidupan di masyarakat. Selain itu, anak juga dapat belajar tentang keadaan geografi dan kehidupan alam, flora, dan fauna. Hal tersebut dapat menambah pengalaman hidup dan membantu dalam perkembangan dirinya.

3) Buku cerita bergambar dapat membantu anak belajar tentang orang lain dan pengembangan perasaan. Buku cerita bergambar dapat menampilkan kehidupan keluarga, para tetangga, kawan sebaya, pergaulan di sekolah yang mengisahkan relasi kehidupan antarmanusia sehingga anak dapat belajar untuk bersikap dan bertingkahlaku yang benar dan sesuai dengan tuntutan kehidupan sosial-budaya masyarakat.

Perasaan anak juga dapat terbangun dengan melalui adanya hubungan antarsesama. Oleh karena itu, pada hakikatnya buku cerita bergambar dapat menjadi salah satu media bagi anak untuk belajar tentang kehidupan yang disajikan secara lebih konkret melalui kata-kata dan gambar ilustrasi.

4) Buku cerita bergambar dapat membantu anak untuk memperoleh kesenangan. Kesenangan merupakan salah satu hal yang harus terpenuhi dalam kehidupan manusia agar perkembangan kejiawaan dapat berlangsung secara seimbang dan harmonis. Hal tersebut dapat diperoleh melalui buku cerita bergambar yang berisi cerita dan gambar-gambar yang menarik, bagus, dan hal-hal lucu sehingga dapat merangsang anak untuk tertawa senang.

5) Buku cerita bergambar dapat membantu anak untuk mengapresiasi keindahan baik cerita secara verbal maupun gambar-gambar ilustrasi yang mendukung keindahan. Keindahan cerita secara verbal dapat diperoleh melalui karakter tokoh, gambar-gambar ilustrasi lewat ketepatan pelukisan objek, komposisi warna, dan berbagai aksi yang menarik. Objek yang menawarkan keindahan perlu diapresiasi,

dihargai, dan dinikmati sehingga melalui sikap menghargai keindahan itu sendiri dapat menunjang pengembangan sikap dan perilaku halus pada diri anak.

6) Buku cerita bergambar dapat membantu anak untuk menstimulasi imajinasi. Buku cerita dan gambar-gambar dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya imanjinasi anak. Melalui cerita verbal, imajinasi anak sudah berkembang, tetapi dengan ditambah gambar-gambar ilustrasi yang mendukung cerita maka imajinasi anak semakin dikonkretkan dan diperkuat.

Dapat disimpulkan bahwa fungsi dari buku cerita bergambar dapat membantu pengembangan dan perkembangan emosi anak, membantu anak untuk belajar tentang lingkungan sekitar, mengenalkan anak tentang kondisi di tengah masyarakat dan alam, membantu anak belajar tentang orang lain dan pengembangan perasaan, membantu anak untuk memperoleh kesenangan, membantu anak untuk mengapresiasi keindahan buku yang di baca, dan membantu anak untuk menstimulasi imajinasi.

c. Karakteristik Buku Cerita Bergambar

Untuk menarik minat anak pada buku cerita bergambar, ada beberapa karakteristik buku cerita bergambar yang sesuai bagi anak.

Menurut Aprianti (2013:89), karakteristik buku bagi anak adalah:

1) Bacaannya disukai

2) Topik menarik perhatian anak

3) Disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. Untuk usia prasekolah buku sebaiknya mempunyai banyak irama dan pengulangan; sedangkan untuk usia prasekolah lanjut cerita mempunyai kepastian alur cerita, dialog dan pesan tokoh

4) Menghubungkan pengalaman dan keterkaitan anak

5) Penulisan cerita sangat bersahabat dan menjadi kesukaan anak

6) Illustrasi cerita sangat relevan pada latar belakang keluarga dan budaya anak. Yakni, illustrasi cerita memperkenalkan pada anak tentang latar belakang kebudayaan dan kekeluargaan serta pengalaman baru.

