• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bebas kendali (free-rein)

Dalam dokumen Vol.11 No.4 Des 2010 (Halaman 130-135)

KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF DALAM ORGANISASI PADA INDUSTRI SKALA KECIL MENENGAH

3. Bebas kendali (free-rein)

Tipe kepemimpinan bebas kendali mempunyai peran yang kecil dan mem- berikan peluang kepada kelompok untuk menentukan pilihannya sendiri dan memberikan peluang kepada kelompok untuk menentukan pilihannya sendiri dan pada umumnya mempunyai kecenderungan akan terjadinya kekacauan.

Sebagai pengembangan, maka para ahli berusaha dapat menentukan mana di antara ketiga gaya kepemimpinan itu yang paling efektif untuk kepentingan organisasi atau perusahaan. Salah satu pendekatan yang dikenal dalam menjalankan gaya kepemimpinan adalah empat sistem manajemen yang dikembangkan oleh Rensis Likert (1986). Empat system tersebut terdiri dari:

Sistem 1, otoritatif dan eksploitif :

manajer membuat semua keputusan yang berhubungan dengan kerja dan memer- intah para bawahan/karyawan untuk melaksanakannya. Standar dan metode pelaksanaan juga secara kaku ditetapkan oleh manajer.

Sistem 2, otoritatif dan benevolent:

manajer tetap menentukan perintah-perintah, tetapi memberi bawahan kebebasan untuk memberikan komentar terhadap perintah-perintah tersebut. Bawahan juga diberi berbagai fleksibilitas untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dalam batas- batas dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan.

Sistem 3, konsultatif:

manajer menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah setelah hal- hal itu didiskusikan dahulu dengan bawahan. Karyawan dapat membuat kepu- tusan-keputusan mereka sendiri tentang cara pelaksanaan tugas. Penghargaan lebih digunakan untuk memotivasi bawahan/karyawan daripada ancaman huku-

man.

Sistem 4, partisipatif :

adalah sistem yang paling ideal menurut Likert tentang cara bagaimana organisasi seharusnya berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan dan keputusan-keputusan kerja dibuat oleh kelompok. Bila manajer secara formal yang membuat keputusan, mereka melakukan setelah mempertimbangkan saran dan pendapat dari para anggota kelompok. Untuk memotivasi bawahan/karyawan, manajer tidak hanya mempergunakan penghargaan-penghargaan ekonomis tetapi juga mencoba memberikan kepada bawahan/karyawan perasaan yang dibutuhkan dan penting.

Menurut Peter Drucker (1979), pemimpin sangat perlu mengembangkan be- berapa kecakapan:

Nur Faliza, Kepemimpinan yang Efektif dalam Organisasi pada Industri…………. 369

1. Obyektivitas terhadap hubungan-hubungan serta perilaku manusia. Maksudnya

pemimpin harus memandang bawahan/karyawan serta perilaku mereka secara obyektif, tanpa berprasangka dan tanpa emosi.

2. Cakap berkomunikasi di dalam perusahaan maupun masyarakat. Maksudnya

pemimpin harus mampu berbicara dan menulis secara terus terang serta menyimpulkan dengan teliti pernyataan-pernyataan dari orang lain. Pemimpin harus mudah didekati, mengenal kelompok-kelompok dan pemimpin informalnya, menyeluruh memberitahukan tujuan dan berusaha untuk bekerja sama dengan orang lain.

3. Ketegasan. Maksdunya kemampuan untuk memproyeksikan diri secara mental

dan emosional ke dalam posisi seorang pengikut. Kemampuan ini menolong pemimpin untuk memahami pandangan, keyakinan dan tindakan bawahannya.

4. Sadar akan diri sendiri. Maksudnya pemimpin perlu mengetahui kesan apa yang

dibuatnya pada orang lain. Pemimpin harus berusaha untuk memenuhi peran yang diharapkan oleh para pengikut.

5. Mengajarkan. Maksudnya pemimpin harus mampu untuk menggunakan

kecakapan untuk pedoman, dan pembetulan dalam pemberian petunjuk dengan contoh-contoh.

