• Tidak ada hasil yang ditemukan

Beberapa Kelemahan Model Bohr

Dalam dokumen PDF Diktat Fisika Modern (Halaman 6-105)

BAB VI MODEL ATOM RUTHERFORD-BOHR

6.6 Beberapa Kelemahan Model Bohr

Bohr

Peta Konsep

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat dipisahkan dari Fisika Modern. Pada kenyataannya, pemahaman mengenai konsep Fisika Modern menjadi lebih sulit karena ruang lingkupnya terkait dengan dunia mikroskopis (kuantum) atau kecepatan mendekati kecepatan cahaya (relativitas) yang tidak dapat diamati langsung oleh panca indera. Berbagai referensi dengan topik yang beraneka ragam terkadang memberikan interpretasi yang berbeda apabila tidak dilakukan pendalaman terhadap topik tersebut.

Fisika modern biasanya dikaitkan dengan berbagai perkembangan yang dimulai dengan teori relativitas khusus dan kuantum. Bidang studi ini menyangkut penerapan kedua teori tersebut untuk memahami sifat atom, inti atom, serta berbagai partikel penyusunnya. Sebagai calon guru fisika dan calon fisikawan, mahasiswa perlu memahami konsep tersebut dengan baik dan benar, sebagai langkah awal untuk memahami tingkat ilmu yang lebih tinggi seperti fisika kuantum, pendahuluan fisika inti, pengantar fisika zat padat.

Diktat ini disusun untuk memperluas pengetahuan dan meningkatkan pemahaman mahasiswa calon guru fisika dan calon fisikawan. Pemahaman yang baik dan benar tentu berhubungan dengan cara penyampaian materi. Penyampaian materi yang terstruktur dan konsisten menjadi penting. Penyampaian materi yang menarik juga diperlukan seperti penjelasan materi yang dilengkapi dengan gambar (visualisasi), contoh permasalahan yang nyata, fenomena alam dan aplikasi. Perkembangan Fisika Modern selalu mengalami kemajuan, maka informasi yang diberikan haruslah up to date (terkini), dan revisi berkala perlu dilakukan. Setiap bagian diktat ini menyajikan materi yang lengkap, fenomena nyata dalam kehidupan sehari-hari, serta gambar yang mendukung dalam pemahaman konsep.

Bagian pertama diktat ini membahas tentang pendahuluan dalam penulisan diktat ini.

Pada bagian menjelaskan isi dalam diktat ini berisi materi, contoh soal, soal latihan untuk dapat dikerjakan. Diktat ini dibuat semenarik munkin agar menarik untuk dibaca dan dipelajari. Sehingga pembaca tidak mudah bosan dalam mempelajarinya.

Bagian kedua diktat ini membahas tentang teori relativitas khusus. Dalam bagian ini

yang dibahas terlebih dahulu yaitu meninjau ulang relativitas klasik Newton dan kemudian diperlihatkan mengapa Einstein terdorong mengusulkan untuk menggantikannya. Setelah itu,

BAB I PENDAHULUAN

pada bagian ini mahasiswa akan mengetahui berbagai aspek matematika teori relativitas khusus, ramalan-ramalannya dan akhirnya berbagai percobaan yang menguji kebenarannya.

Bagian ketiga diktat ini membahas tentang sifat partikel radiasi elektromagnetik.

Dalam bagian ini akan dibahas tiga percobaan awal yang menuntun ke teori kuantum dan membuktikan kebenarannya. Sebelum membahas bukti percobaan yang mendukung kehadiran foton dan sifat partikel dari cahaya, buku ini akan meninjau ulang terlebih dahulu beberapa sifat gelombang elektromagnet.

Bagian keempat diktat ini membahas tentang sifat gelombang dari partikel. Dalam

bagian ini akan dibahas serangkaian bukti percobaan yang mendukung perilaku gelombang berbagai partikel seperti elektron. Dalam fisika klasik, hukum-hukum yang mengatur kekhasan gelombang dan partikel sama sekali berbeda. Sehingga pada bab ini bertujuan untuk mempermudah mahasiswa dalam mempelajari hipotesa de Broglie, teori ketidakpastian, paket gelombang, serta probabilitas dan amplitudo probabilitas.

Bagian kelima diktat ini membahas tentang persamaan Schrödinger. Dalam bagian

ini akan dibahas persamaan Schrödinger yang akan menjelaskan mengenai hubungan ruang dan waktu pada sistem mekanika kuantum. Persamaan ini merupakan hal penting dalam teori mekanika kuantum, sebagaimana halnya hukum kedua Newton pada mekanika klasik. Bagian ini bertujuan untuk membantu mahasiswa dalam memahami konsep yang berkaitan dengan persamaan Schrodinger dimulai dari persamaan dan fungsi Schrodinger, probabilitas dan normalisasi, dan osilator harmonik sederhana.

