• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF Diktat Fisika Modern

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PDF Diktat Fisika Modern"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagai pencipta dan pemelihara alam semesta, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyusun Diktat Fisika Modern ini dengan baik.

Diktat ini kami susun sebagai tugas yang diberikan dari mata kuliah Fisika Modern yang merupakan salah satu mata kuliah wajib yang harus ditempuh oleh mahasiswa program studi Pendidikan Fisika Universitas Jember pada Semester V (Lima) tahun ajaran 2015/2016.

Diktat ini dibuat untuk memudahkan mahasiswa saat melaksanakan perkuliahan pada mata kuliah Fisika Modern. Kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan buku ini, kami mengucapkan terima kasih. Taklupa juga kami ucapkan terima kasih kepada pihak sumber referensi dalam pembuatan diktat ini.

Dalam penyusunan buku ajar ini kami yakin masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami mengharap kepada para pendidik khususnya dan para pembaca pada umumnya untuk memberikan saran dan kritik, dalam rangka penyempurnaan dikta ini. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga Diktat ini dapat bermanfaat.

Jember, November 2015

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL i

HALAMAN JUDUL ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

PETA KONSEP vi

Halaman BAB I PENDAHULUAN ... 1

BAB I PENDAHULUAN ... 2

1.1 Latar Belakang ... 2

Halaman BAB II TEORI RELATIVITAS KHUSUS ... 4

BAB II TEORI RELATIVITAS KHUSUS ... 5

2.1 Kegagalan Relativitas Klasik ... 5

2.2 Postulat Einstein ... 8

2.3 Akibat Postulat Einstein ... 9

2.4 Transformasi Lorentz ... 12

2.5 Dinamika Relativistik ... 13

2.6 Pertanyaan ... 19

HalamanBAB III SIFAT PARTIKEL RADIASI ELEKTROMAGNETIK ... 20

BAB III SIFAT PARTIKEL RADIASI ELEKTROMAGNETIK ... 21

3.1 Tinjauan Ulang Gelombang Elektromagnetik ... 21

3.2 Radiasi Benda Hitam ... 25

3.3 Efek Fotolistrik ... 30

3.4 Efek Compton ... 33

3.5 Foton ... 35

(5)

Halaman BAB IV SIFAT GELOMBANG DARI PARTIKEL ... 38

BAB IV SIFAT GELOMBANG DARI PARTIKEL ... 39

4.1 Hipotesis deBroglie ... 39

4.2 Hubungan Ketidakpastian Bagi Gelombang Klasik ... 41

4.3 Hubungan Ketidakpastian Heissenberg ... 45

4.4 Paket Gelombang ... 49

4.5 Probabilitas dan Keacakan ... 54

4.6 Pertanyaan ... 54

Halaman BAB V PERSAMAAN SCHRODINGER ... 56

BAB V PERSAMAAN SCHRODINGER ... 57

5.1 Pembenaran Persamaan Schrodinger ... 57

5.2 Resep Schrodinger ... 58

5.3 Probabilitas dan Normalitas ... 61

5.4 Beberapa Penerapan ... 64

5.5 Osilator Harmonik Sederhana ... 73

5.6 Pertanyaan ... 77

Halaman BAB VI MODEL ATOM RUTHERFORD-BOHR ... 79

BAB VI MODEL ATOM RUTHERFORD-BOHR ... 80

6.1 Sifat-sifat Dasar Atom ... 80

6.2 Model Atom Thomson ... 80

6.3 Inti Atom Rutherford ... 86

6.4 Spektrum Garis ... 89

6.5 Model Bohr ... 92

6.6 Beberapa Kelemahan Model Bohr ... 95

6.7 Pertanyaan ... 97

(6)

Fisika Modern BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB II TEORI RELATIVITAS KHUSUS 2.1 Kegagalan Relativitas Klasik 2.2 Postulat Einstein 2.3 Akibat Postulat Einstein 2.4 Transformasi Lorentz 2.5 Dinamika Relativistik

BAB III SIFAT PARTIKEL RADIASI ELEKTROMAGNET 3.1 Tinjauan Ulang Gelombang Elektromagnet 3.2 Radiasi Benda Hitam 3.3 Efek Fotolistrik 3.4 Efek Compton 3.5 Foton BAB IV SIFAT GELOMBANG DARI PARTIKEL 4.1 Hipotesis deBroglie 4.2 Hubungan Ketidakpastian Bagi Gelombang Klasik 4.3 Hubungan Ketidakpastian Heissenberg 4.4 Paket Gelombang 4.5 Probabilitas dan Keacakan BAB V PERSAMAAN SCHRODINGER 5.1 Pembenaran Persamaan Schrödinger 5.2 Resep Schrödinger 5.3 Probabilitas dan Normalisasi 5.4 Beberapa Penerapan 5.5 Osilator Harmonik Sederhana BAB VI MODEL ATOM RUTHERFORD-BOHR 6.1 Sifat-sifat Dasar Atom 6.2 Model Atom Thomson 6.3 Inti Atom Rutherford 6.4 Spektrum Garis 6.5 Model Bohr 6.6 Beberapa Kelemahan Model Bohr

Peta Konsep

(7)
(8)

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat dipisahkan dari Fisika Modern. Pada kenyataannya, pemahaman mengenai konsep Fisika Modern menjadi lebih sulit karena ruang lingkupnya terkait dengan dunia mikroskopis (kuantum) atau kecepatan mendekati kecepatan cahaya (relativitas) yang tidak dapat diamati langsung oleh panca indera. Berbagai referensi dengan topik yang beraneka ragam terkadang memberikan interpretasi yang berbeda apabila tidak dilakukan pendalaman terhadap topik tersebut.

Fisika modern biasanya dikaitkan dengan berbagai perkembangan yang dimulai dengan teori relativitas khusus dan kuantum. Bidang studi ini menyangkut penerapan kedua teori tersebut untuk memahami sifat atom, inti atom, serta berbagai partikel penyusunnya. Sebagai calon guru fisika dan calon fisikawan, mahasiswa perlu memahami konsep tersebut dengan baik dan benar, sebagai langkah awal untuk memahami tingkat ilmu yang lebih tinggi seperti fisika kuantum, pendahuluan fisika inti, pengantar fisika zat padat.

Diktat ini disusun untuk memperluas pengetahuan dan meningkatkan pemahaman mahasiswa calon guru fisika dan calon fisikawan. Pemahaman yang baik dan benar tentu berhubungan dengan cara penyampaian materi. Penyampaian materi yang terstruktur dan konsisten menjadi penting. Penyampaian materi yang menarik juga diperlukan seperti penjelasan materi yang dilengkapi dengan gambar (visualisasi), contoh permasalahan yang nyata, fenomena alam dan aplikasi. Perkembangan Fisika Modern selalu mengalami kemajuan, maka informasi yang diberikan haruslah up to date (terkini), dan revisi berkala perlu dilakukan. Setiap bagian diktat ini menyajikan materi yang lengkap, fenomena nyata dalam kehidupan sehari-hari, serta gambar yang mendukung dalam pemahaman konsep.

Bagian pertama diktat ini membahas tentang pendahuluan dalam penulisan diktat ini. Pada bagian menjelaskan isi dalam diktat ini berisi materi, contoh soal, soal latihan untuk dapat dikerjakan. Diktat ini dibuat semenarik munkin agar menarik untuk dibaca dan dipelajari. Sehingga pembaca tidak mudah bosan dalam mempelajarinya.

Bagian kedua diktat ini membahas tentang teori relativitas khusus. Dalam bagian ini yang dibahas terlebih dahulu yaitu meninjau ulang relativitas klasik Newton dan kemudian diperlihatkan mengapa Einstein terdorong mengusulkan untuk menggantikannya. Setelah itu,

BAB I PENDAHULUAN

(9)

pada bagian ini mahasiswa akan mengetahui berbagai aspek matematika teori relativitas khusus, ramalan-ramalannya dan akhirnya berbagai percobaan yang menguji kebenarannya.

Bagian ketiga diktat ini membahas tentang sifat partikel radiasi elektromagnetik. Dalam bagian ini akan dibahas tiga percobaan awal yang menuntun ke teori kuantum dan membuktikan kebenarannya. Sebelum membahas bukti percobaan yang mendukung kehadiran foton dan sifat partikel dari cahaya, buku ini akan meninjau ulang terlebih dahulu beberapa sifat gelombang elektromagnet.

Bagian keempat diktat ini membahas tentang sifat gelombang dari partikel. Dalam bagian ini akan dibahas serangkaian bukti percobaan yang mendukung perilaku gelombang berbagai partikel seperti elektron. Dalam fisika klasik, hukum-hukum yang mengatur kekhasan gelombang dan partikel sama sekali berbeda. Sehingga pada bab ini bertujuan untuk mempermudah mahasiswa dalam mempelajari hipotesa de Broglie, teori ketidakpastian, paket gelombang, serta probabilitas dan amplitudo probabilitas.

Bagian kelima diktat ini membahas tentang persamaan Schrödinger. Dalam bagian ini akan dibahas persamaan Schrödinger yang akan menjelaskan mengenai hubungan ruang dan waktu pada sistem mekanika kuantum. Persamaan ini merupakan hal penting dalam teori mekanika kuantum, sebagaimana halnya hukum kedua Newton pada mekanika klasik. Bagian ini bertujuan untuk membantu mahasiswa dalam memahami konsep yang berkaitan dengan persamaan Schrodinger dimulai dari persamaan dan fungsi Schrodinger, probabilitas dan normalisasi, dan osilator harmonik sederhana.

Bagian keenam diktat ini membahas tentang model atom Rutherford-Bohr. Dalam bagian ini akan dibahas tentang percobaan mendasar dengan atom, dan memperlihatkan bagaimana suatu model atom disusun berdasarkan kumpulan pengetahuan yang kita peroleh dari semua percobaan itu. Bagian ini akan membantu mahasiswa dalam memahami konsep model atom dimulai dari uraian singkat tentang sifat-sifat dasar atom, model atom Thomson, inti atom Rutherford, spektrum garis, model Bohr, hingga kelemahan-kelemahan model atom Bohr.

Kami berharap pembaca khususnya calon guru fisika dan calon fisikawan yang mempelajari diktat ini dapat berkembang wawasannya dalam memahami konsep fisika modern, dan dapat meningkatkan kualitas praktik perkuliahan khusunya pada program studi fisika ataupun pendidikan fisika mata kuliah fisika modern diseluruh Universitas yang ada di negara Indonesia kita yang tercinta ini.

