f Frekuensi gelombang yang datang
PERSAMAAN SCHRODINGER
4.14 POTENSIAL TANGGA DAN HALANG
Dalam jenis persoalan umum berikut, kita akan menganalisis apa yang terjadi apabila sebuah partikel yang sedang bergerak (juga dalam satu dimensi) dalam suatu daerah berpotensial tetap tiba-tiba bergerak memasuki suatu daerah berpotensial berbeda yang juga tetap nilainya. Kita tidak akan membahas
113
pemecahan persoalan ini secara terinci, tetapi karena metode pemecahannya sama, kita dapat menentukan secara garis besar langkah-langkah yang perlu diambil untuk mendapatkan pemecahan tersebut. Dalam bahasan ini kita akan mengambil πΈ sebagai energi total (yang tetap) dari partikel dan ππ sebagai energi potensial tetapnya.
1. Apabila πΈ lebih besar daripada ππ, maka pemecahan persamaan Schrodingernya berbentuk
π π₯ = π΄ sin ππ₯ + π΅ cos ππ₯ (4.50)
Dimana
π = 2π
Δ§2 (πΈ β π0) (4.51)
A dan B adalah dua tetapan yang dapat ditentukan dari syarat normalisasi dan kekontinuan. Sebagai contoh, tinjau potensial tangga yang di perlihatkan pada gambar 4.9:
GAMBAR 4.9 Potensial tangga dengan tinggi V0
Jika E adalah energi total dan lebih besar dari V0 , maka kia dengan mudah dapat menuliskan pemecahan persamaan Schrodinger dalam kedua daerah ini sebgai berikut: π0 π₯ = π΄ sin π0π₯ + π΅ cos π0π₯ π0 = 2ππΈ β2 x < 0 (4.52a) π1 π₯ = πΆ sin π1π₯ + π· cos π1π₯ π1 = 2π β2 (πΈ β π0) x > 0 (4.52b) X=0 V0 V(x) = 0 = 0 x < 0 x β₯ 0
114
Hubungan antara keempat tetapan A,B,C dan D, dapat dicari dengan menerapkan persyaratan bahwa π π₯ πππ πβ² π¦ = ππ/ππ₯ haruslah kontinu pada batas kedua daerah; jadi π0 0 = π1 0 , π0β² 0 = π1β²(0). Perhatikan bahwa penerapan syarat kekontinuan menjamin peralihan mulus dari gelombang yang satu ke yang lainpada titik batas.
Sekali lagi, kita dapat menggunakan persamaan πππ = πππ π + π sin π untuk menstransformasikan kedua pemecahan ini dari bentuk sinus dan kosinus kedalam bentuk kompleks, yakni :
π0 π₯ = π΄β²πππ0π₯ + π΅β²πβππ0π₯ x < 0 (4.53a) π1 π₯ = πΆβ²πππ0π₯ + π·β²πβππ0π₯ x > 0 (4.53b) Apabila ketergantungan pada waktu dimasukkan dengan mengalikan masing-masing suku dengan πβπππ‘, maka kita dapat menafsirkan masing-masing komponen gelombang ini. Ingatlah bahwa (ππ₯ β ππ‘) adalah fase gelombang yang bergerak dalam arah x positif, sedangkan (ππ₯ + ππ‘) adalah fase gelombang yang bergerak dalam arah x negatif, dan bahwa kuadrat nilai mutlak dari tiap-tiap koefisien memberikan intensitas dari komponen gelombang yang bersangkutan. Pada daerah x < 0, Persamaan (4.53a) menyatakan superposisi antara sebuah gelombang berintensitas π΄β² 2 yang bergerak dalam arah x positif (dari βx menuju 0) dengan sebuah gelombang beintensitas π΅β² 2.
Yang bergerak dalam arah x negatif. Andaikanlah kita maksudkan pemecahan ini menyatakan partikel-partikel yang mulanya datang dari bagian sebelah kiri potensial. Maka π΄β² 2 memberikan intensitas gelombang datang (atau lebih tepat lagi, gelombang deBroglie yang menyatakan berkas partikel datang) dan π΅β² 2 memberikan intensitas gelombang pantul. Nisbah π΅β² 2/ π΄β² 2 memberikan fraksi intensitas gelombang datang. Dalam daerah x > 0, gelombang dengan intensitas π·β² 2yang bergerak dalam arah negatif x (dari x = +β menuju x=0) tidak dapat hadir jika partikel βpartikelnya kita tembakkan dari sebelah kiri, jadi untuk situasi percobaan istimewa ini. Kita dapat mengambil π·β² sama dengan nol. Dengan demikian intensitas gelombang tranmisi ini adalah πΆβ² 2.
115
Dapat menganalisis semua pemecahan di atas dari sudut pandang energi kinetik. Pada daerah di mana energi kinetik partikel adalah terbesar momentum linear p (= 2ππΎ) akan menjadi pula yang terbesar., dan panjang gelombang deBroglie π(= π/π) akan menjadi yang terkecil. Jadi, panjang gelombang deBroglie dalam daerah x > 0 lebih kecil daripada yang di dalam daerah x < 0.
2. Apabila E lebih kecil daripada V0, maka kita peroleh pemecahan berbeda :
π π₯ = π΄πππ₯ + π΅πβππ₯ (4.54)
Dimana
π = 2π
β2 (π0β πΈ) (4.55)
Jika daerah pemecahan ini meliputi dari +β atau -β, kita harus menjaga agar π tidak menjadi takhingga dengan pengambilan A atau B sama dengan nol; jika daerahnya hanya mencakup koordinat x yang berhingga, hal ini tidaj perlu dilakukan.