Bagian keenam diktat ini membahas tentang model atom Rutherford-Bohr. Dalam

bagian ini akan dibahas tentang percobaan mendasar dengan atom, dan memperlihatkan bagaimana suatu model atom disusun berdasarkan kumpulan pengetahuan yang kita peroleh dari semua percobaan itu. Bagian ini akan membantu mahasiswa dalam memahami konsep model atom dimulai dari uraian singkat tentang sifat-sifat dasar atom, model atom Thomson, inti atom Rutherford, spektrum garis, model Bohr, hingga kelemahan-kelemahan model atom Bohr.

Kami berharap pembaca khususnya calon guru fisika dan calon fisikawan yang mempelajari diktat ini dapat berkembang wawasannya dalam memahami konsep fisika modern, dan dapat meningkatkan kualitas praktik perkuliahan khusunya pada program studi fisika ataupun pendidikan fisika mata kuliah fisika modern diseluruh Universitas yang ada di negara Indonesia kita yang tercinta ini.

Pandangan tentang alam ini, yang sebenarnya berasal dari Galileo, mengatakan bahwa ruang dan waktu adalah mutlak. Dikemukakan juga bahwa setiap percobaan yang dilakukan dalam kerangka acuan (pengamatan) kita barulah bermakna fisika apabila dapat dikaitkan dengan percobaan serupa yang dilakukan dalam kerangka acuan mutlak, yaitu suatu system koordinat Kartesius yang padanya tercantelkan jam-jam mutlak. Contohnya, pernyataan yang lazim dikenal bahwa sebuah benda yang diam cenderung diam kecuali jika padanya dikenakan gaya luar.

Pembandingan pengamatan-pengamatan yang dilakukan dalam berbagai kerangka lembam, memerlukan transformasi Galileo, yang mengatakan bahwa kecepatan (relatif terhadap tiap kerangka lembam) mematuhi aturan jumlah yang paling sederhana. Andaikanlah seorang pengamat O, dalam slah satu kerangka lembam mengukur kecepatan sebuah benda v; maka pengamat O’ dalam kerangka lembam lain, yang bergerak dengan kecepatan tetap u relatif terhadap O, akan mengukur bahwa benda yang sama ini bergerak dengan kecepatan v’ = v – u.

Bahasan tentang transformasi kecepatan ini akan kita sederhanakan dengan memilih sistem koordinat dalam kedua kerangaka acuan sedemikian rupa sehingga gerak relatif u selalu pada arah x. Untuk kasus ini, transformasi Galileo menjadi.

BAB II TEORI RELATIVITAS KHUSUS

2.1 Kegagalan Relativitas Klasik

v’x = vx - u (2.1a)

v’u = vu (2.1b)

v’z = vz (2.1c)

Info Ilmuwan

Galileo Galilei (lahir di Pisa, Toscana, 15 Februari 1564 – meninggal di Arcetri, Toscana, 8 Januari 1642 pada umur 77 tahun) adalah seorang astronom, filsuf, dan fisikawan Italia yang memiliki peran besar dalam revolusi ilmiah.

Sumbangannya dalam keilmuan antara lain

adalah penyempurnaan

teleskop, berbagai

pengamatan astronomi,

dan hukum gerak pertama dan kedua (dinamika). Selain itu, Galileo juga dikenal sebagai seorang pendukung

Copernicus mengenai

peredaran bumi adalah bulat mengelilingi matahari dan matahari sebagai sistem tata surya.

Tampak bahwa hanya komponen-x kecepatan yang terpengaruh. Dengan mengintegrasikan persamaan pertama kita peroleh

sedangkan diferensiasinya memberikan

Atau

Persamaan (2.3) memperlihatkan mengapa hukum-hukum Newton tetap berlaku dalam kedua kerangka acuan itu. selama u tetap (jadi du/dt = 0), kedua pengamat ini akan mengukur percepatan yang identik dan sependapat pada penerapan F = ma. Berikut adalah beberapa contoh tentang penerapan trasformasi Galileo:

x’ = x – ut (2.2)

=

= (2.3)

Contoh soal:

Seorang perenang yang mampu berenang dengan laju c dalam air tenang, berenang mengarungi sebuah sungai yang laju arusnya u. Andaikanlah perenang ini berenang melawan aliran arus sejauh L kemudian berbalik dalam arah menuruti aliran arus ketitik awal berangkatnya. Carilah waktu yang dibutuhkan si perenang untuk melakukan perenang pulang-balik ini, dan bandingkan dengan waktu yang diperlukannya untuk berenang menyilangi arus sejauh jarak L kemudian kembali.

