BAB IX PENGGUNAAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (HPLC) DALAM ANALISIS
9.1. Pemilihan Sistem HPLC
9.1.1. Pra-kolom dan ekstraksi fase padat Pada analisis toksikologi forensik sebelum sampel diinjeksikan ke dalam kolom terlebih dahulu dapat dilewatkan pada pra-kolom yang memungkinkan terjadi ekstraksi obat pada fase padat dari materi biologi atau dari ekstrak kasar, seperti cannabis, opium, atau amfetamin. Pada tahap ini obat dipekatkan/terkonsentrasi pada fase padat dan kemudian dielusi dengan pelarut yang tepat, sehingga diperoleh fraksi analit.
Pra-kolom dikemas ke dalam kolom yang berukuran kecil yang banyak tersedia
diperdadangan dengan nama dagang SepPak atau Bond-Elut atau merek lainnya. Fase padat atau kolom tersebut dapat berupa silika terikat dengan derivat etil, oktil; pertukaran ion; non-ionik polisterin-divinil benzen-co polimer XAD-2. Penggunaan pra kolom dan ekstraksi fase padat ini memungkinkan menginjeksikan materi yang relatif murni ke dalam kolom HPLC. Sehingga akan dapat mem-perpanjang umur kolom. Untuk memperpanjang umur kolom pada HPLC biasanya dilengkapi Guard colum yang berfungsi menahan partikel - partikel kecil yang terbawa dalam sampel, sehingga tidak akan menyumbat kolom.
61 Cuplikan harus dimasukkan ke dalam pangkal
kolom (kepala kolom), diusahakan agar sedikit mungkin terjadi gangguan pada kemasan kolom. Analit yang diinjeksikan harus tidak, mengandung partikel yang tersuspensi sehingga diperlukan mikrofilter sebelum diinjeksikan ke dalam kolom.
Metode yang paling luas digunakan untuk menginjeksikan sampel adalah sistem katup kitar "sampling pool" alat ini menyatu dengan HPLC, dan dapat mamasukkan sampel antara 5-500 µL. Mikro sampling injkesi dapat menginjeksikan volum 0,5 - 5 µL. Perlu juga diperhatikan jika menginjeksikan pelarut dapar (dapar fosfat) sebab dapar tersebut dapat mengkristal jika tercampur dengan pelarut organik (fase gerak).
Sistem injeksi automatis banyak dijumpai pada sistem HPLC, dengan kerja injeksi pneumatik, dibawah kontrol komputer. Sistem ini biasa digunakan pada analisis rutin dengan jumlah sampel yang banyak.
9.1.3. Sistem Pompa
Terdapat dua jenis pompa yang digunakan untuk memompakan fase gerak melalui kolom yaitu tekanan tetap dan pendesakan tekanan. Pompa pendesakan tetap dapat dibagi menjadi pompa torak dan pompa semprit. Pompa torak mengasilkan aliran berdenyut, jadi memerlukan peredam denyut atau peredam elektronik untuk menghasilkan garis alas detektor yang, stabil jika detektor peka terhadap aliran. Kelebihan utamanya ialah tandonnya yang tidak terbatas. Pompa semprit menghasilkan aliran yang tak berdenyut, tetapi tandonya terbatas.
9.1.4. Kolom
Kolom merupakan jantung kromatografi keberhasilan atau kegagalan analitis tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi kerja. Kolom dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok :
i) Kolom analitik: garis tengah dalam 2 - 6 mm. Panjang bergantung pada jenis kemasan, untuk kemasan pelikel biasanya panjang kolom 50 - 100 cm, untuk kemasan mikro pelikel 10 -30 cm. Untuk analisis obat volume sampel yang diinjeksikan antara 20 - 50 µL, mengandung 20-50 µg obat. Untuk mengelusi analit diperlukan tekanan 1000 - 2500 psi dan volume elusi 50 ml.
ii) Kolom preparatif ; umumnya bergaris tengah 6 mm atau Iebih besar dan panjangnya 25 - 100 cm.
Terdapat berbagai variasi kolom yang digunakan untuk analisis obat, seperti fase normal, silika, kromatografi fase balik; oktadesil yang terikat dengan silika atau fase terikat rantai hidrokarbon yang lainnya
Untuk analisis obat secara rutin pada periode waktu yang lama dan data waktu tambat digunakan sebagai uji skrining dan konfirmasi. Sangat direkomendasikan untuk membeli kolom dengan nomer batch yang sama, sebab nomer batch yang berbeda memberikan data indeks retensi yang berbeda.