Sebagai salah satu contohnya, jika dalam soal sebelumnya, E lebih kecil daripada V0, maka pemecahan bagi π0 (untuk x < 0) akan tetap diberikan oleh persamaan (4.52a) atau (4.53a) , tetapi pemecahan π1 (untuk x > 0) menjadi :
π π₯ = πΆππ1π₯+ π·πβπ1π₯ π = 2π
β2 (π0β πΈ) (4.56) Sekali lagi, kita harus memastikan bahwa semua pemecahan ini bersambung mulus pada batas β batas daerah berlaku masing-masingnya; penerapan syarat batas ini dilakukan seperti pada kasus sebelumnya. (Kita mengambil C = 0 agar mengindari π1(x) menjadi takhingga bila xβ +β ).
Rapat probabilitas dalam daerah x > 0 adalah π1 2, yang menurut persamaan (4.56) adalah sebanding dengan πβ2π1π₯. Jika kita definisikan jarak terobosan Ξπ₯ sebagai jarak dari x = 0 hingga ke titik di mana probabilitasnya menurun menjadi 1
π , maka
116 βπ₯ = 1 2π1 = 1 2 β 2π (π0βπΈ) (4.57) Agar partikel dapat memasuki daerah x > 0, ia harus sekurang-kurangnya mendapat tambahan energi sebesar V0 β E agar dapat melampaui tangga potensial; jadi, ia harus memperoleh tambahan energi kinetik jika ia memasuki daerah x > 0. Tentu saja, ini melanggar kekekalan energi bila partikel memperoleh sembarangtambahan energi secara tiba-tiba, tetapi menurut hubungan ketidakpastian βπΈ βπ‘ ~β, kekekalan energi tidak berlaku pada selang waktu yang lebih kecil daripada βπ‘ kecuali hingga suatu jumlah energi sebesar βπΈ ~β/βπ‘. Artinya, jika partikel βmeminjamβ sejumlah energi βπΈ dan βmengembalikannyaβ dalam selang waktu βπ‘ ~β/βπΈ, maka kita sebagai pengamat tetap percaya bahwa energi adalah kekal. Andaikanlah kita meminjam sejumlah energi tertentu yang cukup untuk menyebabkan partikel memiliki suatu energi kinetik K dalam daerah terlarang. Dengan energi tersebut, berapa jauhkan partikel menembus daerah terlatang ini?
Energi βpinjamanβ adalah π0 β πΈ + πΎ; suku (π0 β πΈ) mengangkat partikel ke puncak tangga dan suku sisa K memberikan geraknya. Energinya harus kita kembalikan dalam selang waktu
βπ‘ = β
ππ βπΈ+πΎ (4.58)
Karena partikel bergerak dengan laju = 2πΎ/π, maka jarak yang dapat ditempuhna adalah βπ₯ =1 2π£βπ‘ =1 2 2πΎ π β ππ βπΈ+πΎ (4.59)
(Hadirnya faktor Β½ disebabkan karena dalam selang waktu βπ‘ partikel harus menerobosi jarak βπ₯ dan kemudian kembali).
Dalam limit πΎ β 0, maka, menurut Persamaan (4.59) jarak terobos βπ₯ menuju nol, karena partikel memiliki kecepatan nol; begitu pula, βπ₯ β 0 dalam limit πΎ β β, karena selang waktu tempuhnya βπ‘ dapat dikatakan nol. Di antara keda limit ini, harus terdapatsuatu nilai maksimum dari βπ₯ untuk suatu nilai K
117
tertentu. Dengan mendeferensiasikan Persamaan (4.59), maka nilai maksimum ini dapat kita cari, yaitu:
βπ₯ππππ = 1 2
β
2π (π0βπΈ) (4.60) Nilai βπ₯ ini identik dengan Persamaan (4.57). Hasil ini memperlihatkan bahwa percobaan ke dalam daerah terlarang yang diberikan oleh Persamaan Shrodinger sesuai dengan hubungan ketidakpastian. (Kesesuaian antara Persamaan (4.57) dan (4.60) agaknya merupakan suatu kebetulan karena faktor 1/e) yang dipergunakan untuk memperoleh (4.57) dipilih secara sembarang). Apa yang sebenarnya kita perlihatkan adalah bahwa Persamaan Schrodinger memberikan taksiran yang sama seperti yang diberikan oleh hubungan ketidakpastian Heisenberg).
Partikel dengan energi E yang lebih kecil daripada V0datang dari sebelah kiri. Dari pengalaman kita di depan, kita terdorong untuk memperkirakan bahwa pemecahannya berbentuk sinus dalam daerah x < 0 (sebuah gelombang datang dan pantul), eksponensial dalam daerah 0 β€ x β€ a, dan sinus kembali dalam daerah x > a (gelombang transmisi). Intensitas gelombang transmisi dapat dicari dengan menerapkan secara tepat syarat-syarat kontinu, yang tidak akan dibahas disini; yang mana didapati bergantung pada energi partikel dan tinggi serta lebar potensial ahalang. Secara klasik, partikel tidak pernah dapat muncul di x > a, karena tidak memiliki energi yang cukup untuk melewati halangan potensial. Situasi ini adalah contoh dari efek terobos halang (barrier penetration), yang dalam mekanika kuantum seringkali disebut dengan nama efek terowongan (tunneling). Partikel memang tidak pernah dapat diamati berada dalam daerah terlarang klasik 0 β€ x β€ a, tetapi ia dapat βmenerowongβ melalui daerah tersebut sehingga teramati pada daerah x > a.
Berikut kita tinjau tiga contoh nyata efek terowongan ini. V(x) = 0 x < 0 = V0 0 β€ x β€ a = 0 x > a
118