• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan

Hipertensi merupakan penyakit degeneratif yang banyak diderita penduduk seluruh dunia. Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan arteri sistemik secara kronis di atas nilai ambang tertentu (Giles et al. 2009). Pada orang dewasa yang berusia 18 tahun keatas, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik (SBP) sama atau lebih dari 140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik (DBP) sama atau lebih dari 90 mmHg di dasarkan pada rata-rata 2 atau lebih pengukuran (Nguyen et al. 2013). Prevalensi hipertensi di Indonesia pada penduduk berusia ≥ 18 tahun sebesar 25.8 %. Jawa Barat merupakan propinsi ke-4 setelah Bangka Belitung, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur yang memiliki prevalensi hipertensi lebih tinggi dari rerata nasional. Prevalensi hipertensi Propinsi Jawa Barat adalah 29.4 % (Kementerian Kesehatan 2013). Data ini didukung oleh hasil penelitian Pradono et al. (2013), yang meneliti faktor-faktor risiko hipertensi dan menyampaikan bahwa prevalensi hipertensi

pada kelompok umur ≥ 15 tahun di Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat sebesar 30.7 %. Selanjutnya Widjaya et al. (2013) telah meneliti 111 pasien di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, menyimpulkan bahwa dari 111 orang dewasa muda (18 – 25 tahun ), 34% mengalami prahipertensi dan 17.1 % mengalami hipertensi.

Hipertensi merupakan masalah yang kompleks, berkaitan dengan pola makan yang kurang baik, kurangnya aktifitas fisik, kelebihan berat badan, ras, faktor genetik, kebiasaan merokok, jenis kelamin, stress dan menurunnya kemampuan metabolik dan fungsional karena proses penuaan yang dikaitkan dengan usia (Adrogué dan Madias 2007; Hammami et al. 2011; Widjaja et al.

2013). Hipertensi tidak segera terdiagnosis karena tidak menampakkan gejala yang spesifik. Disisi lain penyakit ini sering diabaikan, terbukti dari jumlah penderita hipertensi yang terdeteksi hanya dua pertiga yang melakukan pengontrolan secara optimal (Nguyen et al. 2013). Hipertensi tidak terjadi secara langsung dan biasanya diawali dengan kenaikan tekanan darah secara bertahap dan terus menerus. Hipertensi diawali oleh prahipertensi, merupakan hipertensi tahap satu yang mempunyai tekanan darah sistolik berkisar antara 120-139 mmHg dan tekanan darah diastolik berkisar antara 80-89 mmHg. Menurut Kung dan Xu (2015), tingkat kematian akibat hipertensi terkait usia mencapai 23.1%, dengan demikian diperlukan berbagai upaya untuk mendeteksi hipertensi sejak dini dengan cara yang murah, mudah dan cepat.

Selama beberapa dekade terakhir, di banyak negara dan kelompok etnis telah diteliti mengenai hubungan langsung antara hipertensi dan antropometrik indeks sebagai upaya untuk mengidentifikasi risiko hipertensi. Silva et al. (2013), menyatakan bahwa antropometri merupakan cara mudah, ekonomis dan efektif untuk digunakan sebagai skrining awal untuk hipertensi. Selanjutnya hasil penelitian Lee dan Kim (2014), menyimpulkan penggabungan beberapa indikator antropometri dapat meningkatkan kekuatan prediktor faktor risiko hipertensi.

27 Kegemukan sering dikaitkan langsung dengan kejadian hipertensi, karena merupakan penentu penting dari kesehatan yang dapat menyebabkan perubahan metabolik termasuk terjadinya peningkatan tekanan darah. Beberapa indeks antropometri yang dapat digunakan sebagai prediktor risiko hipertensi adalah Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar pinggang (Li-Pi), rasio pinggang-pinggul (RLPP) (Guo et al. 2011; Khanna et al. 2011; Martanggo 2013). Selanjutnya hasil penelitian Anas (2013), menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara lingkar lengan atas (LILA) pada ibu hamil dengan angka kejadian preeklampsia. Hasil-hasil penelitian tersebut dikuatkan pula dengan penelitian Haque dan Jahan (2015), yang menyimpulkan bahwa tekanan darah berhubungan langsung dengan usia, berat badan, IMT, LP dan RLPP.

