• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diktat Fismod

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Diktat Fismod"

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

i

PENULIS

YESIKA AYU PUSPITASARI (130210102024)

KAMILA (130210102050)

HISYAM YASSAR ABDULLAH (130210102079)

ALFIDO FAUZY ZAKARIA(130210102110)

(3)

ii

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas bimbingan dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan buku ini. Buku ini diperuntukkan bagi Mahasiswa dan Mahasiswi yang menempuh fisika modern

Secara garis besar, buku ini membahas teori relativitas khusus, sifat partikel radiasi elektromagnet, sifat gelombang dari partikel, persamaan Schrӧdinger, dan atom Rutherford-Bohr

Kami berharap buku ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan dosen, dan bersama-sama ikut serta meningkatkan mutu pendidikan dan menyukseskan cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa. Kritik dan saran merupakan hal yang ditunggu oleh kami untuk memperbaiki isi modul ini.

(4)

iii DAFTAR ISI

Penulis i

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

1. TEORI RELATIVISTIK KHUSUS

1.1 Kegagalan Relativistik Klasik 2

1.2 Postulat Einstein 10

1.3 Akibat Postulat Einstein 12

1.4 Transformasi Lorentz 17

1.5 Dinamika Relativistik 23

1.6 Keserempakan Dan Paradoks Kembar 29

1.7 Uji Percobaan Teori Relativistik Khusus 32

Ringkasan 33

Latihan Soal 35

2. SIFAT PARTIKEL RADIASI ELEKTROMAGNET

2.1 Efek Fotolistrik 38

2.2 Teori Kuantum Cahaya 41

2.3 Sinar – X 45

2.4 Radiasi Benda Hitam 50

2.5 Efek Compton 57

2.6 Foton 59

Ringkasan 60

Latihan Soal 61

3. SIFAT GELOMBANG DARI PARTIKEL

3.1 Hipotesis Debroglie 65

(5)

iv

3.3 Hubungan Ketidakpastian Heissenberg 74

3.4 Paket Gelombang 80

3.5 Probabilitas Dan Keacakan 86

3.6 Amplitudo Probabilitas 86

Ringkasan 87

Latihan Soal 88

4. PERSAMAAN SCHRODINGER

4.1 Pembenaran Persamaan Schrödinger 91

4.2 Resep Schrödinger 93

4.3 Probabilitas Dan Normalisasi 96

4.4 Beberapa Penerapan 99

4.5 Osilator Harmonik Sederhana 109

4.6 Ketergantungan Pada Waktu 112

4.7 Potensial Tangga Dan Halang 113

Ringkasan 122

Latihan Soal 123

5. MODEL ATOM RUTHERFORD-BOHR

5.1 Sifat-Sifat Dasar Atom 130

5.2 Model Atom Thomson 131

5.3 Inti Atom Rutherford 137

5.4 Spektrum Garis 144

5.5 Model Atom Bohr 147

5.6 Percobaan Frank-Hertz 156

5.7 Asas Persesuaian 157

5.8 Kelemahan Atom Bohr 159

Ringkasan 160

Latihan Soal 161

(6)

1 BAB I

Teori Relativititas Khusus

Teori Relativitas Klasik

Kegagalan Relativitas Klasik

Akibat Postulat Einstein

Akibat Postulat Einstein

Transformasi Lorentz

Keserampakkan dan Paradoks Kembar

(7)

2

Dalam bab ini kita akan mempelajari teori relativitas khusus. Teori relativitas khusus sebenarnya adalah semata-mata suatu sistem kinematika dan dinamika lain, yang didasarkan pada sekumpulan postulat yang memang berbeda dari fisika klasik. Meskipun demikian, teori relativitas khusus telah diuji kebenarannya secara teliti dan saksama lewat berbagai percobaan dan didapati bahwa semua ramalannya benar.

1.1 Kegagalan Relativitas Klasik ͏ Latar Belakang Sejarah

o Mekanika Newton merupakan teori yang cukup sukses dalam menjelaskan permasalahan dinamika partikel/benda saat itu.

o Dalam mekanika Newton ada suatu kerangka khusus yang disebut kerangka inersial dimana Hukum Newton mempunyai bentuk yang sama dalam kerangka tersebut.

o Hubungan antara kerangka inersial satu dengan yang lainnya adalah melalui apa yang disebut transformasi Galilean.

o Kegagalan: hukum-hukum Newton (termasuk asas kelembaman tidak berlaku dalam kerangka acuan yang mengalami percepatan, kecuali dalam kerangka acuan yang bergerak dengan kecepatan tetap.

Relativitas klasik (yang diperkenalkan pertama kali oleh Galileo Galilei dan didefinisikan ulang oleh Sir Isaac Newton) mencakup transformasi sederhana diantara benda yang bergerak dan seorang pengamat pada kerangka acuan lain yang diam (inersia).

(8)

3

Pandangan paham Newton tentang alam memberi suatu kerangka nalar dasar yang membantu kita memahami sejumlah besar gejala alam. Pandangan tentanng alam ini, yang sebenarnya berasal dari Galileo, mengatakan bahwa ruang dan waktu adalah mutlak.

Hukum-hukum Newton (termasuk asas kelembaman) tidak berlaku dalam kerangka acuan yang mengalami percepatan, kecuali dalam kerangka acuan yang bergerak dengan kecepatan tetap. Kerangka acuan (yang bergerak dengan kecepatan tetap) ini, disebut kerangka lembam (inersial).

Pembandingan pengamatan-pengamatan yang dilakukan dalam berbagai kerangka lembam, memerlukan transformasi Galileo, yang mengatakan bahwa kecepatan (relative terhadap tiap kerangka lembam) mematuhi aturan jumlah yang paling sederhana.

Transformasi Galileo. Relativitas berhubungan dengan dua kerangka acuan yang saling bergerak dengan kecepatan konstan. Pada Gambar 5.1.2a diilustrasikan kerangka acuan “diam”, yaitu pengamat yang diam di tepi rel dan kerangka acuan “bergerak”, yaitu pengamat yang berada dalam kereta. Kita dapat menjelaskan situasi ini dengan menggunakan kerangka acuan inersial. Pada Gambar 5.1.2 dilukiskan dua buah kerangka acuan inersial. Kerangka acuan S yang berhubungan dengan pengamat diam di tepi rel, memiliki system koordinasi XYZ dengan titik dasar O. Kerangka acuan S‟ yang berhubungan dengan pengamat dalam kereta, memiliki koordinat X’Y’Z’ relatif terhadap kerangka acuan S. Mula-mula (saat t =t’= 0), titik asal kedua acuan adalah berimpit. Dalam transformasi Galileo yang akan kita turunkan ini, selang waktu yang dicatat oleh pengamat di S di anggap sama dengan yang dicatat oleh yang dicatat oleh pengamat di S’. Jadi, t‟=t.

(9)

4

Gambar 2.1.1. (a) S, memiliki sistem kordinat XYZ dan S’, memiliki sistem kordinat X’Y’Z’ (b) Setelah selang waktu t, titik asal koordinat S’ berada sejauh v.t dari titik asal koordinat S.

Setelah selang waktu t, koordinat setiap benda (missal titik P) pada kerangka acuan S’ kita nyatakan dengan koordinat pada kerangka acuan S. dari gambar 5.1.2b tampak bahwa

O’P = OP – OO’

O’P adalah koordinat x’, OP adalah koordinat x, dan OO’ = v t, sehingga persamaan di atas menjadi

x' = x – v t

Koordinat y dan z dari benda tidak berubah karena kerangka acuan S’ dibatasi hanya bergerak sepanjang sumbu X, dan tidak pada sumbu Y dan Z. oleh karena itu

y' = y, z' = z

Jadi, transformasi Galileo untuk koordinat dan waktu adalah x‟ = x - vt

y‟ = y z‟ = z

t‟ = t... (1.1) Transformasi kebalikannya adalah

x = x‟+ vt y = y‟

z=z‟... (((99 999((( (1.2) Untuk memperoleh transformasi Galileo untuk kecepatan, kita diferensialkan terhadap waktu.

x' = x – v t 𝑑𝑥′ 𝑑𝑡 = 𝑑𝑥 𝑑𝑡 − 𝑑 𝑑𝑡(𝑣𝑡)

(10)

5

dx'/dt =Ux’ , dx/dt = ux, dan,

𝑑

𝑑𝑡 𝑣𝑡 = 𝑣 sehingga kita peroleh transformasi Galileo untuk kecepatan adalah:

ux’ = ux – v

uy’ = uy

uz’ = uz... (1.3)

Transformasi kebalikannya adalah: ux = ux' + v

uy = uy'

uz = uz' (1.4)

Di sini, ux' adalah komponen kecepatan benda sejajar sumbu X',

uy' adalah komponen kecepatan benda sejajar sumbu Y',

uz' adalah komponen kecepatan benda sejajar sumbu Z'.

Transformasi Galileo untuk percepatankita peroleh dengan mendeferensialkan persamaan terhadap waktu.

ux' = ux – v 𝑑𝑢𝑥′ 𝑑𝑡 = 𝑑𝑢𝑥 𝑑𝑡 − 𝑑𝑣 𝑑𝑡

dux'/dt = ax', dux/dt = ax, dan dv/dt = 0 sebab v konstan, sehingga

kita peroleh: ax' = ax

dengan cara yang sama, kita peroleh: ax' = ay, az' = az

Jadi, transformasi Galileo untuk percepatan adalah: ax' = ax

ay' = ay... (1.5)

az' = az

dari persamaan dapat kita simpulkan bahwa F' = ma' sama dengan F = ma, sebab a' = a. sekali lagi tampak bahwa hukum-hukum mekanika berlaku sama, baik pada kerangka acuan S' ataupun kerangka acuan S. ini adalah sesuai dengan prinsip relativitas Newton yang telah ditanyakan sebelumnya.