(10)
(11)

Pandangan tentang alam ini, yang sebenarnya berasal dari Galileo, mengatakan bahwa ruang dan waktu adalah mutlak. Dikemukakan juga bahwa setiap percobaan yang dilakukan dalam kerangka acuan (pengamatan) kita barulah bermakna fisika apabila dapat dikaitkan dengan percobaan serupa yang dilakukan dalam kerangka acuan mutlak, yaitu suatu system koordinat Kartesius yang padanya tercantelkan jam-jam mutlak. Contohnya, pernyataan yang lazim dikenal bahwa sebuah benda yang diam cenderung diam kecuali jika padanya dikenakan gaya luar.

Pembandingan pengamatan-pengamatan yang dilakukan dalam berbagai kerangka lembam, memerlukan transformasi Galileo, yang mengatakan bahwa kecepatan (relatif terhadap tiap kerangka lembam) mematuhi aturan jumlah yang paling sederhana. Andaikanlah seorang pengamat O, dalam slah satu kerangka lembam mengukur kecepatan sebuah benda v; maka pengamat O’ dalam kerangka lembam lain, yang bergerak dengan kecepatan tetap u relatif terhadap O, akan mengukur bahwa benda yang sama ini bergerak dengan kecepatan v’ = v – u.

Bahasan tentang transformasi kecepatan ini akan kita sederhanakan dengan memilih sistem koordinat dalam kedua kerangaka acuan sedemikian rupa sehingga gerak relatif u selalu pada arah x. Untuk kasus ini, transformasi Galileo menjadi.

BAB II TEORI RELATIVITAS KHUSUS

2.1 Kegagalan Relativitas Klasik

v’x = vx - u (2.1a)

v’u = vu (2.1b)

v’z = vz (2.1c)

Info Ilmuwan

Galileo Galilei (lahir di Pisa, Toscana, 15 Februari 1564 – meninggal di Arcetri, Toscana, 8 Januari 1642 pada umur 77 tahun) adalah seorang astronom, filsuf, dan fisikawan Italia yang memiliki peran besar dalam revolusi ilmiah.

Sumbangannya dalam keilmuan antara lain

adalah penyempurnaan

teleskop, berbagai

pengamatan astronomi,

dan hukum gerak pertama dan kedua (dinamika). Selain itu, Galileo juga dikenal sebagai seorang pendukung

Copernicus mengenai

peredaran bumi adalah bulat mengelilingi matahari dan matahari sebagai sistem tata surya.

(12)

Tampak bahwa hanya komponen-x kecepatan yang terpengaruh. Dengan mengintegrasikan persamaan pertama kita peroleh

sedangkan diferensiasinya memberikan

Atau

Persamaan (2.3) memperlihatkan mengapa hukum-hukum Newton tetap berlaku dalam kedua kerangka acuan itu. selama u tetap (jadi du/dt = 0), kedua pengamat ini akan mengukur percepatan yang identik dan sependapat pada penerapan F = ma. Berikut adalah beberapa contoh tentang penerapan trasformasi Galileo:

x’ = x – ut (2.2)

=

= (2.3)

Contoh soal:

Seorang perenang yang mampu berenang dengan laju c dalam air tenang, berenang mengarungi sebuah sungai yang laju arusnya u. Andaikanlah perenang ini berenang melawan aliran arus sejauh L kemudian berbalik dalam arah menuruti aliran arus ketitik awal berangkatnya. Carilah waktu yang dibutuhkan si perenang untuk melakukan perenang pulang-balik ini, dan bandingkan dengan waktu yang diperlukannya untuk berenang menyilangi arus sejauh jarak L kemudian kembali.

(13)

Pemecahan:

(14)

Permasalahan yang dimunculkan pada percobaan Michelson-Morley baru berhasil terpecahkan oleh teori relativitas khusus, yang membentuk landasan bagi konsep-konsep baru tentang ruang dan waktu. Teori ini didasarkan pada dua postulat berikut, yang diajukan Albert Einstein pada tahun 1905.

1. Prinsip Relativitas

Hukum-hukum fisika tetap sama pernyataannya dalam semua system lembam.

2. Prinsip Kekonstanan Kecepatan Cahaya

Cahaya dapat merambat dalam vakum (misalnya ruang vakum, atau ruang bebas), kecepatan cahaya dinotasikan dengan c, yang konstan terhadap gerak benda yang memiliki radiasi.

Postulat pertama pada dasarnya menegaskan bahwa tidak ada satupun percobaan yang dapat kita gunakan untuk mengukur kecepatan terhadap ruang mutlak, yang dapat kita ukur hanyalah laju relatif dari dua sistem lembamnya. Postulat pertama kelihatan lebih masuk akal, tetapi bagaimanapun juga postulat kedua merupakan revolusi besar dalam ilmu fisika. Einstein sudah memperkenalkan teori foton cahaya dalam makalahnya pada efek fotolistrik (yang menghasilkan kesimpulan ketidakperluan eter).

Postulat kedua adalah sebuah konsekuensi dari foton yang tak bermassa bergerak dengan kecepatan c pada ruang hampa. Eter tidak lagi memiliki peran khusus sebagai kerangka acuan inersia ‘mutlak´ alam semesta, jadi bukan hanya tidak perlu, tetapi juga secara kualitatif tidak berguna di dalam relativitas khusus. Postulat kedua kelihatan tegas dan sederhana. Percobaan Michelson-Morley memang tampaknya menunjukan bahwa laju cahaya dalam arah lawan turut dan silang adalah sama. Postulat kedua semata-mata menegaskan fakta bahwa laju cahaya adalah sama bagi semua pengamatan, sekalipun mereka dalam gerak relatif.

2.2 Postulat Einstein

Albert Einstein adalah seorang ilmuwan fisika teoretis yang dipandang luas sebagai

ilmuwan terbesar

dalam abad ke-20. Dia

mengemukakan teori

relativitas dan juga banyak

menyumbang bagi

pengembangan mekanika

kuantum, mekanika

statistika, dan kosmologi.

(15)

Tinjauan dua pengamat O dan O’. O menembakkan seberkas cahaya menuju sebuah cermin berjarak L darinya dan kemudian mengukur selang waktu 2 ∆𝑡 yang dibutuhkan berkas tersebut untuk menempuh jarak ke cermin dan kemudian dipantulkan kembali ke O. (tentu saja L = c ∆𝑡). Pengamat O’ sedang bergerak dengan laju tetap u seperti tampak pada gambar 2.4. menurut pandangan O, pengiriman dan penerimaaan berkas cahaya ini sama, dan O’ bergerak menjauhinya (O) dalam arah tegak lurus. Gambar 2.5 memperlihatkan percobaan yang sama dari sudut pandang O’, yang menurutnya O sedang bergerak dengan kecepatan – u. Menurut pandangan O’ ini,

Berkas cahaya dikirim dari titik A dan diterima di titik B setelah selang waktu 2 ∆𝑡′ kemudian. Jarak AB baginya adalah 2u∆𝑡′. Menurut O, berkas cahaya menempuh jarak 2L dalam selang waktu 2 ∆𝑡 , sedangkan menurut O’, berkas cahaya itu menempuh lintasan AMB yang berjarak 2 √𝐿2+ (𝑢 ∆𝑡′)2dalam selang waktu 2 ∆𝑡′ menurut relativitas Galileo, ∆𝑡 = ∆𝑡′, dan O mengukur lajunya cahaya c sehingga laju cahaya menurut pengukuran O’ adalah √𝑐2+ 𝑢2. Menurut postulat kedua Einstein, O maupun O’ kedua-duannya haruslah mengukur laju cahaya yang sama, yakni c oleh karena itu, ∆𝑡 𝑑𝑎𝑛 ∆𝑡′ haruslah berbeda. Hubungan antara ∆𝑡 𝑑𝑎𝑛 ∆𝑡′ dapat kita cari dengan mengambil kedua pengukuran laju cahaya sama dengan c. Menurut O, c = 2L/2∆𝑡, jadi L = c∆𝑡. Menurut O’, c = 2 √𝐿2 + (𝑢 ∆𝑡)2/2 ∆𝑡′, jadi c ∆𝑡′ = √𝐿2+ (𝑢 ∆𝑡)2 dengan menggabungkan keduanya, kita dapati

2.3 Akibat Postulat Einstein

Gambar 2.4 pengamat O mengirimkan dan menerima

seberkas cahaya yang dipantulkan oleh sebuah cermin. Pengamat O’ sedang bergerak dengan laju u.

Gambar 2.5 percobaan yang diperlihatkan pada gambar

2.4 sebagaimana dilihat oleh pengamat O’. Pengamat O memancarkan seberkas cahaya di titik A dan menerima pantulannya di B.

(16)

dan pemecahannya bagi ∆𝑡′ adalah

percobaannya dari sudut pandang O’. Maka untuk perjalanan berkas cahaya menuju cermin dalam selang waktu ∆𝑡′1 , O’ mengamati bahwa berkas cahaya itu menempuh jarak, L’- u ∆𝑡′1 , karena baginya, dalam selang waktu itu, cermin telah bergerak menuju sumber sejauh u ∆𝑡′1 , karena pengamat O’ juga mengukur laju cahaya adalah c, maka berkesimpulan bahwa

begitu pula, berkas cahaya yang dipantulkan kembali ke sumbernya, dalam selang waktu ∆𝑡′1 ; menempuh jarak L’+ u ∆𝑡′2 , oleh karena itu.

jika kita mengambil 2 ∆𝑡′sebagai selang waktu total bagi perjalanan bolak – balik berkas cahaya (sebagaimana diamatai oleh O’), maka

Kita mengetahui bahwa O mengukur laju c yang sama bagi berkas cahaya itu, yang menurutnya menempuh jarak 2L dalam waktu 2 ∆𝑡. Begitu pula, kita mengetahui bahwa ∆𝑡′ = ∆𝑡/ √1 − 𝑢2/𝑐2. Dengan menggabungkan hasil- hasil ini, kita peroleh

Jadi, panjang L’ menurut O’ lebih pendek daripada panjang L menurut O. Hasil ini dikenal sebagai penyusutan panjang (length contraction). Perantara, maka frekuensi 𝑣 yang

c = = (2.4) c = L’ – u c = L’ + u 2 = + =

+

= L’

=

L’ L’ = c L’ = L (2.5)

(17)

didengar pengamat 𝑂 berbeda dari frekuensi yang dipancarkan sumber 𝑆. Hubungannya adalah

