Berisikan tentang anggaran biaya sesuai dengan daftar analisa satuan pekerjaan, volume pekerjaan dan pembuatan time schedule langkah kerja yang telah direncanakan.
BAB VII Penutup
Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran yang bisa diberikan dari hasil Perencanaan Struktur Gedung Lima Lantai Kantor Polda Jawa Tengah
5
2.1. Tinjauan Umum
Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau didalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan social, budaya, maupu kegiatan khusus (UU No.28/2002).
Dalam tahapan perencanaan struktur gedung lima lantai kantor Polda Jawa Tengah ini perlu dilakukan pendekatan ilmu perencanaan dan konstruksi bangunan. Dimana konstuksi tersebut harus memenuhi persyaratan – persyaratan yang telah ditetapkan antara lain pesyaratan keamanan, bahaya kebakaran dan persyaratan kesehatan. Dalam perencanaan juga harus di utamakan kekuatan struktur harus kuat menahan beban yang ada di atasnya, beban horizontal seperti beban angin dan juga dengan mengeluarkan biaya yang ekonomis.
Pada bab ini akan dijelaskan langkah – langkah dalam perhitungan struktur mulai dari perhitungan rangka atap, pelat, balok, kolom dan tangga sampai dengan perhitungan struktur pondasi. Perhitungan ini diperlukan agar dalam pelaksanaan pembangunannya tidak mengalami kegagalan konstruksi.
2.2. Pedoman Yang Dipakai
Dalam perencanaan struktur gedung bertingkat harus mengacu pada syarat – syarat dan ketentuan yang berlaku dalam SNI perencanaan gedung. Adapun syarat – syarat dan ketentuan serta rumus yang berlaku terdapat pada buku pedoman sebagai berikut :
1. Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung (SNI 03-1726-2012).
2. Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI T-15-03-2002).
3. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847- 2013).
1
4. Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung (SNI 03 – 1729 – 2002)
5. Pedoman Perencanaan Pembangunan untuk Rumah dan Gedung (PPURG 1987).
2.3. Mutu Bahan
Dalam perencanaan Pembangunan Gedung Lima Lantai Kantor Polda Jateng, digunakan bahan/ material dengan spesifikasi seperti dibawah ini :
Beton : (Fc) = 30 Mpa : (Fc) = 35 Mpa
Baja : Fy = 240 Mpa (Tulangan Sengkang) Ec = 4700 Fc
= 25742,96 Mpa Es = 2,1 x 106 Kg/cm2
= 2,1 x 105 Mpa
2.4. Konsep Perencanaan Struktur
Dalam perencanaan struktur konstruksi suatu bangunan, perlu diperhatikan konsep desain untuk pemilihan elemen baik secara struktural maupun fungsional. Dalam perencanaan kali ini ditinjau perencanaan struktur gedung berdasarkan beban lateral dan beban gempa.
2.4.1. Desain Terhadap Beban Lateral
Hal penting pada struktur bangunan tinggi adalah stabilitas dan kemampuannya untuk menahan gaya lateral, baik yang disebabkan oleh angin maupun gempa bumi (Juwana, 2005). Beban angin lebih terkait pada dimensi ketinggian bangunan, sedangkan beban gempa lebih terkait pada masa bangunan. Kolom pada bangunan tinggi perlu diperkokoh dengan system pengaku untuk dapat menahan gaya lateral, agar deformasi yang terjadi akibat gaya horizontal tidak melampaui ketentuan yang disyaratkan. Pengaku gaya lateral yang lazim digunakan adalah portal penahan momen, dinding geser atau rangka pengaku.
1
Setiap struktur harus dianalisis untuk pengaruh gaya lateral static dan gaya dinamis yang diaplikasikan secara independent di kedua arah orthogonal. Pada setiap arah yang ditinjau, gaya lateral harus diaplikasikan secara simultan di tiap lantai. Untuk tujuan analisis, gaya lateral tiap lantai dihitung sebagai berikut (SNI 1726 : 2012) :
Fx = 0,01.Wx Dimana :
Fx = gaya lateral rencana yang dipalikasikan pada lantai x
Wx = bagian beban mati total seluruh struktur yang bekerja pada lantai x.