Permasalahan dengan relatifitas ini terjadi ketika diaplikasikan pada cahaya, pada akhir 1800-an, untuk merambatkan gelombang melalui alam semesta

(11)

6

terdapat substansi yang dikenal dengan eter, yang mempunyai kerangka acuan (sama seperti pada kereta pada contoh di atas).

Gejala gelombang secara umum dapat kita definisikan sebagai rambatan gangguan periodik melalui suatu zat perantara. Dengan cara apakah perambatan gelombang ini berlangsung, bergantung pada gaya-gaya yang bekerja antar partikel zat perantaranya. Zat perantara ini disebut eter.

Percobaan awal yang paling saksama untuk mendapatkan bukti kehadiran eter dilakukan pada tahun 1887 oleh fisikawan

Amerika, Albert A. Michelson dan rekannya E.W. Morley. Percobaan mereka pada dasarnya mempergunakan interferometer Michelson yang dirancang khusus bagi maksud ini. Dalam percobaan ini, seberkas cahaya monokromatik (satu warna) dipisahkan menjadi dua berkas yang dibuat melewati dua lintasan berbeda dan kemudian diperpadukan kembali. Karena adanya perbedaan panjang lintasan yang ditempuh kedua berkas, maka akan dihasilkan suatu pola interferensi.

Untuk memahami hasil eksperimen Michelson-Morley, mari kita asumsikan kedua lengan interferometer memiliki panjang yang sama, yakni L. Seperti yang telah disebutkan di atas, kelajuan sinar cahaya sepanjang lengan 2 seharusnya menjadi c – v begitu sinar cahayanya mendekati M2 dan c + v setelah sinarnya dipantulkan. Dengan demikian akan diperoleh selang waktu untuk perambatan ke

kanan dan ke kiri.

v c L Δt v c L Δt kiri kanan     (1.6)

(12)

7

Selang waktu total untuk perjalanan bolak-balik sepanjang lengan 2 adalah

1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 1 2 2 2 ) ( ) (                                  c v c L c u c L u c c c L u c Lc u c Lu Lc Lc-Lu u c u c L u c L u c L u c L t t

tlengan kanan kiri

(1.7) Sekarang, anggap sinar cahayanya berjalan di sepanjang lengan 1, tegak lurus terhadap angin eter. Oleh karena kelajuan sinar cahaya relatif terhadap Bumi adalah (c2 – v2)1/2di dalam kasus ini, maka selang waktu untuk setengah perjalanan adalah

2 2 v c L Δtsetengah perjalanan   (1.8) dan selang waktu total untuk perjalanan bolak-balik adalah

2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 1 1 2 1 1 2 2                             c v c L c v c L c v c L v c L tlengan

(13)

8

Dengan demikian, selisih waktu Δt antara perjalanan bolak-balik secara horizontal (lengan 2) dan perjalanan bolak-balik secara vertikal (lengan 1) adalah

                                                 2 1 2 2 1 2 2 2 1 2 2 1 2 2 1 2 1 1 2 1 2 1 2 c v c v c L c v c L c v c L t t t lengan lengan (1.9)

Oleh karena v2/c2 « 1, kita dapat menyederhanakan rumus ini dengan menggunakan ekspansi binomial berikut setelah membuang semua suku yang lebih daripada orde dua:

(1 − 𝑥)𝑛 ≈ 1 − 𝑛𝑥 (untuk x « 1)

Dalam kasus kita, x = v2/c2, dan kita dapat bahwa

 

 

3 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 1 2 1 1 2 sehingga 2 1 2 1 1 1 2 1 1 ) 1 ( 1 1 1 kemudian 2 1 1 1 dan ) 1 ( 1 1 c Lv c v c L c v c v c L t c v c v c v c v c v c v c v c v c v c v c v                                                                                                                    (1.10) Perbedaan waktu antara kedua waktu di mana sinar cahaya yang dipantulkan sampai kepada teleskop menimbulkan beda fase antara sinar-sinar

(14)

9

cahaya dan menghasilkan pola interferensi ketika sinar-sinar tersebut bergabung pada posisi dari teleskop. Suatu pergeseran dalam pola interferensi akan dapat dideteksi ketika interferometer diputar melalui sudut 90° dalam bidang horizontal sehingga kedua sinar tersebut akan bertukar peran. Rotasi ini mengakibatkan perbedaan waktu dua kali lebih besar dari yang diberikan.Dengan demikian, beda lintasan yang bersesuaian dengan perbedaan waktu ini adalah

2 2 3 2 2 2 ) 2 ( c Lv c Lv c t c d            (1.20) Dalam eksperimen yang dilakukan oleh Michelson dan Morley, masing-masing sinar cahaya dipantulkan oleh cermin berkali-kali untuk memperoleh panjang lintasan efektif L kira-kira 11 m. Dengan menggunakan nilai tersebut dan v sebesar 3,0 x 104 m/s, kelajuan Bumi mengelilingi Matahari, kita memperoleh beda lintasan m x d 7 2 8 2 4 10 2 , 2 ) m/s (3,0x10 ) m/s m)(3,0x10 11 ( 2    

Oleh karena perubahan panjang lintasan satu panjang gelombang bersesuaian dengan pergeseran satu batas, maka pergeseran pita yang bersesuaian adalah sama dengan beda lintasan dibagi panjang gelombang cahaya:

2 2 d Pergeseran c Lv      (1.21) Jarak perjalanan tambahan ini akan menghasilkan pergeseran yang dapat diketahui pola pitanya. Secara spesifik, dengan cahaya 500 nm, kita memperkirakan bahwa pergeseran pitanya untuk rotasi 90° adalah sebesar

44 , 0 10 0 , 5 10 2 , 2 Pergeseran 7 7   x x

(15)

10

Peralatan yang digunakan oleh Michelson dan Morley dapat menemukan pergeseran sekecil 0,01 rumbai. Meskipun demikian, peralatan tersebut tidak menemukan pergeseran apapun di dalam pola pitanya. Sejak saat itu, telah dilakukan eksperimen ini berulang kali oleh para ilmuwan yang berbeda-beda dengan variasi kondisi yang sangat berbeda, dan tidak pernah ada pergeseran pola pita yang dapat diamati.

1.2 Postulat Einstein

Permasalahan yang dimunculkan percobaan Michelson-Morley ini ternyata baru berhasil terpecahkan dengan teori relativitas khusus yang membentuk landasan bagi konsep-konsep baru tentang ruang dan waktu. Teori ini didasarkan pada dua postulat berikut, yang diajukan Albert Einstein pada tahun 1905.

Postulat I : hukum-hukum fisika tetap sama pernyataannya dalam semua sistem lembam

Postulat II : laju cahaya memiliki nilai c yang sama dalam semua sistem lembam.

Postulat pertama, secara mudah mengatakan bentuk hukum-hukum fisika yang berlaku pada suatu kerangka acuan inersial akan sama dengan hukum yang berlaku pada kerangka inersial lainnya. Misalnya pada suatu kerangka acuan inersial berlaku hukum kedua newton F = m.a (untuk massa konstan), maka pada kerangka acuan inersial lainnya bentuk persamaannya akan sama hanya saja F' = m'.a', nilai F, m, atau a-nya mungkin berbeda.

Postulat pertama ini menyatakan bahwa tidak ada kerangka acuan mutlak hingga gerak benda hanya bersifat relatif, sehingga tidak mungkin mengukur kecepatan mutlak suatu benda, yang ada hanya kecepatan relatif. Sebagai contoh: seseorang berada di dalam pesawat terbang yang bergerak dengan kecepatan penerbangan konstan jika penumpang tersebut melempar bola ke atas, maka bola akan bergerak parabola. Begitu pula dengan orang yang berada di bumi bila

(16)

11

melempar ke atas gerakan bola juga parabola. Hal ini berarti bahwa bola yang dilempar di dalam pesawat terbang dan dibumi sama-sama membentuk gerakan parabola.

Postulat kedua tidak lain merupakan konsekuensi dari percobaan Michelson-Morley bahwa laju cahaya dalam arah silang maupun searah sumber adalah sama. Dan postulat kedua ini menegaskan pula bahwa laju cahaya pun akan tetap sama bagi pengamat yang sedang berada dalam keadaan gerak relatif, selama pengamat tersebut merupakan sistem inersial. Postulat yang kedua menunjukan bahwa bagaimana pun cara kita mengukurnya kecepatan cahaya tidak pernah berubah. Apa pun patokan yang kita gunakan untuk mengukur kecepatan cahaya, di mana pun posisi kita mengukur, dan berapa pun kecepatan kita saat mengukur, kecepatan cahaya selalu konstan.

1.3 Akibat Postulat Einstein

1. Pemuluran Waktu atau Time Dilatation

Mulurnya waktu ini maksudnya bahwa jika suatu jam bergerak dengan kecepatan tertentu, waktunya akan memuai (mulur). Misalnya ada seorang astronot yang membawa jam tangannya saat menjalankan misi ke luar angkasa. Pesawat luar angkasa yang membawanya meluncur sangat cepat.

Semakin besar kecepatan gerak suatu benda atau partikel, waktu akan berjalan semakin lambat bagi benda atau partikel tersebut. Tentu saja hal ini tidak dirasakan oleh si astronot. Menurut si astronot, jam tangannya tidak berubah kecepatannya, yang berubah justru kecepatan jam tangan kita di bumi yang tampak bergerak lebih cepat. Hal ini disebabkan segala sesuatu di dalam pesawat astronot bergerak lambat termasuk proses metabolisma tubuh, getaran atom dan sebagainya.