Pemecahan:

Permasalahan yang dimunculkan pada percobaan Michelson-Morley baru berhasil terpecahkan oleh teori relativitas khusus, yang membentuk landasan bagi konsep-konsep baru tentang ruang dan waktu. Teori ini didasarkan pada dua postulat berikut, yang diajukan Albert Einstein pada tahun 1905.

1. Prinsip Relativitas

Hukum-hukum fisika tetap sama pernyataannya dalam semua system lembam.

2. Prinsip Kekonstanan Kecepatan Cahaya

Cahaya dapat merambat dalam vakum (misalnya ruang vakum, atau ruang bebas), kecepatan cahaya dinotasikan dengan c, yang konstan terhadap gerak benda yang memiliki radiasi.

Postulat pertama pada dasarnya menegaskan bahwa tidak ada satupun percobaan yang dapat kita gunakan untuk mengukur kecepatan terhadap ruang mutlak, yang dapat kita ukur hanyalah laju relatif dari dua sistem lembamnya. Postulat pertama kelihatan lebih masuk akal, tetapi bagaimanapun juga postulat kedua merupakan revolusi besar dalam ilmu fisika. Einstein sudah memperkenalkan teori foton cahaya dalam makalahnya pada efek fotolistrik (yang menghasilkan kesimpulan ketidakperluan eter).

Postulat kedua adalah sebuah konsekuensi dari foton yang tak bermassa bergerak dengan kecepatan c pada ruang hampa. Eter tidak lagi memiliki peran khusus sebagai kerangka acuan inersia ‘mutlak´ alam semesta, jadi bukan hanya tidak perlu, tetapi juga secara kualitatif tidak berguna di dalam relativitas khusus. Postulat kedua kelihatan tegas dan sederhana. Percobaan Michelson-Morley memang tampaknya menunjukan bahwa laju cahaya dalam arah lawan turut dan silang adalah sama. Postulat kedua semata-mata menegaskan fakta bahwa laju cahaya adalah sama bagi semua pengamatan, sekalipun mereka dalam gerak relatif.

2.2 Postulat Einstein

Albert Einstein

adalah seorang ilmuwan

fisika teoretis yang

dipandang luas sebagai

ilmuwan terbesar

dalam abad ke-20. Dia

mengemukakan teori

relativitas dan juga banyak

menyumbang bagi

pengembangan mekanika

kuantum, mekanika

statistika, dan kosmologi. Albert Einstein

Tinjauan dua pengamat O dan O’. O menembakkan seberkas cahaya menuju sebuah cermin berjarak L darinya dan kemudian mengukur selang waktu 2 ∆𝑡 yang dibutuhkan berkas tersebut untuk menempuh jarak ke cermin dan kemudian dipantulkan kembali ke O. (tentu saja L = c ∆𝑡). Pengamat O’ sedang bergerak dengan laju tetap u seperti tampak pada gambar 2.4. menurut pandangan O, pengiriman dan penerimaaan berkas cahaya ini sama, dan O’ bergerak menjauhinya (O) dalam arah tegak lurus. Gambar 2.5 memperlihatkan percobaan yang sama dari sudut pandang O’, yang menurutnya O sedang bergerak dengan kecepatan – u. Menurut pandangan O’ ini,

Berkas cahaya dikirim dari titik A dan diterima di titik B setelah selang waktu 2 ∆𝑡′ kemudian. Jarak AB baginya adalah 2u∆𝑡′. Menurut O, berkas cahaya menempuh jarak 2L dalam selang waktu 2 ∆𝑡 , sedangkan menurut O’, berkas cahaya itu menempuh lintasan AMB yang berjarak 2 √𝐿2+ (𝑢 ∆𝑡′)2dalam selang waktu 2 ∆𝑡′ menurut relativitas Galileo, ∆𝑡 = ∆𝑡′, dan O mengukur lajunya cahaya c sehingga laju cahaya menurut pengukuran O’ adalah √𝑐2+ 𝑢2. Menurut postulat kedua Einstein, O maupun O’ kedua-duannya haruslah mengukur laju cahaya yang sama, yakni c oleh karena itu, ∆𝑡 𝑑𝑎𝑛 ∆𝑡′ haruslah berbeda. Hubungan antara ∆𝑡 𝑑𝑎𝑛 ∆𝑡 dapat kita cari dengan mengambil kedua pengukuran laju cahaya sama dengan c. Menurut O, c = 2L/2∆𝑡, jadi L = c∆𝑡. Menurut O’, c = 2 √𝐿2 + (𝑢 ∆𝑡′)2/2 ∆𝑡′, jadi c ∆𝑡′ = √𝐿2+ (𝑢 ∆𝑡′)2 dengan menggabungkan keduanya, kita dapati

2.3 Akibat Postulat Einstein

Gambar 2.4 pengamat O mengirimkan dan menerima

seberkas cahaya yang dipantulkan oleh sebuah cermin. Pengamat O’ sedang bergerak dengan laju u.