Sebagai contoh untuk gelombang suara dalam udara 𝑣 = 340𝑚/𝑠. Andaikanlah sumber memancarkan gelombang bunyi berfrekuensi 1000 Hz, jika sumber dan pengamat bergerak saling mendekati dengan laju 30m/s, maka kita dapat mencirikan tiga situasi berikut dan banyak kemungkinan lainnya:

1. Sumber dalam zat perntara, sedangkan pengamat bergerak dengan laju 30𝑚/𝑠 menuju sumber

2. Pengamat diam, sumber bergerak menuju pengamat dengan laju 30𝑚/𝑠

3. Sumber dan pengamat masing-masing bergerak mendekati dengan laju 15𝑚/ 𝑠 relative terhadap zat perantara

Jadi :

Selang waktu 𝑇 antara dua puncak gelombang menurut pengukuran 𝑂 berkaitan dengan selang waktu 𝑇 antara dua puncak glombang menurut pengukuran 𝑂, menurut rumus pemuluran waktu, persamaan (2.4) yakni 𝑇 = 𝑇

√1−𝑢2⁄𝑐2

; 𝑇 berkaitan dengan frekuensi 𝑣 yang

diukur 𝑂 menurut hubungan 𝑇 = 1/𝑣. Panjang gelombang λ’ yang diukur 𝑂 berkaitan dengan frekuensi 𝑣 yang diukur 𝑂 menurut hubungan 𝑐 = 𝜆𝑣. Jadi

(18)

Atau

Persamaan (2.7) adaalh rumus pergeseran Doppler yang taat asas dengan kedua postulat Einstein. Perhatikan bahwa (tidak seperti halnya dengan rumus klasik) rumus ini tidakmembedakan antara gerak sumber dan pengamat, dan hanya bergantung pada laju relatif 𝑢. (jika sumbernya bergerak menjauhi pengamat, maka dalam rumus pergeseran Doppler, kita gantikan 𝑢 dengan −𝑢).

Kita ketahui bahwa transformasi Galileo (2.1) berlaku baik pada laju rendah, transformasi baru haruslah memberikan hasil yang sama seperti transformasi Galileo apabila laju relatif antara 𝑂 dan 𝑂 adalah rendah.

Transformasi yang memenuhi semua persyaratan ini dikenal sebagai transformasi Lorentz dan, seperti halnya dengan transformasi galileo, ia mengaitkan koordinat dari suatu peristiwa (𝑥, 𝑦, 𝑧, 𝑡) sebagaimana diamati dari kerangka acuan 𝑂 dengan koordinat peristiwa yang sama 𝑥, 𝑦, 𝑧, 𝑡) yang diamati dari kerangka acuan 𝑂 yang sedang bergerak dengan

kecepatan uterhadap 𝑂. Seperti di depan, kita menganggap bahwa gerak relatifnya adalah sepanjang arah 𝑥 (atau 𝑥) positif (𝑂 bergerak menjauhi 𝑂)

Bentuk persamaan transformasi Lorentz ini adalah sebagai berikut:

(2.7) 2.4 Transformasi Lorentz (2.8a) (2.8b) (2.8c) (2.8d)

(19)

(Jika 𝑂 bergerak menuju 𝑂, gantikan 𝑢 dengan −𝑢). Untuk menerapkan transformasi Lorentz ini, perlu diperhatikan catatan berikut: bila 𝑂 mencatat sesuatu “peristiwa” yang diamatinya memiliki koordinat (𝑥, 𝑦, 𝑧, 𝑡) maka 𝑂, yang sedang bergerak dengan laju u terhadap 𝑂, mencatat peristiwa itu memiliki koordinat (𝑥, 𝑦, 𝑧, 𝑡).

sebuah objek yang diamati oleh 𝑂 bergerak dengan kecepatan v=(vx,vy,vz). Untuk mencari kecepatannya 𝑣= (𝑣

𝑥, 𝑣𝑦, 𝑣𝑧) sebagaimana diamati oleh 𝑂, maka kita perlu menggunakan transformasi Lorentz berikut:

Ketiga hubungan ini merupakan akibat langsung dari persamaan transformasi Lorentz di depan.

Apakah hubungan yang telah lazim kita kenal, seperti 𝑝 = 𝑚𝑣 , 𝐾 = 1 2⁄ 𝑚𝑣2, 𝐹 = 𝑚𝑎, (atau lebih tepat𝐹 =𝑑𝑝𝑑𝑡), tetap berlaku,

Dua massa identik saling mendekati, masing-masing dengan laju 𝑣. Setelah bertumbukan, kita peroleh sebuah massa 2𝑚 dalam keadaan diam. Ii adalah gambaran menurut pengamat 𝑂 dalam laboratorium.

(2.9a) (2.9b) (2.9b) 2.5 Dinamika Relativistik Sebelum Sesudah 1 2 v v V=0

(20)

Suatu kerangka acuan yang bergerak dengan laju 𝑣 ke kanan. Menurut mekanika klasik, massa 1 akan tampak diam, sedangkan massa 2 akan tampak bergerak dengan laju 2𝑣. Tetapi transformasi Lorentz ternyata memberi hasil yang berbeda. Misalkan 𝑂 bergerak ke kanan dengan laju 𝑢 = 𝑣. Maka menurut 𝑂, kecepatan massa 1 adalah:

(Karena semua kecepatan searah sumbu 𝑥, maka kita telah dan akan mengabaikan indeks bawah 𝑥, dan kecepatan massa 2 adalah (dengan 𝑣2 = −2 menurut 𝑂)

Kecepatan massa gabungan 2m adalah:

Menurut 𝑂, momentum linear sebelum dan setelah tumbukan adalah:

Menurut 𝑂 𝑣1 = 𝑣1−𝑢 1 − 𝑣1𝑢 𝑐2 ⁄ = 𝑣 − 𝑣 1 − 𝑣2⁄𝑐2 = 0 𝑣2 = 𝑣2−𝑢 1 − 𝑣2𝑢 𝑐2 ⁄ = (−𝑣) − (𝑣) 1 − (−𝑣) 𝑣 𝑐⁄ 2 = −2𝑣 1 + 𝑣2⁄𝑐2 𝑣 = 𝑣−𝑢 1 − 𝑣𝑢 𝑐⁄ 2 = 0 − 𝑣 1 − 0 (𝑣) 𝑐⁄ 2 = −𝑣 𝑃𝑎𝑤𝑎𝑙 = 𝑚1 𝑣1+ 𝑚2 𝑣2 = 𝑚𝑣 + 𝑚(−𝑣) = 0 𝑃𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 = (2𝑚)(𝑉) = 0 𝑃𝑎𝑤𝑎𝑙 = 𝑚1 𝑣1+ 𝑚2 𝑣2= 𝑚(0) + 𝑚 ( −2𝑣 1 + 𝑣2⁄𝑐2 ) = −2𝑚𝑣 1 + 𝑣2⁄𝑐2 𝑃𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 = 2𝑚(−𝑉) = −2𝑚𝑣 Sebelum Sesudah V2 V

(21)

Karena menurut pengukuran 𝑂, 𝑃

𝑎𝑤𝑎𝑙≠𝑃𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟, maka bagi𝑂 momentum linear tidak kekal. Mengenai penyusutan panjang dan pemuluran waktu, marilah kita membuat anggapan bahwa bagi besaran massa terdapat pula pertambahan massa relativistik, menurut hubungan berikut:

Anggaplah kedua objek ini memiliki massa diam 𝑚0yang sama, maka menurut 𝑂, kedua massa itu adalah...

Karena 𝑣1 = 𝑣2 = 𝑣; juga

Karena massa gabungan ini diam dalam kerangka acuan 𝑂, maka massa 𝑀 adalah massa diamnya, yang selanjutnya kita nytaakan dengan 𝑀0. Menurut 𝑂, 𝑚1 diam, jadi 𝑚1 = 𝑚0. Karena 𝑚2 bergerak dengan laju 𝑣2 = −2𝑣/(1 + 𝑣2⁄ ), maka 𝑐2

Massa gabungan 𝑀 bergerak dengan laju 𝑉= −𝑣, jadi

𝑚 = 𝑚0 √1−𝑢2⁄𝑐2 (2.10) 𝑚1 = 𝑚0 √1−𝑣2⁄𝑐2 dan𝑚2 = 𝑚0 √1−𝑣2⁄𝑐2 𝑀 = 𝑚1+ 𝑚2 = 2𝑚0 √1 − 𝑣2⁄𝑐2 𝑚2 = 𝑚0 √1 − 1𝑐(1 + 𝑣−2𝑣2 𝑐2 ⁄ ) 2 = 𝑚0(1 + 𝑣 2 𝑐2 ⁄ 1 − 𝑣2⁄𝑐2) 𝑀= 𝑀0 √1 − 𝑣2⁄𝑐2

(22)

Jika kita substitusikan hasil yang kita peroleh bagi 𝑀0, yaitu

.

Tampak bahwa definisi massa yang baru ini berhasil mempertahankan kekekalan momentum menurut 𝑂, karena 𝑃𝑎𝑤𝑎𝑙 = 𝑚1𝑣1 + 𝑚2𝑣2 tetap sama dengan nol. Seperti 𝑃𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟. Selanjutnya, marilah kita periksa pernyataan momentum awal dan akhir dalam kerangka acuan 𝑂:

dan

Karena 𝑃𝑎𝑤𝑎𝑙 = 𝑃𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟, maka definisi baru kita tentang massa relativistik di atas telah memungkinkan kita untuk mempertahankan berlakunya kekekalan momentum dalam kedua kerangka acuan. Dan ternyata definisi massa relativistik ini berhasil mempertahankan berlakunya kekekalan momentum dalam semua kerangka acuan, tidak hanya dalam kedua kerangka acuan khusus yang kita tinjau dalam contoh kasus ini.