(1.22)

∆𝑡 =

∆𝑡0 1−𝑢 2

(17)

12 Keterangan:

∆𝑡′ = selang waktu yang diamati pada kerangka diam Δt = selang waktu pada kerangka bergerak

u = kecepatan relatif

2. Kontraksi Panjang

Kontraksi panjang juga berkaitan dengan perbedaan kecepatan. Misalnya si astronot agak lelah, lalu mulai berbaring di tempat tidur yang sudah disediakan di pesawat luar angkasanya. Dengan teropong yang sama, kita bisa mengintip si astronot yang tidur berbaring itu. Aneh, sewaktu berbaring si astronot tampak lebih pendek? Sewaktu ia masih di bumi dan pesawatnya belum berangkat, ia tampak tinggi. Lebih aneh lagi, sewaktu ia sudah terbangun lagi dari tidurnya dan kembali berdiri, tiba-tiba ia kelihatan tinggi seperti biasa. Tetapi ia juga kelihatan lebih kurus saat berdiri. Hal ini terjadi karena ia sedang berada dalam pesawat yang meluncur cepat, saat ia tidur kita melihat panjang tubuhnya menciut (terjadi kontraksi panjang). Saat ia berdiri, kita melihat lebar tubuhnya menciut (juga merupakan kontraksi panjang). Ia sendiri tidak merasakan perubahan apa-apa di dalam pesawat. Benda yang bergerak dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya akan tampak lebih pendek bila diukur dari kerangka diam.

(1.23)

L‟ = selang waktu yang diamati pada kerangka diam L = selang waktu pada kerangka bergerak

u = kecepatan relatif 3. Efek Doppler

Efek Doppler bagi gelombang cahaya dalam fisika klasik

(1.24)

L’ =𝐿 1 −

𝑢2

𝑐2

𝑓′ = 𝑓 𝑣 ± 𝑣0 𝑣 ∓ 𝑣0

(18)

13

Postulat pertama Einstein mengatakan bahwa ini tidak mungkin berlaku bagi gelombang cahaya, karena gelombang cahaya tidak memerlukan zat perantara dan tidak ada percobaan yang dapat mengungkapkan gerak mutlak.

(1.25)

(1.26)

Rumus ini adalah rumus pergeseran Doppler yang taat asas dengan keddua postulat Einstein. Rumus ini tidak membedakan antara gerak sumber dan pengamat dan hanya bergantung pada laju relatif u.

Contoh Soal

1. Berapa cepatkah muon bergerak agar mereka masih tetap hidup ketika tiba di permukaan bumi?

Pembahasan :

Anggaplah kecepatan muon itu menghampiri c. Untuk menempuh jarak 100 km, muon membutuhkan waktu sebesar Δt‟=100 km/(3x108

m/detik) mendekati 3x10-4detik. Sehingga kita dapati :

3 × 108 = 2 × 10 −6 1 −𝑢 2 𝑐2 𝑢 = 0,99998𝑐

2. Seorang pengamat sedang berdiri pada sebuah peron stasiun ketika sebuah kereta api modern berkecepatan tinggi melewatinya dengan laju u=0,80c. Pengamat tersebut yang baginya panjang peron tersebut adalah 60m, suatu

𝑓′ = 𝑓 1 − 𝑢2 𝑐2 1 −𝑢 𝑐 𝑓′ = 1 + 𝑢 𝑐 1 −𝑢 𝑐

(19)

14

saat mencatat bahwa depan dan ujung belakang kereta itu segaris dengan ujung-ujung peron stasiun. Tentukan :

a. Berapa lamakah waktu yang dibutuhkan kereta untuk melewati sebuah titik tetap pada peron stasiun , menurut pengamat di peron

b. Berapa panjangkah panjang sejati kereta?

c. Berapa panjangkah peron stasiun menurut pengamat di dalam kereta? d. Berapa lamakah waktu yang dibutuhkan sebuah titik tetap pada peron

stasiun untuk melewati seluruh badan kereta, menurut pengamat di dalam kereta?

e. Bagi seorang pengamat di dalam kereta, ujung-ujung kereta tidak akan secara serempak berada segaris dengan ujung-ujung peron stasiun. Carilah beda waktu antara ketika ujung depan kereta segaris dengan salah satu ujung peron dan saat ketika ujung belakang kereta segaris dengan ujung yang lainnya!

Pemecahan :

a. Untuk melewatisebuah titik tertentu, kereta api harus menempuh jarak sejauh panjangnya menurut pengukuran pengamat terhadap peron stasiun. Jadi

∆𝑡 = 𝐿 0,8=

60

2,4 × 108 = 2,5 × 10−7𝑠

b. Karena selang pengamat di peron mengukur panjang tersusutkan kereta api (tetapi ia mengukur panjang sejati peron) 60 m, maka panjang sejati kereta adalah

c. Pengamat dikereta mengamati bahwa peron stasiun memiliki panjang sejatinyaL‟p yang berhubungan dengan panjang sejatinya Lp melalui hubungan

 

m c u L L t t 100 8 , 0 1 60 1 2 2 2 '     

(20)

15 d. Karena panjang kereta api 100m, maka

e. Selang waktu antara saat ketika ujung depan kereta api segaris dengan salah satu ujung peron stasiun dan saat ketika ujung belakang kereta api segaris dengan ujung lain peron stasiun itu adalah tidak lain adalah daripada jarak yang “ditempuh” stasiun, 100 - 36=64, bagi laju relatif, yakni

2. Berapa cepatkah muon bergerak agar mereka masih tetap hidup ketika tiba di permukaan bumi?

Pemecahan :

Anggaplah kecepatan muon itu menghampiri c. Untuk menempuh jarak 100 km, muon membutuhkan waktu sebesar Δt‟=100 km/(3x108m/detik) mendekati 3x10-4detik. Sehingga kita dapati :

3 × 108 = 2 × 10 −6

1 −𝑢 2

𝑐2

3. Sebuah galaksi jauh sedang bergerak menjauhi bumi dengan laju yang cukup tinggi sehingga sebuah garis (spektrum) hidrogen biru berpanjang gelombang 434 nm trekam pada 600 nm, dalam rentang spektrum merah. Berapakah laju galaksi itu relatif terhadap bumi?

Pembahasan :

Karena λ‟>λ, maka v‟<v menunjukkan bahwa galaksi tersebut bergerak menjauhi bumi. Maka dengan demikian kita peroleh

 

0,8 36 1 60 1 ' 2 2 2      c u L L p p s s m m t 8 4,2 10 7 / 10 4 , 2 100 '       s s m m t 8 2,7 10 7 / 10 4 , 2 64     c u c u / 1 / 1 '    

(21)

16

Atau dengan menggunakan v=c/ λ dan v‟=c/ λ‟

atau

1.4 Transformasi Laurent

Transformasi Galileo hanya berlaku jika kecepatan-kecepatan yang terlibat lebih jauh dari cepat rambat cahaya, c. sebagai contoh dapat kita lihat bahwa persamaan pertama tidak akan berlaku untuk kecepatan cahaya. Untuk cahaya yang bergerak terhadap kerangka acuan S‟ dengan kelajuan ux‟ = c akan memiliki kelajuan ux = ux‟ + v atau ux = c + v terhadap kerangka acuan S. Jadi, jelaslah diperlukan suatu transformasi baru agar senantiasa berlaku bahwa pada kerangka acuan apa saja, kelajuan cahaya dalam vakum adalah c.

Kekeliruan transformasi Galileo untuk kelajuan-kelajuan yang mendekati kelajuan cahaya adalah anggapan bahwa selang waktu pada kerangka acuan S‟ sama dengan selang waktu pada kerangka acuan S (t =t) untuk memasukkan konsep relativitas Einstein, maka selang waktu ini tidaklah sama (t ≠ t). jika kita anggap transformasi ini adalah linier maka hubungan transformasinya akan mengandung suatu pengali 𝛾, disebut tetapan transformasi. Dengan demikian transformasi baru ini akan berbentuk:

x =𝛾( x’ +v t) y = y’ z = z’ c u c u v v / 1 / 1 '    ` / 1 / 1 434 600 c u c u nm nm    31 , 0  c u

(22)

17

Perhatikan, kita ,menganggap persamaan y dan z tidak berubah karena tidak ada perubahaan gerak pada arah ini.

Prinsip relativitas ini menyatakan bahwa S‟ bergerak kekanan terhadap kerangka acuan S sama saja dengan S bergerak ke kiri terhadap kerangka acuan S‟. Oleh karena itu, transformasi kebalikan persamaan pertama adalah:

x’ =𝛾( x– v t)

Sekarang jika pulsa cahaya meninggalkan titik asal bersama S dan S‟ pada saat t=t‟=0, maka setelah selang waktu t,pulsa tersebut akan menempuh sepanjang sumbu X sejauh x=ct (dalam kerangka acuan S) atau x‟=ct‟ (dalam kerangka acuan S‟). Dari persamaan transformasi untuk x dam x‟, kita peroleh:

x =𝛾( x’ + v t) ct=𝛾(ct’+vt’) ct=𝛾(c+v)t’ (1.27) dan x’=𝛾(𝑥 − 𝑣𝑡) ct’=𝛾(𝑐𝑡 − 𝑣𝑡) ct’=𝛾(c-v)t t’=𝛾 (𝑐−𝑣) 𝑐 t (1.28)

Substisusikan t‟ dari (1.7) ke (1.6), kita peroleh : ct=𝛾(𝑐 + 𝑣) 𝛾 (𝑐−𝑣)

𝑐 𝑡

ct=𝛾

2 𝑐+𝑣 (𝑐−𝑣)

𝑐 𝑡 (1.29)

Bagi kedua ruas persamaan dengan t, kita peroleh: c=𝛾 2 𝑐+𝑣 (𝑐−𝑣) 𝑐 𝑐2 =𝛾 2 𝑐2+ 𝑣2 𝑐 𝛾2 = 𝑐2 (𝑐2+𝑣2) = 𝑐2 𝑐2 1−𝑣2 𝑐2 = 1 1−𝑣2 𝑐2 𝛾 = 1−1𝑣2 𝑐2