Gambar 2.5 percobaan yang diperlihatkan pada gambar

2.4 sebagaimana dilihat oleh pengamat O’. Pengamat O memancarkan seberkas cahaya di titik A dan menerima pantulannya di B.

dan pemecahannya bagi ∆𝑡′ adalah

percobaannya dari sudut pandang O’. Maka untuk perjalanan berkas cahaya menuju cermin dalam selang waktu ∆𝑡′1 , O’ mengamati bahwa berkas cahaya itu menempuh jarak, L’- u ∆𝑡′1 , karena baginya, dalam selang waktu itu, cermin telah bergerak menuju sumber sejauh u ∆𝑡′1 , karena pengamat O’ juga mengukur laju cahaya adalah c, maka berkesimpulan bahwa

begitu pula, berkas cahaya yang dipantulkan kembali ke sumbernya, dalam selang waktu ∆𝑡′1 ; menempuh jarak L’+ u ∆𝑡′2 , oleh karena itu.

jika kita mengambil 2 ∆𝑡′sebagai selang waktu total bagi perjalanan bolak – balik berkas cahaya (sebagaimana diamatai oleh O’), maka

Kita mengetahui bahwa O mengukur laju c yang sama bagi berkas cahaya itu, yang menurutnya menempuh jarak 2L dalam waktu 2 ∆𝑡. Begitu pula, kita mengetahui bahwa ∆𝑡′ = ∆𝑡/ √1 − 𝑢2/𝑐2. Dengan menggabungkan hasil- hasil ini, kita peroleh

Jadi, panjang L’ menurut O’ lebih pendek daripada panjang L menurut O. Hasil ini dikenal sebagai penyusutan panjang (length contraction). Perantara, maka frekuensi 𝑣′ yang

c = = (2.4) c = L’ – u c = L’ + u 2 = + =

+

= L’

=

L’ L’ = c L’ = L (2.5)

didengar pengamat 𝑂 berbeda dari frekuensi yang dipancarkan sumber 𝑆. Hubungannya adalah

Sebagai contoh untuk gelombang suara dalam udara 𝑣 = 340𝑚/𝑠. Andaikanlah sumber memancarkan gelombang bunyi berfrekuensi 1000 Hz, jika sumber dan pengamat bergerak saling mendekati dengan laju 30m/s, maka kita dapat mencirikan tiga situasi berikut dan banyak kemungkinan lainnya:

1. Sumber dalam zat perntara, sedangkan pengamat bergerak dengan laju 30𝑚/𝑠 menuju sumber

2. Pengamat diam, sumber bergerak menuju pengamat dengan laju 30𝑚/𝑠

3. Sumber dan pengamat masing-masing bergerak mendekati dengan laju 15𝑚/ 𝑠 relative terhadap zat perantara

Jadi :

Selang waktu 𝑇 antara dua puncak gelombang menurut pengukuran 𝑂′ berkaitan dengan selang waktu 𝑇 antara dua puncak glombang menurut pengukuran 𝑂, menurut rumus pemuluran waktu, persamaan (2.4) yakni 𝑇 = 𝑇

√1−𝑢2𝑐2; 𝑇 berkaitan dengan frekuensi 𝑣 yang diukur 𝑂 menurut hubungan 𝑇 = 1/𝑣. Panjang gelombang λ’ yang diukur 𝑂′ berkaitan dengan frekuensi 𝑣′ yang diukur 𝑂′ menurut hubungan 𝑐 = 𝜆𝑣′. Jadi

Atau

Persamaan (2.7) adaalh rumus pergeseran Doppler yang taat asas dengan kedua postulat Einstein. Perhatikan bahwa (tidak seperti halnya dengan rumus klasik) rumus ini

tidakmembedakan antara gerak sumber dan pengamat, dan hanya bergantung pada laju relatif

𝑢. (jika sumbernya bergerak menjauhi pengamat, maka dalam rumus pergeseran Doppler, kita gantikan 𝑢 dengan −𝑢).

Kita ketahui bahwa transformasi Galileo (2.1) berlaku baik pada laju rendah, transformasi baru haruslah memberikan hasil yang sama seperti transformasi Galileo apabila laju relatif antara 𝑂 dan 𝑂′ adalah rendah.