Menurut Manz dan Sim (2001) banyak organisasi kini mengandalkan keunggulan organisasi atas pengetahuan dan informasi yang dibantu oleh bawahan/karyawan yang berpengetehuan, dan juga tuntutan kondisis para karyawan yang cenderung lebih berdaya sehingga muncul kebutuhan pemimpin yang memiliki gaya “ Superleadership”. Tipe ini dimasa depan akan sangat dibutuhkan seiring dengan perubahan orientasi dalam memandang karyawan sebagai sumber asset keunggulan.

The Superleader adalah tipe kepemimpinan yang mengarahkan orang lain untuk

memimpin dirinya sendiri. Tipe pemimpin seperti ini dikenal juga sebagai pemimpin

yang memberdayakan orang lain (empowerment). Pemimpin menjadi “super” karena

memiliki kekuatan dan kearifan terhadap semua orang dengan membantu para bawahan/karyawan untuk mampu melepaskan diri dari belenggu ketidakmampuan

menyalurkan seluruh kemampuan dari pengikut dengan baik. SuperLeader melipat

gandakan kekuatan yang dimiliki melalui kekuatan orang lain. Tugas dari tipe pemimpin ini adalah membantu para karyawan untuk mengembangkan keterampilan

SelfLeadership-nya untuk disumbangkan sepenuhnya kepada organisasi. Superleader

mendorong pengikutnya untuk mau berinisiatif, bertanggungjawab, memiliki rasa percaya diri, mampu menyusun sasarannya sendiri, berpikir positif terhadap peluang

yang ada, dapat menyelesaikan persoalan sendiri. SuperLeader akan mendorong yang

lain untuk mengambil tanggungjawab daripada memberikan perintah.

Satu tantangan bagi super-Leadership adalah ia harus menjamin akan

kebutuhan informasi dan pengetahuan untuk melatih bawahan/karyawan menjadi

SelfLeadership. Masa lalu, posisi seorang pemimpin secara tidak langsung menjadi sorotan, tetapi dengan SuperLeadership sorotan kemudian beralih kepada para karyawan, karena justru karyawanlah lebih diharapkan untuk banyak mengambil peran pemimpin. Oleh karena itu para bawahan/karyawan akan cenderung lebih

diharapkan memiliki komitmen dan rasa kepemilikan yang luar biasa terhadap pekerjaannya.

Hal yang seringkali membingungkan adalah kata pemberdayaan

(empowerment) dengan serba membolehkan (permissiveness). Tetapi sebenarnya kata

tersebut merupakan dua hal yang sangat berbeda dalam kasus superLeadership.

Bawahan/karyawan yang SelfLeadership bukannya diizinkan atau memiliki hak

istimewa, tetapi suatu kejelasan atau penguatan terhadap fokus strategi melalui peningkatan keterampilan pengikut, kepercayaan diri, dan terutama pengetahuan dan informasi. Menjamin bahwa pengetahuan dan informasi senantiasa tersedia dalam organisasi karena itu merupakan wujud efektifnya SuperLeadership. Oleh karena itu pemimpin di era yang hiperkompetisi ini adalah seorang yang dapat menciptakan

sebuah perusahanyang bertumpu kepada orang memiliki selfLeader.

Satu hal yang perlu dipahami bahwa sebenarnya masing-masing tipe kepemimpinan memiliki keuntungan sendiri-sendiri. Namun perlu dicatat bahwa

hanya superLeadershiplah yang memiliki perspektif jangka panjang yang

mengkonsentrasikan diri pada pengembangan para karyawan. Memimpin orang lain untuk memimpin diri sendiri adalah tantangan yang paling utama bagi kepemimpinan di era yang penuh dengan persaingan.

Menurut hasil penelitian “ in search of the ASEAN leader” yang dilakukan

Christopher T. Selvarajah dan kawan-kawan yang dikutip oleh Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (LPPM) Jakarta (1998), kategori kepemimpinan yang efektif dibedakan berdasarkan: (1) kualitas pribadi, (2) perilaku manajerial, (3) tuntutan organisasional dan (4) pengaruh-pengaruh lingkungan.

