BAB VI REAKSI WARNA
6.3. Beberapa Reaksi Warna
a. Sifat khas senyawa nitrogen
Nitrogen dalam bentuk nitrat dan nitrit; sebagai senyawa nitro dalam ikatan dengan senyawa karbon; sebagai amin primer, sekunder, atau tersier yang bersifat basa; sebagai amonium kuarterner; golongan amin aromatik; asam amida netral; garam ion zwitter seperti asam amino: dan dalam bentuk lain.
48 Semua nitrat larut dalam air. Dengan
menambahkan FeSO4 dan H2SO4 pekat terbentuk cincin berwarna coklat.
Pemeriksaan senyawa nitro aromatik
Sejumlah 50 mg zat dilarutkan dalam 3 ml etanol. Sesudah pemberian 3 ml HCl encer, 4 ml air, dan 200 mg Zn, campuran dipanaskan di penangas air selama 10 menit. Lalu 2 ml filtratnya direaksikan dengan 2 tetes pereaksi Diazo I. Selanjutnya larutan dituangkan ke dalam 2 ml pereaksi Diazo II; terbentuk warna jingga atau endapan, misalnya pada nitrazepam dan klorazepam.
Pereaksi Diazo I: 10 g NaN02 dalam 100 ml aquades
Pereaksi Diazo II : 0,25; g 2-naftol dalam 100 ml 3N NaOH.
Pemeriksaan senyawa basa amin
Dengan pereaksi Mayer senyawa basa amin membentuk endapan kekuning-kuningan. Caranya: ke dalam larutan zat yang jernih, yang bersifat asam lemah akibat penambahan asam sulfat, ditambahkan beberapa tetes pereaksi. Reaksi tidak sama untuk semua senyawa basa amin. Morfin dan efedrin hanya memberikan sedikit endapan atau sama sekali tidak.
Pereaksi Mayer: 1,35 g HgCl2 dalam 100 ml larutan KI 5%
Pemeriksaan amin alifatik primer ( reaksi Senfol)
Larutan amin dalam etanol dituangi karbondisulfida sama banyak, dipanaskan sampai karbondisulfida yang berlebih menguap. Pada sisa larutan ditambahkan beberapa tetes larutan raksa (II) klorida 5 %; tercium bau khas `mustard' jika ada amin alifatik primer.
Pemeriksaan amin aromatik primer ( reaksi Diazo)
Sejumlah 50 mg zat dilarutkan dalam 1 ml 3N HCl. Larutan direaksikan dengan 2 tetes pereaksi Diazo I, dan kemudian dituangkan ke dalam 2 ml perekasi Diazo II; terbentuk warna merah jingga atau endapan. Reaksi positif untuk benzokain, etrakridin, PAS, prokain, dan sulfonamida. Etakridin sudah berwarna merah ketika ditambahkan Diazo I, sedangkan imipramin berwarna biru. Rekasi dapat juga positif jika zat dipasakan dulu dengan 3N HCl selama 3-15 menit dan kemudian didinginkan, misalnya untuk klordiazepoksida, furosemida, oksazepam, fenasetin.
Pemeriksaan amin sekunder
Zat dilarutkan dalam 2 ml 3N HCl, didinginkan pada 5°C, kemudian dengan 2 ml larutan NaNO2 1%. Lima menit kemudian larutan diencerkan dengan 5 ml air dan dikocok dua kali, setiap kali dengan 5 ml eter. Larutan eter dicuci, dan akhirnya diuapkan sampai kering. Kepada sisa penguapan ditambahkan 50 mg fenol, dipanaskan sebentar, didinginkan, direaksikan dengan 1 ml H2SO4 : terbentuk warna biru-hijau pekat yang bila hasil rekasi dituangkan ke dalam air berubah menjadi merah. Jika dibasakan warna hijau-biru semula timbul kembali (percobaan nitrosamin dan Liebermann)
Pemeriksaan amin alifatik primer dan amin aromatik ( rekasi Isonitril)
Sedikit zat dilarutkan dalam etanol, direkasikan dengan beberapa tetes kloroform dan basa alkali dalam etanol, kemudian dipanaskan dengan api kecil. Tercium bau khas isonitril Pemeriksaan asam amino ( rekasi Ninhidrin) Kedalam 1 ml larutan zat yang netral ditambahkan 2 tetes larutan ninhidrin 1 % dalam air, kemudian dipanaskan, sampai mendidih. Terbentuk warna kemerah-merahan, ungu, atau biru. Rekasi positif antara lain untuk : efedrin (merah), tolbutamid (ungu), asam askorbat (merah tua).