(23)

18

Setelah kita mengetahui tetapan transformasi 𝛾kita akan menentukan hubungan antara t dan t. Untuk mengerjakan ini, kita gabungkan persamaan x’=𝛾(x-vt) dengan x=𝛾(x’+vt’) dengan cara mensubsisusikan x kedalam persamaan pertama. x’=𝛾(x-vt) x’=𝛾([𝛾(x’+vt’)-vt] x’=𝛾2 (x’+vt’)-𝛾vt x’=𝛾2x’+𝛾2vt’-𝛾vt 𝛾=𝛾2vt’+(𝛾2 -1)x’ : 𝛾𝑣 t=𝛾𝑡′ + 𝛾2−1 𝛾𝑣 x’ (1.30)

Mari kita tentukan dahulu nilai dari 𝛾 2−1 𝛾𝑣 , sebagai berikut. 𝛾2− 1 𝛾 = 𝛾 − 1 𝛾 = 1 1−𝑣2 𝑐2 − 1 −𝑣2 𝑐2 = 1− 1−𝑣2 𝑐2 1−𝑣2 𝑐2 𝛾2− 1 𝛾 = 𝑣²/𝑐² 1 −𝑣² 𝑐² 𝛾²−1 𝛾 = 𝑣²/𝑐² 𝑣 1−𝑣²𝑐² = 𝑣 𝑐² x 1 1−𝑣2 𝑐2 𝛾2−1 𝛾𝑣 = 𝑣 𝑐²𝛾 (1.31) Masukkan nilai 𝛾 2−1

𝛾𝑣 dari (1.31) ke dalam (1.30) kita peroleh: t = 𝛾𝑡+ 𝑣

𝑐²𝛾𝑥′ t = 𝛾(𝑡+𝑣𝑥′

𝑐²) (1.32)

akhirnya dapatlah kita peroleh hasil transformasi baru tersebut sebagai berikut. x = 1 1−𝑣2 𝑐2 (x‟ + vt‟) y = y‟

(24)

19 z = z‟

t = 𝛾(𝑡+ 𝑣𝑥′

𝑐²) (1.33)

atau transformasi kebalikannya x‟ = 1 1−𝑣2 𝑐2 (x - vt‟) y‟ = y z‟ = z t‟ = 𝛾(𝑡𝑣𝑥 𝑐²) (1.34)

Transformasi pada persamaan (1.33) dan (1.34) disebut transformasi

Lorentz. Perhatikan, bukan hanya persamaan kedudukan x yang dimodifikasi jika

dibandingkan dengan transformasi Galileo, tetapi juga persamaan waktu t. Akhirnya, dapatlah kita lihat bahwa dalam relativitas khusus Einstein, ruang dan waktu adalah relatif (dalam relativitas Newton, ruang dan waktu adalah mutlak).

Transformasi Lorentz Untuk Kecepatan

Seperti biasanya, kecepatan dapat kita peroleh dari turunan fungsi kedudukan terhadap waktu. Ux = 𝑑𝑥 𝑑𝑡 (1.35) Dari persamaan (13-14) : x = 𝛾𝑥+ 𝛾𝑣𝑡𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛𝛾𝑑𝑎𝑛𝑣𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 dx = 𝛾𝑑𝑥′+ 𝛾𝑣𝑑𝑡′ (1.36) dari persamaan (13-14) t = 𝛾(𝑡+ 𝑣𝑥′ 𝑐²) t = 𝛾𝑡+ 𝛾𝑣 𝑐² x‟

jika variable t, t, dan x‟ kita tarik diferensialnya, kita peroleh: dt = 𝛾𝑑𝑡 + 𝛾𝑣

𝑐² dx‟ (1.37)

masukkan elemen dx dari (1.36) dan dt (1.38) ke dalam (1.37), sehingga kita peroleh kecepatan

ux= 𝑑𝑥 𝑑𝑡

=

𝛾𝑑 𝑥′+𝛾𝑣𝑑𝑡 ′ 𝛾𝑑 𝑡+𝛾𝑣 𝑐2𝑑𝑥

𝑥

1 𝑑𝑡 ′ 1 𝑑𝑡 ′

(25)

20 𝑢𝑥 =𝛾 𝑑𝑥 ′ 𝑑𝑡 + 𝛾𝑣 𝛾 +𝛾𝑣 𝑐2 𝑑𝑥 ′ 𝑑𝑡 ′ = 𝛾𝑢 𝑥′+ 𝛾𝑣 𝛾+𝛾𝑣 𝑐2𝑢𝑥 , sebab 𝑑𝑥 ′ 𝑑𝑡′ = 𝑢𝑥′ = 𝛾(𝑢 +𝑣) 𝛾(1+𝑣 𝑐2𝑢𝑥′)

𝑢

𝑥

=

𝑢𝑥 +𝑣 1+ 𝑣 𝑐2 𝑢 𝑥 ′ (1.38)

Sekarang kita akan menentukan kecepatan pada sumbu Y, uy. Dan y=y‟ , sehingga dy=dy‟ uy = 𝑑𝑦 𝑑𝑡

=

𝑑𝑦 ′ 𝛾𝑑 𝑡+𝛾𝑣 𝑐2𝑑𝑥′

𝑥

1 𝑑𝑡 ′ 1 𝑑𝑡 ′ = 𝑑𝑦 /𝑑𝑡 𝛾+𝛾𝑣 𝑐2( 𝑑 𝑥′ 𝑑 𝑡′)

, sebab dy‟/dt‟=uy‟ dan dx‟/dt‟=ux‟

uy= 1 𝛾 𝑢𝑦 ′ 1+𝑣𝑢 𝑥′ 𝑐2

𝛾 =

1 1−𝑣2 𝑐2 1 𝛾= 1 − 𝑣2 𝑐2 ,sehingga uy= 𝑦 1−𝑣2 𝑐2 1+𝑣𝑢 𝑥 𝑐2

(1.39)

Dengan cara yang sama, dapat kita peroleh kecepatan pada sumbu Z, uz , yaitu: uz = 𝑢𝑧′ 1−𝑣²𝑐² 1+ 𝑣𝑢 𝑥 ′ 𝑐²

(1.40)

Akhirnya dapatlah kita peroleh hasil transformasi Lorentz untuk kecepatan, yaitu :

(26)

21 ux =

𝑢

𝑥

′+ 𝑣

1+

𝑣𝑢 𝑥 𝑐² uy = 𝑢 𝑦 ′ 1− 𝑣² 𝑐² 1+ 𝑣𝑢 𝑥′ 𝑐² uz = 𝑢 𝑧′ 1− 𝑣² 𝑐² 1+ 𝑣𝑢 𝑥′ 𝑐²

atau transformasi kebalikannya

ux‟ =

𝑢

𝑥

+ 𝑣

1+

𝑣𝑢 𝑥 𝑐² uy‟ = 𝑦 1−𝑣² 𝑐² 1+ 𝑣𝑢 𝑥′ 𝑐² (1.41) uz‟ =

𝑧 1−

𝑣² 𝑐²

1+

𝑣𝑢 𝑥′ 𝑐² Contoh Soal

Dua buah roket saling mendekat sepanjang suatu garis lurus. Masing-masing roket bergerak dengan laju 0,5c relatif teerhadap seorang pengamat bebas ditengah keduanya. Dengan kecepatan berapakah pengamat roket yang satu mengamati roket yang lainnya mendekatinya?

Pemecahan : c c c c c u v u v v x x x 0,8 / ) 5 , 0 )( 5 , 0 ( 1 ) 5 , 0 ( ) 5 , 0 ( / 1 ' 2 2         

(27)

22

Perhatikan bahwa hasil ini ternyata lebih kecil daripada kecepatan relatif -0,5c-0,5c=-c yang diramalkan transformasi galileo. Karena teori relativitas khusus mensyaratkan bahwa nilai c adalah laju batas tertinggi bagi gerak relatif, maka kedua roket itu tidak pernah akan bergerak dengan laju lebih besar daripada c, dan persyaratamn ini dijamin oleh bentuk transformasi kecepatan Lorentz. Sebagai contoh, jika sebagai gantinya 0,5c, laju masing-masing roket adalah 0,999c, maka kita akan memperoleh :

1.5 Dinamika Relativitas

Kita telah melihat bagaimana kedua postulat einstei menentun kita epada suatu penafsiran “relative” baru terhadap konsep-konsep mutlak ang dianut sebelmnya sepeerti panjang dan waktu. juga darinya kita berkesimpulan bagwa konsep klasik ita tentang laju relative tidak lagi benar. Dengan demikian, cukup beralasan bagi kita untk menanyakan sejauh manakah revolusi konsep ini mengubah tafsiran kita terhadap berbagai konsep fisika. Oleh karena itu, kita sekarang membahas ulang besaran-bersaran dinamika seperi massa, energy, momentum, dan gaya, agar kita dapat megkajinya dari sudut pandang teori relativitas khusus. Apakah hubungan yang yelah lazim kita kenal, seperti p = mv, K = 1/2mv2, F = m ( atau lebih tepat, F = dp/dt), tetap berelaku, ataukah kita haru mempunyai konsep baru lagi bagi bsara-besaran dinamika ini ? begitu pula, bagaimana halnya dengan hukum-hukum kekekalan dasar dari fisika klasik, seperti kekekalan energy dan kekekalan momentum linier ?semua konsep ini begitu penting dalam fisika klasik sehingga rasana kita enggan membuangnya. Kedua hukum kekekalan ini (bersama dengan hukum kekekalan momentum sudut) dapat diperlihatkan merupakan akigat dari kehomogenan (gomogeneity) dan keisotropian (isotropy) alam semesta- jika kita megoreksi semua efek local ( seperti perubagan pada

c c c c c c vx 0,999995 / ) 999 , 0 )( 999 , 0 ( 1 999 , 0 999 , 0 ' 2      

(28)

23

Atmosfer atau keadaan lingkungan), maka percobaan yang dilakukan pada satu hari terteb akan memberika hasil sama seperti yang diperoleh dari percobaan serupa yang dilakukan pada hari berikutnya, percobaan yang dilakukan dalam salah satu laboratorium pertama), tidak akan pula megubah hasil percobaan kita.