Transformasi yang memenuhi semua persyaratan ini dikenal sebagai transformasi

Lorentz dan, seperti halnya dengan transformasi galileo, ia mengaitkan koordinat dari suatu

peristiwa (𝑥, 𝑦, 𝑧, 𝑡) sebagaimana diamati dari kerangka acuan 𝑂 dengan koordinat peristiwa yang sama 𝑥, 𝑦, 𝑧, 𝑡′) yang diamati dari kerangka acuan 𝑂′ yang sedang bergerak dengan kecepatan uterhadap 𝑂. Seperti di depan, kita menganggap bahwa gerak relatifnya adalah sepanjang arah 𝑥 (atau 𝑥′) positif (𝑂′ bergerak menjauhi 𝑂)

Bentuk persamaan transformasi Lorentz ini adalah sebagai berikut:

(2.7) 2.4 Transformasi Lorentz (2.8a) (2.8b) (2.8c) (2.8d)

(Jika 𝑂′ bergerak menuju 𝑂, gantikan 𝑢 dengan −𝑢). Untuk menerapkan transformasi Lorentz ini, perlu diperhatikan catatan berikut: bila 𝑂 mencatat sesuatu “peristiwa” yang diamatinya memiliki koordinat (𝑥, 𝑦, 𝑧, 𝑡) maka 𝑂′, yang sedang bergerak dengan laju u terhadap 𝑂, mencatat peristiwa itu memiliki koordinat (𝑥, 𝑦, 𝑧, 𝑡).

sebuah objek yang diamati oleh 𝑂 bergerak dengan kecepatan v=(vx,vy,vz). Untuk mencari kecepatannya 𝑣= (𝑣′𝑥, 𝑣

𝑦, 𝑣

𝑧) sebagaimana diamati oleh 𝑂′, maka kita perlu menggunakan transformasi Lorentz berikut:

Ketiga hubungan ini merupakan akibat langsung dari persamaan transformasi Lorentz di depan.

Apakah hubungan yang telah lazim kita kenal, seperti 𝑝 = 𝑚𝑣 , 𝐾 = 1 2⁄ 𝑚𝑣2, 𝐹 = 𝑚𝑎, (atau lebih tepat𝐹 =𝑑𝑝𝑑𝑡), tetap berlaku,

Dua massa identik saling mendekati, masing-masing dengan laju 𝑣. Setelah bertumbukan, kita peroleh sebuah massa 2𝑚 dalam keadaan diam. Ii adalah gambaran menurut pengamat 𝑂 dalam laboratorium.

(2.9a) (2.9b) (2.9b) 2.5 Dinamika Relativistik Sebelum Sesudah 1 2 v v V=0

Suatu kerangka acuan yang bergerak dengan laju 𝑣 ke kanan. Menurut mekanika klasik, massa 1 akan tampak diam, sedangkan massa 2 akan tampak bergerak dengan laju 2𝑣. Tetapi transformasi Lorentz ternyata memberi hasil yang berbeda. Misalkan 𝑂′ bergerak ke kanan dengan laju 𝑢 = 𝑣. Maka menurut 𝑂′, kecepatan massa 1 adalah:

(Karena semua kecepatan searah sumbu 𝑥, maka kita telah dan akan mengabaikan indeks bawah 𝑥, dan kecepatan massa 2 adalah (dengan 𝑣2 = −2 menurut 𝑂)

Kecepatan massa gabungan 2m adalah:

Menurut 𝑂, momentum linear sebelum dan setelah tumbukan adalah:

Menurut 𝑂′ 𝑣′1 = 𝑣1−𝑢 1 − 𝑣1𝑢 𝑐2= 𝑣 − 𝑣 1 − 𝑣2𝑐2 = 0 𝑣′2 = 𝑣2−𝑢 1 − 𝑣2𝑢 𝑐2= (−𝑣) − (𝑣) 1 − (−𝑣) 𝑣 𝑐⁄ 2 = −2𝑣 1 + 𝑣2𝑐2 𝑣 = 𝑣𝑢 1 − 𝑣𝑢 𝑐⁄ 2 = 0 − 𝑣 1 − 0 (𝑣) 𝑐⁄ 2 = −𝑣 𝑃𝑎𝑤𝑎𝑙 = 𝑚1 𝑣1+ 𝑚2 𝑣2 = 𝑚𝑣 + 𝑚(−𝑣) = 0 𝑃𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 = (2𝑚)(𝑉) = 0 𝑃′𝑎𝑤𝑎𝑙 = 𝑚1 𝑣1+ 𝑚2 𝑣2= 𝑚(0) + 𝑚 ( −2𝑣 1 + 𝑣2𝑐2) = −2𝑚𝑣 1 + 𝑣2𝑐2 𝑃′𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 = 2𝑚(−𝑉) = −2𝑚𝑣 Sebelum Sesudah V2 V

Karena menurut pengukuran 𝑂, 𝑃′𝑎𝑤𝑎𝑙≠𝑃′𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟, maka bagi𝑂′ momentum linear tidak kekal. Mengenai penyusutan panjang dan pemuluran waktu, marilah kita membuat anggapan bahwa bagi besaran massa terdapat pula pertambahan massa relativistik, menurut hubungan berikut:

Anggaplah kedua objek ini memiliki massa diam 𝑚0yang sama, maka menurut 𝑂, kedua massa itu adalah...