2.4.2. Analisis Struktur Terhadap Gempa
Pada Perencanaan Struktur Gedung Lima Lantai Kantor Polda Jateng menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK). Struktur bangunan gedung harus diklasifikasikan sebagai beraturan atau tidak beraturan. Struktur yang tidak memenuhi ketentuan di atas ditetapkan sebagai gedung tidakberaturan horizontal dan vertikal bangunan gedung.
Untuk struktur gedung beraturan, pengaruh gempa rencana dapat ditinjau sebagai pengaruh beban gempa ekuivalen, sehingga analisisnya dilakukan berdasarkan analisis statik ekuivalen. Sedangkan untuk gedung yang tidak memenuhi kriteria tersebut, ditetapkan sebagai gedung tidakberaturan dengan pengaruh beban rencana ditinjau sebagai pengaruh pembebanan dinamik dan analisisnya dilakukan berdasarkan analisis respons dinamik.
2.4.2.1. Perencanaan Struktur Gedung Simetris
Struktur gedung beraturan dapat direncakan terhadap pembebanan gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana dalam arah masing-masing sumbu utama denah tersebut.
Pembebanan gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana pada struktur gedung beraturan ditampilkan sebagai beban-beban gempa nominal statik ekuivalen yang menagkap pada pusat masa lantai-lantai bertingkat.
a. Beban Geser Dasar Nominal Statik Ekuivalen (V) yang terjadi ditingkat dasar dapat dihitung menurut persamaan :
1
𝑽 = 𝑪 . 𝑰 𝑹 𝑾𝒕 Dimana :
I = faktor keutamaan struktur (tabel 2.6).
C = nilai faktor respon gempa yang didapat dari respon spektrum gempa rencana untuk waktu getar alami fundamental T.
Wt = berat total gedung termasuk beban bidup yang sesuai. b. Beban Geser Dasar Nominal V harus dibagikan sepanjang tinggi
struktur gedung menjadi beban gempa nominal statik ekuivalen (Fi) yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-I, menurut persamaan : 𝑭 = 𝑾𝒊 . 𝒁𝒊 (𝑾𝒊 . 𝒁𝒊 𝒏 𝒊=𝟏 ) 𝑽𝒙 Dimana :
Wi = berat lantai tingkat ke-I, termasuk beban hidup yang sesusai.
Zi = ketinggian lantai tingakt ke-I diukur dari taraf penjepitan lateral
n = nomor lantai tingkat paling atas
c. Rasio perbandingan antara tinggi struktur gedung dan ukuran denahnya dalam arah pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka nilai 0,1 V harus dianggap sebagai beban horizontal terpusat yang meangkap pada pusat massa lantai tingkat paling atas, sedangkan 0,9 V sisanya dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen.
d. Waktu getar alami fundamental struktur gedung beraturan dalam arah masing-masing sumbu utama dapat ditentukan dengan rumus Reyleigh sebagai berikut :
1 𝑻 = 𝟔, 𝟑 𝑾𝒊 . 𝒅𝒊 𝒏 𝒊=𝟏 ² 𝒈 . 𝒏 𝑭𝒊 . 𝒅𝒊 𝒊=𝟏 Dimana :
di = simpangan horizontal lantai tingkat ke-I dinyatakan dalam mm.
g = percepatan gravitasi yang ditetapkan sebesar 9,81 mm/dt². e. Apabila aktu getar alami fundamental Ti struktur gedung untuk
penentuan faktor respon gempa C ditentukan dengan rumus empirik atau didapat dari hasil analisis fibrasi bebas 3 dimensi, nilainya tidak boleh menyimpang melebihi 20% dari yang dihitung menurut rumus Rayleigh.
2.4.2.2. Perencanaan Struktur Gedung Asimetris
Perencanaan struktur gedung tidak beraturan dianalisis dengan analisis dinamik. Untuk analisis terhadap beban gempa dinamik, lantai-lantai dari bangunan dianggap sebagai diafragma kaku. Dengan model ini, massa-massa dari setiap bangunan dipusatkan pada titik berat lantai (model massa terpusat / lumped mass model).
1. Ketidakberaturan Horizontal
Struktur bangunan gedung yang mempunyai satu atau lebih tipe ketidakberaturan harus dianggap mempunyai ketidakberaturan struktur horizontal.