Pengertian ketidak ubaha (invariance) ini terhadap translasi dalam waktu dan ruag, dan terhadap rotasi (pemutaran) dalam ruang dapat diperlihatikan setara dengan konsep kita tentang kekekalan energy, momentum linier, dan momentum sudut. Dengan demikian, membuang konsep-konsep ini menyiratkan bahwa kita hidup dalam alam semesta yang sangat aneh. Karena itu, kita akan tetap beranggapan bahwa alam semesta kita memilia semacam struktur yang sangat serasi, dan bahwa hukum-hkum kekekalan ini tetap berlaku, namun dngan catata bahwa relativitas khusu ungkin menghendaki suatu pedefinisian ulang terhadap besaran-besaran diamika dasa. Kita sebenarya dapat dengan segera menebak bahwa ini memang merupakan sesuatu hal yang perlu dilakukan.

Andaikanlah kita kenakan suatu gaya etap F pada sebuah benda yang bermassa m, yang memberikan percepatan a = F/m. jika gaya tersebut kemudian kita kenakan selama suatu selang wakut yang cukup lama, maka dinamika klasik meramalkan bahwa patikelnya akan terus bertambah lajunga ingga melampaui laju cahaya. Tetapi, kita ketahui bahwa rasformasi Lorentz member hasil yang tidak bermaka fisika bila u≥c. jadi, kita memerlukan sehimpunan hukum dinamika baru yang mencegah benda mengalami percepatan sehingga melaju melampaui laju cahaya.

1. Dalam kerangka relativistik hukum-hukum dasar (misal hukum kekekalan momentum, energikinetik dan gaya) masih tetap berlaku namun perlu pendefinisian ulang terhadap besaran - besaran dinamika dasarnya.

2. Diperlukan sehimpunan hukum dinamika baru yang mencegah benda mengalami percepatan sedemikian sehingga mencapai kecepatan melebihi kecepatan cahaya.

(29)

24

Ilustrasi bahwa hukum-hukum klasik tetap berlaku :

Laju cahaya menurut pengukuran O‟ adalah c + u menurut postulat Einstein tidak mungkin Karena baik O maupun O‟ kedua-duanya harus mengukur laju cahaya yang sama ,oleh karena itu t dan t‟ harus berbeda , dapat dicari dengan cara: Laju cahaya menurut pengukuran O‟ adalah c + u menurut postulat Einstein tidak mungkin Karena baik O maupun O‟ kedua-duanya harus mengukur laju cahaya yang sama ,oleh karena itu t dan t‟ harus berbeda , dapat dicari dengan cara: 𝑐 = 2𝑙 2∆𝑡 𝑐 =2 𝐿 2+ 𝑢∆𝑡′ 2 2∆𝑡′ ∆𝑡′ = ∆𝑡 1−𝑢 2 𝑐2 (1.42)

A. Kekekalan Momentum Relativistik 1. Kerangka acuan O .

2. Dua massa identik saling mendekat masing-masing dengan laju v. 3. Setelah bertumbukkan didapat sebuah massa 2m dalam keadaan diam . 4. Menurut kerangka acuan yang bergerak dengankecepatan v ke kanan ,

massa (1) akan tampak diam sedangkan massa (2) akan tampak mendekat dengan laju 2v (mekanika klasik Transformasi Lorentz : 5. Menurut kerangka O‟yang bergerak dengan laju u=v , kecepatan

massa(1) adalah 𝑣1′ = 𝑣1−𝑢

1−𝑣1𝑢𝑐2

= 𝑣−𝑣

(30)

25

6. Kecepatan massa (2) adalah v2 adalah –v 𝑣2′ = 𝑣2−𝑣𝑢 1−𝑣2−𝑢 𝑐2 = −𝑣−𝑣 1−𝑣𝑣 𝑐2 =−2𝑣 𝑐2 (1.44)

7. Menurut kerangka acuan O‟, momentum linear awal tidak sama momentum linear akhir

Momentum linear awal adalah P‟awal = m1v1‟ + m2v2‟ = m(0) = m

−2𝑣

1+𝑣²𝑐² (1.45)

Momentum linear akhir adalah -2mv

P‟akhir = 2mv‟ = 2m(-v) = -2mv (1.46)

8. Menurut bahasan di depan , kita berusaha mempertahankan kekekalan momentum linear dalam semua kerangka acuan. Momentum hanyalah melibatkan massa dan kecepatan, maka kesalahan tentu terletak pada penanganan massa. Sejalan dengan terdapatnya penyusutan panjang dan pemuluran waktu, marilah kita membuat anggapan bahwa bagi besaran massa terdapat pula pertambahan massa relativistik menurut hubungan sebagai berikut :

𝑚 = 𝑚0 1−𝑢 2

𝑐2

(1.47)

m0 disebut massa diam.

9. Dengan O‟ mendefinisikan massa relativistic akan dapat mempertahankan kekekalan momentum menurut O dan O‟

10. Menurut O momentum awal sama denganmomentum akhir yaitu nol . 11. Menurut O‟ momentum awal juga sama dengan momentum akhir

yaitu:

−2𝑚0𝑣 1−𝑣2

𝑐2

(31)

26

12. Selain mendefinisikan massa relativistikseperti yang kita lakukan di atas, kita dapat pula mendefinisikan ulang momentum relativistik sebagai berikut:

𝑝 = 𝑚0𝑣 1−𝑣2

𝑐2

(1.49)

B. Energi Kinetik Relativistik

1. Dalam fisika klasik energi kinetik didefinisikan sebagai usaha sebuah gaya luar yang mengubah laju sebuah obyek, definisi yang sama dipertahan-kan berlaku pula dalam mekanika relativistik (dengan membatasi bahasan kita dalam satu dimensi )

2. Perubahan energi kinetik jika benda bergerak dari keadaan diam, maka energi kinetik akhir adalah K

∆𝐾 = 𝐾𝑓− 𝐾 ∆𝐾 = 𝑊 = 𝐹𝑑𝑥 𝐾 = 𝐹𝑑𝑥 𝐾 =𝑑𝑝 𝑑𝑡𝑑𝑥 = 𝑑𝑝 𝑑𝑥 𝑑𝑡 = 𝑣𝑑𝑝 𝐾 = 𝑣𝑑𝑝 = 𝑝𝑣 − 𝑝𝑑𝑣 K= 𝑚0𝑣 1−𝑣2 𝑐2

𝑣 −

𝑚0𝑣 1−𝑣2 𝑐2

𝑑𝑣

𝑣 0

(1.50)

Perbedaan antara besaran mc2 bagi sebuah partikel yang bergerak dengan laju v dengan besaran m0c2 bagi sebuah partikel yang diam,tidak lain adalah energi kinetiknya.

(32)

27 𝐾 = 𝑚0𝑣 2

1 −

𝑣2 𝑐2 + 𝑚0𝑐2

1 −

𝑣

2

𝑐

2

𝑚0𝑐2 𝐾 = 𝑚𝑐2− 𝑚 0

𝑐

2

(1.51)

Energi relativistik total diungkapkan oleh persamaan berikut : E = E0 + K = m0c²

E = mc² : energy relativistic total partikel Eo = m0c² : energy diam partikel

K = tambahan energy bagi partikel yang bergerak (energy kinetik)

Contoh Soal :

1. Dua buah roket saling mendekat sepanjang suatu garis lurus. Masing-masing roket bergerak dengan laju 0,5c relatif teerhadap seorang pengamat bebas ditengah keduanya. Dengan kecepatan berapakah pengamat roket yang satu mengamati roket yang lainnya mendekatinya? Pemecahan :

Perhatikan bahwa hasil ini ternyata lebih kecil daripada kecepatan relatif -0,5c-0,5c=-c yang diramalkan transformasi galileo. Karena teori relativitas khusus mensyaratkan bahwa nilai c adalah laju batas tertinggi bagi gerak relatif, maka kedua roket itu tidak pernah akan bergerak dengan laju lebih besar daripada c, dan persyaratamn ini dijamin oleh bentuk transformasi kecepatan Lorentz. Sebagai contoh, jika sebagai gantinya 0,5c, laju masing-masing roket adalah 0,999c, maka kita akan memperoleh : c c c c c u v u v v x x x 0,8 / ) 5 , 0 )( 5 , 0 ( 1 ) 5 , 0 ( ) 5 , 0 ( / 1 ' 2 2          c c c c c c vx 0,999995 / ) 999 , 0 )( 999 , 0 ( 1 999 , 0 999 , 0 ' 2      

(33)

28

2. Carilah kecepatan dan momentum sebuah elektron dengan energi kinetik 10,0 MeV!

Penyelesaian :

1.6 KESERAMPAKAN DAN PARADOKS KEMBAR

Dalam hal ini, kita akan meninjau dua akibat dari teori relativitas khusus. Yang pertama menyangkut pengertian keserampakan dan pensikronan jam. Keserampakan adalah keadaan atau perihal yang serempak. Sedangkan pensikronan berasal dari kata sinkron yang artinya sejalan, selaras, sesuai, atau terjadi pada waktu yang sama.

Andai kita membuat sebuah piranti seperti pada gambar dibawah

GAMBAR 2.13 Kilatan cahaya yang dipancarkan dari sebuah titik ditengah-tengah antara kedua jam, menghidupkan kedua jam ini secara

MeV MeV MeV c m K E  0 2 10,0 0,511 10,5 2 2 10,5MeV/c c E m  9988 , 0 5 , 10 511 , 0 1 1 2 2 0                  m m c v

 

m c

  

MeV MeV E cp 2 0 2 2  10,52 0,5112 10,49 10,5 c MeV p10,5 /

(34)

29

serempak, menurut O. Pengamat O‟ melihat jam 2 berdetak lebih dulu daripada jam 1.