7) Ini secrita merupakan kesukaan anak yang selalu ingin didengar.

8) Bahasa dan gambar mampu memberikan informasi serta ide baru bagi anak.

Menurur Resmini (2007:18), bentuk buku yang diperuntukkan untuk anak-anak sebaiknya dupilihkan bentuk persegi panjang yang horizontal dengan ukuran yang disesuaikan. Ukuran dan bentuk huruf hendaknya tidak terlalu kecil, tetapi tidak terlalu besar, sehingga tidak meyulitkan anak untuk membacanya serta, tema bacaan anak disesuaikan dengan minat mereka, misalnya tentang keluarga, berteman, cerita misteri, petualangan, fantasi, cerita lucu, tentang binatang, cerita kepahlawanan, dan sebagainya (Resmini, 2007:21).

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa buku cerita bergambar yang diminati oleh anak-anak adalah buku cerita bergambar yanag memiliki karakter yang menceritakan cerita dan ilustrasi gambar yang relevan dengan kesukaan anak-anak.

d. Jenis Buku Cerita Bergambar

Menurut McElmeel (2002), buku cerita bergambar dibedakan menjadi 6 jenis, yaitu sebagai berikut:

1) Fiksi

Buku yang menceritakan cerita khayal, rekaan, atau sesuatu yang tidak terjadi sesungguhnya. Kategori yan termasuk dalam fiksi adalah cerita hewan, misteri, humor, cerita fantasi yang membuat sesuai imajinasi penulis.

2) Historis

Buku yang mendasarkan diri pada suatu fakta atau kenyataan di masa lalu. Buku ini meliputi kejadian sebenarnya, tempat, atau kerakter yang merupakan bagian dari sejarah.

3) Informasi

Buku-buku yang memberikan informasi faktual. Buku informasi menyampaikan fakta dan data apa adanya, yang berguna untuk menambahkan keterampilan, wawasan, dan juga bekal teoritis dalam batas tertentu bagi anak

4) Biografi

Kisah atau keterangan tentang kehidupan seseorang mulai kelahian hingga kemaian jika sudah meninggal.

5) Cerita rakyat

Cerita atau kisah yang asal mulanya bersumber dari masyarakat serta tumbuh dan berkembang dalam masyarakat di masa lampau.

6) Kisah nyata

Kisah nyata berfokus pada peristiwa yang sebenarnya dari sebuah situasi atau peristiwa.

3. Multikulturalisme

a. Pengertian Multikulturalisme

Menurut Mahfud (2006:75), akar kata multikultural adalah kebudayaan. Secara etimologis, multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme (aliran/paham). Secara hakiki, dalam kata itu terkadang pengakuan akan mertabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaan masing-masing yang unik.

Menurut Irwan (dalam Mahfud, 2006:90), multikulturalme adalah sebuah paham yang menekankan pada kesederajatan dan kesetaraan budaya-budaya lokal dengan tanpa mengabaikan hak-hak dan eksistensi budaya yang ada. Dengan kata lain, pendekatan utama multikulturalisme adalah kesetaraan budaya.

Dari definisi diatas disimpulkan bahwa multikulturalisme adalah pandangan suatu budaya yang memiliki aliran tertentu dan saling membangun toleransi atas keberagaman dan membangun kesetaraan di antara budaya.

b. Pengertian Pendidikan Multikultural

Menurut Ma’hady (dalam Mahfud, 2014:175), pendidikan multikultural adalah sebuah bentuk pendidikan yang menerapkan strategi

dan konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat, khususnya yang ada pada siswa seperti keragaman agama, budaya, bahasa, ras, etnis, gender, status sosial, umur, dan kemampuan. Dengan adanya penerapan pendidikan multikultural diharapkan siswa dapat memiliki sikap yang menerapkan nilai-nilai kultural dan mampu merespon perkembangan keragaman masyarakat dan populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok sosial.