Karena 𝑣1 = 𝑣2 = 𝑣; juga

Karena massa gabungan ini diam dalam kerangka acuan 𝑂, maka massa 𝑀 adalah massa diamnya, yang selanjutnya kita nytaakan dengan 𝑀0. Menurut 𝑂′, 𝑚′1 diam, jadi 𝑚′1 = 𝑚0. Karena 𝑚′2 bergerak dengan laju 𝑣′2 = −2𝑣/(1 + 𝑣2⁄ ), maka 𝑐2

Massa gabungan 𝑀′ bergerak dengan laju 𝑉= −𝑣, jadi 𝑚 = 𝑚0 √1−𝑢2𝑐2 (2.10) 𝑚1 = 𝑚0 √1−𝑣2𝑐2 dan𝑚2 = 𝑚0 √1−𝑣2𝑐2 𝑀 = 𝑚1+ 𝑚2 = 2𝑚0 √1 − 𝑣2𝑐2 𝑚′2 = 𝑚0 √1 − 1𝑐(1 + 𝑣−2𝑣2 𝑐2) 2 = 𝑚0(1 + 𝑣 2 𝑐2 ⁄ 1 − 𝑣2𝑐2) 𝑀= 𝑀0 √1 − 𝑣2𝑐2

Jika kita substitusikan hasil yang kita peroleh bagi 𝑀0, yaitu

.

Tampak bahwa definisi massa yang baru ini berhasil mempertahankan kekekalan momentum menurut 𝑂, karena 𝑃𝑎𝑤𝑎𝑙 = 𝑚1𝑣1 + 𝑚2𝑣2 tetap sama dengan nol. Seperti 𝑃𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟. Selanjutnya, marilah kita periksa pernyataan momentum awal dan akhir dalam kerangka acuan 𝑂:

dan

Karena 𝑃′𝑎𝑤𝑎𝑙 = 𝑃′𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟, maka definisi baru kita tentang massa relativistik di atas telah memungkinkan kita untuk mempertahankan berlakunya kekekalan momentum dalam kedua kerangka acuan. Dan ternyata definisi massa relativistik ini berhasil mempertahankan berlakunya kekekalan momentum dalam semua kerangka acuan, tidak hanya dalam kedua kerangka acuan khusus yang kita tinjau dalam contoh kasus ini.

Selain mendefinisikan massa relativistik seperti yang kita lakukan di atas, kita dapat pula mendefinisikan ulang momentum relativistik berikut:

Dengan massa relativistik .khususnya, tidaklah benar menuliskan energy kinetic sebagai ½ mv2 dengan menggunakan massa relativistik. Perubahan energy kinetic ∆𝐾 = Kf

– Ki adalah 𝑀0 = 2𝑚0 √1 − 𝑣2𝑐2𝑃′𝑎𝑤𝑎𝑙 = 𝑚1𝑣1+ 𝑚2𝑣2 = 𝑚0(0) + 𝑚0(1 + 𝑣 2 𝑐2 ⁄ 1 − 𝑣2𝑐2) (− 2𝑣 1 + 𝑣2𝑐2) = −2𝑚0𝑣 1 − 𝑣2𝑐2 𝑃′𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 = 𝑀1𝑉1 = 2𝑚0 1 − 𝑣2𝑐2[−𝑣] = −2𝑚0𝑣 1 − 𝑣2𝑐2 𝑝 = 𝑚0𝑣 √1−𝑣2𝑐2 (2.11)

Jika benda bergerak dari keadaan diam, Ki = 0, maka energy kinetic akhir K adalah

kita mencoba mempertahankan hukum kedua Newton dalam bentuk umumnya (F=dp/dt). jadi kita peroleh

Pernyataan yang terahir dapat kita ubah lebih lanjut bila kita gunakan teknik standar pengintegrasian perbagian, dengan 𝑑(𝑝𝑣) = 𝑣 𝑑𝑝 + 𝑝 𝑑𝑣 yang memberikan