Menurut Andriany dan Rusli (2008), perbedaan kepemimpinan dalam industri kecil dan menengah juga terlihat dari gaya kepemimpinan dan perilaku dasar pengambilan keputusan yang diterapkan pada kedua industri tersebut. Industri kecil, gaya kepemimpinan yang diterapkan adalah gaya instruksi dan konsultatif. Sedangkan pada industri menengah hanya gaya instruksi, dengan memberikan batasan kepada para pekerja dan tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Gaya konsultatif memberikan peluang kepada karyawan atau pekerja untuk terlibat dalam pengambilan keputusan pada bidang-bidang tertentu. Selanjutnya Andriany dan Rusli mengatakan bahwa efektivitas kepemimpinan diwujudkan dalam meningkatkan kinerja pekerja untuk mencapai tujuan perusahaan. Salah satu prisip kepemimpinan yang efektif adalah kemampuan dalam memenuhi kebutuhan bersama.

Kesimpulan

Saat ini daya saing organisasi sangat dipengaruhi oleh kepemilikan organisasi

sebagai usaha terhadap “knowledge worker”, karena pada hakekatnya merekalah

yang dapat menciptakan atau mengkreasikan pengetahuan yang bermuara kepada munculnya inovasi-inovasi. Namun disadari bahwa kemampuan karyawan untuk mengkreasikan pengetahuan tidak serta merta dapat dengan mudah tercipta, manakala mereka tidak diberi kondisi yang dapat mendukung aktivitas mereka. Hal yang sangat dibutuhkan sebenarnya oleh karyawan adalah diberikannya mereka kebebasan untuk berekspresi, berinisiatif, kreatif serta kewenangan yang dibutuhkan untuk mengambil

Nur Faliza, Kepemimpinan yang Efektif dalam Organisasi pada Industri…………. 371

keputusan yang berkaitan dengan bidang tugasnya. Jadi dari uraian di bab pembahasan dapat kita ambil kesimpulan tentang kepemimpinan yang efektif dalam organisasi ( industri kecil menengah) :

1) Setiap pemimpin harus memiliki keterampilan baik itu keterampilan konseptual,

hubungan antar pribadi/komunikasi maupun keterampilan teknik yang akan mempengaruhi cara pemimpin dalam mengelolan organisasi dan para karyawannya. Ketiga keterampilan ini mampu mempengaruhi kerja karyawan secara keseluruhan.

2) Kepemimpinan yang efektif tergantung dari situasi dan kondisi yang ada dalam

organisasi dan dari pengalaman pribadinya pada saat menangani masalah, dan juga suasana lapangan dapat menentukan perilaku kepemimpinan akan beorien- tasi kemana untuk menghasilkan kinerja dan kepuasan kerja bawahannya. Tidak ada gaya kepemimpinan yang sesuai bagi semua kondisi dalam suatu organisasi tetapi gaya kepemimpinan akan sangat efektif apabila dapat mengakomodasi lingkungannya (pengikut, atasan dan rekan kerjanya). Tentunya seorang pemim- pin harus mempunyai kewibawaan, kekuasaan untuk memerintah orang lain dan mempunyai kewajiban serta tanggungjawab terhadap masalah yamg telah mereka selesaikan.

3) Pada kenyataannya, pemimpin yang lebih berorientasi pada karyawan dalam

beberapa hal akan memberikan hasil-hasil yang lebih efektif. Ini tidak berarti pemimpin tersebut mengabaikan kebutuhan-kebutuhan produksi atau tugas dalam departemennya. Kepemimpinan yang berhasil menghendaki suatu pengertian yang mendalam terhadap bawahannya.