Selain mendefinisikan massa relativistik seperti yang kita lakukan di atas, kita dapat pula mendefinisikan ulang momentum relativistik berikut:

Dengan massa relativistik .khususnya, tidaklah benar menuliskan energy kinetic sebagai ½ mv2 dengan menggunakan massa relativistik. Perubahan energy kinetic ∆𝐾 = Kf – Ki adalah 𝑀0 = 2𝑚0 √1 − 𝑣2⁄𝑐2 ⁄ 𝑃𝑎𝑤𝑎𝑙 = 𝑚1𝑣1+ 𝑚2𝑣2 = 𝑚0(0) + 𝑚0(1 + 𝑣 2 𝑐2 ⁄ 1 − 𝑣2⁄𝑐2) (− 2𝑣 1 + 𝑣2⁄𝑐2) = −2𝑚0𝑣 1 − 𝑣2⁄𝑐2 𝑃𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 = 𝑀1𝑉1 = 2𝑚0 1 − 𝑣2⁄𝑐2 [−𝑣] = −2𝑚0𝑣 1 − 𝑣2⁄𝑐2 𝑝 = 𝑚0𝑣 √1−𝑣2⁄𝑐2 (2.11)

(23)

Jika benda bergerak dari keadaan diam, Ki = 0, maka energy kinetic akhir K adalah

kita mencoba mempertahankan hukum kedua Newton dalam bentuk umumnya (F=dp/dt). jadi kita peroleh

Pernyataan yang terahir dapat kita ubah lebih lanjut bila kita gunakan teknik standar pengintegrasian perbagian, dengan 𝑑(𝑝𝑣) = 𝑣 𝑑𝑝 + 𝑝 𝑑𝑣 yang memberikan

Dengan melakukan integrasi, kita peroleh

Yang dapat kita tuliskan dalam bentuk berikut

Dengan massa relativistic didefinisika menurut persamaan (2.10). Perbedaan antara 𝑚𝑐2 (yang memiliki satuan energy) bagi sebuah partikel yang bergerak dengan laju v, dengan besaran 𝑚0𝑐2 (yang juga bersatuan energy) bagi sebuah partikel yang diam, tidak lain adalah energy kinetiknya. Besaran 𝑚0𝑐2 disebut energy dalam partikel dan dinyatakan dengan 𝐸0. Jadi, sebuah partikel yang bergerak, memiliki energi 𝐸0 dan tambahan energi K, sehingga dengan demikian energy relativistic total E partikel adalah

∆𝐾 = 𝑊 = ∫ 𝐹 𝑑𝑥 𝐾 = ∫ 𝐹 𝑑𝑥 𝐾 = ∫𝑑𝑝 𝑑𝑡𝑑𝑥 = ∫ 𝑑𝑝 𝑑𝑥 𝑑𝑡 = ∫ 𝑣 𝑑𝑝 𝐾 = 𝑝𝑣 − ∫𝑣=𝑣𝑝 𝑑𝑣 𝑣=0 𝐾 = 𝑚0𝑣 √1 − 𝑣𝑐22 𝑣 − ∫ 𝑚0𝑣 √1 − 𝑣𝑐22 𝑣=𝑣 𝑣=0𝑣=0 𝑑𝑣 𝐾 = 𝑚0𝑣2 √1 − 𝑣𝑐22 + 𝑚0𝑐2√1 −𝑣2 𝑐2 − 𝑚0𝑐2 𝐾 = 𝑚𝑐2− 𝑚 0𝑐2 (2.12)

(24)

Hubungan antara energy dan momentum relativistic:

Hubungan ini merupakan salah satu pernyataan yang bermanfaat yang yang mengaitkan senergi relativistic dan momentum serta mudah mengingatnya sebagai teorema Pythagoras bagi segitiga siku-siku yang dua sisi tegaknya adalah pc dan 𝑚0𝑐2 dengan E sebagai sisi miringnya

Sebagai rangkuman pasal ini, telah kita lihat bahwa konsep dasar fisika berikut tetap berlaku:

1. Hukum kekekalan energy

2. Hukum kekekalan momentum linear 3. Hukum newton kedua, 𝐹 =𝑑𝑝𝑑𝑡

Jika kita memperkenalkan konsep-konsep baru relativistic berikut: 1. 𝑝 = 𝑚0𝑣 √1−𝑣2𝑐2 2. 𝑚 = 𝑚0 √1−𝑣2𝑐2 3. 𝐸 = 𝑚𝑐2 = 𝑚0𝑐2+ 𝐾 = (𝑝2𝑐2+ 𝑚02𝑐4) 1 2

Semua ini merupakan segi utama dinamika relativistic, berlaku persyaratan bahwa apabila v kecil sekali dibandingkan terhadap c, maka semua persamaan itu haruslah memberikan kembali hasil-hasil fisika klasik yang telah kita kenal. Khususnya, 𝐾 ≡ 12𝑚0𝑣2 apabila v ≫ c.

𝐸 = 𝐸0+ 𝐾 = 𝑚0𝑐2+ 𝐾 = 𝑚𝑐2 (2.13)

𝐸2 = 𝑝2𝑐2 + (𝑚 0𝑐2)2

(25)

1. Seorang penumpang sebuah kereta api yang bergerak dengan kecepatan 30 m/det berpapasan dengan seseorang yang sedang berdiri di person stasiun pada saat t=t’=0. Dua puluh detek setelah itu lewat, orang di peron itu menyatakan bahwa jarak seekor burung yang terbang sepanjang rel dengan arah yang sama dengan gerak kereta api itu adalah sejauh 800 m darinya. Bagimanakah koordinat burung itu menurut si penumpang kereta api?

2. Sebuah meteran yang panjangnya L0 terletak memanjang dalam kerangka acuan O’ dari x’1 hingga x’2. Seorang pengamat O (O’ bergerak relatif terhadap acuhan O dengan laju u) mengukur panjang meteran ini L = x2 – x1, dengan melakukan pengukuran x1 dan x2 secara serempak. Gunakan persamaan transformasi lorentz untuk menurunkan penyusutan panjang yang mengaitkan L dan L0.

3. Sebuah lampu kilat terletak 30 km dari seorang pengamat. Lampu dinyalakan dan pengamat melihat kilatannya pada jam 13:00. Pada jam berapakah sebenarnya lampu itu dinyalahkan.

4. Anggap kecepatan bumi mengarungi eter sama dengan kecepatan edarnya, jadi v = 10-4C. Tinjau percobaan Michelson-Morley yang masing-masing lengan panjangnya 10m dan salah satu lengannya dalam arah gerak bumi. Hitung beda waktu bagi kedua gelombang cahaya untuk menempuh tiap-tiap lengan.

5. Percobaan Michelson-Morley yang sebenarnya menggunakan suatu interferometer denagn panjang tiap-tiap lengan 11 m dan cahaya natrium 5900oA. Percobaan ini diharapkan menampakkan pergeseran cincin sebanyak 0,005 buah. Berapakah paling batas teratas yang ditetapkan untuk laju bumi mengarungi eter?

6. Untuk rentang kecepatan berapakah dari sebuah partikel bermassa m0, kita dapat menggunakan pernyataan energi kinetik klasik ½ m0 v2 dengan ketelitian 1 persen? 7. Turunkan kecepatan Lorentz bagi v’x dan vz

8. Sejauh berapakah sebuah objek harus bergerak sebelum panjangnya menyusut menjadi separuh panjang sejatinya?

9. Sebuah inti helium (partikel alfa) terdiri atas dua proton dan dua neutron dan memiliki massa 4,001506 u. (a) Berapakah energi ikat sebuah inti atom helium? (b) Berapakah beda massa dalam kg antara suatu inti atom helium dan partikel-partikel penyusunnya? 10. Berapakah perubahan massa yang terjadi jika 1 g tembaga dipanaskan dari 0 hingga

100oC? Panas jenis tembaga 0,40 J/g.K.

(26)
(27)

Suatu medan elektromagnet dicirikan oleh medan elektrik E dan medan magnet B.

Dalam gelombang elektromagnetik ini, E dan B tidak hanya berubah terhadap r tetapi juga terhadap waktut. Salah satu gelombang yang istimewa adalah gelombang bidang yang muka gelombangnya berbentuk bidang. Suatu gelombang elektromagnet bidang yang merambat dalam arah z dilukiskan oleh 2 pernyataan berikut:

Polarisasi gelombang dinyatakan oleh vektor E0, dibidang polarisasinya ditentukan oleh E0dan arah rambatannya, dalam hal ini sumbu z. Begitu arah rambatan dan polarisasi E0 ditetapkan, maka arah B0 tertentukan oleh syarat bahwa B harus tegak lurus pada E dan pula arah rambat dan bahwa hasil kali vektor E × B menunjuk dalam arah rambat gelombang. Besarnya B ditentukan oleh;

c adalah laju cahaya. Sebuah gelombang elektromagnet mentransmisikan energi dari satu tempat ke tempat lain; fluks energinya ditentukan oleh vektor Poynting S:

Untuk gelombang bidang, vektor ini tersederhanakan menjadi:

k adalah vektor satuan dalam arah z. Vektor Poynting memiliki dimensi energi per satuan waktu per satuan luas- misalnya, J/s/m2 atau W/m2.

BAB III SIFAT PARTIKEL RADIASI ELEKTROMAGNETIK

3.1 Tinjauan Ulang Gelombang Elektromagnetik

𝐄 =4.π.ε1 .rq2 𝐫 (3.1) 𝑩 = μ0.i 2πr 𝛉 (3.2) 𝐄 = 𝐄𝟎sin(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡 + 𝛷) (3.3) 𝐁 = 𝑩𝟎sin(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡 + 𝛷) 𝐵0 =𝐸𝑐0 (3.4) 𝐒 =𝜇1 0𝐄 × 𝐁 (3.5) 𝐒 =𝜇1 0𝐸0𝐵0𝑠𝑖𝑛 2(𝑘𝑧 − 𝜔𝑡 + 𝛷)𝐤̂ (3.6)

(28)

Sebuah detektor radiasi elektromagnet ditempatkan disebuah titik pada sumbu z., dan ditentukan daya gelombang elektromagnet yang dilepaskan ke detektor. Detektor diarahkan sedemikian rupa sehingga permukaan pekanya seluas A tegal lurus sumbu z, agar sinyal yang diterima maksimum. Selanjutnya diabaikan notasi vektor dari S dan hanya bekerja dengan besarnya S, dengan demikian daya P diberikan oleh:

Yang dapat dituliskan kembali sebagai berikut

Ada dua hal penting dari pernyataan ini yang harus dicatat:

1. Intensitas berbanding lurus dengan 𝐸02. Ini adalah sifat umum gelombang: intensitas berbanding lurus dengan kuadrat amplitudo.

2. Intensitas berfluktuasi terhadap waktu dengan frekuensi 2v = 2(ω/2π). Contohnya cahaya tampak memiliki frekuensi sekitar 1015 getaran perdetik dan mata tidak mampu memberi reaksi secepat itu, maka diamati rata-rata dari waktu siklus yang jumlahnya banyak sekali (mungkin 1013). Jika T adalah waktu pengamatan, maka daya rata-rata yang diterima adalah:

Sifat gelombang yang penting dan istimewa ini menghasilkan gejala interferensi dan difraksi. Contoh interferensi yang sederhana dan telah lazim dikenal adalah percobaan dua celah Young. Suatu gelombang bidang monokromatik dijatuhkan pada suatu penghalang yang mempunyai dua irisan celah.