Dari uraian-uraian tersebut maka dilakukan analisis mengenai proporsi prahipertensi dan hipertensi berdasarkan jenis kelamin, umur, IMT dan hubungan antara indikator antropometri (IMT, LILA, RLPP) dengan tekanan darah subjek peserta Posbindu di kelurahan Sindangbarang, Kota Bogor.

Metode Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan Cross-Sectional (Ismael dan Sastroasmoro 2008; Sugiyono 2015). Penelitian dilaksanakan pada empat POSBINDU yang ada di wilayah RW 4 dan RW 5 di wilayah kerja Puskesmas Sindangbarang Kelurahan Sindangbarang, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Pengumpulan data dilakukan bulan Februari 2015.

Posbindu PTM di Kelurahan Sindangbarang Kota Bogor

Pos Binaan Terpadu (Posbindu) PTM adalah kegiatan monitoring dan peran serta masyarakat dalam melakukan deteksi dini dan pemantauan faktor risiko PTM utama yang dilaksanakan secara terpadu, rutin dan periodik. Pengembangan Posbindu PTM merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan, diselenggarakan berdasarkan permasalahan PTM yang ada di masyarakat dan mencakup berbagai upaya promotif dan preventif serta pola rujukannya (Kemenkes 2013). Posbindu PTM yang dipilih menjadi lokasi penelitian merupakan Posbindu dalam wilayah kerja Puskesmas Sindangbarang. Keempat Posbindu terpilih adalah Posbindu Melati A, Melati B, Semboja I dan II. Setiap Posbindu memiliki rata-rata 5 orang kader yang secara rutin mendapat pelatihan dari Puskesmas maupun Dinas Kesehatan Kota Bogor. Posbindu PTM tersebut memiliki beberapa fasilitas antara lain rumah pelayanan Posbindu yang telah dilengkapi dengan berbagai fasilitas yaitu ruang periksa berisi tempat tidur yang ditutup dengan kain pembatas, meja pelayanan, timbangan digital, microtoise, meteran pita, rak dokumen berisi ATK dan kartu KMS peserta Posbindu, lemari dokumen. Kader Posbindu merupakan masyarakat setempat dengan tingkat pendidikan SMP dan SMA, mempunyai kemampuan komunikasi yang baik dengan masyarakat setempat dan mampu menerima materi materi pelatihan yang diberikan secara rutin. Pelatihan diprogramkan oleh Dinas kesehatan dan dilaksanakan oleh Puskesmas Sindangbarang dengan tujuan untuk

28

meningkatkan peran kader dalam membantu pelayanan di Posbindu PTM. Materi pelatihan diberikan oleh petugas lapang Posbindu PTM yang merupakan tenaga medis lulusan D3 kebidanan dan S1 Gizi. Petugas lapang tersebut secara rutin dan periodik mengikuti training dan pelatihan ditingkat daerah maupun nasional. Pelayanan di setiap Posbindu dilaksanakan sebulan sekali dengan jenis pelayanan meliputi pengukuran berat badan, tinggi badan, IMT, pengukuran tekanan darah dan konsultasi. Jika subjek memiliki keluhan yang memerlukan penanganan dokter maka petugas akan memberi rujukan rawat jalan ke Puskesmas Sindangbarang yang mempunyai cakupan layanan kesehatan yang lebih lengkap. Sebelum penelitian kader Posbindu diberi pelatihan tambahan meliputi cara pengukuran lingkar perut, lingkar panggul, LILA dan cara pengukuran tekanan darah sesuai standar pengukuran tekanan darah.