Di x= 0 dan x = L masing-masing terletak sebuah jam, sedangkan di x = L/2 terletak sebuah bola lampu kamera. Kedua jam ini dibuat sedemikian rupa sehingga mereka berdetak ketika mereka menerima kilatan cahaya. Karena rambatan cahaya membutuhkan waktu yang sama untuk mencapai kedua jam tersebut, maka keduanya akan berdetak secara bersamaan pada saat L/2 c sehingga kedua jam tersebut benar-benar tersinkronkan.

Dalam kerangka acuan O, terjadi dua peristiwa, yaitu :

 Penerimaan sebuah sinyal cahaya oleh jam 1 di 𝑥1= 0 , 𝑡1= L/2 c  Penerimaan oleh jam 2 di 𝑥2= 𝐿 , 𝑡2 = 𝐿

2𝑐

Dengan menggunakan persamaan transformasi Lorentz, kita dapati bahwa o‟ mengamati ja, 1 menerima sinyal pada saat

𝑡1 =𝑡1− ( 𝑢 𝑐 2 )𝑥1 1 −𝑢2 𝑐2 = 𝐿 2𝑐 1 −𝑢2 𝑐2 Sedangkan jam 2 pada saat

𝑡2 = 𝑡2− ( 𝑢 𝑐 2 )𝑥2 1 −𝑢2 𝑐2 = 𝐿 2𝑐− 𝑢 𝑐2 𝐿 1 −𝑢2 𝑐2

Jadi, 𝑡2 lebih kecil daripada 𝑡1 sehingga jam 2 tampak menerima sinyal lebih dulu daripada jam 1. Karena itu, kedua jam tersebut berdetak pada dua saat yang berbeda dengan selang waktu sebesar

∆𝑡= 𝑡1− 𝑡2 =

𝑢𝐿 𝑐2

1−𝑢2 𝑐2 (1.52)

Menurut O‟ . penting untuk dicamkan bahwa beda waktu ini bukanlah efek pemuluran waktu- karena pemuluran waktu dicirikan oleh suku pertama persamaan transformasi Lorentz bagi t‟ , sedangkan keterlambatan pensikronan dicirikan oleh suku keduanya. O‟ memang mengamati kedua jam tersebut berjalan lambat , sebagai akibat efek pemuluran waktu ; O‟ juga mengamati bahwa jam 2

(35)

30

berjalan sedikit lebih cepat daripada jam 1 . selang waktu ∆t‟ yang diukur O‟ antara saat kedua jam tersebut mulai berdetak, memberikan dengan menggunakan persamaan diatas , ∆t‟ =𝑢𝐿

𝑐2 bagi pembacaan jam 2 ketika O melihat jam 1 pada

pembacaan 0 (nol).

Oleh karena itu kita peroleh kesimpulan berikut : dua peristiwa yang terjadi serempak dalam satu kerangka acuan tidaklah serempak dalam kerangka acuan lain yang bergerak relative terhadap yang pertama, kecuali jika kedua peristiwa itu terjadi pada tempat yang sama. (dalam contoh kita tadi, jika L = 0, sehingga kedua jam terletak pada titik yang sama dalam ruang , maka keduanya akan sinkron dalam semua kerangka acuan). Jadi, jam-jam yang sinkron dalam satu kerangka acuan tidaklah perlu tetap sinkron dalam kerangka acuan lain yang dalam keadaan gerak relative.

1.7 Uji Percobaan Teori Relativitas Khusus

Ketidakberadaan Eter

Sebelumnya kita telah membahas percobaan Michelson-Morley yang berkaitan dengan relativitas khusus. Namun kemudian tidak ditemukan bukti nyata mengenai laju cahaya terhadap arah meskipun telah dilakukan berkali-kali percobaan dengan berbagai variasi dan perbaikan kepekaan yang terus ditingkatkan.

Pemuluran Waktu

Efek pemuluran waktu telah dibahas sebelumnya pada pemuluran muon oleh sinar kosmik, contoh lainnya yaitu peluruhan partikel berkecepatan tinggi yang dapat diteliti di labolatorium, misalnya meson pi yang memiliki usia hidup 26 x 10-9 s (26 ns) yang mana selang waktunya sangat serasi dngan prcobaan labolatorium sehingga proses tumbukan antar partikel dapat dikendalikan agar ia berhenti sebelum meluruh yang memungkinkan untuk mengukur usia hidup sejatinya. Pengukuran usia hidup meson pi yang bergerak dengan laju 𝑣 𝑐 = 0,913 memberi hasil 63,7 ns dalam kerangka acuan labolatorium. Usia ini jelas

(36)

31

lebih lama dari usia hidup sejatinya karena pemuluran waktu dalam kerangka acuan meson pi yang bergerak. Jadi efek peuluran waktu terbukti kebenarannya.

Massa dan energy Relativitas

Setiap melakukan eksperimen nuklir atau partikel, seorang fisikawan hampir pasti melakukan uji langsung dan tak langsung terhadap hubungan massa-energi teori relativitas khusus. Berikut akan dibahas mengenai hubungan tersebut. Bukti langsung kebenaran ramalan teori relativitas khusus diperoleh beberapa tahun setelah diterbitkannya makalah Einstein pada tahun 1905. Pertambahan massa karena bertambahnya kecepatan diuji dengan mengukur momentum dan kecepatan elektron berenergi tinggi yang dipancarkan dalam beberapa proses peluruhan radioaktif tertentu.

Sebagai contoh, kita tinjau atom deuterium (hidrogen berat) yang terdiri dari atom hydrogen biasa dengan tambahan sebuah neutron pada intinya. Jumlah massa atom hidrogen dan neutron pada keadaan diam:

mH + mn = (1, 67356 x 10-27 kg) + (1, 67496 x 10-27 kg) = 3,34852 x 10-27 kg

Jika massa deuterium diukur secara langsung hasilnya: mD = 3,34455 x 10-27 kg

sehingga massa seluruh inti atom lebih kecil dari pada massa partikel penyusunnya dengan Δm = 0,00397 x 10-27

kg (sekitar empat kali massa elektron). Ini setara dengan energi ΔE = (Δm)c² = 2,23 MeV, yang dikenal sebagai energi ikat deuterium.

Artinya untuk memisahkan atom deuterium menjadi atom hidrogen dan sebuah neutron memerlukan energy sebesar 2,23 MeV yang dalam proses pemisahan inti ini terubahkan menjadi massa. Pengubahan massa menjadi energi atau lebih tepatnya energi massa menjadi energy kinetik (begitupun sebaliknya) menjadi tidak asing lagi bagi para fisikawan.

Contoh lain pengubahan energi menjadi massa adalah penciptaan messon pi. Dalam keadaan normal, messon pi yang massa diamnya sekitar 140 MeV (sekitar 274 kali massa elektron) tidak terdapat dialam, tetapi diciptakan pada

(37)

32

akselerator energi-tinggi, yaitu dalam tumbukan antara partikel-partikel biasa seperti proton, sebagaimana yang diperlihatkan pada diagram berikut.

- - -

Dalam proses ini, energi kinetik proton sekitar 140 MeV diubah menjadi energi massa meson pi.

Ketidakubahan Laju Cahaya

Jika laju cahaya bergantung pada gerak pengamat, maka dapa dinyatakan c‟=c+ku, dimana c adalah laju cahaya dalam kerangka diam sumber, c‟ laju cahaya diukur dalam kerangka acuan yang bergerak dan u laju relative terhadap kedua krangka acuan. Variabel k adalah bilangan yang ditentukan olh eksperimen menurut relativitas khusus k adalah O, sedangkan menurut relativitas Galileo k=1.

Salah satu prcobaan yaitu yang bertujuan mempelajari pemancaran sinar X yang berdenyut cepat sambil mengorbit pada system bintang ganda. Jika laju cahaya berubah ketika gerak orbitnya bergerak mnuju dan menjauhi bumi maka awal dan akhir gerhana terjadi dalam selang waktu berbeda. Dimana efek ini tidak teramati sehimgga disimpulkan bahwa k<2x10-9, sesuai dengan ramalan relativitas khusus.

Paradoks Kembar

Dalam percobaan ini kita menggunakan 2 jam identik yang disinkronkan secara hati-hati dalam labolatorium. Salah satu jam kita terbangkan dengan psawat mengelilingi bumi, saat kembali ke bumi kemudian kita bandingkan dengan jam yang diam di labolatorium. Diperkirakan jika teori relativitas khusus itu benar, dimana jam yang

(38)

33

diterbangkan itu “lebih muda”, tampak pada lambatnya detak jam dan ketertinggalan waktu di sebandingkan dengan jam yang diam di labolatorium. Sehingga percobaan ini juga sesuai dengan ramalan relativitas khusus. Ringkasan Transformasi Galileo: x‟ = x – vt; vx' = vx – u Pemuluran Waktu: ∆𝑡 = ∆𝑡0 1−𝑢 2 𝑐2 Kontraksi Panjang : L‟ =𝐿 1 −𝑢2 𝑐2 Efek Doppler : 𝑓= 𝑓 𝑣 ± 𝑣0 𝑣 ∓ 𝑣0 Transformasi Laurent : x‟ = 1 1−𝑣2 𝑐2 (x - vt‟) y‟ = y z‟ = z t‟ = 𝛾(𝑡𝑣𝑥 𝑐²)

(39)

34 ux = 𝑢𝑥′+ 𝑣 1+ 𝑣𝑢 𝑥𝑐² uy = 𝑢𝑦 ′ 1−𝑣²𝑐² 1+ 𝑣𝑢 𝑥′ 𝑐² uz = 𝑢𝑧′ 1−𝑣² 𝑐² 1+ 𝑣𝑢 𝑥′𝑐² Momentum Relativistik 𝑝 = 𝑚0𝑣 1−𝑣2 𝑐2

Energi Kinetik Relativistik 𝐾 = 𝑚𝑐2− 𝑚 0𝑐2 𝐾 = 𝑚0𝑣 2 1 −𝑣2 𝑐2 + 𝑚0𝑐2 1 −𝑣 2 𝑐2− 𝑚0𝑐2 Latihan Soal :

1. Sebuah kereta api bergerak dengan kecepatan 75 mil/jam melewati sebuah stasiun pada pukul 11.00. Selang 30 detik kemudian petir menyambar rel kereta api, 2 mil dari stasiun dalam arah yang dituju oleh kereta api tadi.