4) Pemberdayaan para karyawan dengan diberikannya wewenang yang lebih besar

kepada mereka untuk lebih mengatur dirinya sendiri dalam menjalankan tugas- tugasnya. Disinilah dibutuhkan pemimpin yang dapat mendorong para karyawan yang dapat memimpin dirinya sendiri (self- leader). Self-leader akan mendorong karyawan untuk lebih memilki tanggung jawab dan otonomi untuk mengatur dirinya sendiri. Lebih memfokuskan diri kepada strategi mempergunakan peri- laku,pemikiran dan perasaan untuk mempengaruhi dirinya sendiri. Pemimpin yang mendorong karyawan untuk dapat menjadi self-leadership disebut sebagai pemimpin yang memiliki gaya superleadership.

Referensi

Andriany dan Rusli, 2008. Kepemimpinan dan Tingkah Laku Kewiraswastaan

dalam Industri Skala Kecil Menengah. Solidality: Jurnal Terdisiplin Sosiologi, Komunikasi dan Ekologi Manusia, p 235-248.

Anoraga, Pandji, 1992, Manajemen Bisnis, Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Barrier, Michael, 1999. Leadership Employees Respect. Nation’s Business.

Davis, Keith and W. Newstrom, 1999, Perilaku Dalam Organisasi, Edisi Ketujuh

Terjemahan,Erlangga, Jakarta.

Drucker, Peter.F, 1979, Manajemen: Tugas, Tanggung jawab dan Praktek

Gibson, Ivancevich and Donnely, 1987, Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses, Edisi kelima, Terjemahan, Penerbit Erlangga, Jakarta. Jakarta, Penerbit Erlangga.

Garvin, David A, 2000. Learning in Action : A Guide to Putting The Learning

Orgaization to work. Boston, Massachusetts : Harvard Business School Press.

Hayati dan Sari, 2007. Keterampilan Kepemimpinan Pengusaha Industri Skala Kecil (Studi Kasus Pada Indusri Kecil di Bnadar lampung). Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol 22. No.2 p 197-214.

Kadarman, A.M., et.al, 1992, Pengantar Ilmu Manajemen: buku panduan mahasiswa

, Jakarta, A.A. Bakelma VitgeversB.V.

Kossen, Stan, 1986, Aspek Manusiawi dalam Organisasi, Terjemahan, Penerbit

Erlangga,

Likert, Rensis, 1986, Organisasi Manusia: Nilai dan Manajemen, Edisi Baru,

Terjemahan, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Management Skill Training for Middle Managers, Paket Program A, PT. BTDC, 1998, Lembaga Pendidikan Dan Pengembangan Manajemen.

Manz, Charles C & Henry P Sims Jr. 2001. The SuperLeadership : Leading

Others to Lead Themselves, San Francisco: NY: Berret- Koehler Publisher, Inc.

Robbins. 2008. Perilaku Organisasi : Konsep, Kontroversi, Aplikasi, Jilid 1. Edisi

Bahasa Indonesia. Jakarta: Prenhallindo.

____________2008. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi, Jilid 2. Edisi

Bahasa Indonesia. Jakarta: Prenhallindo.

Robert L. Katz. 2000. Skills of an Effective Administrator.

Sopiah, 2008, Perilaku Organisasional, Penerbit ANDI, Yogyakarta.

Stoner, James A.F., 1986, Manajemen, Jilid II, Edisi Kedua, Terjemahan, Penebit

Erlangga, Jakarta.

Sutisno, Edi. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Pertama. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group.

Vanany, Iwan (2002), Pilihan Strategi Unggulan Perusahaan Industri Manufaktur

Kecil dan Menengah (IMKM) (Studi Kasus : Beberapa Perusahaan IMKM di

Jawa Timur), Usahawan, No. 07 TH XXXI Juli.

Yukl, Gary. 1998. Kepemimpinan dalam Organissai ( Leadership in Organization). Edisi Bahasa Indonesia. Alih Bahasa Yusuf Udayana. Prehallindo, Jakarta.

Yanita, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Wirausaha…………. 373

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Dalam dokumen Vol.11 No.4 Des 2010 (Halaman 130-135)

Dokumen terkait