1
Tabel 2.1. Ketidakberaturan Horizontal pada Struktur
Tipe dan penjelasan ketidakberaturan Pasal referensi
Penerapan kategori desain
seismik
1a.
Ketidakberaturan torsi didefinisikan ada jika simpangan antar lantai tingkat maksimum, torsi yang dihitung termasuk tak terduga, di sebuah ujung struktur melintang terhadap sumbu lebih dari 1,2 kali simpangan antar lantai tingkat rata-rata dikedua ujung struktur. Persyaratan ketidakberaturan torsi dalam pasal-pasal referensi berlaku hanya untuk struktur dimana diafragmanya kaku atau setengah kaku.
7.3.3.4 7.7.3 7.8.4.3 7.12.1 Tabel 13 12.2.2 D, E, dan F B, C, D, E dan F C, D, E, dan F C, D, E, dan F D, E, dan F B, C, D, E, dan F 1b.
Ketidakberaturan torsi berlebihan didefinisikan ada jika simpangan antar lantai tingkat maksimum, torsi yang dihitung termasuk tak terduga, disebuah ujung struktur melintang terhadap sumbu lebih dari 1,4 kali simpangan antar lantai tingkat rata-rata dikedua ujung struktur. Persyaratan ketidakberaturan torsi berlebihan dalam pasal-pasal referensi berlaku hanya untuk struktur dimana diafragmanya kaku atau setengah kaku 7.3.3.1 7.3.3.4 7.7.3 7.8.4.3 7.12.1 Tabel 13 12.2.2 E dan F D B, C, dan D C dan D C dan D D B, C, dan F 2.
Ketidakberaturan sudut dalam didefiniskan ada jika kedua proyeksi denah struktur dari sudut dalam lebih besar dari 15 persen dimensi denah struktur dalam arah yang ditentukan
7.3.3.4 Tabel 13
D, E, dan F D, E, dan F
3.
Ketidakberaturan diskontinuitas difragma didefinisikan ada jika terdapat difragma dengan diskontinuitas atau variasi kekakuan mendadak, termasuk yang mempunyai daerah terpotong atau terbuka lebih besar dari 50 persen daerah difragma bruto yang melingkupinya, atau perubahan
7.3.3.4 Tabel 13
D, E, dan F D, E, dan F
1 kekakuan difragma efektif lebih dari 50 persen dari suatu
tingkat ke tingkat selanjutnya
4.
Ketidakberaturan pergeseran melintang terhadap bidang didefinisikan ada jika terdapat diskontuinitas dalam lintasan tahanan gaya lateral, seperti pergeseran melintang terhadap bidang elemen vertical
7.3.3.3 7.3.3.4 7.7.3 Tabel 13 12.2.2 B, C, D, E, dan F D, E, dan F B, C, D, E, dan F D, E, dan F B, C, D, E, dan F 5.
Ketidakberaturan sistem nonparalel didefinisikan ada jika elemen penahan gaya lateral vertikal tidak paralel atau simetris terhadap sumbu-sumbu ortogonal utama sistem penahan gaya gempa
7.5.3 7.7.3 Tabel 13 12.2.2 C, D, E, dan F B, C, D, E, dan F D, E, dan F B, C, D, E, dan F
(Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung SNI 1726 : 2012 )
2. Ketidakberaturan Vertikal
Struktur bangunan bangunan gedung yang mempunyai satu atau lebih tipe ketidakberaturan harus dianggap mempunyai ketidakberaturan vertikal. Struktur dirancang untuk kategori desain seismik.
Tabel 2.2. Ketidakberaturan Vertikal pada Struktur
Tipe dan penjelasan ketidakberaturan Pasal referensi
Penerapan kategori desain
seismik
1a.
Ketidakberaturan Kekakuan Tingkat Lunak didefinisikan ada jika terdapat suatu tingkat dimana kekakuan lateralnya kurang dari 70 persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau
1 kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tifa
tingkat di atasnya
1b.