Dengan melakukan integrasi, kita peroleh

Yang dapat kita tuliskan dalam bentuk berikut

Dengan massa relativistic didefinisika menurut persamaan (2.10). Perbedaan antara 𝑚𝑐2 (yang memiliki satuan energy) bagi sebuah partikel yang bergerak dengan laju v, dengan besaran 𝑚0𝑐2 (yang juga bersatuan energy) bagi sebuah partikel yang diam, tidak lain adalah energy kinetiknya. Besaran 𝑚0𝑐2 disebut energy dalam partikel dan dinyatakan dengan 𝐸0. Jadi, sebuah partikel yang bergerak, memiliki energi 𝐸0 dan tambahan energi K, sehingga dengan demikian energy relativistic total E partikel adalah

∆𝐾 = 𝑊 = ∫ 𝐹 𝑑𝑥 𝐾 = ∫ 𝐹 𝑑𝑥 𝐾 = ∫𝑑𝑝 𝑑𝑡𝑑𝑥 = ∫ 𝑑𝑝 𝑑𝑥 𝑑𝑡 = ∫ 𝑣 𝑑𝑝 𝐾 = 𝑝𝑣 − ∫𝑣=𝑣𝑝 𝑑𝑣 𝑣=0 𝐾 = 𝑚0𝑣 √1 − 𝑣𝑐22 𝑣 − ∫ 𝑚0𝑣 √1 − 𝑣𝑐22 𝑣=𝑣 𝑣=0𝑣=0 𝑑𝑣 𝐾 = 𝑚0𝑣2 √1 − 𝑣𝑐22 + 𝑚0𝑐2√1 −𝑣2 𝑐2 − 𝑚0𝑐2 𝐾 = 𝑚𝑐2− 𝑚0𝑐2 (2.12)

Hubungan antara energy dan momentum relativistic:

Hubungan ini merupakan salah satu pernyataan yang bermanfaat yang yang mengaitkan senergi relativistic dan momentum serta mudah mengingatnya sebagai teorema Pythagoras bagi segitiga siku-siku yang dua sisi tegaknya adalah pc dan 𝑚0𝑐2 dengan E sebagai sisi miringnya

Sebagai rangkuman pasal ini, telah kita lihat bahwa konsep dasar fisika berikut tetap berlaku:

1. Hukum kekekalan energy

2. Hukum kekekalan momentum linear 3. Hukum newton kedua, 𝐹 =𝑑𝑝𝑑𝑡

Jika kita memperkenalkan konsep-konsep baru relativistic berikut:

1. 𝑝 = 𝑚0𝑣 √1−𝑣2𝑐2

2. 𝑚 = 𝑚0 √1−𝑣2𝑐2

3. 𝐸 = 𝑚𝑐2 = 𝑚0𝑐2+ 𝐾 = (𝑝2𝑐2+ 𝑚02𝑐4)12

Semua ini merupakan segi utama dinamika relativistic, berlaku persyaratan bahwa apabila v kecil sekali dibandingkan terhadap c, maka semua persamaan itu haruslah memberikan kembali hasil-hasil fisika klasik yang telah kita kenal. Khususnya, 𝐾 ≡ 12𝑚0𝑣2

apabila v ≫ c.

𝐸 = 𝐸0+ 𝐾 = 𝑚0𝑐2+ 𝐾 = 𝑚𝑐2 (2.13)

1. Seorang penumpang sebuah kereta api yang bergerak dengan kecepatan 30 m/det berpapasan dengan seseorang yang sedang berdiri di person stasiun pada saat t=t’=0. Dua puluh detek setelah itu lewat, orang di peron itu menyatakan bahwa jarak seekor burung yang terbang sepanjang rel dengan arah yang sama dengan gerak kereta api itu adalah sejauh 800 m darinya. Bagimanakah koordinat burung itu menurut si penumpang kereta api?

2. Sebuah meteran yang panjangnya L0 terletak memanjang dalam kerangka acuan O’ dari x’1 hingga x’2. Seorang pengamat O (O’ bergerak relatif terhadap acuhan O dengan laju u) mengukur panjang meteran ini L = x2 – x1, dengan melakukan pengukuran x1 danx2

secara serempak. Gunakan persamaan transformasi lorentz untuk menurunkan penyusutan panjang yang mengaitkan L dan L0.

3. Sebuah lampu kilat terletak 30 km dari seorang pengamat. Lampu dinyalakan dan pengamat melihat kilatannya pada jam 13:00. Pada jam berapakah sebenarnya lampu itu dinyalahkan.

4. Anggap kecepatan bumi mengarungi eter sama dengan kecepatan edarnya, jadi v = 10-4C.

Tinjau percobaan Michelson-Morley yang masing-masing lengan panjangnya 10m dan salah satu lengannya dalam arah gerak bumi. Hitungbeda waktu bagi kedua gelombang cahaya untuk menempuh tiap-tiap lengan.

5. Percobaan Michelson-Morley yang sebenarnya menggunakan suatu interferometer denagn panjang tiap-tiap lengan 11 m dan cahaya natrium 5900oA. Percobaan ini diharapkan menampakkan pergeseran cincin sebanyak 0,005 buah. Berapakah paling batas teratas yang ditetapkan untuk laju bumi mengarungi eter?