Pemeriksaan golongan guanidin (reaksi Sakaguchi)
Ke dalam larutan 1 mg zat dalam 5 ml air ditambahkan 1 ml larutan NaOH 10 % dan 1 ml larutan 1-naftol 0,05 % dalam etanol. Campuran didinginkan pada ± 15 °C lalu ditambahkan 3 tetes larutan natrium hipobromit ( 2 g NaOH dalam 7,5 ml air + 0,5 ml Brom, ditambahkan air sampai 10 ml). Terbentuk warna merah-ungu (streptomisin).
Pemeriksaan turunan piridin
i. Pada pemanasan 100 mg zat dengan 100 mg natrium karbonat kering bau piridin tercium. Hal itu terjadi pada sebagian besar turunan piridin.
ii. Sejumlah 5 mg zat dicampur atau digerus dengan 10 mg 1-klor-2,4dinitrobenzol, lalu dilumerkan sebentar. Lumeran yang sudah dingin dilarutkan dalam 2 ml 0,5N KOH-etanol. Terbentuk warna merah tua (nikotinamida)
49 b. Pemeriksaan senyawa pereduksi
Reaksi Fehling
Ke dalam 1 ml campuran pereaksi Fehling I dan II sama banyak ditambahkan 20 mg zat, lalu dipanaskan di penangas air. Bila ada reduksi terbentuk endapan tembaga (I) oksida berwarna merah-biru bata.
Positif pada suhu kamar : asam askorbat. Positif pada pemanasan : isoniasida, gula pereduksi, hidrokortison, sorbitol yang sebelumnya dioksidasi dengan KMnO4, sukrosa setelah dihidrolisis dengan asam. Perekasi Fehling I: larutan CuS04.5H20 7 %. Pereaksi Fehling II: 35 g KNa-tartrat + 10 g NaOH + air sampai 100 ml.
Rekasi adisi dengan brom
Sejumlah 50 mg zat dilarutkan dalam 2 ml asam asetat, lalu ditambahkan tetes demi tetes air brom (1,0 g Br2 atau 0,3 ml Br2 / 100 ml asam asetat). Apabila ada ikatan tak jenuh warna brom akan hilang.
c. Pemeriksaan aldehid
Zat dilarutkan atau disupensikan dalam air, diasamkan dengan 3 N HCl sampai pH mencapai kurang dari 3, lalu ditambahkan perekasi Schif yang tak berwarna dengan volum sama banyak. Setelah beberapa waktu terbentuk warna, merah sampai ungu. Rekasi blanko terhadap perekasi perlu dilakukan. 6.3.2. Reaksi khusus Test asam amalic a. Tets asam amalic
Metode : Tambahakan ke dalam sampel beberapa tetes 10 M HLCl, diikuti beberapa kristal KCl, kemudian uapkan sampai kering. Amati warna yang terbentuk pada residu, tambahkan 2-3 tetes 2 M NH4OH, amati kembali rawna yang terbentuk
Indikasi :Residu berwarna merah, ping, orange, atau kuning berubah menjadi ping, merah atau
violet setelah ditambahkam amoniumhidroksida. Mengindikasikan terdapatnya senyawa berinti xantin.
b. Perak Ammoniumnitrat
Pereaksi: Ke dalam 20 ml peraknitrat 0,1 M ditambahkan larutan ammonium pekat secukupnya untuk melarutkan peraknitrat yang tidak melarut.
Metode : Larutkan sampel ke dalam sesedikit air, dengan tambahan etanol bila perlu, tambahkan pereaksi sejumlah volum yang sama, catat warna yang terjadi, kemudian panaskan di dalam tangas air pada 100°C selama 30 detik.