Populasi dan Subjek Penelitian

Subjek yang terlibat dalam penelitian ini adalah populasi terjangkau (accessible population), merupakan peserta Posbindu RW4 dan RW5 di kelurahan Sindangbarang. Dengan demikian maka populasi terjangkau adalah bagian dari populasi target yang dibatasi oleh tempat dan waktu sehingga subjek dapat dipilih atau langsung menjadi subjek penelitian (Ismael dan Sastroasmoro 2008). Peserta Posbindu berusia > 20 tahun keatas dan tercantum sebagai target sasaran pelayanan Posbindu terdekat dengan wilayah tempat tinggal subjek. Berdasarkan data Puskesmas Sindangbarang tahun 2014, Prevalensi hipertensi di wilayah Sindangbarang adalah 25.41%, kunjungan aktif setiap bulan adalah 20- 30 orang, jumlah rata-rata peserta yang tercatat resmi pada setiap Posbindu adalah 45 orang. Subjek penelitian diambil pada 4 Posbindu (@45) di 2 RW kelurahan Sindangbarang sehingga jumlah subjek yang terlibat dalam penelitian ini adalah 180.

Tahapan Penelitian

Penelitian diawali dengan pemilihan lokasi penelitian. Penarikan sampel daerah (Kecamatan dan Kelurahan ) menggunakan metode Cluster Sampling. Untuk penentuan lokasi Posbindu dengan menggunakan teknik Probability sample. Dalam hal menarik sample dilakukan dengan cara sampling without replacement, yaitu lokasi Posbindu yang telah ditarik tidak dimasukkan kembali dalam kelompok dalam melakukan penarikan lokasi berikutnya. sedangkan penarikan sampel subjek penelitian dengan metode Sampling Quota (Ismael dan Sastroasmoro 2008; Sugiyono 2015).

Pada subjek dilakukan pengukuran tekanan darah, berat badan (BB), tinggi badan (TB), lingkar lengan atas (LILA), lingkar pinggang (Li-Pi), dan lingkar panggul (Li-Pi). Selanjutnya dilakukan wawancara untuk mengumpulkan data jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan pekerjaan subjek.

Jenis dan Cara pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh dengan dua cara, yakni data primer (pengukuran, wawancara langsung dengan berpedoman pada kuesioner) dan data sekunder diperoleh dari Puskesmas Sindangbarang, Dinas Kesehatan Kota Bogor.

Data yang dikumpulkan dengan pengukuran meliputi tekanan darah, berat badan (BB), tinggi badan (TB), lingkar lengan atas (LILA), Lingkar Pinggang, dan lingkar panggul. Data yang dikumpulkan lewat wawancara adalah jenis

29 kelamin, usia, tingkat pendidikan dan pekerjaan subjek. Sedangkan jumlah peserta Posbindu (populasi terjangkau) diperoleh dari data sekunder dari Laporan Penanganan Penyakit Tidak Menular Puskesmas Sindangbarang tahun 2014.

Alat yang digunakan : timbangan digital, mikrotoa, meteran pita, tensimeter digital OMRON Type HEM-7200. Pengukuran antropometri: berat badan (kg), tinggi badan (cm), lingkar lengan atas (cm), lingkar pinggang (cm) dan lingkar panggul. Hasil perhitungan IMT selanjutnya dikategorikan mengikuti Tabel 5. Selanjutnya perhitungan rasio lingkar pinggang terhadap panggung menggunakan rumus (2). Hasil pengukuran Dan RLPP dianalisis tingkat risiko metabolik sindrom sesuai dengan Tabel 6 dan Tabel 7. Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung menggunakan rumus (WHO 2000).