Gelombang bidang dilenturkan (difraksikan) oleh tiap-tiap celah, sehingga cahaya yang melewati tiap-tiap celah meliput bidang layar yang lebih luas daripada bayangan

𝑃 = 𝑆. 𝐴 (3.7) 𝑃 = 1 𝜇0 𝐸0𝐵0𝐴 𝑠𝑖𝑛2 (𝑘𝑧 − 𝜔𝑡 + 𝛷) 𝑃 =𝜇1 0𝑐 𝐸0 2𝐴 𝑠𝑖𝑛2 (𝑘𝑧 − 𝜔𝑡 + 𝛷) (3.8) 𝑃𝐴𝑉 =𝑇1∫ 𝑃 𝑑𝑡 0𝑇 (3.9) 𝑃𝐴𝑉 = 2𝜇1 0𝑐𝐸0 2 𝐴 (3.10)

(29)

geometris celah. Hal ini menyebabkan cahaya dari kedua celah bertumpang tindih pada layar sehingga terjadi interferensi. Sebagai contoh jika kita bergerak menjauhi pusat layar, maka pada suatu jarak tertentu, puncak gelombang cahaya yang datang pada salah satu celah tiba secara bersamaan dengan puncak gelombang sebelumnya yang datang pada celah lainnya. Apabila hal ini terjadi, intensitas cahaya pada jarak itu maksimum dan sebagai akibatnya terjadi bayangan terang di layar pada jarak tersebut. Ini adalah peristiwa interferensi maksimum (konstruktif). Interferensi maksimum akan terjadi apabila sepanjang puncak gelombang dari salah satu celah tiba secara bersamaan dengan celah lainnya, tidak bergantung pada apakah ia merupakan urutan kedua atau keempat, atau keempat puluh tujuh. Syarat umum bagi interferensi maksimum adalah bahwa selisih X1 dan X2 merupakan kelipatan bilangan bulatpanjang gelombang cahaya:

Kemungkinan lain yang juga terjadi adalah bahwa pada suatu jarak tertentu pada layar, puncak gelombang dari salah satu celah tiba secara bersamaan dengan lembah atau dasar gelombang (trough) dari celah lain. Apabila hal ini terjadi, maka kedua gelombang tersebut akan saling menghapuskan, dan sebagai akibatnya terjadi daerah gelap pada layar. Ini dikenal sebagai interferensi minimum (destruktif). Interferensi minimum terjadi apabila jarak X1 dan X2 adalah sedemikian rupa sehingga fase gelombang yang satu berbeda setengan siklus, atau satu setengah siklus, dua setengah silkus, dan seterusnya:

Kita dapat mencari tempat-tempat interferensi maksimum pada layar dengan cara berikut. Misalkan d adalah jarak celah satu terhadap yang lainnya, dan D jarak kedua celah ke layar. Jika yn adalah jarak pusat layar ke maksimum ke-n, maka geometri dari gambar di bawah ini kita dapati

Dengan mengurangkan, diperoleh

|𝑋1− 𝑋2| = 𝑛𝜆 n= 0,1,2,.... (3.11) |𝑋1− 𝑋2| =12𝜆,23𝜆,52𝜆, … . = (𝑛 +12) 𝜆 (3.12) n = 0,1,2,... 𝑋12 = 𝐷2+ (𝑑 2+ 𝑦𝑛) 2 (3.13) 𝑋22 = 𝐷2+ (𝑑 2− 𝑦𝑛) 2 𝑋12− 𝑋 22 = 2𝑦𝑛𝑑 (3.14)

(30)

dan

Dalam percobaan-percobaan dengan gelombang cahaya, D berorde 1m, dan yn serta d paling tinggi 1 mm; jadi X1 ≈ D dan X2 ≈ D , sehingga X1 + X2 ≈ 2D, dan dalam hampiran ini

Dengan menggunakan persamaan interferensi maksimum bagi nilai (X1-X2) pada maksimum interferensi, maka diperoleh

Piranti lain untuk mengamati interferensi gelombang cahaya adalah kisi difraksi, yaitu piranti penghalang bercelah banyak untuk menghasilkan interferensi gelombang cahaya. Maksimum-maksimum interferensi berkaitan dengan panjang gelombang berbeda yang muncul pada sudut θ yang berbeda, menurut hubungan

d adalah jarak antarcelah dan n bilangan urutan maksimum-maksimum interferensi (n = 1, 2, 3,...). Pernyataan maksimum mendasar bagi maksimum interferensi dalam difraksi sinar-X dari sebuah kristal adalah

Hasil ini dikenal sebagai hukum Bragg bagi difraksi sinar-X. 𝑦𝑛 = (𝑋1+𝑋22𝑑)(𝑋1−𝑋2) (3.15) 𝑦𝑛 = (𝑋1− 𝑋2)𝐷 𝑑 (3.16) 𝑦𝑛 = 𝑛𝜆𝐷𝑑 (3.17) 𝑑 sin 𝜃 = 𝑛𝜆 (3.18) 2𝑑 sin 𝜃 = 𝑛𝜆 𝑛 = 1,2,3, … .. (3.19)

(31)

Pertanda pertama yang menunjukkan bahwa gambaran gelombang klasik tentang radiasi elektromagnet (yang berhasil baik menerangkan percobaan Young dan Hertz pada abad ke sembilan belas yang dapat dianalisis secara tepat dengan persamaan Maxwell). Tidak seluruhnya benar, tersimpulkan dari kegagalan teori gelombang untuk menerangkan spektrum radiasi termal yang diamati- Jenis radiasi elektromagnet yang dipancarkan berbagai benda semata-mata karena suhunya. Teori gelombang juga ternyata gagal menjelaskan hasil percobaan lain yang segera menyusul, seperti percobaan yang mempelajari pemancaran elektron dari permukaan logam yang disinari cahaya (efek foto listrik) dan hamburan cahaya oleh elektron-elektron (efek Compton).

Sebuah objek dipertahankan bersuhu T1. Radiasi yang dipancarkan objek ini kemudian diamati dengan suatu peralatan yang peka terhadap panjang gelombang radiasi. Sebagai contoh, zat perantara dispersif (penyebar cahaya) seperti prisma dapat digunakan untuk pengamatan ini karena panjang gelombang berbeda yang menembusinya akan teramati pada sudut θ yang berbeda pula. Dengan menggerakkan detektor radiasi ke sudut θ yang berbeda-beda, kita dapat mengukur intensitas radiasi pada suatu panjang gelombang tertentu. Karena detektor bukanlah suatu titik geometris (akan sangat tidak efektif), tetapi mengapit suatu selang sudut dθ yang sempit, maka yang sebenarnya kita ukur adalah jumlah radiasi dalam selang dθ pada θ, atau yang setara dengan ini dalam selang dλ dan λ. Besaran ini disebut intensitas radiant (radiant intensity)R, sehingga hasil percobaannya adalah deretan nilai R dλ sebanyak nilai λ berbeda yang kita pilih untuk diukur. Bila percobaannya kemudian diulangi tetapi dengan menaikkan suhu T2 menjadi lebih tinggi, maka kita simpulkan dua sifat penting radiasi termal berikut:

1. Intensitas radiant total terhadap seluruh panjang gelombang berbanding lurus suhu T berpangkat empat, maka dapat ditulis

(32)

Persamaan ini disebut hukum Stefan dan σ dikenal sebagai tetapan Stefan-Bolzman, nilai tetapan σ didapati sebesar

2. Panjang gelombang dimana masing-masing kurva mencapai nilai maksimumnya, yang disebut λmaks (walaupun ia bukanlah suatu panjang gelombang masimum), menurun jika suhu pemancar dinaikkan, ternyata sebanding dengan kenaikan suhu, sehingga λmaks∝1𝑇 dari percobaan didapati bahwa nilai tetapan bandingnya adalah

Hasil ini dikenal sebagai hukum pergeseran Wien. ∫ 𝑅 𝑑𝜆0∞ = 𝜎 𝑇4 (3.20)

𝜎 = 5,6703 × 10−8 𝑊 𝑚2𝐾4

𝜆𝑚𝑎𝑘𝑠𝑇 = 2,898 × 10−3𝑚. 𝐾 (3.21)

Contoh soal

(a) Pada panjang gelombang berapakah sebuah benda pada suhu ruang (T=200 C) memancarkan radiasi termal maksimum? (b) Hingga suhu berapakah benda tersebut harus kita panaskan agar puncak radiasi termalnya berada pada daerah spektrum merah? (c) Berapa kali banyaknya radiasi termal yang dipancarkan benda tersebut pada suhu yang tertinggi?

Pemecahan

(a) Suhu dirubah menjadi suhu mutlak T=293K , maka dari hukum pergeseran Wien , diperoleh

𝜆𝑚𝑎𝑘𝑠 = 2,898 × 10−3𝑚. 𝐾

293 𝐾 = 9,89 𝜇𝑚

(b) Panjang gelombang cahaya merah adalah λ≅ 650 𝑛𝑚. Maka dengan menggunakan kembali hukum pergeseran Wien untuk mendapati T, diperoleh:

𝑇 =2,898 × 10−3𝑚. 𝐾

650 × 10−9𝑚 = 4460𝐾

(c) Karena intensitas radiasi total berbanding lurus terhadap T4, maka perbandingan radiasi termal adalah

𝑇24 𝑇14 =

(4460)4

(33)

Pada tahap ini kita akan mencoba untuk menganalisis dan memahami hasil-hasil ini (ketergantungan R pada λ, hukum Stefan dan hukum Wien) berdasarkan teori termodinamika dan elektromagnet. Kita dapat melihat berbagai benda karena cahaya yang mereka pantulkan. Pada suhu ruang, radiasi termal ini paling banyak terdapat dalam daerah spektrum inframerah (λmaks≅ 10𝜇𝑚), pada daerah mata kita tak lagi peka. Bila benda tersebut dipanasi, meraka akan mulai memancarkan cahaya tampak. Bila T bertambah, maka λmaks menurun, untuk suhu sedang, λmaks akan menurun ke daerah cahaya tampak. Sebagai contoh, sepotong logam yang dipanaskan, mula-mula tampak memijar dengan memancarkan warna merah tua, dan bila suhunya terus dinaikkan warnanya berangsur berubah menjadi semakin kuning.