Indikasi : Merah, kuning, coklat, atau hitam (pada suhu kamar) menunjukkan adanya senyawa pereduksi. Ini terjadi jika atom karbon pada cincin terikat gugus hidroksil, gugus hidroksil pada posisi meta tidak memberi respon, sedangkan pada posisi para menunjukkan respon. Beberapa pereduksi juga positif adalah ikatan etinil, tetapi bukan ikatan etilenik.
c. Antimoni Pentaklorida
Pereaksi: Keringkan sejumlah antimoni triklorida pada fosfor penta oksida, lelehkan bahan yang telah dikeringkan ( titik leleh 73°C), dan lewatkan gas klorin kering ke dalam lelehan sampai terbentuk cairan berwarna kuning. Tambahkan kloroform 10 kali volum cairan kuning, saring larutan ke dalam botol berwarna gelap dan simpan di dalam desikator. Metode : Tempatkan satu tetes larutan etanol dari sampel pada kertas saring, tambahkan pereaksi, dan segera keringkan di atas uap air. Indikasi : Berbagai variasi warna terbentuk oleh glikosida jantung dan warna tertentu oleh estrogen dan kortikosteroid.
d. Aromatik
Metode 1: Tempatkan sejumlah sampel masing-masing ke dalam dua tabung reaksi, salah satu tabung tambahkan NaOH padat. Panaskan tabung dengan hati-hati hingga semua uap keluar, tambahkan pereaksi Marquis dan amati warna yang terjadi.
Indikasi :Warna merah dan orange mengindikasikan bahwa sampel mengandung aromatik alam. Warna mungkin diberikan oleh sesepora hidrokarbon aromatik. Jika warna diberikan setelah pemanasan dengan NaOH menunjukan adanya asam aromatik, tetapi jika tanpa NaOH menunjukkan adanya fenol, asam fenolat, mengandung aldehid dengan gugus hidroksil lebih dari satu. Reaksi negatif tidak berarti sampel bukan non-aromatik.
Metode 2: Tambahkan 2- 3 tetes asam nitrat ke dalam sampel panaskan pada tangas air 100°C
50 selama 1 menit, dinginkan tambahkan air 2-3
kali volum, buat larutan menjadi basa dengan menambahkan NaOH 40%.
Indikasi : Perubahan warna dari tidak berwarna atau warna kekuningan dalam larutan asam menjadi warna gelap; seperti contoh orange atau orange-merah setelah penambahan NaOH menunjukkan terdapat cincin benzen di dalam molekul, mungkin dihasilkkan oleh nitrofenol atau senyawa nitro lainnya. Seyawa tertentu (contoh : diazepam, metaqualon) memberi hasil yang negatif. Warna orange dapat diberikan oleh senyawa kortikosteroid non-aromatik tertentu ( Kortison).
e. Reaksi Mureksid
Sejumlah 10 mg zat ditambahkan 1,5 ml hidrogen pereksida dan 5 tetes asam sulfat pekat, kemudian dipanaskan di penangas air samapi kering. Sisa diberikan beberapa tetes 6N NH3. Bila ada senyawa purin ( teofilin, kofein, teobromin) terbentuk warna merah ungu. Sewaktu menguap, warna sudah terbentuk, yang kemudian diperkuat oleh oksidasi.
f. Reaksi Zwikker
Ke pada 10 mg zat dipelat tetes ditambahkan 10 tetes pereksi Zwikker I. Penambahan 2 tetes pereaksi Zwikker II menimbulkan warna ungu jika reaksi positif. Isoniasida dan beberapa zat lain menggangu rekasi hingga lebih baik jika zat dipisahkan dulu dengan ekstraksi. Reaksi Zwikker positif untuk barbiturat, glutetimida, hidantoin, beberapa sulfonamida, dan purin. Basa hidroksida atau basa fosfat membentuk warna biru-hijau yang setelah ditambahkan pereaksi Zwikker II berubah menjadi biru tua atau ungu. Reaksi ini terutama positif untuk furosemida (biru kuat), mefrosida (biru-kelabu), nipagin M, hidroklortiazida, dan sakarin Na (berwarna biru hanya dengan perekasi Zwikker I).
Pereksi Zwikker I: kobal (II) nitrat dalam metanol Peraksi Zwikher II : piridin 10 % dalam metanol.p-Dimetilaminobenzaldehid
Tambahkan ke dalam sampel di dalam tabung reaksi, bila perlu dipanaskan, amati warna yang terbentuk, kemudian tambahkan air dengan hati-hati. Warna ungu diberikan oleh alkaloid ergot, kanabinoid dan beberapa cincin indol memberikan warna merah yang berubah
menjadi ungu jika diencerkan, beberapa fenol juga memberikan warna seperti
kanabinoid.
