• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Perencanaan Struktur Bangunan

2.5.1. Pembebanan

2.5.1.1. Beban Statis

Ketidakberaturan Berat (Massa) didefinisikan ada jika massa efektif semua tingkat lebih dari 150 persen massa efektif tingkat didekatnya. Atap yang lebih ringan dari lantai di bawahnya tidak perlu ditinjau

Tabel 13 D,E, dan F

3

Ketidakberaturan Geometri Vertikal didefinisikan ada jika dimensi horizontal sistem penahan gaya gempa di semua tingkat lebih dari 130 persen dimensi horizontal sistem penahan gaya gempa tingkat didekatnya

Tabel 13 D,E, dan F

(Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur

Bangunan Gedung SNI 1726 : 2012 )

2.5. Perencanaan Struktur Bangunan 2.5.1. Pembebanan

Secara umum, beban luar yang bekerja pada struktur dapat dibedakan menjadi beban statis dan beban dinamis.

2.5.1.1. Beban Statis

Beban statis adalah beban yang bekerja secara terus – menerus pada suatu struktur. Beban statis juga diasumsikan dengan beban – beban yang secara perlahan – lahan timbul serta mempuyai variable besaran yang bersifat tetap (steady states). Dengan demikian, jika

1

suatu beban mempunyai perubahan intensitas yang berjalan cukup perlahan sedemikian rupa sehingga pengaruh waktu tidak dominan, maka beban tersebut dapat dikelompokkan sebagai beban statik (static

load). Deformasi dari struktur akibat beban statik akan mencapai

puncaknya jika beban ini mencapai nilainya yang maksimum. Beban statik pada umumnya dapat dibedakan menjadi beban mati dan beban hidup.

1. Beban Mati

Berdasarkan SNI – 1727 – 2013, beban mati adalah berat seluruh bahan konstruksi bangunan yang terpasang, termasuk dinding, lantai, atap, plafond, tangga, dinding partisi tetap, finishing, klading gedung dan komponen arsitektural dan struktal lainnya serta perlatan layan yang terpasang termasuk berat keran.. Semua metode untuk menghitung beban mati sebuah elemen adalah berdasarkan atas tinjauan berat satuan material yang terlihat dan berdasarkan volume elemen tersebut.

Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung tahun 1987 beban mati pada struktur terbagi menjadi 2, yaitu beban mati akibat bahan bangunan dan beban mati akibat komponen gedung.

Tabel 2.3. Berat Sendiri Bahan Bangunan

Material Berat

Baja 7850 kg/m3

Beton Bertulang 2400 kg/m3

(Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987)

1

Tabel 2.4. Berat Sendiri Komponen Gedung

Material Berat

Adukan semen per cm tebal 21 kg/m2

Dinding pasangan bata merah setengah batu

Langit-langit

 Eternit, tebal maksimum 4mm  Penggantung langit-langit kayu

(max. 5 m)

250 kg/m2 11 kg/m2

7 kg/m2

Penutup lantai keramik 24 kg/m2

(Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987)

2. Beban Hidup

beban hidup berdasarkan SNI – 1727 – 2013 adalah beban yang diakibatkan oleh pengguna dan penghuni gedung atau pekerja, peralatan lain yang tidak teramasuk beban konstruksi dan beban lingkungan, seperti beban angin, beban hujan, beban gempa, beban banjir atau beban mati.

Tabel 2.5. Beban Hidup pada Lantai Gedung

No. Penggunaan Berat Keterangan

1 lantai dan tangga rumah tinggal

200 kg/m² (kecuali yang

disebut pada no. 2)

2 - lantai dan tangga rumah tinggal sederhana

125 kg/m²

- gudang-gudang selain untuk toko, pabrik, bengkel

3 - sekolah dan ruang kuliah 250 kg/m²

- Kantor - toko, toserba

1 - Restoran - hotel, asrama - rumah sakit 4 ruang olahraga 400 kg/m² 5 ruang dansa 500 kg/m²

6 lantai dan balkon dalam dari ruang pertemuan 400 kg/m² (masjid, gereja, ruang pagelaran/rapat, bioskop dengan tempat duduk tetap)

7 panggung penonton 500 kg/m² (tempat duduk

tidak tetap / penonton yang berdiri)

8 tangga, bordes tangga dan gang

300 kg/m² (no. 3)

9 tangga, bordes tangga dan gang

500 kg/m² (no. 4, 5, 6, 7)

10 ruang pelengkap 250 kg/m² (no. 3, 4, 5, 6, 7)

11 - pabrik, bengkel, gudang 400 kg/m² (minimum)