Radiasi yang dipancarkan benda tidak hanya bergantung pada suhu, tetapi juga pada sifat-sifat lainnya, seperti rupa benda, sifat permukaannya, bahan pembuatnya. Radiasinya juga bergantung pada apakah dia memantulkan atau tidak memantulkan radiasi dari lingkungan sekitar yang jatuh padanya. Untuk menghilngkan beberapa hambatan ini, kita tidak akan meninjau benda biasa, melainkan yang permukaannya sama sekali hitam (benda hitam). Jika sebuah benda sama sekali hitam, maka cahaya yang jatuh padanya tidak ada yang ia pantulkan sehingga sifat-sifat permukaannya dengan demikian tidak dapat diamati. Perluasan ini masih belum cukup menyederhanakan persoalan untuk memungkinkan untuk menghitung spektrum radiasi yang terpancarkan. Karena itu, kita memperluasnya lebih lanjut ke suatu jenis benda hitam istimewa sebuah rongga, misalnya bagian dalam dari sebuah kotak logam, dengan sebuah lubang kecil pada salah satu dindingnya. Lubang itulah, bukan kotaknya, yang berperan sebagai benda hitam. Radiasi dari luar yang menembusi lubang ini akan lenyap pada bagian dalam kotak dan kecil kemungkinan untuk keluar kembali dari lubang tersebut; jadi tidak ada pantulan yang terjadi pada benda hitam (lubang) tersebut. Karena radiasi yang keluar dari lubang itu merupakan cuplikan radiasi di dalam kotak, maka pemahaman tentang hakikat radiasi di dalam kotak akanmemungkinkan kita untuk memahami radiasi yang keluar melewati lubang kotak itu.

Perhitungan klasik bagi energi radiant yang dipancarkan untuk tiap-tiap panjang gelombang sekarang terbagi menjadi beberapa tahap perhitungan. Tanpa dikemukakan pembuktiannya, berikut dikemukakan bagian-bagian penting dari penurunannya. Pertama yang menyangkut perhitungan jumlah radiasi untuk masing-masing panjang gelombang, kemudian sumbangan tiap-tiap gelombang bagi energi total dalam kotak, dan terkahir intensitas radian yang berkaitan dengan enegi itu.

1. Kotak berisi gelombang-gelombang berdiri elektromagnet. Jika semua dinding kotak adalah logam, maka radiasi dipantulkan bolak-balik dengan simpul (node) medan

(34)

elektrik terdapat pada tiap-tiap dinding (medan listrik haruslah nol di dalam sebuah konduktor).

2. Jumlah gelombang berdiri dengan panjang gelombang antara λ dan λ+dλ adalah

V adalah volume kotak. Untuk gelombang berdiri satu dimensi, seperti pada tali tegang sepanjang L, maka panjang gelombang yang diperkenankan adalah λ= 2L/n, (n=1,2,3...). jumlah gelombang berdiri yang mungkin dengan panjang gelombang antara λ1 dan λ2 adalah 𝑛2− 𝑛1 = 2𝐿(𝜆1

2−

1

𝜆1) sehingga dalam selang antara λ dan λ+dλ akan

terdapat sebanyak 𝑁(𝜆)𝑑𝜆 = (2𝐿𝜆2) 𝑑𝜆 geloambang yang berbeda.

3. Tiap-tiap gelombang memberi saham energi KT bagi radiasi di dalam kotak. Hasil ini diperoleh dari termodinamika klasik. Radiasi dalam kotak berada dalam keadaan kesetimbangan termal dengan dinding pada suhu T. Radiasi ini terpantulkan oleh dinding kotak karena ia diserap dinding dan kemudian dipancarkan dengan segera oleh atom-atom dinding, yang dalam proses ini bergetar pada frekuensi radiasi.

4. Untuk memperoleh intensitas radiant dari kerapatan energi (energi per satuan volume) kalikan dengan c/4. Hasil ini juga diperoleh dari teori elektromagnet dan termodinamika klasik.

Dengan menggabungkan unsur-unsur di atas, maka intensitas radiant yang diperkirakan adalah:

Intensitas radiant = (jumlah gelombang per satuan volume) × (energi per gelombang) × (energi radiant per rapat energi)

Hal ini dikenal sebagai rumus Rayleigh-Jeans. Penurunannya menggunakan teori klasik elektromagnet dan termodinamika, yang merupakan usaha maksimal dalam menerapkan fisika klasik untuk memahami persoalan radiasi benda hitam.

Fisika baru memberi tafsiran benar terhadap radiasi termal dikemukakan oleh fisikawan Jerman, Max Planck. Bencana ultraviolet disebabkan karena intensitas radiant yang diramalkan hukum Rayleigh-Jeans menjadi sangat besar pada daerah panjang gelombang pendek (pada ferkuensi yang tinggi). Yang diperlukan adalah suatu cara untuk membuat R=0

𝑁(𝜆)𝑑𝜆 =8 𝜋 𝑉𝜆4 𝑑𝜆 (3.22)

(35)

bila λ=0 atau v=∞. Planck mengemukakan bahwa sebuah atom yang bergetar hanya dapat menyerap atau memancarkan energi kembali dalam bentuk buntelan-buntelan energi (yang disebut kuanta). Jika energi kuanta berbanding lurus dengan frekuensi radiasi, maka bila frekuensinya meningkat, energinya akan turut pula menjadi besar, tetapi karena tidak satu pun gelombang yang dapat memiliki energi melebihi KT, maka tidak ada gelombang berdiri yang energi kuantumya lebih besar daripada KT. Ini secara efektif membatasi intensitas radiant ferkuensi tinggi (panjang gelombang pendek), dan dengan demikian memecahkan persoalan bencana ultraviolet.

Dalam teori Planck, setiap osilator dapat memancarkan atau menyerap energi hanya dalam jumlah yang merupakan kelipatan bilangan bulat dari suatu energi dasar ε,

n menyatakan jumlah kuanta. Selanjutnya, energi setiap kuanta ini ditentukan oleh frekuensi menurut:

h adalah suatu tetapan banding yang dikenal sebagai tetapan Planck. Berdasarkan anggapan ini, spektrum intensitas radiant yang dihitung Planck adalah:

Kesesuaian antara percobaan dan rumus Planck diilustrasikan pada gambar di atas, yang memperlihatkan betapa baiknya kurva rumus Planck berimpit dengan data pengamatan.

𝐸 = 𝑛 𝜀 𝑛 = 1,2,3, …. (3.24)

𝜀 = ℎ 𝑣 (3.25)

𝑅(𝜆) = (𝑐4) (8𝜋𝜆4) ⌈(ℎ𝑐𝜆) 1 𝑒𝜆𝑘𝑇ℎ𝑐−1

(36)

Penurunan hukum Stefan dan rumus Planck memberikan hubungan tetapan Stefan-Boltzman dan tetapan Planck berikut:

Karena kita mengetahui σ dari percobaan, maka kita dapat menentukan nilai tetapan Planck dari hubungan ini dan hasilnya adalah

Pada efek fotoelektrik, permukaan sebuah logam disinari dengan seberkas cahaya dan sejumlah elektron terpancar dari permukaannya. Dalam studi eksperimental terhadap efek fotoelektrik, kita mengukur bagaimana laju dan energi kinetik elektron yang terpancar bergantung pada intensitas dan panjang gelombang sumber cahaya. Percobaan ini harus dilakukan dalam ruang hampa, agar elektron tidak kehilangan energinya karena bertumbukan dengan molekul-molekul udara.

Laju pancaran elektron diukur sebagai arus listrik pada rangkaian luar dengan menggunkan sebuah ammeter, sedangkan energi kinetiknya ditentukan dengan menggunakan suatu potensial perlambat (retarding potential) pada anoda sehingga elektron tidak mempunyai energi yang cukup untuk “memanjati” bukit potensial yang terpasang. Secara eksperimen, tegangan perlambat terus diperbesar hingga pembacaan arus pada ammeter menurun ke nol. Tegangan yang bersangkutan ini disebut potensial henti (stopping potential) Vs, karena elektron yang berenergi tinggi tidak dapat melewati potensial henti ini, maka pengukuran Vs merupakan suatu cara untuk menentukan energi kinetik maksimum elektron Kmaks:

e adalah muatan elektron. Nilai khas Vs adalah dalam orde beberapa volt.

Dari berbagai percobaan berikut ini, kita pelajari fakta-fakta terinci efek fotoelektrik berikut:

𝜎 = 15𝑐2𝜋52𝑘43 (3.27)

ℎ = 6,626 × 10−34𝐽. 𝑠

3.3 Efek Fotoelektrik

(37)

2. Laju pemancaran elektron tak bergantung pada panjang gelombang cahaya di bawah suatu panjang gelombang tertentu, di atas nilai itu arus secara berangsur-angsur menurun hingga menjadi nol pada suatu panjang gelombang pancung (cutoff wafelength) λc.

3. Nilai λc tidak bergantung pada intensitas sumber cahaya , tetapi hanya bergantung pada jenis logam yang digunakan sebagai permukaan fotosensitif

4. Energi kinetik maksimum elektron yang dipancarkan tidak bergantung pada intensitas cahaya, tetapi hanyalah bergantung pada panjang gelombangnya; energi kinetik ini didapati bertambah secara linear terhadap frekuensi sumber cahaya.

5. Apabila sumber cahaya dinyalakan, arus akan segera mengalir (dalam selang waktu 10-9 s).

Energi radiasi elektromagnet bukannya diserap dalam bentuk aliran kontinu gelombang, melainkan dalam bentuk buntelan diskret kecil atau kuanta, yang disebut foton. Sebuah foton adalah satu kuantum energi elektromagnet yang diserap atau dipancarkan, dan sejalan dengan usulan Planck, tiap-tiap foton dari radiasi berfrekuensi v memiliki energi:

h adalah tetapan planck. Dengan demikian, foton-foton berferkuensi tinggi memiliki energi yang lebih besar. Karena suatu gelombang elektromagnet klasik berenergi U memiliki momentum p = U/c, maka foton haruslah pula memiliki momentum, dan sejalan dengan rumusan klasik, momentum sebuah atom berenergi E adalah:

Dengan menggabungkan dua persamaan diatas, didapati hubungan langsung berikut antara panjang gelombang dan momentum foton:

Teori Einstein segera terbukti dapat menjelaskan semua fakta efek fotoelektrik yang diamati. Andaikanlah kita menganggap bahwa sebuah elektron terikat dalam logam dengan energi W, yang dikenal sebagai fungsi kerja (work function). Logam yang berbeda memiliki

𝐸 = ℎ 𝑣 (3.29)

𝑝 =𝐸𝑐 (3.30)

(38)

fungsi kerja yang berbeda pula. Salah satu contoh daftarnya diperlihatkan pada tabel di bawah ini.