Ketidakberaturan Kekakuan Tingkat Lunak Berlebihan didefinisikan ada jika terdapat suatu tingkat dimana kekakuan lateralnya kurang dari 60 persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 70 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya
7.3.3.1 Tabel 13
E, dan F D, E, dan F
2
Ketidakberaturan Berat (Massa) didefinisikan ada jika massa efektif semua tingkat lebih dari 150 persen massa efektif tingkat didekatnya. Atap yang lebih ringan dari lantai di bawahnya tidak perlu ditinjau
Tabel 13 D,E, dan F
3
Ketidakberaturan Geometri Vertikal didefinisikan ada jika dimensi horizontal sistem penahan gaya gempa di semua tingkat lebih dari 130 persen dimensi horizontal sistem penahan gaya gempa tingkat didekatnya
Tabel 13 D,E, dan F
(Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur
Bangunan Gedung SNI 1726 : 2012 )
2.5. Perencanaan Struktur Bangunan 2.5.1. Pembebanan
Secara umum, beban luar yang bekerja pada struktur dapat dibedakan menjadi beban statis dan beban dinamis.
2.5.1.1. Beban Statis
Beban statis adalah beban yang bekerja secara terus – menerus pada suatu struktur. Beban statis juga diasumsikan dengan beban – beban yang secara perlahan – lahan timbul serta mempuyai variable besaran yang bersifat tetap (steady states). Dengan demikian, jika
1
suatu beban mempunyai perubahan intensitas yang berjalan cukup perlahan sedemikian rupa sehingga pengaruh waktu tidak dominan, maka beban tersebut dapat dikelompokkan sebagai beban statik (static
load). Deformasi dari struktur akibat beban statik akan mencapai
puncaknya jika beban ini mencapai nilainya yang maksimum. Beban statik pada umumnya dapat dibedakan menjadi beban mati dan beban hidup.
1. Beban Mati
Berdasarkan SNI – 1727 – 2013, beban mati adalah berat seluruh bahan konstruksi bangunan yang terpasang, termasuk dinding, lantai, atap, plafond, tangga, dinding partisi tetap, finishing, klading gedung dan komponen arsitektural dan struktal lainnya serta perlatan layan yang terpasang termasuk berat keran.. Semua metode untuk menghitung beban mati sebuah elemen adalah berdasarkan atas tinjauan berat satuan material yang terlihat dan berdasarkan volume elemen tersebut.
Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung tahun 1987 beban mati pada struktur terbagi menjadi 2, yaitu beban mati akibat bahan bangunan dan beban mati akibat komponen gedung.
Tabel 2.3. Berat Sendiri Bahan Bangunan
Material Berat
Baja 7850 kg/m3
Beton Bertulang 2400 kg/m3
(Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987)
1
Tabel 2.4. Berat Sendiri Komponen Gedung
Material Berat
Adukan semen per cm tebal 21 kg/m2
Dinding pasangan bata merah setengah batu
Langit-langit
Eternit, tebal maksimum 4mm Penggantung langit-langit kayu
(max. 5 m)
250 kg/m2 11 kg/m2
7 kg/m2
Penutup lantai keramik 24 kg/m2
(Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987)
2. Beban Hidup
beban hidup berdasarkan SNI – 1727 – 2013 adalah beban yang diakibatkan oleh pengguna dan penghuni gedung atau pekerja, peralatan lain yang tidak teramasuk beban konstruksi dan beban lingkungan, seperti beban angin, beban hujan, beban gempa, beban banjir atau beban mati.