9.1.5. Fase Gerak
Pada kromatografi cair susunan pelarut atau fase gerak merupakan salah satu variabel (peubah) yang mempengaruhi pemisahan. Berbagai macam pelarut dipakai dalam semua ragam HPLC, tetapi ada beberapa sifat yang diinginkan berlaku umum. Fase gerak harus: murni, tanpa cemaran; tidak bereaksi dengan kemasan; sesuai dengan detektor; dapat melarutkan sampel/analit; mempunyai tokskositas rendah; memungkinkan memperoleh kembali analit/sampel dengan mudah jika diperlukan; harganya wajar. Dari semua persyaratan empat yang, pertama yang paling penting.
Elusi isokratik adalah metode pengelusi dimana komposisi fase gerak mulai sampel di injeksikan ke dalam kolom sampai semua sampel terelusi adalah tetap. Elusi isokratik untuk pemisahan sampel dengan rentang harga k' (koefisien partisi) yang luar biasanya memberikan resolusi yang tidak baik, sangat susah untuk mendeteksi akhir dari suatu puncak (puncak yang dihasilkan berekor), dan memerlukan waktu analisis yang sangat lama. Untuk memisahkan sampel dengan rentang harga k' yang luas biasanya digunakan elusi terprogram. Elusi terprogram, analog dengan pemrograman suhu pada GC. Elusi terprogram juga disebut elusi gradien, yang melihatkan perubahan komposisi fase gerak secara bertahap atau secara continu selama proses elusi. Biasanya semua sampel pada awal/ saat diinjeksikan tertahan pada kepala kolom. Setelah elusi gradien dimulai kekuatan pengelusi akan meningkat. Sampel dengan
62 harga k' yang, kecil akan terelusi terlebih
dahulu, diikuti oleh senyawa lain sesuai dengan peningkatan harga k' dan kekuatan pengelusi.
Persamaan dasar untuk elusi gradien dapat menggunakan persamaan k' diganti dengan k rata-rata selama elusi gradien berlangsung. Persamaan tersebut adalah :
Waktu tambat: tg =tMklog
(
2,3ko/k)
(9.1)Resulusi:
( )
+ − = 1 4 1 k k N Rsα
(9.2) Pelebaran pita: 2 ) 1 ( k N VM g + =σ
(9.3)dimana ko adalah harga k' pada saat elusi gradien dimulai, t waktu tambat pada elusi gradien, dan σg lebar pita gradien (satu kali standard deviasi).
Harga k pada saat elusi dari solut seharusnya berada antara 1 < k < 10, seperti pada elusi isokratik. Pada saat pita meninggalkan kolom , k masing-masing sangat kecil ( ∞ 1). Harga k, yang kecil pada waktu dari akan memberikan pita yang sempit. Lebar pita sempit berarti meningkatkan sensitititas (detektor).
Interaksi antara solute dengan gugus siloksil bebas dari silika dan isoterm adsorpsi nonlinier adalah alasan utama yang menyebabkan noda berekor pada kromatografi fase normal. Masalah ini dapat diatasi jika molekul solut dapat berinteraksi dengan pelarut lebih polar. Dengan secara konstan merubah komposisi fase gerak pada periode analisis, sehingga daya elusi dapat ditingkatkan. Dengan metode elusi gradien dimulai dengan pelarut non-polar hingga pelarut polar. Laju pencampuran pelarut dapat secara linier atau eksponensial. Pada HPLC sudah dilengkapi radar (device) untuk mengatur pencampuran pelarut ini. Metode elusi gradien ini tidak hanya dapat mengatasi puncak berekor tetapi juga akan memberikan resolusi yang lebih baik. Yang lebih penting dapat menurunkan waktu analisis campuran komplek, yang memiliki harga k' berbeda. Sistem ini memberikan analisis yang sangat selektif karena memberikan puncak yang lebih tajam. HPLC modern menyediakan radas elusi gradien sampai menggunakan empat campuran pelarut yang berbeda.