IMT (kg/m2) = BB (kg)/[TB (m)2] (1)

Tabel 5 Kategori indeks massa tubuh (IMT) Indonesia (Kemenkes 2014)

Kategori IMT

Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17.0 Kekurangan berat badan tingkat ringan 17.0 – 18.4

Normal 18.5 – 25.0

Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25.1 – 27.0 Kelebihan berat badan tingkat berat > 27.0

Rasio Lingkar pinggang terhadap panggul dihitung menggunakan rumus (Ghosh 2007) :

RLPP = lingkar pinggang (cm)/ lingkar panggul (cm) (2)

Tabel 6 Kategori lingkar pinggang orang dewasa adalah (Lean 1995) Tingkat risiko metabolik sindrom Lingkar pinggang (cm) Laki-laki Perempuan Sangat rendah < 94 < 80 Rendah 94-102 80-88 Tinggi >102 >88

Tabel 7 Risiko komplikasi metabolik berdasarkan RLPP (WHO 2011) Faktor risiko komplikasi

metabolik Lingkar pinggang (cm) RLPP Laki- laki Perempuan Laki- laki Perempuan Cenderung meningkat ≥94 ≥ 80 Meningkat signifikan ≥ 102 ≥88 ≥0.90 ≥0.85

Keterangan:WHR >1.0 pada pria dan >0.85 pada wanita mengindikasikan adanya penumpukan lemak pada perut.

30

Pengukuran tekanan darah dilakukan oleh petugas kesehatan menggunakan tensimeter digital. Pengukuran dilakukan 3 kali dengan selang waktu 10 menit. Nilai tekanan darah sistolik dan diastolik disajikan sebagai nilai rata-rata dan dikategorikan menggunakan acuan pada Tabel 1.

Pengolahan dan analisa data

Analisis data dilakukan secara deskriptif dan inferensial dengan menggunakan taraf signifikansi 0.05. Analisis univariat untuk menghitung nilai rata-rata, standar deviasi dan nilai minimum dan maximum untuk data numerik dan persentase untuk data kategorik. Uji normalitas data dengan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test. Uji perbedaan antara dua kelompok dengan t independent test untuk data yang terdistribusi normal dan menggunakan uji Mann whitney untuk data yang tidak terdistribusi normal. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan (korelasi) antara dua variabel dengan menggunakan uji Chi square test (contingency tables), Pearson Correlation dan Spearman rho correlation.

Hasil dan Pembahasan

Hipertensi menjadi salah satu faktor risiko pintu masuk berbagai penyakit degeneratif antara lain penyakit jantung koroner, stroke dan penyakit pembuluh darah lainnya (Kemenkes 2013). Kecenderungan prevalensi hipertensi diagnosis oleh tenaga kesehatan meningkat dari 7.6% (2007) menjadi 9.5% (2013). Berdasarkan Kemenkes (2013), upaya pengendalian penyakit tidak menular khususnya hipertensi, dilakukan terhadap semua orang berusia 18 tahun ketas. Penemuan kasus melalui skrining merupakan salah satu kegiatan pengendalian penyakit. Skrining risiko PTM khususnya penemuan kasus hipertensi dapat dilakukan baik oleh tenaga kesehatan maupun oleh masyarakat secara mandiri. Kegiatan skrining untuk deteksi dini hipertensi dapat dilakukan di masyarakat melalui kegiatan, seperti Posbindu PTM. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh kader kesehatan yang telah dilatih. Pemeriksaan tekanan darah dengan tensimeter digital maupun air raksa. Monitoring tekanan darah juga dapat dilakukan secara mandiri di rumah, sehingga tidak perlu datang ke fasilitas pelayanan kesehatan.