Tabel 2.5. Beban Hidup pada Lantai Gedung
No. Penggunaan Berat Keterangan
1 lantai dan tangga rumah tinggal
200 kg/m² (kecuali yang
disebut pada no. 2)
2 - lantai dan tangga rumah tinggal sederhana
125 kg/m²
- gudang-gudang selain untuk toko, pabrik, bengkel
3 - sekolah dan ruang kuliah 250 kg/m²
- Kantor - toko, toserba
1 - Restoran - hotel, asrama - rumah sakit 4 ruang olahraga 400 kg/m² 5 ruang dansa 500 kg/m²
6 lantai dan balkon dalam dari ruang pertemuan 400 kg/m² (masjid, gereja, ruang pagelaran/rapat, bioskop dengan tempat duduk tetap)
7 panggung penonton 500 kg/m² (tempat duduk
tidak tetap / penonton yang berdiri)
8 tangga, bordes tangga dan gang
300 kg/m² (no. 3)
9 tangga, bordes tangga dan gang
500 kg/m² (no. 4, 5, 6, 7)
10 ruang pelengkap 250 kg/m² (no. 3, 4, 5, 6, 7)
11 - pabrik, bengkel, gudang 400 kg/m² (minimum)
- perpustakan, ruang arsip, toko buku
- ruang alat dan mesin
12 gedung parkir bertingkat :
- lantai bawah 800 kg/m²
- lantai tingkat lainnya 400 kg/m² 13 balkon yang menjorok
bebas keluar
300 kg/m² (minimum)
(Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan
Gedung 1987)
Tabel 2.6. Beban Hidup pada Atap Gedung
No. Bagian atap Berat Keterangan
1 atap / bagiannya yang dapat dacapai orang, termasuk kanopi
100 kg/m² (atap dak)
2 atap / bagiannya yang tak dapat dicapai orang (diambil minimum) :
- beban hujan (40 -
0,8 s )
kg/m² (s = sudut atap, min. 20 kg/m2, tak perlu ditinjau bila s > 50° )
- beban terpusat 100 kg/m²
3 balok / gording tepi bagian kantilever
200 kg/m²
1
2.5.1.2. Beban Dinamis
Beban dinamis adalah beban yang bekerja secara tiba – tiba pada struktur. Pada umumnya beban ini tidak bersifat tetap (unsteady-state) serta mempunyai karakteristik besaran dan arah yang berubah dengan cepat. Deforamsi pada struktur akibat beban dinamik ini uga akan berubah – ubah secara cepat. Beban dinamis seperti beban akibat getaran gempa atau angin.
1. Beban gempa
Gempa bumi adalah fenomena getaran yang dikatikan dengan kejutan pada kerak bumi. Pada saat bangunan bergetar, maka timbul gaya – gaya pada struktur bangunan karena adanya kecendrungan massa bangunan untuk mempertahankan dirinya dari gerakan. Gaya yang timbul disebut gaya inersia.
Menurut PPPURG 1987, beban gempa adalah semua beban statik ekuivalen yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari getaran tanah akibat gempa itu. Dalam hal pengaruh gempa pada struktur gedung ditentukan berdasarkan suatu analisa dinamik, maka yang diartikan dengan beban gempa disini adalah gaya-gaya di dalam struktur tersebut yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa itu.
Dalam menentukan factor respon gempa (C) dapat ditentukan dari diagram spectrum gempa rencana sesuai dengan wilayah gempa dan kondisi jenis tanahnya untuk waktu getar alami fundamental.
a) Wilayah Gempa dan Spektrum Respon
Besar kecilnya beban gempa yang diterima suatu strukturtergantung pada lokasi dimana struktur bangunan tersebut akan dibangun seperti terlihat pada Gambar Peta Wilayah Gempa berikut.
1
Gambar 2.1. Peta Wilayah Gempa Indonesia
Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur Bangunan Gedung(SNI1726-2012)
Harga dari faktor respon gempa (C) dapat ditentukan dari Diagram Spektrum Gempa Rencana, sesuai dengan wilayah gempa dan kondisi jenis tanahnya untuk waktu getar alami fundamental.