Pemilihan sistem pengelusi untuk kromatografi partisi fase normal, daya elusi pelarut mengikuti derajat eluotropik. Pada rangkaian pelarut ini meningkat daya eluotropiknya: heksana < toluen < dietileter < kloroform < etilasetat < etanol < metanol < pirirdin < asam asetat. Pelarut yang umum digunakan pada HPLC fase balik adalah air (atau larutan dapar), asetonitril metanol, dan tetrahidrofuran. Pelarut ini paling sering digunakan dalam analisis obat. Kromatografi pasangan ion telah digunakan untuk analisis obat khususnya pada sistem kromatografi fase balik. Prosedur ini tergatung pada kemampuan obat membentuk ion pada larutan dapar yang sesuai. Ion lawan yang sesuai larut dalam pengelusi, biasanya konsentrasi ion lawan dalam 5 mM. Pasangan ion obat dan ion lawan dielusi sebagai satu kesatuan pada sistem kromatograti fase balik, dan akan tertahan lebih lama pada fase diam yang lifofilik. Beberapa contoh ion lawan adalah garam-garam asam heptan sulfonat, dan nitrium lauril sulfat, tetraetil atau tetreapenilamonium halida untuk untuk obat-obatan yang mengandung gugus karbonil aatau fenate
9.1.6. Detektor
Detektor yang sering digunakan untuk analisis obat adalah UV detektor. Detektor ini dikelompokkan menjadi tiga kelompok: detektor panjang gelombang tatap, detektor panjang gelombang variabel atau panjang gelombang tersebar, detektor diode-array.
Detektor panjang gelombang tetap menggunakan panjang gelombang tertentu pada satu panjang gelombang, biasanya dihasilkkan oleh lampu merkuri (254 nm), kadang-kadang juga oleh Iampu cadmium (225nm) dan zink (212 nm). Panjang gelombang yang diemisikan oleh lampu ini tidaklah monokromatis tetapi intensitas radiasi panjang gelombang yang lainnya sangat rendah. Untuk menghilangkan radiasi ini ditambahkan filter antara sumber radiasi dan sel detektor.
Tidak semua obat mempunyai panjang gelombang maksimum pada 254 nm, sebagai konsekuensinya tidak semua senyawa obat dapat dideteksi menggunakan detektor ini. Masalahnya yang timbul juga tidak semua obat dapat dideteksi pada serapan maksimumnya.
63 Tabel 8.1. Sifat dari pelarut yang digunakan untuk kromatografi cair (1)
Pelarut UVa RIb BP (oC)c ηd ρe εf δg kelompok Isooktana 197 1.389 99 0.47 0.1 0.01 1.94 - n-heksana 190 1.372 69 0.30 0.1 0.01 1.88 - Sikloheksana 200 1.423 81 0.90 -0.2 0.04 2.02 - Siklopentana 200 1.404 49 .42 -0.2 0.05 1.97 - Karbon disulfide 380 1.624 46 0.34 0.3 0.15 2.64 - Karbontetraklorida 265 1.457 77 0.90 1.6 0.18 2.24 Trietilamin 1.398 89 0.36 1.9 0.54 2.4 I Isopropil eter 220 1.36 68 038 2.4 0.28 3.9 I Dietil eter 218 1.350 35 0.24 2.8 0.38 4.3 I Benzen 280 1.498 80 0.6 2.7 0.32 2.3 VII Diklormetan 233 1.421 40 0.41 3.1 0.42 8.9 V 1-2 Dikloroetan 1.442 83 0.78 3.5 0.44 10.4 V ter- bulanol 1.385 82 3.60 4.1 0.70 12.5 II Butanol 210 1.397 118 2.60 3.9 0.70 17.5 II Propanol 240 1.385 97 1.90 4.0 0.82 20.3 III Tetrahidrofuran 212 1.405 66 0.46 4.0 0.57 7.6 III Etil asetat 256 1.370 77 0.43 4.4 0.58 6.0 Via Isopropanol 205 1.384 82 1.90 3.9 0.82 20.3 II Kloroform 245 1.443 61 0.53 4.1 0.40 4.8 VIII Etil metil keton 1.376 80 0.38 4.7 0.51 18.5 VIa
Aseton 330 1.356 56 0.30 5.1 0.56 VIa Etanol 210 1.359 78 1.08 4.3 0.85 24.6 II Asam Asetat 1.370 1118 1.10 6.0 6.2 IV Asetonitril 190 1.341 82 0.34 5.8 0.65 37.5 VIb Metanol 205 1.326 65 0.54 5.1 0.95 32.7 II Air 1.333 100 0.89 10.2 80.2 VIII
Keterangan: a pelarut tidak dapat digunakan untuk deteksi pada panjang gelombang tersebut b indeks refraksi pada 25 oC; c Titik didih dalam oC; d Viskositas pada 25 oC, e Parameter polaritas pelarut; g konstanta dielektri pada 20oC; h kelompok selektivitas pelarut.