Upaya pengendalian hipertensi dapat berhasil secara optimal dengan melibatkan peran aktif dan partisipasi masyarakat. Peran serta masyarakat dalam mencegah hipertensi dapat dilaksanakan melalui kegiatan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) dengan membentuk dan mengembangkan Pos Pembinaan Terpadu PTM (Posbindu PTM). Pada Posbindu PTM dapat dilaksanakan kegiatan deteksi dini, monitoring dan tindak lanjut dini faktor risiko PTM secara mandiri dan berkesinambungan di bawah pembinaan Puskesmas. Pemantauan penyelenggaraan penanggulangan PTM dilakukan terhadap upaya: a) pencegahan, dengan indikator menemukan faktor risiko PTM; b) pengendalian, dengan indikator tidak ada penambahan kasus baru; dan/atau c. penanganan, dengan indikator mengurangi angka kecacatan atau kematian akibat penyakit (Kemenkes 2015)

31 Dengan demikian perlu dilakukan berbagai upaya pengendalian hipertensi antara lain dengan melakukan skrining dan deteksi sejak dini. Deteksi dini faktor risiko sederhana, dilakukan dengan wawancara terarah, melalui penggunaan instrumen untuk mengidentifikasi riwayat penyakit tidak menular dalam keluarga yang telah diderita sebelumnya, perilaku berisiko, pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar perut, Indeks massa tubuh (IMT), alat analisa lemak tubuh dan pengukuran tekanan darah (Kemenkes 2012).

Karakteristik subjek

Karakteristik umum subjek Posbindu di Kelurahan Sindangbarang meliputi jenis kelamin, kelompok umur, tingkat pendidikan, pekerjaan yang disajikan pada Tabel 8. Hasil analisis menunjukkan bahwa berdasarkan jenis kelamin, jumlah subjek perempuan 81.67% lebih banyak dibandingkan subjek jenis kelamin laki- laki. Perbedaan jumlah subjek peserta Posbindu laki-laki dan perempuan disebabkan karena hanya sedikit subjek laki-laki yang dapat mengikuti kegiatan Posbindu karena umumnya mereka bekerja.

Tabel 8 Karakteristik umum subjek Posbindu Parameter Laki-laki (n=33) Rerata + SD Perempuan (n=147) Rerata + SD Nilai P Umur (tahun) 49.61+8.35a 47.48+10.37a 0.272 21-30 (%) 0 2.0 31-40 12.1 23.1 41-50 45,5 37.4 51-60 33,3 28.6 >60 9.1 8.8 Pekerjaan Jenis Pekerjaan (%) 5.52+ 2.18c 1.82+ 2.10d 0.000* Tidak bekerja 0 85.71 PNS/ABRI 6.06 0.68 Pensiunan 18.18 0.68 Karyawan Swasta 18.18 0.68 Buruh Pabrik 9.1 0 Petani/Nelayan 6.06 1.36 Pedagang 9.1 5.44 (wiraswasta) 33.33 5.44 % Tingkat Pendidikan 4.94 +1.42c 4.18+1.41d 0.022* Tidak pernah sekolah 3.0 4.1

Sekolah non formal 3.0 5.4

Tidak tamat SD 12.1 25.2

Tamat SD 12.1 24.5

Tamat SMP 21.2 15.0

Tamat SMA 45.5 25.2

Tamat Sarjana 3.0 0.7

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (a,b, Uji indenpendent T test),( c, d Uji Mann –Whitney )

32

Rerata usia subjek laki-laki tidak beda signifikan dengan rerata usia subjek perempuan. Jumlah subjek terbanyak pada kelompok umur 41-50 tahun, subjek laki-laki sebesar 45.45% dan subjek perempuan sebanyak 37.41%. Pekerjaan subjek laki-laki berbeda signifikan dengan pekerjaan subjek perempuan. Semua subjek laki-laki bekerja sedangkan 85.71% perempuan berprofesi sebagai ibu rumah tangga (tidak bekerja) Proporsi tertinggi pekerjaan laki-laki adalah wiraswasta yaitu sebesar 33.33%. Hasil penelitian ini didukung oleh data yang disajikan dalam laporan Jawa Barat dalam Angka (2014), yang menunjukkan bahwa proporsi pekerja pria sebanyak 68% dan hanya 32% perempuan bekerja (BPS 2014).