Pereaksi : Larutkan 0.5 g p-dimetilaminobenzaldehid dalam 50 ml campuran larutan (60 volume etanol dan 40 volume asam sulfat). Peraksi harus dibuat segar.
h. Pereaksi Dragendruff
Larutkan sampel ke dalam 3 tetes 2M HCl, tambahkan 2-3 ml perekasi, encerkan dengan 2 ml air, amati warna yang terjadi; warna orange, merah-orange, coklat-orange diberikan oleh alkaloid. Amin primer, skunder, tersier, dan kuartener juga memberi reaksi positif.
Pereaksi: Larutkan 1 g bismut subnitrat dalam 3 ml 10 M HCl untuk tujuan pemanasan. Encerkan dengan 20 ml air, larutkan 1 g KI ke dalam campuran tersebut. Jika Bismut hitam dengan tri-iodida terpisah tambahkan asam HCl 2M dan sedikit KI.
i. Pereksi Duquinois
Sejumlah sampel atau ekstrak eter simplisia, di dalam tabung reaksi, uapkan ekstrak tambahkan 0,5 ml pereaksi dan sejumlah volume yang sama 10 M HCl, panaskan perlahan-lahan amati warna yang terjadi, tambahkan klorform kemudian dikocok, amati wama yang terekstraksi. Perubahan warna dari abu-abu - hijau- biru- violet- biru diduga diberikan oleh kanabis, tetapi perlu dilakukan pembandingan dengan kopi yang disangrai, dan minyak patcholi yang juga memberi rekasi positif. Hanya kanabis memberikan warna ungu yang terekstraksi ke dalam kloroform.
Perekasi :Larutkan 2 g vanilin dan 0,3 ml asetaldehid dalam 100 ml etanol. Peraksi harus disimpan dalam lempat yang gelap.
j. Formaldehid - asam sulfat
Campurkan sampel dengan pereaksi panaskan pada 100 oC selama satu menit. Senyawa benzodiazepin umumnya memberikan warna orange kecuali bromazepam dan klozapin (kuning), dan lurazepam (pink). Senyawa lain juga berreaksi, positif adalah fenotiasin, tioxanten, tryplamin tertrasiklin, dan zomepirak. Pereaksi ke dalam 4 volume H2S04 tambahkan 6 volume larutan formaldehid, aduk
51 manggunakan pipet, larutan akan panas lebih
dari 1 jam, apabila memberikan warna buram panaskan dalam, penangas air 100 °C selama 1 menit. Catatan pereaksi ini tidak sama dengan pereaksi Marquis.
k. Pereaksi lodoplatinat
Larutkan sampel dalam 2 tetes 2 M HCl, tambahkan 2-3 ml pereaksi, encerkan dengan 10 ml air. Reaksi positif diberikan oleh alkaloid base membentuk warna ungu, biru-ungu, coklat-ungu, abu-abu-ungu.
Pereaksi : 2 ml Natriumplatina 5% dan 5 g KI ditambahkan air 98 ml kocok hingga larut. Kepustakaan.
1. Kovar. A, 1987, Identifikasi Obat,Penerbit ITB, Bandung.
2. Stevens, HM., 1986, Color Test, Moffat, C.A. et.al., Clarke `s Isolation and Identification of Drugs, 2 nd ed., 128 - 176 The Pharmaceutical Press, London.