Pendidikan multikultural merupakan respons terhadap perkembangan keregaman populasi sekolah, sebagimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Sedangkan secara luas, pendidikan multikultural itu mencakup seluruh siswa tanpa membeda-bedakan kelompok-kelompoknya seperti gender, etnis, ras, budaya, strata sosial dan agama (Mahfud, 2006:169).

Pendidikan multikultural erat kaitannya dengan perkembangan karakter warga negara Indonesia sebagai anggota masyarakat dan multikultural dalam tatanan yang demokratis dan bertanggung jawab.

Dengan demikian dalam diri siswa akan ditanamkan hal-hal seperti 1) hubungan yang akrab dengan sesama yang memiliki latar belakang sosial budaya yang beraneka ragam, 2) sikap berempati siswa dengan cara mengamati sikap, pandangan, perasaan, dan persepsi siswa lain yang berbeda latar belakang sosial budaya, 3) rasa menghormati, menghargai nilai budaya, dan kepentingan yang beragam sebagai kekayaan bangsa yang harus dijaga.

c. Karakteristik Pendidikan Multikultural

Menurut Aly (2011:109), pendidikan multikultural terdapat tiga karakteristik, yaitu:

1). Berprinsip pada Demokrasi, Kesetaraan, dan Keadilan.

Negara Maerika, Kanada, dan Jerman tidak memperbolehkan anak-anak dari keluarga kulit hitam dan imigran untuk sekolah, sedangkan negara Afika, Banglades, Brazil, china, Mesir, India, Indonesia, Mexico, Nigeria, dan pakistan terbatasnya untuk sekolah. Ini bertentangan dengan nilai demokrasi, kesetaraan dan keadilan sebagai prinsip pendidikan multikultural (Aly, 2011:112-113).

Demokrasi diperbolehkan membuat ruang publik untuk berkumpulnya semua kelompok masyarakat. Semua kelompok masyarakat mengekspresikan keberadaan di ruang publik. Kelompok masyarakat memberikan sumbangsih dalam proses pembangunan negara dengan berdialog, bersimbiosis dan berintarksi secara harmonis.

Dengan begitu eksistensi masing-masing kelompok tidak hilang (Maksum, 2011:178-179).

Sedangkan Nilai kesetaraan dalam demokrasi mengacu pada keyakinan bahwa manusia diciptakan setara. Semua manusia diperlakukan kesetaraan memperoleh pendidikan, kesetaraan dimuka hukum dan kesetaraan. Setara dalam mengembangkan potensi yang dimaki setiap manusia. tidak adanya hak-hak superior pada setiap manusia (Rumadi, 2006: 6).

Keadilan terpenuhi sesudah terbentuk keadilan secara umum, yaitu semua orang mendapatkan haknya dan semua orang mendapatkan sama dari bagian aset yang dimiliki bersama. Ada dua macam keadilan, yaitu keadilan khusus adalah keadilan berdasarkan keselamatan. Dan keadilan umum adalah keadilan yang ada dalam undang-undang yang wajib dilaksanakan untuk umum (Windati, 2005: 7). Menurut Notohamidjoyo (dalam Windati, 2005: 7) keadilan dibedakan menjadi dua yaitu keadilan kreatif adalah keadilan semua orang bebas membuat sesuatu sesuai dengan minatnya yang dibatasi oleh ideologi negara. Dan keadilan protektif adalah keadilan semua orang memperoleh penjagaan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam kehidupan manusia harus memperoleh perlindungan kemerdekaan untuk berkarya, tapi juga keselamatan untuk hidup, sehingga tidak ada manusia yang melakukan ketidakadilan (Windati, 2005: 7).

2). Berorientasi kepada kemanusiaan, kebersamaan dan kedamaian.

Nilai kemanusiaan seorang manusia itu secara alamiah dan sosial juga didasarkan pada kemampuannya menghargai kode etik dan sopan santun sebagai makhluk berbudaya yang tidak liar. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dihargai bukan karena bangunan tubuhnya yang indah, akan tetapi karena kualitas perbuatannya yang didasarkan pada kematangan pemikiran dan kesadaran yang membentuk sikap hidup yang bijak. Kapasitas akal manusia itulah yang menjadi ciri utama kemanusiaan dan aktualitasnya dalam kehidupan konkret (Rahman, 2011:56).