Berdasarkan tingkat pendidikan, ada perbedaan signifikan antara pendidikan subjek laki-laki dan pendidikan subjek perempuan. Proporsi tingkat pendidikan subjek laki-laki tertinggi adalah SMA sebesar 45.45%. Berdasarkan tingkat pendidikan, subjek perempuan sebanyak 25.17% tidak Lulus SD dan 25.17% lulus SMA. Perbedaan proporsi tingkat pendidikan subjek laki-laki dan perempuan tidak memengaruhi proporsi hipertensi pada subjek laki-laki dan perempuan seperti yang disajikan pada Tabel 9.

Karakteristik antropometri dan tekanan darah subjek

Karakteristik antropometri menjadi salah satu prediktor faktor risiko hipertensi. Karakteristik antropometri seluruh subjek ditampilkan pada Tabel 9. Hasil analisis menunjukkan bahwa rerata tekanan darah sistolik dan diastolik subjek laki-laki dan perempuan tidak berbeda signifikan. Proporsi subjek laki- laki dan perempuan yang mempunyai tekanan darah normal masing-masing sebanyak 42.4% dan dan 36.7%. Subjek laki laki dan perempuan yang mengalami kenaikan tekanan darah masing-masing sebesar 57.6% dan 63.2%. Proporsi prahipertensi subjek laki-laki dan perempuan masing-masing adalah 36.4% dan 34.7%. Proporsi hipertensi I pada subjek laki-laki dan perempuan masing-masing adalah 12.1% dan 19.0%. Proporsi hipertensi tipe II pada subjek laki-laki dan perempuan masing-masing adalah 9.1% dan 9.5%.

Menurut Kemenkes (2013), jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi. Pria mempunyai risiko sekitar 2.3 kali lebih banyak mengalami peningkatan tekanan darah sistolik dibandingkan dengan perempuan karena pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung kurang sehat yang dapat meningkatkan tekanan darah. Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada perempuan meningkat akibat faktor hormonal. Hal tersebut juga telah dijelaskan dalam penelitian Coylewright et al. (2008), yang menyatakan hormon seks atau jenis kelamin memiliki peran penting dalam hipertensi yang dikaitkan dengan berat badan dan konsentrasi kolesterol. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi hipertensi pada subjek laki-laki dan perempuan pada penelitian ini tidak berbeda karena jumlah subjek laki-laki dan perempuan yang terlibat dalam penelitian ini tidak sama, sedangkan kelompok usia yang banyak terlibat dalam penelitian ini mempunyai rentang usia yang cukup luas yaitu berusia > 20 tahun keatas, dengan proporsi tertinggi pada golongan usia 41- 50 tahun.

Rerata IMT subjek laki-laki berbeda signifikan dengan rerata IMT subjek perempuan, namun kedua jenis kelamin masih dalam kisaran normal (18.5 – 25.0). Berdasarkan kategori IMT, persen masing-masing kategori IMT subjek

33 laki-laki tidak berbeda signifikan dengan persen masing-masing kategori IMT subjek perempuan. Proporsi subjek laki laki dan perempuan kurus ringan dan berat masing masing 6.0% dan 7.5 %. Subjek laki-laki dan perempuan yang mempunyai IMT normal masing-masing sebesar 72% dan 51.02%. Subjek laki- laki dan perempuan gemuk ringan dan gemuk berat masing-masing adalah 21.2% dan 41.5%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa IMT berlebih pada perempuan 1.96 kali lebih banyak dibanding dengan subjek laki-laki.

Temuan Ranasinghe et al. (2013), dalam penelitian Cross sectional untuk mengetahui hubungan antara IMT dan persentase lemak tubuh pada berbagai kelompok etnis terhadap 1114 orang dewasa dari 18-83 tahun, menyatakan pentingnya usia dan jenis kelamin ketika menggunakan IMT untuk memprediksi persen lemak tubuh / obesitas, dalam suatu populasi.