52 BAB VII
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS Kromatograti lapis tipis (KLT) adalah suatu
metode pemisahan campuran analit dengan mengelusinya melalui fase diam yang datar pada plat penyangga. KLT termasuk kromatografi adsorpsi, walaupun sebenarnya mekanisme yang terjadi adalah kombinasi adsorpsi dan partisi. Dalam kromatografi adsorpsi fase diam berupa padatan seperti silika gel atau alumina sedangkan fase gerak berupa cairan atau gas. Dalam KLT fase gerak ini berupa cairan. Pemisahan akan terjadi jika
salah satu komponen dari campuran diadsorpsi lebih kuat dari komponen yang lainnya. Karena adsorpsi merupakan fenomena permukaan, maka derajat pemisahan dipengaruhi oleh luas permukaan yang ada atau secara tidak langsung dipengaruhi oleh ukuran partikel fase diam (adsorpben). Walaupun begitu yang merupakan faktor kunci setiap bentuk kromatografi adalah koefisien distribusi/partisi senyawa antara ke dua fase dalam sistem.
gerak fase satuan per senyawa Jumlah diam fase satuan per senyawa Jumlah (K) partisi" " distribusi Koefisien = (7.1)
Dalam kromatografi adsorpsi harga “K” ini dipengaruhi oleh suhu dan konsentrasi senyawa. Pada suatu suhu tertentu hubungan antara jumlah senyawa pada fase diam dan jumlah senyawa yang ada pada fase gerak dapat dinyatakan secara grafik sebagai isoterem distribusi. Kelandaian isoterm linier berbanding langsung dengan koefisien distribusi/partisi, hingga kondisi untuk mendapatkan pemisahan yang optimum adalah kondisi pada mana harga koefisien distribusi ini adalah sama dengan satu.
Efisiensi pemisahan pada kromatografi dapat dinyatakan sebagai jumlah plat teoritis. Jumlah plat teoritis (N) berhubungan dengan panjang plat KLT (L) atau panjang kolom pada kromatografi kolom dan H adalah tinggi plat teoritis (Height equivalent a theoretical plat)
H L
N = (7.2)
Untuk menghitung kinerja KLT perlu mengidentifikasi parameter yang mungkin menurunkan harga H. Empat parameter yang terpenting pada KLT adalah viskositas, temperatur, laju linier dari fase gerak dan ukuran dari fase diam. Efisensi dari kromatografi cair dapat digambarkan seperti pada persarnaan Van Deemter
µ
µ
µ
Cs CmB
H = + + (7.3)
Dimana µ = laju linier fase gerak, Cs dan Cm adalah konsentrasi analit pada fase diam dan fase gerak. Proses difusi longitudinal dinyatakan sebagai B dan berhubungan dengan kecenderungan dari molekul analit
untuk bermigrasi dari konsentrasi tinggi di tengah-tengah noda pada KLT menuju zone konsentrasi yang lebih rendah di pinggiran noda. Hal ini akan menimbulkan pelebaran noda yang akan membuat pemisahan tidak efisien.
KLT dengan fase diam yang berukuran sangat kecil (3 - 5 µm) dikenal dengan KLT kinerja tinggi (HPTLC = High Performance Thin-Layer Chromatography). HPTLC memerlukan waktu elusi yang singkat, jarak elusi yang lebih pendek dan jumlah elusi analit yang lebih sedikit dibandingkan dengan KLT.
Parameter migrasi analitik pada KLT dinyatakan dengan Rf. M A D D Rf = (7.4)
dimana DA jarak titik awal ke pusat zone A setelah elusi dan DM adalah jarak dari titik awal ke tepi muka pelarut. Faktor kapasitas relatif dari dua komponen merupakan ukuran kemampuan kolom/plat untuk memisahkan keduanya. Hal ini dinyatakan sehagai:
( )
Rf Rf
K' = 1− (7.5)
Kemampuan sistem KLT untuk memisahkan dua komponen A dan B dapat dinyatakan sebagai resolusi (Rs):
( )
(
A B)
B A s D D W W R = 2 − + (7.6)dimana DA dan DB adalah jarak yang ditempuh noda A dan B, sedangkan WA dan WB adalah lebar noda/bercak A dan B. Jika Rs ≥ 1 pemisahan
53 yang terjadi adalah sempurna. Faktor selektivitas
(S) juga diukur sebagai daya resolusi
( )
(
M D)
B B M A D D D D D D A K B k S − − = = ' ' (7.7)Gambar 7.1. Diagram alat kromatografi lapis tipis 7. 1. Fase Diam
Sebagai fase diam pada KLT digunakan adsorpben dengan partikel halus yang dilapiskan pada lempeng penyangga kaca, logam atau plastik. Adsorpben yang dapat digunakan diklasifikasi berdasarkan sifat kimia atau daya ikatanya. Adsorpben pada KLT adalah analog dengan yang digunakan pada kromatografi kolom, hanya berbeda ukuran partikelnya,
1) Silika gel (asam silikat), yang paling banyak digunakan dan bersifat asam lemah. Sering ditambahkan CaSO4, hemihidrat sebagai pengikat agar melekat kuat pada pengangga dan mempercepat mengeringnya plat. Juga dapat ditambahkan indikator fluoresensi yang akan berfluoresensi di bawah sinar UV pada 254 nm, hingga bercak yang mengabsorpsi pada frekuensi ini berfluoresensi hijau kuning.