Bahan W(eV) Bahan W(eV)

Na 2,28 Al 4,08 Co 3,90 Cu 4,70 Zn 4,31 Ag 4,73 Pt 6,35 Pb 4,14

Untuk mengeluarkan sebuah elektron dari permukaan suatu logam, kita harus memasok energi sekurang-kurangnya sebesar W. Jika hv<W tidak terjadi efek fotoelektrik , jika hv >W, maka elektron akan terpental keluar dan kelebihan energi yang dipasok dirubah menjadi energi kinetiknya. Energi kinetik maksimum Kmaks yang dimiliki elektron yang terpental keluar dari permukaan logam adalah:

Untuk elektron yang berada jauh dibawah permukaan logam, dibutuhkan energi yang lebih besar dari pada W dan beberapa diantaranya keluar dengan energi kinetik yang lebih rendah. Sebuah foton yang memasok energi sebesar W, yang adalah tepat sama dengan energi yang dibutuhkan untuk melepaskan sebuah elektron, berkaitan dengan cahaya yang panjang gelombangnya sama dengan panjang gelombang pamcung λc. Pada panjang gelombang ini tidak ada kelebihan energi yang tersisa bagi energi kinetik fotoelektron, sehingga persamaan sebelungnya tersederhanakan menjadi

Dan dengan demikian

𝐾𝑚𝑎𝑘𝑠= ℎ𝑣 − 𝑊 (3.32)

𝑊 = ℎ𝑣 =ℎ𝑐𝜆

𝑐 (3.33)

(39)

Cara lain radiasi berinteraksi dengan atom adalah melalui efek Compton, di mana radiasi dihamburkan oleh elektron hampir bebas yang terikat lemah pada atomnya. Sebagian energi radiasi diberikan pada elektron, sehingga terlepas dari atom, energi yang sisa diradiasikan kembali sebagai radiasi elektromagnetik. Menurut gambaran gelombang, energi radiasi yang dipancarkan itu lebih kecil dari pada energi radiasi yang datang (selisihnya berubah menjadi energi kinetik elektron), namun panjang gelombang keduanya tetap sama.

Proses hamburan ini dianalisis sabagai suatu interaksi (“tumbukan” dalam pengertian partikel secara klasik) antar sebuah foton dan sebuah elektron yang kita anggap diam. Gambar dibawah ini memperlihatkan

Contoh soal

Fungsi kerja bagi logam tungsen adalah 4,52 eV. (a) Berapakah panjang gelombang pancung bagi tungsen? (b) Berapakah energi kinetik maksimum elektron-elektron yang dipancarkan apabila digunakan radiasi dengan panjang gelombang 200 nm? (c) Berapakah potensial henti untuk kasus ini?

Pemecahan

(a). Panjang gelombang pancung λc : λc = ℎ𝑐𝑊= 12404,52 𝑒𝑉.𝑛𝑚𝑒𝑉 = 274 𝑛𝑚

(b). Pada panjang gelombang yang lebih pendek, berlaku; 𝐾𝑚𝑎𝑘𝑠= ℎ𝑣 − 𝑊 = ℎ𝑐𝜆 − 𝑊

=1240 𝑒𝑉. 𝑛𝑚

200 𝑛𝑚 − 4,52 𝑒𝑉 = 1,68 𝑒𝑉

(c). Potensial hentinya tak lain adalah tegangan yang berkaitan dengan Kmaks, yaitu: 𝑉𝑠 = 𝐾𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑒 = 1,68 𝑒𝑉 𝑒 = 1,68 𝑉 3.4 Efek Compton Perlu di ingat!!

Efek compton ditemukan oleh Arthur Holy Compton pada

tahun 1923. Menurut teori

kuantum cahaya, foton berlaku sebagai partikel, hanya foton tidak

memiliki massa diam. Jika

pendapat ini benar, maka

berdasarkan peristiwa efek

fotolistrik yang dikemukakan oleh Einstein, Arthur Holy Compton pada tahun 1923 telah mengamati gejala-gejala tumbukan antara foton yang berasal dari sinar X dengan elektron.

(40)

peristiwa tumbukan ini. Pada keadaan awal, foton memiliki energi E yang diberikan oleh

momentumnya adalah:

Elektron pada keadaan diam, memiliki energi diam mec2. Setelah hamburan foton

memiliki energi E’ dan momentum p’ dan bergerak pada arah yang membuat sudut θ terhadap arah foton datang. Elektron memiliki energi total Ee dan momentum pe dan bergerak dalam arah yang membuat sudut Φ terhadap foton datang (agar analisisnya mencakup pula foton datang berenergi tinggi yang memberikan energi sanagt besar pada elektron yang terhamburkan maka kita membuat kinematika relativistik bagi elektron). Dalam interaksi ini berlaku persyaratan kekekalan energi dan momentum, yakni:

Kita mempunyai tiga persamaan dengan empat besaran tidak diketahui (θ, Φ, 𝐸𝑒, 𝐸′, 𝑝𝑒, dan p’ saling bergantungan ) yang tidak dapat dipecahkan untuk memperoleh jawaban tunggal. Tetapi kita dapat menghilangkan (eliminasikan) dua dari keempat besaran ini dengan memecahkan persamaannya secara serempak. Jika kita memilih untuk mangukur energi dan arah foton hambur, maka kita menghilangkan 𝐸𝑒 dan 𝛷. Sudut Φ dihilangkan dengan menggabungkan persamaan-persamaan momentum:

𝐸 = ℎ𝑣 =ℎ𝑐𝜆 (3.35) 𝑝 =𝐸𝑐 (3.36) 𝐸𝑎𝑤𝑎𝑙 = 𝐸𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝐸 + 𝑚𝑒𝑐2 = 𝐸+ 𝐸 𝑒 (3.37 a) (𝑝𝑥)𝑎𝑤𝑎𝑙 = (𝑝𝑥)𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑝 = 𝑝𝑒cos 𝛷 + 𝑝′cos 𝜃 (3.37 b) (𝑝𝑦)𝑎𝑤𝑎𝑙 = (𝑝𝑦)𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 0 = 𝑝𝑒sin 𝛷 + 𝑝′sin 𝜃 (3.37 c)

(41)

Dengan menggunakan hubungan relativistik antara energi dan momentum:

Maka dengan menyisipkan Ee dan pe, diperoleh

Dan lewat sedikit aljabar, di dapati

Persamaan ini dapat pula dituliskan sebagai berikut:

λ adalah panjang gelombang foton dan λ’ panjang gelombang foton hambur. Besaran ℎ

𝑚𝑒𝑐 dikenal sebagai panjang gelombang Compton dari elektron yang memiliki nilai 0,002426

nm, namun perlu diingat bahwa ini bukanlah suatu panjang gelombang dalam arti sebenarnya, melainkan semata-mata suatu perubahan panjang gelombang.

Foton adalah jenis partikel dasar yang membentuk unit dasar radiasi elektromagnetik, yang meliputi gelombang radio, inframerah, cahaya tampak, ultraviolet, sinar-X, dan sinar gamma. Foton tidak memiliki massa, tidak ada muatan listrik, dan berjalan dengan kecepatan cahaya. Tidak seperti beberapa partikel, seperti proton dan neutron, mereka tidak dianggap terdiri dari komponen yang lebih kecil. Foton termasuk ke dalam kelas partikel yang bertanggung jawab atas gaya dasar alam dan membawa gaya elektromagnetik. Menurut teori elektrodinamika kuantum, cara partikel bermuatan listrik bersikap terhadap satu sama lain dapat digambarkan dalam hal foton.

Percobaan yang dilakukan di abad ke-19 tampaknya membuktikan bahwa cahaya terdiri dari gelombang. Namun, pada awal abad ke-20, percobaan lainnya menunjukkan

𝑝𝑒cos 𝛷 = 𝑝 − 𝑝′cos 𝜃 𝑝𝑒sin 𝛷 = 𝑝′sin 𝜃 𝑝𝑒2 = 𝑝2− 2𝑝𝑝′cos 𝜃 + 𝑝′2 (3.38) 𝐸𝑒2 = 𝑐2𝑝 𝑒2+ 𝑚𝑒2𝑐4 (𝐸 + 𝑚𝑒𝑐2− 𝐸)2 = 𝑐2(𝑝2− 2𝑝𝑝cos 𝜃 + 𝑝′2) + 𝑚 𝑒 2𝑐4 (3.39) 1 𝐸′− 1 𝐸= 1 𝑚𝑒𝑐2(1 − cos 𝜃) (3.40) 𝜆′− 𝜆 = ℎ 𝑚𝑒𝑐(1 − cos 𝜃) (3.41) 3.5 Foton

(42)

bahwa itu terdiri dari partikel-partikel. Meskipun tampaknya bertentangan, cahaya dan bentuk lain dari radiasi elektromagnetik sebenarnya berperilaku baik sebagai bentuk. Foton adalah partikel cahaya, tetapi mereka juga memiliki sifat seperti gelombang, seperti panjang gelombang dan frekuensi.

1. Berapakah panjang gelombang maksimum yang dihasilkan dari foton yang menembus sebuah Kristal yang memiliki energy ikat 35 eV?

2. Berapa panjang gelombang maksimum yang dapat menyebabkan fotoelektron terpancar dari natrium? Berapa energy kinetic maksimum dari foto electron bila cahaya 200 nm jatuh pada permukaan natrium.

3. Frekuensi ambang pancaran foto elektrik dalam tembaga ialah 1,1 x 1015 Hz. Cari energy maksimum foto electron (dalam electron volt ) bila cahaya yang berfrekuensi 1,5 x1015 Hz ditujukkan pada permukaan tembaga.

4. Panjang gelombang ambang pancaran fotolistrik pada tungsten ialah 230 nm. Berapakah panjang gelombang cahaya yang harus dipakai supaya electron dengan energy maaksimum 1,5 eV terlempar keluar?

5. Fungsi kerja permukaan tungsten ialah 5,4 eV. Bila permukaan itu disinari oleh cahaya dengan panjang gelombang 175 nm, energy foto electron maksimum ialah 1,7 eV. Carilah tetapan plat dari data tersebut!