Tabel 9 Karakteristik antropometri dan tekanan darah berdasarkan jenis kelamin

Variabel Jenis Kelamin Nilai P

Laki-Laki Perempuan Tekanan Sistolik (mmHg) 126.73+ 16.81 c (100-169) 130.48 +21.86 c (91-234) 0.432 Tekanan Diastolik (mmHg) 79.67 + 13.47 c (64-102) 81.09 + 13.74 c (55-178) 0.710 Kategori Tekanan darah (%) Normal (%) 42.4 36.7 Prahipertensi 36.4 34.7 Hipertensi I 12.1 19.0 Hipertensi II 9.1 9.5 IMT 22.98+3.30a (15.94-29.78) 24.50+3.67b (15.15-33.33) 0.03* Kategori IMT (%) Kurus berat 3.0 2.7 Kurus ringan 3.0 4.8 Normal 72.7 51.0 Gemuk ringan 12.1 17.0 Gemuk berat 9.1 24.5 LILA (cm) 28.06 +2.94a 28.88+3.19a 0,150 Li-Pi (cm) 80.54+10.27a 82.86+10.22a 0.241 Li-Pa (cm) 89.94 + 8.02a 93.71+ 9.02b 0.028* RLPP 0.91 + 0.11c (0.74-1.38) 0.89+0.09 c (0.62-1.34) 0.302

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf subscript yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (a,b, Uji indenpendent T test),( c, d Uji Mann –Whitney )

Hasil penelitian Ranasinghe et al., menemukan bahwa IMT perempuan signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan laki.laki. IMT berkorelasi positif dengan usia ( laki-laki r =0.47, perempuan r =0.64; p < 0.000), dengan demikian IMT akan meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Gierach et al. (2014) meneliti 839 pasien dengan sindrom metabolik, 345 orang (41.1%) dan 494

34

perempuan (58.9%) berusia 32-80 tahun, menyimpulkan lingkar pinggang secara signifikan berkorelasi sangat kuat dengan IMT (R = 0.78, P <0.01).

Menurut Pio-Magalhaes et al. (2008), menyimpulkan bahwa variabel antropometri seperti LILA, distribusi lemak tubuh secara signifikan terkait dengan parameter ekokardiografi, khususnya pada wanita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata LILA, Lingkar pinggang dan rasio pinggang-panggul subjek laki- laki dan perempuan tidak beda signifikan. Namun berdasarkan rerata lingkar pinggang, perempuan (≥ 80) lebih berisiko menderita hipertensi dibandingkan dengan laki-laki (< 94). Sedangkan berdasarkan nilai RLPP pada laki-laki > 0.90 dan perempuan > 0.85, sehingga kedua jenis kelamin sangat berisiko mengalami kompilkasi metabolik. Pengukuran faktor risiko PTM dengan menggunakan alat (pengukuran kegemukan/obesitas). Untuk menentukan kegemukan diperlukan data berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) dan lingkar perut. Berat badan dan IMT berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang badannya normal. Sedangkan penderita hipertensi ditemukan 20-33% mengalami overweight (Kemenkes 2013).