Untuk memecahkan masalah ini digunakan detektor panjang gelombang variabel atau diode array detektor. Sumber radiasi detektor panjang gelombang variabel menggunakan lampu deuterium dan yang memberikan radiasi pada daerah UV. Antara sumber radiasi dan sel detektor ditempatkan monokromator, radiasi monokromatis yang melewati sel detektor akan ditangkap oleh photocell. Oleh photo sel intensitas radiasi dirubah menjadi sinyal listrik kemudian dimanipulasi sehingga dapat terbaca sebagai data adsorban atau transmitan.
Untuk HPLC yang menggunakan penghenti aliran, serapan spektra senyawa yang dideteksi dapat diukur. Berbeda dengan diode array detektor tidak melewatkan radiasi monokrimatis ke dalam sel detektor. Radiasi polikromatis yang dilewatkan ke sel detektor dilewatkan menuju monokromatis halokisi yang mendispersikan radiasi polikromatis menuju
susunan diode, masing celah diode merekam satu panjang gelombang. Sehingga masing-masing celah tersebut dapat digunakan untuk mengukur serapan pada λmak analit yang melewati sel detektor, atau semua diode merekam radian power (intensitas) yang dielusi. Detektor ini dapat juga digunakan untuk menentukan kemurnian analit yang dipisahkan dengan cara mengukur sepektrum dari waktu ke waktu selama puncak tersebut dielusi. Apabila spektra puncak tersebut berubah selama pengukuran tersebut menunjukan puncak terelusi adalah tidak tunggal. Kebanyakan diode array detektor dilengkapi dengan pengukuran rasio absorban pada dua panjang gelombang yang berbeda, seperti yang digunakan untuk penetapan barbiturat.
Detektor fluoresensi. Walaupun sangat sedikit digunakan untuk analisis obat detektor fluoresensi memiliki keuntungan dalam
64 sensitivitas dibandingkan dengan detektor UV.
kususnya dalam batas deteksinya. Tidak semua obat berfluoresensi, tetapi banyak dapat dibuat manjadi turunan berfluoresensi dengan pereaksi fluoresen yang sesuai, seperti asam amino dapat dibuat menjadi turunan berfluoresensi dengan menggunakan reagent o-ftalaldehid atau fluorescamin. Morfin dapat dibuat berfluoresensi dengan pereaksi ferisianida membentuk apomorfin dengan intensitas fluoresensi yang kuat.
Detektor elektrokimia adalah representatif untuk monitoring penyalahgunaan obat. Detektor ini sangat sensitive dan menunjukan selektivitas yang tinggi. Hanya saja detektor ini hanya dapat digunakan untuk menetukan obat yang dapat dioksidasi atau direduksi. Respon dari detektor ini muncul dari aliran elekro yang dihasilkan oleh reaksi redok pada permukaan elektroda.
Detektor indek refraksi, detektor ini mengukur perubahan indeks refraksi eluen yang disebabkan oleh adanya senyawa yang pada waktu keluar dari kolom. Detektor ini tidak dapat digunakan secara sefektif dengan elusi gradien karena adanya perubahan pada baseline (perubahan indeks refraksi pelarut jika gradien berubah) atau jika pelarut mempunyai indek refraksi mendekati indeks refraksi zat terlarut. Selain itu detektor ini sensitif terhadap perubahan suhu.
Dengan diketemukan Fourier transform infrared (FTIR) spektrofotometer dimungkinkan digunakan sebagai detektor pada HPLC detektor ini akan sangat berguna untuk memonitoring penyalahgunaan obat-obatan karena dapat melakukan identifikasi absolut dari obat yang dianalisa. Spcetrum IR yang direkam digunakan sebagai dasar untuk uji konfirmasi.