Gambar 2.2. Spektrum Respons
Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur Bangunan Gedung(SNI 03-1726-2002)
1
Tabel 2.7.Spektrum Respons Gempa Rencana
Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur Bangunan Gedung(SNI 03-1726-2002)
b) Faktor Keutamaan Gedung
Faktor keutamaan gedung adalah suatu koefisien yang diadakan untuk memperpanjang waktu ulang dari kerusakan struktur – struktur gedung yang relatif lebih utama, untuk menanamkan modal yang relatif besar pada gedung itu. Waktu ulang dari kerusakan struktur gedung akibat gempa akan diperpanjang dengan pemakaian suatu faktor keutamaan. Faktor keutamaan I menurut persamaan :
𝑰 = 𝑰𝟏 𝒙 𝑰𝟐 Dimana :
𝐼1 = faktor keutamaan untuk menyesuaikan periode ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa selama umur gedung,
𝐼2 = faktor keutamaan untuk menyesuaikan umur gedung tersebut. Wilayah Gempa Tanah Keras Tc = 0,5 det. Tanah Sedang Tc = 0,6 det. Tanah Lunak Tc = 1,0 det. Am Ar Am Ar Am Ar 1 2 3 4 5 6 0,10 0,30 0,45 0,60 0,70 0,83 0,05 0,15 0,23 0,30 0,35 0,42 0,13 0,38 0,55 0,70 0,83 0,90 0,08 0,23 0,33 0,42 0,50 0,54 0,20 0,50 0,75 0,85 0,90 0,95 0,20 0,50 0,75 0,85 0,90 0,95
1
Tabel 2.8. Faktor Keutamaan untuk Berbagai Gedung dan Bangunan
Kategori gedung Faktor Keutamaan
I1 I2 I
Gedung umum seperti untuk
penghunian, perniagaan dan
perkantoran
1,0 1,0 1,0
Monumen dan bangunan monumental 1,0 1,6 1,6
Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio dan televise
1,4 1,0 1,4
Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun
1,6 1,0 1,6
Cerobong, tangki di atas menara 1,5 1,0 1,5
Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung(SNI 03-1726-2002)
c) Daktilitas Struktur Gedung
Faktor daktilitas struktur gedung μ adalah rasio antara simpangan maksimum struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana pada saat mencapai kondisi diambang keruntuhan δm dan simpangan struktur gedung pada saat terjadinya pelelehan pertama δy, yaitu :
𝟏, 𝟎 ≤ 𝝁 = 𝜹𝒎
1
Dimana :
μ = 1,0 yaitu nilai faktor daktilitas untuk struktur bangunan gedung yang berperilaku elastik penuh.
μm = nilai faktor daktilitas maksimum yang dapat dikerahkan oleh sistem struktur bangunan gedung yang bersangkutan.
Tabel 2.9. Parameter Daktilitas Struktur Gedung
Sistem dan subsistem struktur gedung
Uraian sistem pemikul beban
gempa µm Rm
f Pers.
(39) 1. Sistem dinding penumpu
(Sistem struktur yang tidak memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Dinding penumpu atau sistem bresing memikul hampir semua beban gravitasi. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing).
1. Dinding geser beton bertulang 2,7 4,5 2,8 2. Dinding penumpu dengan
rangka baja ringan dan bresing tarik
1,8 2,8 2,2
3. Rangka bresing dimana bresingnya memikul beban gravitasi
a. Baja 2,8 4,4 2,2
b. Beton bertulang (tidak untuk Wilayah 5 & 6)
1,8 2,8 2,2
2. Sistem rangka gedung (Sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing).
1. Rangka bresing eksentris baja (RBE)
4,3 7,0 2,8
2. Dinding geser beton bertulang 3,3 5,5 2,8 3. Rangka bresing biasa
a. Baja 3,6 5,6 2,2
b. Beton bertulang (tidak untuk Wilayah 5 & 6)
1 4. Rangka bresing konsentrik
khusus
a. Baja 4,1 6,4 2,2
5. Dinding geser beton bertulang berangkai daktail
4,0 6,5 2,8
6. Dinding geser beton bertulang kantilever daktail penuh
3,6 6,0 2,8
7. Dinding geser beton bertulang kantilever daktail parsial
3,3 5,5 2,8
3. Sistem rangka pemikul momen (Sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul rangka pemikul momen terutama melalui mekanisme lentur)
1. Rangka pemikul momen khusus (SRPMK)
a. Baja 5,2 8,5 2,8
b. Beton bertulang 5,2 8,5 2,8 2. Rangka pemikul momen
menengah beton (SRPMM)
3,3 5,5 2,8
3. Rangka pemikul momen biasa (SRPMB)
a. Baja 2,7 4,5 2,8
b. Beton bertulang 2,1 3,5 2,8 4. Rangka batang baja pemikul
momen khusus (SRPMK)
4,0 6,5 2,8
4. Sistem ganda
(Terdiri dari : 1) rangka ruang yang memikul seluruh beban gravitasi; 2) pemikul beban lateral berupa dinding geser atau rangka bresing
1. Dinding geser
a. Beton bertulang dengan SRPMK beton bertulang
5,2 8,5 2,8
1 dengan rangka pemikul momen.