2) Alunima, bersifat basa lemah. Tidak sebaik silika gel lebih reaktif secara kimia senyawa yang sensitif dapat terdegradasi. Juga dapat ditambahkan CaSO4 dan indikator fluoresensi.
3) Kieselguhr (tanah diatome), merupakan adsorpben netral dengan aktivitas rendah. Daya resolusinya juga kecil. Dapat ditambahkan sebagai campuran pada silika
gel yang akan memberikan adsorpben campur yang kurang aktif. Juga dapat ditambahkan CaSO4.
4) Selulosa, sebagai adsorpben pada kromatografi lapis tipis memberikan lapis tipis yang sitatnya analog dengan kromatograti kertas dan memberikan lapis tipis yang cukup baik tanpa pengikat. Dapat ditambah indikator fluoresensi atau kalsium asetat. Digunakan untuk pemisahan senyawa hidrofil. Kerugiannya ialah tidak dapat digunakan pereaksi yang korosif seperti asam sulfat atau pereaksi destruksi lainnya.
5) Poliamida, merupakan magnesium silikat. Daya melekatnya tidak sebaik adsorben lainya. Biasanya ditambah pengikat seperti selulosa atau amilum. Mempunyai kapasitas yang besar dan banyak digunakan untuk pemisahan senyawa fenol.
6) Fase diam cair terikat secara kimia, pengikatan fase diam secara kimia pada penyangga menyangkut reaksi silika dengan dimetilklorsilan tersubstitusi. Proses reaksi pengikatan meliputi pengaktipan permukaan silika dengan HCl sehingga terbentuk silanol pada permukaan silika. Silanol yang terbentuk DA DB WA WB Awal Penotolan Batas Pengembangan Eluent DM
54 direaksikan dengan dimetilklorsilan
tersubstitusi
▓-Si -OH + Cl-Si(CH3)-R →Si-OSi(CH3)3R + HCl Untuk membuat berbagai macam fase terikat dilakukan dengan menganti-ganti gugus fungsi R yang terikat pada pereaksi sililasi.
Metode lain: untuk esterifikasi dari gugus silanol permukaan dengan alkohol atau konversi gugus silanol ke SiCl mengnunakan ionilklorida diikuti dengan senyawa organometalik. Reaksi esterifikasi :
Fase diam ini umum digunakan pada HPLC namun sekarang telah banyak dijumpai pada KLT. Sistem ini lebih dikenal kromatografi fase balik.
7.2. Penotolan sampel
Titik penotolan harus ditandai terlebih dahulu, dapat di lakukan dengan pinsil atau dengan jarum, 1, 5 - 2 cm dari tepi bawah plat. Sampel dan pembanding jika mungkin dilarutkan dalam pelarut organik yang non-polar dengan titik didih rendah agar mudah menguap setelah larutan ditotolkan. Penotolan dapat dilakukan dengan pipet mikro atau pipet lamda atau jarum suntik mikro sebanyak 1- 5 µL dari larutan 1%. Diameter penotolan hendaknya sekecil mungkin (5 mm) umumnya lebih kecil.
7.3. Sistem pelarut
Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana memperoleh suatu sistem pelarut yang sesuai karena melibatkan berbagai jenis fase diam yang berbeda dan sifat dari gaya yang terlibat dalam prosedur kromatografi. Yang sering digunakan adalah sistem bukan air seperti metanol, asam asetat, etanol, aseton, etil asetat, eter, kloroform, benzen, sikloheksan, dan petrolium eter, kloroform. Sistem pelarut ini dapat berupa pelarut tunggal atau campuran beberapa pelarut. Hanya hendaknya sistem multikomponen dihindari karena komposisinya dapat berubah dan akan terbentuk suatu gradien fase gerak dalam lapis tipis yang dapat menyebabkan reprodusibilitasnya berkurang. Untuk fase diam yang polar dapat digunakan fase gerak dari nonpolar (n-heksana) sampai paling polar. Untuk fase diam non-polar (sistem fase balik) biasanya digunakan fase gerak larutan berair, metanol, asetonitril dan isopropanol.