- perpustakan, ruang arsip, toko buku

- ruang alat dan mesin

12 gedung parkir bertingkat :

- lantai bawah 800 kg/m²

- lantai tingkat lainnya 400 kg/m² 13 balkon yang menjorok

bebas keluar

300 kg/m² (minimum)

(Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan

Gedung 1987)

Tabel 2.6. Beban Hidup pada Atap Gedung

No. Bagian atap Berat Keterangan

1 atap / bagiannya yang dapat dacapai orang, termasuk kanopi

100 kg/m² (atap dak)

2 atap / bagiannya yang tak dapat dicapai orang (diambil minimum) :

- beban hujan (40 -

0,8 s )

kg/m² (s = sudut atap, min. 20 kg/m2, tak perlu ditinjau bila s > 50° )

- beban terpusat 100 kg/m²

3 balok / gording tepi bagian kantilever

200 kg/m²

1

2.5.1.2. Beban Dinamis

Beban dinamis adalah beban yang bekerja secara tiba – tiba pada struktur. Pada umumnya beban ini tidak bersifat tetap (unsteady-state) serta mempunyai karakteristik besaran dan arah yang berubah dengan cepat. Deforamsi pada struktur akibat beban dinamik ini uga akan berubah – ubah secara cepat. Beban dinamis seperti beban akibat getaran gempa atau angin.

1. Beban gempa

Gempa bumi adalah fenomena getaran yang dikatikan dengan kejutan pada kerak bumi. Pada saat bangunan bergetar, maka timbul gaya – gaya pada struktur bangunan karena adanya kecendrungan massa bangunan untuk mempertahankan dirinya dari gerakan. Gaya yang timbul disebut gaya inersia.

Menurut PPPURG 1987, beban gempa adalah semua beban statik ekuivalen yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari getaran tanah akibat gempa itu. Dalam hal pengaruh gempa pada struktur gedung ditentukan berdasarkan suatu analisa dinamik, maka yang diartikan dengan beban gempa disini adalah gaya-gaya di dalam struktur tersebut yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa itu.

Dalam menentukan factor respon gempa (C) dapat ditentukan dari diagram spectrum gempa rencana sesuai dengan wilayah gempa dan kondisi jenis tanahnya untuk waktu getar alami fundamental.

a) Wilayah Gempa dan Spektrum Respon

Besar kecilnya beban gempa yang diterima suatu strukturtergantung pada lokasi dimana struktur bangunan tersebut akan dibangun seperti terlihat pada Gambar Peta Wilayah Gempa berikut.

1

Gambar 2.1. Peta Wilayah Gempa Indonesia

Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur Bangunan Gedung(SNI1726-2012)

Harga dari faktor respon gempa (C) dapat ditentukan dari Diagram Spektrum Gempa Rencana, sesuai dengan wilayah gempa dan kondisi jenis tanahnya untuk waktu getar alami fundamental.

Gambar 2.2. Spektrum Respons

Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur Bangunan Gedung(SNI 03-1726-2002)

1

Tabel 2.7.Spektrum Respons Gempa Rencana

Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur Bangunan Gedung(SNI 03-1726-2002)

b) Faktor Keutamaan Gedung

Faktor keutamaan gedung adalah suatu koefisien yang diadakan untuk memperpanjang waktu ulang dari kerusakan struktur – struktur gedung yang relatif lebih utama, untuk menanamkan modal yang relatif besar pada gedung itu. Waktu ulang dari kerusakan struktur gedung akibat gempa akan diperpanjang dengan pemakaian suatu faktor keutamaan. Faktor keutamaan I menurut persamaan :

𝑰 = 𝑰𝟏 𝒙 𝑰𝟐 Dimana :

𝐼1 = faktor keutamaan untuk menyesuaikan periode ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa selama umur gedung,

𝐼2 = faktor keutamaan untuk menyesuaikan umur gedung tersebut. Wilayah Gempa Tanah Keras Tc = 0,5 det. Tanah Sedang Tc = 0,6 det. Tanah Lunak Tc = 1,0 det. Am Ar Am Ar Am Ar 1 2 3 4 5 6 0,10 0,30 0,45 0,60 0,70 0,83 0,05 0,15 0,23 0,30 0,35 0,42 0,13 0,38 0,55 0,70 0,83 0,90 0,08 0,23 0,33 0,42 0,50 0,54 0,20 0,50 0,75 0,85 0,90 0,95 0,20 0,50 0,75 0,85 0,90 0,95