6. Berkas sinar-X ekawarna yang panjang gelombangnya 55,8 pm terhambur dengan sudut 46o. cari panjang gelombang berkas gelombang yang terhambur.

7. Foton sinar-X yang frekuensi awalnya 1,5 x 1019 Hz timbul dari tumbukan dengan sebuah electron dengan frekuensi 1,2 x 1019 Hz. Berapa besar energy kinetic yang diserahkan pada electron?

8. Sinar-X dengan panjang gelombang 0,02 nm dihamburkan secara Compton dan seberkas hamburnya diamati pada sudut 30o relative terhadap arah berkas datang. carilah :

a. Panjang gelombang sinar-X hambur b. Energy foton sinar-X hambur c. Energy kinetic electron hambur dan d. Arah gerak electron hambur

(43)

9. Foton dengan frekuensi v dihambur oleh electron yang mula-mula dalam keadaan diam. Buktikan bahwa energy kinetic maxsimum electron yang terhentak ialah Kmax = ( 2hv/m0c2) (1+2hv/m0c2)

10. Dalam eksperimen efek Compton sinar-X yang datang memiliki panjang gelombang 10,0 pm, dan sinar-X yang di hambur dengan sudut tertentu memiliki panjang gelombang 10,5 pm. Cari momentum (besar dan arahnya) dari electron yang terhentak.

(44)
(45)

Berdasarkan peristiwa efek fotolistrik dari Einstein, yang kemudian didukung dengan percobaan yang dilakukan oleh Compton telah membuktikan tentang dualisme (sifat kembar) cahaya, yaitu cahaya bisa berkelakuan sebagai gelombang, tetapi cahaya juga dapat bersifat partikel. Pada tahun 1924 Louise de Broglie mengemukakan pendapatnya bahwa: cahaya dapat berkelakuan seperti partikel, maka partikel pun seperti halnya electron dapat berkelakuan seperti gelombang

Gambar 4.1 Skema Percobaan Louise de Broglie

Sebuah foton dengan frekuensi f memiliki energi sebesar hf dan memiliki momentum p, karena c = f λ, maka momentum foton dapat dinyatakan p = hf/c sehingga panjang gelombang foton dapat dinyatakan λ = h/p. Untuk benda yang bermassa m bergerak dengan kecepatan memiliki momentum linier sebesar mv maka panjang gelombang de Broglie dari benda itu dinyatakan dengan persamaan

Dengan: λ= panjang gelombang deBroglie m= massa partikel

v=laju partikel

h= konstanta Planck = 6.626 x 10-34 J sec p= momentum

BAB IV SIFAT GELOMBANG DARI PARTIKEL SIGELOMBANG DARI PARTIKEL

4.1 HIPOTESIS DE BROGLIE

(46)

Untuk menguji hipotesis yang dilakukan oleh Louise deBroglie pada tahun 1927, Davisson dan Germer di Amerika Serikat dan G.P. Thomson di Inggris secara bebas meyakinkan hipotesis Louise de Broglie dengan menunjukkan berkas elektron yang terdifraksi bila berkas ini terhambur oleh kisi atom yang teratur dari suatu kristal.

Jika partikel berlaku sebagai gelombang, harus dapat ditunjukkan bahwa partikel dapat menimbulkan pola-pola difraksi seperti halnya pola-pola difraksi pada gelombang. Pada tahun 1927 Davisson dan Germer memilih elektron sebagai partikel untuk menguji hipotesa de Broglie. Elektron-elektron diperoleh dari filamen yang dipijarkan, kemudian elektron-elektron itu dipercepat dalam medan listrik yang tegangannya 54 Volt. Setelah dipercepat elektron-elektron memiliki energi kinetik.

Contoh soal:

Sebuah partikel elektron bermassa 9 × 10–31 kg bergerak dengan laju 1,2 × 107ms-1 berapakan panjang gelombang de Broglie elektron tersebut?

Pemecahan 𝜆 = ℎ 𝑚𝑣 𝜆 = 6,6𝑥10−34 9𝑥10−31 1,2𝑥107 𝜆 =6,6𝑥10 −34𝑥1031𝑥10−7 10,8 𝜆 = 0,61𝑥1010𝑚 Ek = 54 eV = 54 x 1,6 .10 –19 Joule Louis-Victor-Pierre-Raymond, duc de

Broglie (banyak dikenal sebagai Louis de Broglie; lahir

di Dieppe,

Seine-Maritime, Perancis, 15

Agustus 1892 – meninggal di Louveciennes, Perancis, 19 Maret 1987 pada umur 94 tahun)

ialah fisikawan Perancis. Pada 1924, tesis doktoralnya mengemukakan usulan bahwa benda yang bergerak memiliki

sifat gelombang yang

melengkapi sifat partikelnya.

deBroglie

(47)

Momentum elektron:

Panjang gelombang deBroglie

Hasil percobaan Davisson dan Germer menunjukkan bahwa elektron-elektron dapat menimbulkan pola-pola difraksi. Kini tidak disangsikan lagi bahwa apa yang kita kenal sebagai materi dapat pula menunjukkan sifat gelombang, tepat seperti yang diramalkan oleh de Broglie. Terbukti bahwa eksperimen Davisson dan Germer merupakan bukti langsung dari hipotesis de Broglie mengenai sifat gelombang benda bergerak. Komplikasi lainnya timbul dari interferensi antara gelombang yang didifraksi oleh Bragg yang membatasi terjadinya maksimum dan minimum yang menjadi hanya kombinasi tertentu dari energi elektron dan sudut datang sebagai pengganti dari setiap kombinasi yang memenuhi persamaan Bragg: nλ= 2d sinθ

Dalam pasal ini kita menyelidiki perbedaan penting lainnya antara partikel klasik dan gelombang. Marilah kita tinjau sebuah gelombang berbentuk y = y1 sin k1 x, seperti yang diperlihatkan pada gambar 4.2 ini adalah sebuah gelombang yang terus-menerus mengulang bentuknya tanpa akhir dari x = -∞ hingga x = +∞. (panjang gelombangnya dipihak lain tertentukan secara pasti sama dengan 2π/k1). Jika kita menggunakan sebuah gelombang untuk menyatakan sebuah partikel maka gelombang itu harus memiliki salah satu sifat penting partikel berikut: ia harus bersifat setempat (localized), atau dapat dikungkung ke dalam suatu

𝑝 = 𝑚𝑣 = √2𝑚 1 2𝑚𝑣2 𝑝 = √2𝑚 𝐸𝑘 𝑝 = √2 9,1𝑥10−31 54 . 1,6 x 10−19 P=4 x10-24 kgm/s 𝜆 = ℎ 𝑚𝑣 𝜆 =6,6𝑥10−34 4 x10−24 λ= 1,6x10-10 m

(48)

bagian ruang kecil (misalnya dalam ukuran atom atau inti atom). Gelombang sinus murni tidak dapat digunakan untuk menentukan letak setempat partikel.

Gambar 4.2 sebuah gelombang sinus murni yang merentang dari -∞ hingga ∞

Sekarang, tinjaulah apa yang terjadi apabila kita memadukan gelombang yang pertama tadi dengan gelombang lain yang panjang gelombangnya agak berbeda (jadi k yang berbeda), sehingga 𝑦 = 𝑦1𝑠𝑖𝑛𝑘1𝑥 + 𝑦2𝑠𝑖𝑛𝑘2𝑥 . Pola khas yang dihasilkan, yang bagi kasus gelombang suara dikenal sebagai “layanan” (beat), diperlihatkan pada gambar 4.3. Polanya tetap berulang terus-menerus dari x =-∞ hingga x = +∞, tetapi sekarang kita sedikit mengetahui tentang “letak” gelombangnya pada nila-nilai x tertentu dimana zat perantaranya tampak kurang “bergelombang” dari pada tempat lainnya (atau sekurang-kurangnya “bergelombang” dengan amplitudo yang lebih kecil). Dalam gambar 4.3, kita akan mengamati getaran pada titik x = xA, tetapi tidak pada x = xB. Status pengetahuan kita tentang “letak” gelombang tampaknya mulai lebih baik, namun dengan bayaran ketidakpastian pada panjang gelombangnya yaitu, bahwa pemanduan dua gelombang dengan panjang gelombang berbeda mengakibatkan kita tidak dapat lagi menentukan secara pasti panjang gelombangnya.

Gambar 4.3 Superposisi dua gelombang sinus dengan panjang gelombang yang hampir sama menghasilkan layangan. Perbedaan panjang gelombang dari kedua gelombang sinus ini adalah 10 persen tetapi kedua

amplitudo sama.

Gambar

Gambar  2.4  pengamat  O  mengirimkan  dan  menerima  seberkas  cahaya  yang  dipantulkan  oleh  sebuah  cermin
Gambar 4.1 Skema Percobaan Louise de Broglie
Gambar 4.2 sebuah gelombang sinus murni yang merentang dari -∞ hingga ∞
Gambar 4.7 Kecepatan grup sebuah paket gelombang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rutherford melakukan percobaannya dengan menembakkan partikel a ke arah lempeng emas, sehingga dapat menyimpulkan: Atom terdiri dari inti atom yang bermuatan positif dan

dahsyat sehingga pada saat itu hanya serpihan partikel-partikel kecil yang berbentuk kabut hal ini berhubungan dengan teori nebula oleh seorang filusuf Jerman yang

pemancaran atau penyerapan energi elektromangnetif hf.. Hanya ada ruang untuk dua elektron dalam orbit terdekat dari inti. Karena model Bohr adalah pengembangan dari

Gambar 3.1: Kurva perubahan energi potensial (V) terhadap jarak antar antar atom (r). Gambar 3.1 memperlihatkan kurva perubahan energi potensial terhadap jarak antar atom. Ikatan

Suatu atom dikatakan tereksitasi (terbangkit) jika satu atau bebarapa electron mempunyai energi yang lebih besar dari tingkat energinya sendiri.. Dalam keadaan

Sebuah partikel bergerak dengan kecepatan sudut sebesar 4 rad/s selama 5 sekon. Tentukan besar sudut yang

Pada tahun 1900, Max Planck mengusulkan suatu gagasan (postulat), yang kemudian dikenal sebagai teori kuantum Planck, yang menyatakan bahwa atom-atom yang

Karena gerak magnetik elektron orbital dalam sebuah atom hidrogen bergantung dari momentum sudut L, besar dan arah L terhadap medan menentukan berapa besar