2. Hitung koordinat-koordinat petir bila dilihatoleh pengamat A (diam di stasiun) dan B (di dalam kereta api):menggunakan transformasiGalilean dan menggunakan transformasi Lorentz

3. Berapa kecepatan seorang pengamat relatif terhadap bumi bila si Pengamat melihat bumi sebagai ellips dengan sumbu panjang 8 kali sumbu pendek?

4. Pengamat O dan O‟ saling mendekati satu sama lainnya dengan kecepatan relatif 0,8 c. Jika O mengukur bahwa jarak mula-mula O dan O‟ adalah 30 m, maka bila dipandang dari kerangka acuan O‟, berapa

(40)

35

waktu yang dibutuhkan oleh arloji O dan O‟ pada saat keduannya berpapasan?

5. Seorang pilot dalam sebuah roket bergerak dalam laju 0,7 c melewati bumi dan mengatur jamnya sehingga bertepatan dengan jam 12.30 malam. Pada jam 13.00 malam menurut jam pilot, roket melewati sebuah stasiun ruang angkasa yang tidak bergerak relatif terhadap bumi.

6. Pukul berapa yang ditunjukan oleh jam di stasiun pada saat roket melewatinya?

a. Berapa jarak dari bumu ke stasiun bila diukur oleh pilot?

b. Bila pada saat melewati stasiun si pilot melaporkan ke bumi dengan menggunakan radio,

c. kapan pengamat di bumi akan menerima sinyal radio dari roket? 7. Sebuah elektron bergerak dengan laju 0,5 c relatif terhadap laboratorium.

Pengamat A duduk diam didalam laboratorium sedangkan pengamat B bergerak dengan laju 0,85c relatif terhadap laboratorium dalam arah gerakan elektron. Tentukan energi elektron bila dipandang oleh A maupun B!

8. Sebuah mobil ambulan bergerak dengan kelajuan 54 km/jam sambil membunyikan sirine yang memiliki frekuensi 1000 Hz, berpapasan dengan seorang pengendara sepeda motor yang bergerak dalam arah berlawanan dengan kelajuan 36 km/jam. Apabila cepat rambat bunyi di udara saat itu 340 m/s tentukan berapa frekuensi bunyi sirine yang diterima pengendara sepeda motor pada saat (a) saling mendekati dan (b) saling menjauhi!

9. Mobil ambulans bergerak dengan kelajuan 72 km/jam sambil membunyikan sirine yang frekuensinya 1000 Hz dan sebuah bus bergerak berlawanan dengan kelajuan 36 km/jam. Bila kelajuan gelombang bunyi di udara 340 m/s, tentukan berapa frekuensi bunyi sirine yang diterima pengemudi bus pada saat : (a) bergerak saling mendekati dan (b) bergerak saling menjauhi

(41)

36 BAB II

SIFAT PARTIKEL RADIASI GELOMBANG ELEKTROMAGNET

Sifat GEM

Efek Fotolistrik

Teori Kuantum Cahaya

Sinar X

Radiasi Benda Hitam

Foton Efek Compton

(42)

37 2.1 Efek Fotolistrik

Cahaya merupakan radiasi elektromagnetik. Ada sifat unik dari gelombang elektromagnetik, seperti cahaya yaitu sifat kembarnya. Di satu pihak ia bertingkah laku seperti gelombang pada peristiwa difraksi lenturan, interferensi/ perpaduan dan polarisasi/ pengutuban, tetapi di pihak lain ia bertingkah laku sebagai partikel yaitu pada peristiwa fotolistrik, gejala Compton. Partikel-partikel cahaya itu membentuk partikel-partikel/ kelompok-kelompok energi yang disebut foton.

Jika cahaya yang frekuensinya cukup tinggi jatuh pada permukaan logam (cahaya ultra ungu), maka logam tersebut akan memancarkan elektron. Gejala ini dosebut efek fotolistrik. Elektron dapat terlepas dari logam karena menyerap energi dari gelombang elektromagnetik. Besarnya energi kinetic electron yang terlepas adalah:

0

hf

hf

E

k

(2.1)

Dimana Whf0 (energi ambang)

h

Konstanta Planck (6,626 x 10-34 J.s)

0

f

Frekuensi ambang

f

Frekuensi gelombang yang datang

Energi foton untuk massa diam (m0)

nhf

E

c

nh

E

(2.2)

Dimana  Panjang gelombang cahaya (m) 

(43)

38  f Frekuensi cahaya  E Energi foton  n Jumlah Partikel

Momentum partikel tak bermassa berkaitan dengan energi yang menurut rumus

pc

E  (2.3)

Karena energi foton ialah hf maka momentumnya ialah :

h c E

P 

Untuk menyatakan E dalam ev, maka : 1 ev = 1.60 x 10-19 joule.

Untuk lebih memahami tentang efek fotolistrik, berikut ini adalah gambar ilustrasi jenis alat yang digunakan pada percobaan efek fotolistrik.

Gambar diatas merupakan peralatan untuk mengamati efek fotolistrik. Cahaya yang menyinari permukaan logam (katoda) menyebabkan electron terpental keluar. Ketika elekyron bergerak menuju anoda, pada rangkaian luar terjadi arus elektrik yang diukur dengan Ammeter A.

(44)

39

Laju pancaran electron diukur sebagai arus listrik pada rangkaian luar dengan menggunakan sebuah Ammeter, sedangkan energi kinetiknya ditentukan dengan mengenakan suatu potensial perlambat (retarding potential) pada anoda sehingga electron tidak mempunyai energi yang cukup untuk “memanjati” bukit potensial yang terpasang. Secara eksperimen tegangan perlambat terus diperbesar hingga pembacaan arus pada ammeter menurun ke nol. Tegangan yang bersangkutan ini disebut potensial henti (V ). karena electron yang berenergi o tertimggi tidak dapat melewati potensial henti ini, maka pengukuran V merupakan suatu cara untuk menentukan energi kinetik maksimum electron :

V

e

E

kmak

.

Sehingga e Ekmak

V

(2.4) Berdasarkan hasil pengamatan :

1. Intensitas cahaya tidak mempengaruhi pergerakan electron

2. Intensitas cahaya mempengaruhi jumlah elektron yang lepas dari permukaan logam

3. Energi kinetik hanya bergantung pada panjang gelombang cahaya atau frekuensinya.

Untuk lebih jelas hubungan antara intesitas cahaya terhadap arus fotolistrik dan kelajuan perhatikan gambar berikut :

Gambar 2-2: Arus fotoelektron sebanding dengan intensitas cahaya untuk semua tegangan perintang. Tegangan penghenti vo sama untuk semua intensitas cahaya dari frekuensi v yang diberikan

(45)

40 2.2 TEORI KUANTUM CAHAYA

Teori elektromagnetik cahaya dapat menerangkan sangat baik banyak sekali gejala, sehingga teori ini tentu mengandung kebenaran. Namun teori yang berdasar kokoh ini tidak cocok untuk menerangkan efek fotolistrik. Dalam tahun 1905 Einstein menemukan bahwa paradoks yang timbul pada efek fotolistrik dapat dimengerti hanya dengan memasukkan pengertian radikal yang pernah disusulkan lima tahun sebelumnya oleh fisikawan teoretis Jerman Max Planck. Ketika itu Planck mencoba menerangkan radiasi karakteristik yang dipancarkan oleh benda mampat. Kita mengenal pijaran dari sepotong logam yang menimbulkan cahaya tampak, tetapi panjang gelombang lain yang terlihat mata juga juga terdapat. Sebuah benda tidak perlu sangat panas untuk bisa memancarkan gelombang elektromagnetik- semua benda memancarkan energi seperti secara malar (kontinu) tidak perduli berapa temperaturnya. Pada temperature kamar sebagian besar radiasinya terdapat pada bagian inframerah dari spectrum, sehingga terlihat.

Sifat yang dapat diamati dari radiasi benda hitam ini –penamaan serupa itu akan dikemukakan alasannya pada bab 9, di situ pembahasan lengkap persoalan dan pemecahannya diberikan –tidak dapat diterangkan berdasrkan prinsip fisis yang dapat diterima pada waktu itu. Planck dapat menurunkan rumus

(46)

41

yang dapat menerangkan radiasi spectrum ini (yaitu kecerahan relatif dari berbagai panjang gelombang yang terdapat) sebagai fungsi dari temperature dari benda yang meradiasikannya kalau ia menganggap kalau radiasi yang dipancarkan terjadi secara tak malar (diskontinu), dipancarkan dalam caturan kecil, suatu anggapan yang sangat asing dalam teori electromagnet. Catuan ini disebut kuanta. Planck mendapatkan bahwa kuanta yang berpautan dengan frekuensi tertentu v dari cahaya semuanya harus berenergi sama dan bahwa energi ini E berbanding lurus dengan v. Jadi

hf

E Energi kuantum

Dengan h, pada waktu itu disebut tetapan Planck, berharga h = 6,626 X 10-34 J.s Tetapan Planck

Ketika ia harus menganggap bahwa energi elektromagnetik yang diradiasikan oleh benda timbul secara terputus-putus, Planck tidak pernah menyangsikan bahwa penjalarannya melalui ruang merupakan gelombang elektromagnetik yang malar. Einstein mengusulkan bukan saja cahaya dipancarkan menurut suatu kuantum pada suatu saat, tetapi juga menjalar menurut kuanta individual; anggapan yang lebih berlawanan dengan fisika klasik. Menurut hipotesis ini efek fotolistrik dapat diterangkan dengan mudah. Rumusan empiris persamaan 2.1 dapat ditulis

o mak hf W K   (2.5) Efekfotolistrik o o hf W

Pengurulan Einstein berarti bahwa tiga suku dalam persamaan 2.3 dapat di tafsirkan sebagai berikut:

(47)

42

mak

K = enegi kinetik fotoelektron maksimum

o

hf = energi minimum yang diperlukan untuk melepaskan sebuah elektron dari permukaan logam yang disinari.