6. Untuk rentang kecepatan berapakah dari sebuah partikel bermassa m0, kita dapat menggunakan pernyataan energi kinetik klasik ½ m0 v2 dengan ketelitian 1 persen? 7. Turunkan kecepatan Lorentz bagi v’x dan vz

8. Sejauh berapakah sebuah objek harus bergerak sebelum panjangnya menyusut menjadi separuh panjang sejatinya?

9. Sebuah inti helium (partikel alfa) terdiri atas dua proton dan dua neutron dan memiliki massa 4,001506 u. (a) Berapakah energi ikat sebuah inti atom helium? (b) Berapakah beda massa dalam kg antara suatu inti atom helium dan partikel-partikel penyusunnya? 10. Berapakah perubahan massa yang terjadi jika 1 g tembaga dipanaskan dari 0 hingga

100oC? Panas jenis tembaga 0,40 J/g.K. 2.6 PERTANYAAN

Suatu medan elektromagnet dicirikan oleh medan elektrik E dan medan magnet B.

Dalam gelombang elektromagnetik ini, E dan B tidak hanya berubah terhadap r tetapi juga terhadap waktu t. Salah satu gelombang yang istimewa adalah gelombang bidang yang muka gelombangnya berbentuk bidang. Suatu gelombang elektromagnet bidang yang merambat dalam arah z dilukiskan oleh 2 pernyataan berikut:

Polarisasi gelombang dinyatakan oleh vektor E0, dibidang polarisasinya ditentukan oleh E0 dan arah rambatannya, dalam hal ini sumbu z. Begitu arah rambatan dan polarisasi E0

ditetapkan, maka arah B0 tertentukan oleh syarat bahwa B harus tegak lurus pada E dan pula arah rambat dan bahwa hasil kali vektor E × B menunjuk dalam arah rambat gelombang. Besarnya B ditentukan oleh;

c adalah laju cahaya. Sebuah gelombang elektromagnet mentransmisikan energi dari satu tempat ke tempat lain; fluks energinya ditentukan oleh vektor Poynting S:

Untuk gelombang bidang, vektor ini tersederhanakan menjadi:

k adalah vektor satuan dalam arah z. Vektor Poynting memiliki dimensi energi per satuan waktu per satuan luas- misalnya, J/s/m2 atau W/m2.

BAB III SIFAT PARTIKEL RADIASI ELEKTROMAGNETIK

3.1 Tinjauan Ulang Gelombang Elektromagnetik

𝐄 =4.π.ε1 .rq2 𝐫 (3.1) 𝑩 = μ0.i 2πr 𝛉 (3.2) 𝐄 = 𝐄𝟎sin(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡 + 𝛷) (3.3) 𝐁 = 𝑩𝟎sin(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡 + 𝛷) 𝐵0 =𝐸0 𝑐 (3.4) 𝐒 =𝜇1 0𝐄 × 𝐁 (3.5) 𝐒 =𝜇1 0𝐸0𝐵0𝑠𝑖𝑛2(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡 + 𝛷)𝐤̂ (3.6)

Sebuah detektor radiasi elektromagnet ditempatkan disebuah titik pada sumbu z., dan ditentukan daya gelombang elektromagnet yang dilepaskan ke detektor. Detektor diarahkan sedemikian rupa sehingga permukaan pekanya seluas A tegal lurus sumbu z, agar sinyal yang diterima maksimum. Selanjutnya diabaikan notasi vektor dari S dan hanya bekerja dengan besarnya S, dengan demikian daya P diberikan oleh:

Yang dapat dituliskan kembali sebagai berikut

Ada dua hal penting dari pernyataan ini yang harus dicatat:

1. Intensitas berbanding lurus dengan 𝐸02. Ini adalah sifat umum gelombang: intensitas berbanding lurus dengan kuadrat amplitudo.

2. Intensitas berfluktuasi terhadap waktu dengan frekuensi 2v = 2(ω/2π). Contohnya cahaya tampak memiliki frekuensi sekitar 1015 getaran perdetik dan mata tidak mampu memberi reaksi secepat itu, maka diamati rata-rata dari waktu siklus yang jumlahnya banyak sekali (mungkin 1013). Jika T adalah waktu pengamatan, maka daya rata-rata yang diterima adalah:

Sifat gelombang yang penting dan istimewa ini menghasilkan gejala interferensi dan

difraksi. Contoh interferensi yang sederhana dan telah lazim dikenal adalah percobaan dua

Dalam dokumen PDF Diktat Fisika Modern (Halaman 6-105)

Dokumen terkait