Pertalian orang satu dengan yang orang lain yang dilandasi oleh nilai kebersamaan (Aly, 2011:116). Kebersamaan adalah kesatuan perasaan dan sikap dalam hubungan manusia satu dengan yang lain, meskipun mempunyai perbedaan suku, budaya, agama, ras, etnik dan strata sosial (Aly, 2011:116).

Manusia mengharapkan kedamaian dalam berhubungan dengan manusia lain. Kedamaian dalam berhubungan dengan masyarakat yang beragam. Kedamaian itu terbentuk dengan tidak adanya sikap-sikap dan perilaku yang menyakitkan dan merugikan manusia yang lain (Aly, 2011:117). Dan kedamaian itu juga terbentuk di dalam masyarakat yang beragam, dimana manusia berinteraksi dengan damai (Aly, 2011:72).

Materi ajar diberi pembahasan tentang kemanusiaan, kebersamaan dan kedamaian. Materi ajar kemanusiaan, kebersamaan dan kedamaian bisa dimuncul dalam cerita-cerita yang mengandung ketiga nilai multikultural. Tokoh yang berperan baik akan menjadi teladan bagi siswa.

3). Mengembangkan sikap mengakui, menerima, dan menghargai keberagaman.

Sikap menerima, mengakui dan menghargai keragaman penting dalam hubungan sosial di masyarakat yang beranekaragam. Dalam masyarakat beragam ada bagian masyarakat yang dominan dan minoritas. Dengan sikap menerima, mengakui dan menghargai keragaman memunculkan hubungan harmonis (Aly, 2011:119).

Hubungan antar kelompok berlandaskan atas saling percaya dan menghargai menjadikan terjaganya kelompok masing-masing. Dalam hubungan antara kelompok semacam ini tidak akan hilangnya identitas kelompok. Hubungan ini tidak ada kendali kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas. Setiap individu mampu menerima, menghormati dan membentuk kerjasama dengan kelompok yang berlainan ini dinamakan kompetensi kultural. Kemampuan berbudaya berasal dari pengetahuan dan bias kultural yang menjadikan perbedaan kultural. Proses penambahan kompetensi kultural membutuhkan penambahan pengetahuan, kreatifitas, sifat dan perbuatan yang memahamkan orang dan berhubungan secara efektif dengan orang yang mempunyai perbedaan kultural (Zamroni, 2011: 34-35).

4. Batik

a. Pengertian Batik

Batik merupakan hal yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia saat ini. Batik merupakan salah satu warisan nusantara yang unik.

Keunikannya ditunjukkan dengan barbagai macam motif yang memiliki makna tersendiri.

Batik merupakan bentuk seni tupa terapan (kriya) yang telah tumbuh dan berkembang di hampir sebagian besar wilayah Indonesia sejak dulu kala. Secara etimologi, kata batik berasal dari bahasa jawa yang mempunyai arti beragam. Batik terdiri dari kata “amba” dan “tik” atau “nitik”. “Amba”

berarti menulis, lebar, atau luas, dan “tik” atau “nitik” berarti titik atau

membuat titik. Jadi, batik berarti menulis dan membuat titik pada kain yang lebar. Gabungan beberapa titik yang berhimpitan inilah yang akan membentuk garis (Supriono, 2016:3-4)

Menurut Asti dan Arini (2011:1), kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia. Memang pada awalnya batik dikerjakanhanya terbatas dalam keraton,untuk pakaian raja dan keluarga, serta para pengikutnya. Batikyang masuk kalangan istana diklaim

Menurut Asti dan Arini (2011:1), kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia. Memang pada awalnya batik dikerjakanhanya terbatas dalam keraton,untuk pakaian raja dan keluarga, serta para pengikutnya. Batikyang masuk kalangan istana diklaim

Dokumen terkait