Beberapa fungsi kerja fotolistrik terlihat dalam tabel 2.1. Untuk melepaskan elektron dari permukaan logam biasanya memerlukan separuh dari energi yang diperlukan untuk melepaskan electron dari atom bebas dari logam bersangkutan (lihat Tabel 10.1), sebagai contoh, energi ionisasi cesium 3,9 eV dibandingkan dengan fungsi kerja 1,9 eV. Karena spectrum cahaya tampak berkisar dari 4,2 hingga 7,9 X 1014 Hz yang bersesuaian dengan energi kuantum 1,7 hingga 3,3 eV, jelaslah dari table 2.1 bahwa efek fotolistrik ialah suatu gejala yang terjadi dalam daerah cahaya tampak dan ultraungu.

Seperti telah kita lihat, foton cahaya berfrekuensi f berenergi hf . hf dapat dinyatakan dalam elektronvolt (eV), yaitu

1 eV = 1,60 x 10-19

Tabel 2.1 Fungsi Kerja Fotolistrik Metal Lambang Fungsi Kerja, Ev Cesium Cs 1,9 Kalium K 2,2 Natrium Na 2,3 Lithium Li 2,5 Kalsium Ca 3,2

(48)

43

Tembaga Cu 4,5 Perak Ag 4,7 Platina Pt 5,6

Jadi rumus energi foton

hc

E dperoleh sebagi berikut



foton Energi m eV x E s m x s eV x E   . 10 24 , 1 ) 6 . 3 ( / 10 3 . 10 14 , 4 4 8 15   

Dengan λ dinyatakan dalam meter. Bila λ dinyatakan dalam satuan angstrom (Ǻ), dengan 1 Ǻ = 10-10 m, maka (3.7)  . 10 24 , 1 x 4eV E  Ǻ Contoh Soal :

Cari energi kinetik foto electron jika cahaya ultraungu yang panjang gelombangnya 3500 Ǻ jatuh pada permukaan kalium.

Pemecahan:

Dari table 2.1 fungsi kerja kalium ialah 2,2 eV. Energi kuantum cahaya yang panjangnya 3500 Ǻ ialah A eVA x hv 3500 10 24 , 1 4  = 3,5 eV

Sehingga energi kinetic fotoelektron maksimum ialah

o

mak hf W

(49)

44

Kesalahan penafsiran yang lalu mengenai efek fotolistrik diteguhkan dengan studi mengenai emisi termionik. Telah lama diketahui bahwa terdapatnya benda panas menambah konduktivitas listrik udara yang ada di sekelilingnya, dan menjelang abad ke sembilan belas penyebab gejala itu di temukan yaitu emisi electron dari benda panas itu. Emisi termonik memungkinkan bekernyanya peralatann seprti tabung gambar televise yang didalamnya terdapat filament logam atau katoda berlapisan khusus yang pada temperature tinggi mentajikan arus electron yang rapat. Jelaslah bahwa electron yang dipancarkan memperoleh energi dari agitasi termal partikel pada logam, dan dapat diharapkan bahwa electron harus mendapat energi minimum tertentu supaya dapat lepas. Energi minimum ini dapat ditentukan untuk berbagai permukaan dan selalu berdekatan dengan fungsi kerja fotolistrik, foton cahaya menyediakan energi yang diperlukan oleh electron untuk lepas, sedang dalam emisi termionik kalor yang menyediakannya: dalam kasus itu proses fisis yang bersangkutan dengan timbulnya electron dari permukaan logam sama.

2.3 Sinar – X

Dalam tahun 1895 Wilhelm Roentgen mendapatkan bahwa radiasi yang kemampuan tembusnya besar yang sifatnya belum diketahui, ditimbulkan jika electron cepat menumbuk materi. Sinar X ini didapatkan menjalar menurut garis lurus walaupun melalui medan magnetik dapat menembus bahan, dengan mudah, menyebabkan bahan fosforesen berkilau dan menyebabkan perubahan plat fostografik. Bertambah cepat electron semula, bertambah hebat kemampuan tembus sinar X dan bertambauh banyak jumlah elektron, bertambah besar pula intensitas berkas sinar X.

Kemampuan tembus sinar X, menimbulkan kemampuan untuk memperlihatkan struktur interior dari benda seperti mesin kapal terbang.

(50)

45

Belum lama setelah penemuan itu orang menduga bahwa sinar X merupakan gelombang elektromagneti. Bahkan teori elektromagnetik meramalkan bahwa muatan listrik yang dipercepat akan meradiasikan gelombang elektromagnetik, dan electron yang bergerak cepat yang tiba-tiba dihentikan jelas mengalami percepatan. Radiasi yang ditimbulkan dalam keadaan serupa itudiberi nama bahasa Jerman bremsstrahlung (“radiasi pengereman”). Tidak ditemukannya pembiasan (refraksi0 sinar X pada pekerjaan dini disebabkan sangat kecilnya panjang gelombang,

Sifat gelombang sinar X, mula-mula ditegakkan oleh Barkla dalam tahun1906 yang bias menunjukkan polarisasinya. Pengaturan eksperimen Barkla disketsa dalam gambar 2-5. Marilah kita anggap sinar X sebagai gelombang elektromagnetik. Pada bagian kiri seberkas sinar X takterpolarisasi menjalar dalam arah –z menumbuk sekelimit karbon. Sinar X didihambur oleh karbon , ini berarti bahwa electron pada atom karbon digetarkan oleh vector listrik dari sinar X, kemudian meradiasikan kembali. Karena vector listrik dalam gelombang elektromagnetik tegak lurus pada arah penjalaran, berkas sinar X semula yang mengandung vector listrik hanya terletak pada bidang xy. Electron target terimbas untuk bergetar pada bidang xy. Sinar X yang terhambur yang menjalar pada arah +x hanya dapat memiliki vector listrik pada arah y saja, sehingga sinar itu mengalami polarisasi bidang datar. Untuk memperlihatkan polarisasi ini sekelumit karbon yang lain diletakkan pada lintasan sinar X yang menjalar pada bidang xz saja, dan tidak ada pada arah y. tidak adanya sinar X yang dihamburkan diluar bidang xz meyakinkan sifat gelombang sinar X

Dalam tahun 1912 suatu metode dicari untuk mengukur panjang gelombang sinar X. eksperimen difraksi dapat dipandang ideal, tetapi kita ingat dari optic fisis bahwa jarak antara dua garis yang berdekatan pada kisi difraksi harus berorde besar sama dengan panjang gelombang cahaya supaya didapatkan hasil yang memuaskan dan kisi yang berjarak sangat kecil seperti yang diperlukan untuk sinar X tak dapat dibuat. Namun dalam tahun 1912, Max von Laure menyadari bahwa untuk panjang gelombang yang diduga berlaku untuk sinar X

Gambar

GAMBAR  2.13  Kilatan  cahaya  yang  dipancarkan  dari  sebuah  titik  ditengah-tengah  antara  kedua  jam,  menghidupkan  kedua  jam  ini  secara
Gambar  diatas  merupakan  peralatan  untuk  mengamati  efek  fotolistrik.
Tabel 2.1 Fungsi Kerja Fotolistrik  Metal                Lambang            Fungsi  Kerja, Ev  Cesium             Cs                                   1,9        Kalium             K                                     2,2  Natrium            Na
Gambar diatas merupakan gambar penghamburan foton oleh electron disebut efek  Compton
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mol adalah jumlah zat suatu sistem yang mengandung sejumlah besaran elementer (atom, molekul, partikel dsb) sebanyak atom yang terkandung dalam 12 gram tepat isotop karbon-12..

Pada awalnya, pembentukan senyawa kompleks dikaitkan dengan konsep sederhana, nomor atom efektif, yakni jumlah elektron yang dapat diakomodasi oleh ion transisi termasuk

waktu operasi jumlah partikel yang tertahan dipermukaan membran semakin besar sehingga. partikel asam yang mampu melewati membran akan sedikit sehingga jumlah partikel

Mayoritas massa atom berasal dari proton dan neutron, jumlah keseluruhan partikel ini dalam atom disebut sebagai bilangan massa Massa sebuah inti stabil selalu

Atom : bagian terkecil suatu elemen yg merupakan suatu partikel netral, dimana jumlah muatan listrik positif dan negatif sama..

Setelah penulisan lambang atom unsur dan penemuan partikel penyusun atom, ternyata ditemukan adanya unsur-unsur yang memiliki jumlah proton yang sama tetapi

Gambar 10 dapat menjelaskan bahwa semakin besar fraksi massa tertahan (ukuran partikel koloid semakin kecil) maka terdapat banyak partikel halus yang tidak

Penurunan nilai k eff yang terjadi dari fraksi packing TRISO 15% sampai 30% karena rasio jumlah partikel TRISO lebih besar daripada volume matriks grafit dalam bahan bakar pebble