Pemilihan fase gerak sangat tergantung pada jenis pemisahan yang hendak dicapai. Secara umum pemilihan fase gerak harus dihindari menggunakan pelarut berbahaya atau beracun. Beberapa hal yang dipertimbangkan dalam pemilihan pelarut adalah:
- pelarut harus tidak toksik menyebabkan masalah kesehatan baik jangka
- pendek maupun jangka panjang,
- tidak mudah meledak pada kondisi normal, - tidak reaktif atau bereaksi secara kimia
dengan analit atau fase diam,
- tidak memberikan masalah pada pembuangan (ramah lingkungan).
Kloroform, metilenklorida, benzen dan 1-4 dioksan adalah pelarut yang bersifat karsinogen. Kloroform adalah pelarut yang sukar didegradasi dilingkungan.
Dalam beberapa sistem pelarut organik dan silika, sering ditambahkan amonia yang bertujuan untuk menangani masalah bercak berekor. Etilasetat - amonia adalah campuran pelarut yang sangat berguna, tetapi asetat dapat bereaksi dengan amonia menghasilkan sistem pelarut yang lemah. Cember seharusnya diisi dengan pelarut segar sekurang-kurangnya setiap hari.
7.4. Pengembangan
Teknik pengembangan kromatografi lapis tipis sama dengan kromaografi kertas. Pemilihan tipe bejana tergantung dari tujuan analisisnya. Fase gerak diisikan ke dalam bejana paling kurang satu jam sebelum digunakan. Dinding bejana dapat dilapisi dengan kertas saring tebal yang dibasahi pelarut pengembang untuk ▓-Si -OH + ROH → ▓Si-OR + H2O
▓-Si -OH + SOCl2 → ▓Si-Cl + SiO2 + HCl ↓ RMgBr (Gridnard) ▓-Si -R (gugus Si-C yang sangat stabil)
55 mendapatkan atmosfer jenuh akan uap pelarut
dalam bejana. Diketahui beberapa macam pengembangan yaitu:
1) Pengembangan menaik. Teknik
pengembangan ini yang paling umum dalam KLT.
2) Pengembangan ganda. Pengembangan ganda ini biasanya dilakukan jika pemisahan terjadi belum sempurna dengan pengambangan tunggal. Dalam hal ini lempeng dikeluarkan dari bejana setelah pengembangan pertama selesai, dikeringkan di udara, kemudian dikembangkan kembali dengan pelarut yang sama. Cara ini dapat digunakan untuk senyawa yang bergerak lambat.
3) Pengembangan horizontal. Fase gerak dialirkan dengan pertolongan tekanan.
4) Pengembangan bertahap. Jika suatu campuran senyawa mengandung komponen-komponen yang polaritasnya sangat berbeda, maka untuk mendapatkan pemisahan yang sempurna, dapat dilakukan migrasi secara progresif dengan menggunakan pelarut pengembang yang berbeda. Pelarut pengembang pertama dapat berupa pelarut polar misalnya metanol untuk memisahkan komponen polar. Kemudian pengembangan dilanjutkan dengan pelarut non-polar misalnya sikloheksan sampai selesai. Dengan cara ini dapat dipisahkan senyawa non-polar yang bermigrasi dengan muka perat pertama. Teknik ini disebut leknik elusi gradien.
5) Pengembangan lewat. Teknik
pengembangan ini pada kromatografi lapis tipis jarang digunakan karena sukar melakukannya dan membutuhkan suatu peralatan yang khusus. Dalam hal ini pengembangan dilakukan sampai tepi atau lapis tipis dan selanjutnya pelarut pengembangnya dihilangkan dengan jalan penguapan.
6) Pengembang dua demensi. Dengan
pengembangan cara ini sampel ditotolkan pada satu sisi, dikembangkan dan dikeringkan. Kemudian dikembangkan dalam