1

Tabel 2.8. Faktor Keutamaan untuk Berbagai Gedung dan Bangunan

Kategori gedung Faktor Keutamaan

I1 I2 I

Gedung umum seperti untuk

penghunian, perniagaan dan

perkantoran

1,0 1,0 1,0

Monumen dan bangunan monumental 1,0 1,6 1,6

Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio dan televise

1,4 1,0 1,4

Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun

1,6 1,0 1,6

Cerobong, tangki di atas menara 1,5 1,0 1,5

Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung(SNI 03-1726-2002)

c) Daktilitas Struktur Gedung

Faktor daktilitas struktur gedung μ adalah rasio antara simpangan maksimum struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana pada saat mencapai kondisi diambang keruntuhan δm dan simpangan struktur gedung pada saat terjadinya pelelehan pertama δy, yaitu :

𝟏, 𝟎 ≤ 𝝁 = 𝜹𝒎

1

Dimana :

μ = 1,0 yaitu nilai faktor daktilitas untuk struktur bangunan gedung yang berperilaku elastik penuh.

μm = nilai faktor daktilitas maksimum yang dapat dikerahkan oleh sistem struktur bangunan gedung yang bersangkutan.

Tabel 2.9. Parameter Daktilitas Struktur Gedung

Sistem dan subsistem struktur gedung

Uraian sistem pemikul beban

gempa µm Rm

f Pers.

(39) 1. Sistem dinding penumpu

(Sistem struktur yang tidak memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Dinding penumpu atau sistem bresing memikul hampir semua beban gravitasi. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing).

1. Dinding geser beton bertulang 2,7 4,5 2,8 2. Dinding penumpu dengan

rangka baja ringan dan bresing tarik

1,8 2,8 2,2

3. Rangka bresing dimana bresingnya memikul beban gravitasi

a. Baja 2,8 4,4 2,2

b. Beton bertulang (tidak untuk Wilayah 5 & 6)

1,8 2,8 2,2

2. Sistem rangka gedung (Sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing).

1. Rangka bresing eksentris baja (RBE)

4,3 7,0 2,8

2. Dinding geser beton bertulang 3,3 5,5 2,8 3. Rangka bresing biasa

a. Baja 3,6 5,6 2,2

b. Beton bertulang (tidak untuk Wilayah 5 & 6)

1 4. Rangka bresing konsentrik

khusus

a. Baja 4,1 6,4 2,2

5. Dinding geser beton bertulang berangkai daktail

4,0 6,5 2,8

6. Dinding geser beton bertulang kantilever daktail penuh

3,6 6,0 2,8

7. Dinding geser beton bertulang kantilever daktail parsial

3,3 5,5 2,8

3. Sistem rangka pemikul momen (Sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul rangka pemikul momen terutama melalui mekanisme lentur)

1. Rangka pemikul momen khusus (SRPMK)

a. Baja 5,2 8,5 2,8

b. Beton bertulang 5,2 8,5 2,8 2. Rangka pemikul momen

menengah beton (SRPMM)

3,3 5,5 2,8

3. Rangka pemikul momen biasa (SRPMB)

a. Baja 2,7 4,5 2,8

b. Beton bertulang 2,1 3,5 2,8 4. Rangka batang baja pemikul

momen khusus (SRPMK)

4,0 6,5 2,8

4. Sistem ganda

(Terdiri dari : 1) rangka ruang yang memikul seluruh beban gravitasi; 2) pemikul beban lateral berupa dinding geser atau rangka bresing

1. Dinding geser

a. Beton bertulang dengan SRPMK beton bertulang

5,2 8,5 2,8

1 dengan rangka pemikul momen.

Rangka pemikul momen harus direncanakan secara terpisah mampu memikul sekurang-kurangnya 25% dari seluruh beban lateral; 3) kedua sistem harus direncakan untuk memikul secara bersama-sama seluruh beban lateral dengan memperhatikan interaksi/sistem ganda)

dengan SRPMB baja c. Beton bertulang dengan SRPMM beton bertulang

4,0 6,5 2,8

2. RBE baja

a. Dengan SRPMK baja 5,2 8,5 2,8 b. Dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8 3. Rangka bresing biasa

a. Baja dengan SRPMK baja 4,0 6,5 2,8 b. Baja dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8

c. Beton bertulang dengan SRPMK beton bertulang (tidak untuk Wilayah 5 & 6)

4,0 6,5 2,8

d. Beton bertulang dengan SRPMM beton bertulang (tidak untuk Wilayah 5 & 6)

2,6 4,2 2,8

4. Rangka bresing konsentrik khusus a. Baja dengan SRPMK baja 4,6 7,5 2,8 b. Baja dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8

5. Sistem struktur gedung kolom kantilever : (Sistem struktur yang

1 memanfaatkan kolom kantilever

untuk memikul beban lateral 6. Sistem interaksi dinding geser dengan rangka

Beton bertulang biasa (tidak untuk Wilayah 5 & 6)

3,4 5,5 2,8

7. Subsistem tunggal

(Subsistem struktur bidang yang membentuk struktur gedung secara keseluruhan)

1. Rangka terbuka baja 5,2 8,5 2,8 2. Rangka terbuka beton

bertulang

5,2 8,5 2,8

3. Rangka terbuka beton bertulang dengan balok beton pratekan (tergantung pada indeks baja total)

3,3 5,5 2,8

4. Dinding geser beton bertulang berangkai daktail penuh

4,0 6,5 2,8

5. Dinding geser beton bertulang kantilever parsial

3,3 5,5 2,8

Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur Bangunan Gedung(SNI 03-1726-2002)

d) Pembatasang Waktu Getar

Untuk mencegah penggunaan struktur yang terlalu fleksibel, nilai waktu getar struktur fundamental harus dibatasi. Dalam SNI 03-1726-2002 Kota Semarang masuk dalam wilayah gempa 2 diberikan batasan sebagai berikut :

𝑻 < 𝜉𝑛 Dimana :

T = waktu getar struktur fundamental n = jumlah tingkat gedung

1

Tabel 2.10.Koefisien Pembatas

Wilayah Gempa Koefisien Pembatas (ς)

1 0,20 2 0,19 3 0,18 4 0,17 5 0,16 6 0,15

Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002)

e) Jenis tanah

Pengaruh gempa rencana di muka tanah harus ditentukan dari hasil analisis perambatan gelombang gempa dari kedalaman batuan dasar ke muka tanah denganpercepatan puncak untuk batuan dasar.

Gelombang gempa merambat melalui batuan dasar di bawah permukaan tanah dari kedalaman batuan dasar ini gelombang gempa merambat ke permukaan tanah sambil mengalami pembesaran atau amplifikasi bergantung pada jenis lapisan tanah yang berada jenis lapisan tanah yang berada di atas batuan dasar tersebut. Ada 3 kriteria yang dipakai untuk mendefinisikan batuan dasar yaitu standar penetrasi test (N), kecepatan rambat gelombang dgeser (Vs) dan kekuatan geser tanah (Su).

Jenis tanah ditetapkan sebagai tanah keras, tanah sedang dan tanah lunak, apabila untuk lapisan setebal 30 m paling atas dipenuhi syarat-syarat yang terdapat dalam tabel.

1

Tabel 2.11. Jenis-Jenis Tanah

Jenis tanah Vs (m/dt) N Su (Kpa)

Keras Vs ≥ 350 N ≥ 50 Su ≥ 100

Sedang 175 ≤ Vs < 350 15 ≤ N < 50 50 ≤ Su < 100 Lunak Vs < 175 N <15 Su < 50 Khusus Diperlukan evaluasi khusus ditiap lokasi

Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002)

Perhitungan nilai hasil penetrasi standar rata-rata (N) : 𝑵 = 𝒎𝒊=𝟏𝒕𝒊 𝒕𝒊 𝑵𝒊 𝒎 𝒊=𝟏 Dimana :

Ti = tebal lapisan tanah ke i

Ni = nilai hasil test penetrasi standar lapisan tanah ke – i M = jumlah lapisan tanah yang ada di atas batuan dasa

2. Beban angin

beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara (PPPURG 1987),. Beban angin yang berdasarkan PPPURG 1987 ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan negatif yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau.

2.5.2. Perencanaan Pembebanan

Untuk keperluan desain perlu diperhitungkan kemungkinan terjadinya kombinasi pembebanan (Load Combination) dan beberapa kasus beban yang dapat bekerja secara bersamaan selama umur rencana. Kombinasi pembebanan ini disebabkan oleh bekerjanya beban mati, beban hidup dan beban gempa. Nilai-nilai tersebut dikalikan dengan suatu faktor beban, dengan tujuan agar

1

struktur dan komponennya memenuhi syarat kekuatan dan layak pakai terhadap berbagai kombinasi pembebanan.

Untuk perencanaan beton bertulang, kombinasi pembebanan ditentukan berdasarkan “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung “(SNI 03 – 2847 – 2002) sebagai berikut :

Kombinasi pembebanan : U = 1,4 D

U = 1,2 D + 1,6 L

U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E Dimana : D = beban mati

L = beban hidup E = beban gempa

Dalam menentukan kuat recana suatu komponen struktur, maka kuat minimalnya harus direduksi dengan factor reduksi keuatan sesuai dengan sifat beban, hal ini dikarenakan adanya ketidakpastian kekuatan bahan terhadap pembebanan.

Dokumen terkait