Proporsi Prahipertensi berdasarkan kategori usia

Proporsi hipertensi berdasarkan kategori usia disajikan pada Tabel 10. Hasil analisis menunjukkan dari seluruh subjek yang terlibat dalam penelitian ini, subjek terbanyak adalah kelompok usia 41-50 tahun yaitu sebesar 38.9% dan terendah pada kelompok usia 21-30 tahun yaitu sebanyak 1.7%. Berdasarkan kategori hipertensi, terlihat bahwa kenaikan tekanan darah terjadi pada semua kelompok umur dengan persentase berbeda. Proporsi subjek kelompok usia 21-30 tahun yang mempunyai tekanan darah normal sebanyak 66.7% dan prahipertensi sebesar 33.3 %. Pada kelompok 31-40 tahun sebanyak 55.3% mempunyai tekanan darah normal dan sebanyak 44.7% subjek mengalami kenaikan tekanan darah, proporsi prahipertensi dan hipertensi masing-masing sebesar 28.9% dan 15.8%. Subjek kelompok usia 41-50 tahun yang memiliki tekanan darah normal sebesar 35.7% dan 64,3 % subjek mengalami kenaikan tekanan darah, proporsi prahipertensi dan hipertensi masing-masing sebesar 40.0% dan 24.2%. Proporsi subjek kelompok usia 51-60 tahun yang mempunyai tekanan darah normal sebanyak 32.1%, subjek yang mengalami kenaikan tekanan darah sebesar 67.9%, proporsi prahipertensi dan hipertensi masing-masing sebesar 31.2% dan 36.8%. Sedangkan pada subjek berusia > 60 tahun, hanya 18.8 % subjek mempunyai tekanan darah normal. Sebanyak 81.2 % subjek mengalami kenaikan tekanan darah, proporsi prahipertensi dan hipertensi masing-masing sebesar 37.5% dan 43.8%. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa semakin meningkat usia semakin besar persentase kenaikan tekanan darah baik pada kategori prahipertensi maupun hipertensi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Haque dan Jahan (2015), yang menyimpulkan tekanan darah berhubungan dengan usia.

35 Tabel 10 Proporsi hipertensi berdasarkan kategori usia (%)

Kategori Usia (tahun) Persentase Total (n= 180) Normal (n=68) Prahipertensi (n=63) H-I (n=32) H-II (n=17) 21-30 66.7 33.3 0 0 1.7 (n=3) 31-40 55.3 28.9 7.9 7.9 21.1 (n=38) 41-50 35.7 40.0 17.1 7.1 38.9 (n=70) 51-60 32.1 32.1 26.4 9.4 29.4 (n=53) >60 18.8 37.5 18.8 25.0 8.9 (n=16)

Proporsi Hipertensi berdasarkan kategori IMT

Hipertensi sering dikaitkan dengan obesitas, sehingga IMT dapat digunakan sebagai indikator awal adanya hipertensi. Penelitian Pang et al. (2008), menyimpulkan kelebihan berat badan dan obesitas merupakan faktor risiko prahipertensi dan hipertensi pada laki laki dan perempuan. Hasil analisis berdasarkan kategori IMT menunjukkan, secara keseluruhan 7.2% subjek tergolong kurus, 55% subjek tergolong normal dan 37.8% tergolong gemuk ringan dan gemuk berat. Proporsi hipertensi berdasarkan kategori IMT disajikan pada Tabel 11. Hasil analisis menunjukkan bahwa subjek sangat kurus, mempunyai tekanan darah normal dan prahipertensi masing-masing sebanyak 40% dan 60%. Subjek kurus ringan mempunyai tekanan darah normal, prahipertensi dan hipertensi masing-masing sebesar 25%, 25% dan 50%. Subjek dengan IMT normal, mempunyai tekanan darah normal, mengalami prahipertensi dan hipertensi masing-masing adalah 39.4 %, 37.4 dan 23.3%. Subjek gemuk ringan, mempunyai tekanan darah normal, yang mengalami prahipertensi dan hipertensi masing-masing sebesar 41.4%, 27.6% dan 31%. Subjek gemuk berat mempunyai tekanan darah normal, mengalami prahipertensi dan hipertensi masing-masing sebesar 33.3%, 33.3% dan 33.3%.

Tabel 11 Proporsi hipertensi berdasarkan kategori IMT

Kategori IMT Persentase Jumlah

(%) Normal Prahipertensi H-I H-II

Kurus Berat 40.0 60.0 0 0 5 (2.8)

kurus ringan 25.0 25.0 25.0 25.0 8 (4.4)

Dokumen terkait