Rangka pemikul momen harus direncanakan secara terpisah mampu memikul sekurang-kurangnya 25% dari seluruh beban lateral; 3) kedua sistem harus direncakan untuk memikul secara bersama-sama seluruh beban lateral dengan memperhatikan interaksi/sistem ganda)
dengan SRPMB baja c. Beton bertulang dengan SRPMM beton bertulang
4,0 6,5 2,8
2. RBE baja
a. Dengan SRPMK baja 5,2 8,5 2,8 b. Dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8 3. Rangka bresing biasa
a. Baja dengan SRPMK baja 4,0 6,5 2,8 b. Baja dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8
c. Beton bertulang dengan SRPMK beton bertulang (tidak untuk Wilayah 5 & 6)
4,0 6,5 2,8
d. Beton bertulang dengan SRPMM beton bertulang (tidak untuk Wilayah 5 & 6)
2,6 4,2 2,8
4. Rangka bresing konsentrik khusus a. Baja dengan SRPMK baja 4,6 7,5 2,8 b. Baja dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8
5. Sistem struktur gedung kolom kantilever : (Sistem struktur yang
1 memanfaatkan kolom kantilever
untuk memikul beban lateral 6. Sistem interaksi dinding geser dengan rangka
Beton bertulang biasa (tidak untuk Wilayah 5 & 6)
3,4 5,5 2,8
7. Subsistem tunggal
(Subsistem struktur bidang yang membentuk struktur gedung secara keseluruhan)
1. Rangka terbuka baja 5,2 8,5 2,8 2. Rangka terbuka beton
bertulang
5,2 8,5 2,8
3. Rangka terbuka beton bertulang dengan balok beton pratekan (tergantung pada indeks baja total)
3,3 5,5 2,8
4. Dinding geser beton bertulang berangkai daktail penuh
4,0 6,5 2,8
5. Dinding geser beton bertulang kantilever parsial
3,3 5,5 2,8
Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur Bangunan Gedung(SNI 03-1726-2002)
d) Pembatasang Waktu Getar
Untuk mencegah penggunaan struktur yang terlalu fleksibel, nilai waktu getar struktur fundamental harus dibatasi. Dalam SNI 03-1726-2002 Kota Semarang masuk dalam wilayah gempa 2 diberikan batasan sebagai berikut :
𝑻 < 𝜉𝑛 Dimana :
T = waktu getar struktur fundamental n = jumlah tingkat gedung
1
Tabel 2.10.Koefisien Pembatas
Wilayah Gempa Koefisien Pembatas (ς)
1 0,20 2 0,19 3 0,18 4 0,17 5 0,16 6 0,15
Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002)
e) Jenis tanah
Pengaruh gempa rencana di muka tanah harus ditentukan dari hasil analisis perambatan gelombang gempa dari kedalaman batuan dasar ke muka tanah denganpercepatan puncak untuk batuan dasar.
Gelombang gempa merambat melalui batuan dasar di bawah permukaan tanah dari kedalaman batuan dasar ini gelombang gempa merambat ke permukaan tanah sambil mengalami pembesaran atau amplifikasi bergantung pada jenis lapisan tanah yang berada jenis lapisan tanah yang berada di atas batuan dasar tersebut. Ada 3 kriteria yang dipakai untuk mendefinisikan batuan dasar yaitu standar penetrasi test (N), kecepatan rambat gelombang dgeser (Vs) dan kekuatan geser tanah (Su).
Jenis tanah ditetapkan sebagai tanah keras, tanah sedang dan tanah lunak, apabila untuk lapisan setebal 30 m paling atas dipenuhi syarat-syarat yang terdapat dalam tabel.
1
Tabel 2.11. Jenis-Jenis Tanah
Jenis tanah Vs (m/dt) N Su (Kpa)
Keras Vs ≥ 350 N ≥ 50 Su ≥ 100
Sedang 175 ≤ Vs < 350 15 ≤ N < 50 50 ≤ Su < 100 Lunak Vs < 175 N <15 Su < 50 Khusus Diperlukan evaluasi khusus ditiap lokasi
Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002)
Perhitungan nilai hasil penetrasi standar rata-rata (N) : 𝑵 = 𝒎𝒊=𝟏𝒕𝒊 𝒕𝒊 𝑵𝒊 𝒎 𝒊=𝟏 Dimana :
Ti = tebal lapisan tanah ke i
Ni = nilai hasil test penetrasi standar lapisan tanah ke – i M = jumlah lapisan tanah yang ada di atas batuan dasa
2. Beban angin
beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan