• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNHAS. Makassar

DAS BEKASI HULU

Penerapan Kaidah Konservasi dan Pembuatan bangunan penahan air Terdapat 4162 bangunan tampungan air : 83.24 ha tampungan

Perubahan Penggunaan Lahan 2008 : Skenario-4

Land use 2008 Skenario-4 Selisih Prosentase

Badan Air 345.9 429.1 83.2 4.6 Hutan 1,890.5 1,890.5 - -Pemukiman 9,232.8 9,232.8 - -Perkebunan 6,653.5 6,653.5 - -Sawah Irigasi 1,536.3 1,536.3 - -Sawah Tadah Hujan 264.6 264.6 - -Semak/Belukar 6,156.0 6,156.0 - -Tanah Kosong 4,661.2 4,661.2 - -Tegalan 8,304.2 8,221.0 (83.2) (4.6)

Total 39,045.0 39,045.0 0.0 0.0

Hitungan CN untuk Skenario- 4 Hitungan CN untuk Skenario- 4

Tutupan Lahan Luas (ha) CN LxCN

Air 429.1 100 42,914.0 Hutan 1,890.5 72 136,116.0 Pemukiman 9,232.8 97 894,658.3 Perkebunan 6,653.5 82 545,587.0 Sawah Irigasi 1,536.3 88 135,194.4 Sawah Tadah Hujan 264.6 86 22,755.6 Semak/Belukar 6,156.0 81 498,636.0 Tanah Kosong 4,661.2 87 405,524.4 Tegalan 8,221.0 85 698,781.6 39,045.0 3,380,167.3 CN rerata 86.5711

Lampiran 9 Bangunan Konservasi (Lanjutan)

Letak Pembangunan Bangunan Penahan Air

Letak Bangunan penahan air pada badan air, tegalan, perke-bunan, tanah kosong

Pada luasan 19.618,9

ha

dalam 10 ha terdapat 1 bangunan Sebanyak 1.962 unit Tampungan 200 m3 L a m p ira n 1 4 6

iii

ABSTRACT

TRIHONO KADRI. Analysis of Bekasi City flood reduction using Bekasi Hulu watershed management. Under Supervision of NAIK SINUKABAN, HIDAYAT PAWITAN, and SURIA DARMA TARIGAN.

One major river flowing through Bekasi City is Bekasi river. Total extent of the Bekasi Hulu watershed is about 39,045.0 ha. In 2002 with rainfall of 250 mm in 8 hours caused water flood about 138 ha resident area in 2-3 days in Bekasi City, more extremely in 2005 with rainfall only 127 mm for 6 hours caused flooded in 164 ha resident area in 3 days. This evidence showed that flood problem in Bekasi City becomes worse, and seem to be more horrifying in the future. Therefore, the flood problems need an extremely great attention. The objectives of this research were (1) analysis watershed condition; (2) analyze the causes of flood over Bekasi City from the perpective of hydrology and hydraulic; (3) plan of Bekasi Hulu watershed management to reduce flood risk in Bekasi City. To obtain the purposes of this research, the method of analysis are devided into five main subjects i.e: (1) analysis of watershed condition using SCS method; (2) hydrology analysis using hydrology modeling HEC-HMS; (3) analysis of river flow capacity using hydraulic modeling HEC-RAS; (4) analysis of the economic looses in flooded area and (5) developing plan of scenarios to reduce flood risk. There are four scenarios to overcome the flood problems: (1) adopting government plan 2010; (2) managing Bekasi Hulu watershed area with conservation tillage; (3) building water retarded structure entire of watershed and (4) combination of second and third scenarios. The research results show that river flow capacity only 462 m3/s is not enough to flow the discharges. Prediction of land use changing in 2020 show that within 10 years return period, the discharge become 735,63 m3/dt. The economic losses due to direct and indirect losses in flooded area is about 39 billion rupiahs for 10 years return period discharge (620,3 m3/dt). Based on research results, the losses could be reduced by managing Bekasi Hulu watershed area with conservation tillage and build water retarded structure. It will reduce 31.01 % of the discharge to 427.96 m3/s that below to the river flow capacity in 462 m3/s.

Keywords: hydrology, hydraulic, land use changing, economic losses, watershed management

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hampir pada setiap musim penghujan di berbagai provinsi di Indonesia terjadi banjir yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat. Salah satu wilayah yang selalu mengalami banjir adalah Kota Bekasi yang terletak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) Bekasi. Banjir yang terjadi di Kota Bekasi saat ini memang belum seberat apa yang terjadi di berbagai wilayah lain seperti Jakarta, Riau, Lampung, Kalimantan Barat dan lain-lain, akan tetapi sudah memberikan indikasi dini akan bahaya banjir yang lebih besar dikemudian hari bila DAS Bekasi Hulu tidak dikelola secara baik.

Banjir yang terjadi di Kota Bekasi terjadi secara rutin dari tahun-ke-tahun dan cenderung membesar. Dengan curah hujan sebesar 250 mm selama 6 jam pada tahun 2002 debit aliran di Bendung Bekasi sudah mencapai 578,6 m3/dt yang mengakibatkan genangan seluas 138 ha selama 2-3 hari di daerah permukiman. Walaupun dengan curah hujan yang lebih kecil yaitu 127 mm selama 6 jam pada tahun 2005 debit yang mengalir sudah mendekati kejadian tahun 2002 yaitu sebesar 545,5 m3/dt dengan genangan yang lebih luas yaitu seluas 164 ha di daerah permukiman selama 3 hari (Balai Ciliwung-Cisadane, 2008). Hal ini diperkirakan karena terjadi pemanfaatan lahan akibat petumbuhan penduduk yang cepat.

Pertumbuhan penduduk di Kota Bekasi tergolong tinggi yaitu mencapai rerata 6,3 % pada periode 1980-1999 dan sedikit turun menjadi 4,9 % pada periode 2000-2002. Pada tahun 2007 jumlah penduduk di Kota Bekasi mencapai 2.143.804 jiwa dengan kepadatan penduduk telah mencapai 9.023 jiwa/Km2 (Biro Pusat Statistik, 2008). Pertumbuhan penduduk inilah yang mendorong perubahan pemanfaatan lahan secara signifikan.

DAS Bekasi Hulu dengan luasan total sebesar 39.045,0 ha mengalami perubahan yang cepat sampai dengan tahun 2008. Dalam kurun waktu sepuluh tahun (1998-2008) terjadi peningkatan luasan permukiman dari semula sebesar 4,4 % menjadi 23,6 % dari luas DAS. Perubahan tutupan lahan dan pola penggunaan lahan tersebut memberikan kontribusi terhadap peningkatan aliran limpasan. Analisis bandingan debit sungai dan curah di DAS Bekasi Hulu pada tahun 2008 memperlihatkan bahwa jumlah hujan yang menjadi debit sungai berkisar 83,2 %. Data tahun 1998 ke 2008 menunjukkan kenaikan jumlah air

yang menjadi debit sungai atau koefisien aliran limpasan menunjukkan kecenderungan peningkatan. Selain itu juga terlihat tajamnya hidrograf seperti yang ditunjukkan pada banjir 1 dan 2 Februari 2002 bahwa dalam waktu 8 jam banjir telah mencapai 578,6 m3/dt atau 11 kali lipat dari debit sebelumnya dan turun dari 300 m3/dt menjadi 80 m3/dt dalam waktu kurang dari 2 jam (Balai Wilayah Ciliwung-Cisadane, 2008) .

Kondisi perubahan penggunaan lahan dan aliran di atas menunjukkan bahwa kondisi DAS Bekasi Hulu tidak sehat, sehingga diperlukan suatu analisis hidrologi untuk menelaah karakteristik hidrologi DAS Bekasi Hulu dan mencari penyebab terjadinya banjir. Selain itu menurunnya kapasitas alir Sungai Bekasi Hulu diberbagai tempat untuk mengalirkan limpasan yang makin meningkat dari keseluruhan DAS terutama di musim hujan, maka potensi terjadinya luapan air semakin besar.

Keadaan ini menunjukkan bahwa kapasitas alir tidak lagi cukup untuk mengalirkan limpasan aliran, sehingga diperlukan analisis hidrolika untuk menelaah karakteristik hidrolika Sungai Bekasi Hulu dan sekaligus dapat merencanakan upaya mengatasi banjir secara hidrolika. Untuk mempertajam upaya mengatasi banjir diperlukan analisis kerugian akibat genangan banjir. Kerugian atau resiko akibat banjir ini digunakan sebagai acuan para pengambil kebijakan untuk mengantisipasi masalah banjir dan menangani daerah rawan banjir. Dari hasil analisis ini diharapkan dapat dirumuskan upaya yang diperlukan untuk menyusun rancangan penanggulangan banjir dan penurunan resiko banjir Kota Bekasi dengan pendekatan pengelolaan DAS Bekasi Hulu.

Kerangka Pemikiran

Banjir sebagai sebuah fenomena alam, merupakan dampak dari berbagai aktivitas manusia yang mengakibatkan kerugian bagi manusia. Berbagai alternatif untuk penyelesaian masalah banjir telah banyak dilakukan, akan tetapi sampai saat ini masih banyak terjadi banjir yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat.

Masalah banjir disebabkan oleh dua faktor utama yaitu besarnya limpasan dari hulu sungai dan terbatasnya kapasitas alir sungai untuk mengalirkan limpasan tersebut. Oleh sebab itu penyelesaian masalah banjir tidak terlepas dari penyelesaian menyeluruh DAS, karena limpasan dan kapasitas alir

3

sungai dipengaruhi oleh kondisi biofisik keseluruhan DAS. Untuk itu diperlukan suatu analisis penanggulangan banjir yang berorientasi pada pengelolaan DAS.

Seperti yang dijelaskan di atas banjir merupakan dampak terganggunya proses hidrologi dan hidrolika dalam suatu DAS, sehingga perlu dikenali karakteristik kedua proses tersebut. Dari kedua karakteritik inilah kemudian dapat diketahui penyebab terjadinya banjir dan dapat dicari upaya yang terbaik untuk penanggulangan banjir. Karakteritik hidrologi yang diperlukan berupa limpasan sebagai respons terhadap hujan pada keseluruhan atau sebagian DAS, sedangkan karakteritik hidrolika yang perlu diketahui adalah kapasitas aliran dan tinggi muka air sungai.

Karakteristik hidrologi dipengaruhi oleh berbagai kondisi biofisik DAS, termasuk penggunaan lahan dengan perubahan penggunaan lahan, serta teknologi dalam pemanfaatan lahan dengan perubahan penggunaan lahan mempengaruhi koefisien limpasan pada setiap bagian DAS. Jika hujan jatuh pada DAS maka terjadi respons hidrologis berupa aliran permukaan dari seluruh DAS dan mengalir melalui sungai yang kemudian mengakibatkan banjir.

Untuk mengetahui respons hidrologis tersebut diperlukan suatu alat bantu yang dapat mengambarkan pengaruh parameter biofisik DAS terhadap keluaran yang berupa limpasan. Alat bantu yang digunakan untuk mengambarkan respons hidrologi suatu DAS dapat berupa model hidrologi Hec-HMS. Banyak model hidrologi yang telah dikembangkan untuk keperluan tersebut. Salah satu ukuran yang memberikan gambaran variasi komponen biofisik terlengkap ialah bilangan kurva atau curve number (CN). Bilangan Kurva pada analisis hidrologi yang dikembangkan oleh Soil Conservation Service (SCS) merupakan besaran pendekatan koefisien limpasan, yang merupakan fungsi kelompok hidrologi tanah, penggunaan lahan, dan kondisi pengelolaan lahan tersebut.

Karakteristik hidrolika yang perlu diketahui adalah kapasitas alir dan kecepatan aliran sungai. Kapasitas alir dari suatu sungai adalah debit maksimum yang dapat diakomodasi sungai tersebut tanpa terjadi luapan air. Kapasitas alir sungai tersebut dipengaruhi oleh luas penampang basah sungai. Kecepatan aliran digunakan untuk mengetahui stabilitas tepi dan dasar sungai agar tidak terjadi erosi tebing atau kelongsoran.

Peningkatan akurasi hasil analisis hidrologi dan hidrolika dapat dilakukan dengan data berbasis spasial, sehingga model hidrologi dan hidrolika yang

digunakan harus dapat diintegrasikan dengan sistem informasi geografis (SIG). Data yang digunakan adalah data dijital sehingga dapat diproses secara spasial dengan bantuan berbagai perangkat lunak yang terintegrasi dengan SIG.

Mengingat kemungkinan terjadinya luapan air apabila debit sungai melewati kapasitas alir sungai, maka perlu dibuat prakiraan daerah genangan pada perioda ulang tertentu, sehingga dapat ditentukan daerah yang akan mengalami banjir. Prakiraan hujan rancangan didasarkan hitungan statistik peluang terjadinya banjir menggunakan kejadian hujan dalam kurun waktu 20 tahun sebelumnya. Analisis ini dilakukan untuk menentukan besaran hujan harian maksimum pada perioda ulang 2, 5, 10, 25 dan 50 tahunan. Hasil dari analisis frekuensi ini kemudian dimasukan ke dalam simulasi model hidrologi dan hidrolika yang telah dikalibrasi dan uji keberlakuan untuk mengetahui zonasi banjir yang akan terjadi.

Analisis kerugian dilakukan dengan menggunakan luasan genangan berdasarkan zonasi banjir, sehingga dapat dihitung kerugian yang diderita masyarakat. Analisis ini dimaksudkan untuk menelaah sejauh mana masyarakat yang tinggal pada zonasi banjir merasakan kerugian, sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam penentuan metode penanggulangan banjir.

Lebih lanjut, nilai kerugian akibat banjir diperlukan untuk mengetahui pendapat masyarakat akan besarnya kerugian akibat banjir dengan mengumpulkan data dan informasi dari masyarakat yang secara langsung terkena dampak banjir tersebut. Untuk pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuisioner pada penduduk dengan pertanyaan yang dibagi dalam lima bagian yaitu: (1) biodata responsden; (2) kedalaman banjir; (3) lamanya terendam; (4) kecepatan datangnya banjir; dan (5) nilai kerugian.

5

Gambar 1 Kerangka berpikir penelitian. Kondisi DAS Bekasi Hulu

Penggunaan Lahan dan Teknologi Pemanfatan lahan

Turunnya kapasitas alir sungai Naiknya aliran limpasan

Terjadi Banjir Kota Bekasi

Aktivitas manusia di DAS

Analisis penyebab terjadinya banjir Kota Bekasi secara hidrologi dan hidrolika

Menghitung kerugian akibat banjir

Kuisioner untuk mengetahui nilai kerugian

Rancangan untuk mereduksi kerugian akibat banjir

Aliran Permukaan lebih kecil dari Kapasitas

Sungai

Tidak terdapat kerugian akibat banjir kala ulang 10

tahun Simulasi penerapan rancangan skenario dapat mengurangi kerugian akibat

banjir Kota Bekasi Memetakan daerah

genangan banjir

Jumlah rumah, jalan dan fasum/ fasos yang terendam Mengenali karakteristik

DAS Bekasi Hulu dengan menggunakan metoda

SCS Mengenali karakteristik

hidrologi/ curah hujan dengan menggunakan

simulasi hidrologi

Mengenali karakteristik Sungai Bekasi Hulu dengan menggunakan

simulasi hidrolika Perlu upaya untuk mengenali karaktekterisik DAS Bekasi Hulu, karakteritik

hidrologi seluruh DAS dan karakteritik hidrolika Sungai Bekasi Hulu

Nilai kerugian ini akan menentukan berapa biaya yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk memperbaiki kerusakan langsung dan tidak langsung akibat banjir. Kerugian akibat biaya langsung antara lain (1) pembersihan rumah; (2) perbaikan fisik rumah; (3) perbaikan perabot rumah tangga dan (4) kerusakan benda yang tidak dapat diselamatkan. Kerugian Biaya tidak langsung yang dirasakan untuk memulihkan kondisi yang terganggu akibat banjir antara lain (1) biaya pengobatan yang sakit; (2) kegiatan sosial yang terhambat dan (3) kegiatan ekonomi yang terganggu.

Melihat permasalahan di atas, maka pada perlu dilakukan (1) analisis kondisi DAS, (2) analisis hidrologi DAS Bekasi Hulu, (3) analisis hidrolika Sungai Bekasi Hulu, (4) analisis kerugian akibat genangan banjir (5) anisisarancangan pengelolaan DAS, sehingga dapat dirumuskan rancangan pengelolaan DAS untuk menurunkan limpasan dan meningkatkan kapasitas aliran sungai untuk menurunkan resiko akibat banjir. Dari hasil analisis ini diharapkan dapat dirumuskan upaya untuk menyusun rencana penanggulangan banjir dan penurunan resiko banjir pada DAS Bekasi Hulu dengan pendekatan pengelolaan DAS.

Tujuan Penelitian

Secara rinci penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis penyebab terjadinya banjir di Kota Bekasi baik secara hidrologi maupun hidrolika; (2) menganalisis kerugian akibat genangan/ banjir di Kota Bekasi dan (3) menyusun rancangan pengelolaan DAS Bekasi hulu untuk menurunkan resiko banjir Kota Bekasi.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan dan sekaligus memberikan masukan kepada pihak pengelola DAS, penentu kebijakan, akademis dan masyarakat luas dalam hal-hal berikut:

1. Mengidentifikasi penyebab terjadinya banjir, baik secara hidrologi maupun hidrolika.

7

3. Memberikan masukan kepada para pengelola DAS dan penentu kebijakan untuk menentukan strategi pengelolaan DAS terutama dalam penanggulangan banjir.

4. Menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya dibidang pengelolaan DAS terutama dalam mengurangi terjadinya daerah rawan banjir.

Model Banjir

Banjir adalah setiap aliran yang relatif tinggi yang melampaui tanggul sungai sehingga aliran air menyebar ke dataran sungai dan menimbulkan masalah pada manusia (Chow, 1970). Definisi di atas menjelaskan bahwa banjir terjadi apabila kapasitas alir sungai telah terlampaui dan air telah menyebar ke dataran banjir, bahkan lebih jauh yang mengakibatkan terjadinya genangan. Genangan air tidak dikatakan banjir apabila tidak menimbulkan masalah bagi manusia yang tinggal pada daerah genangan tersebut.

Untuk dapat menganalisis masalah banjir diperlukan alat bantu untuk mengenali penyebab terjadinya banjir dan mencari upaya penanggulangannya (Benavides, 2001). Pada dasarnya model sebagai alat bantu untuk menganalisis banjir dapat dibedakan menjadi model hidrologi dan hidrolika.

Model Hidrologi DAS

Beberapa model hidrologi yang telah dikembangkan untuk menganalisis proses hidrologi sebagai komponen daur hidrologi, hubungan hujan-limpasan, dan pembangunan sumber daya air adalah model SSARR, Stanford Model IV, model Dawdy-O’Donnell, model SCS, model Sacramento, model TOPOG (Indah, 2003). Sementara itu US. Army Corps. of Engineers banyak mengembangkan model HEC (Hydrologic Engineering Centre) untuk keperluan analisis hidrologi. Salah satu model hidrologi yang dikembangkan adalah HEC-HMS (Hydrologic Modelling System). Program ini merupakan versi yang lebih baru dari program HEC-1 dan berbasis Graphical User Interface (GUI). Model hidrologi dengan program HEC-HMS dirancang untuk mensimulasikan proses hujan-limpasan dari sistem aliran. Program ini dirancang agar dapat diaplikasikan dalam luasan tertentu untuk merepresentasikan proses hidrologi DAS (Pitocchi dan Mozzali, 2001). Hitungan yang dihasilkan dapat dipakai secara langsung atau sebagai penghubung dengan perangkat lunak lain untuk studi ketersediaan air, drainase perkotaan, debit aliran, rancangan bangunan air, prakiraan kerusakan akibat banjir dan sistem operasi.

9

Program ini terintegrasi dengan sistem database, sehingga data dapat dimasukan secara manual maupun melalui DSS (Data Storage System). DSS digunakan sebagai interface antara berbagai model yang terintegrasi dan juga antara komponen yang ada dalam program HEC-HMS untuk memudahkan sistem operasi.

Program ini terdiri dari tiga komponen yaitu model basin, model hidrologi dan kontrol spesifikasi. Keluaran model ini didapat berupa hidrograf limpasan dalam suatu sistem hidrologi DAS yang dilengkapi dengan hidrograf limpasan pada setiap Sub-DAS pada sistem hidrologi tersebut. Bagan alir tahapan program HEC-HMS adalah seperti pada Gambar 2.

Gambar 2 Bagan Alir model hidrologi HEC-HMS.

Basin Meteorologi Kontrol Spesifikasi

Data curah hujan

Input data Data Biofisik DAS

Run Konfigurasi Run Manager

Running HEC-HMS

Tampilan Hasil Tabel Debit

Hidrograf

Interpretasi Hasil Inisiasi Program

Fenomena banjir merupakan salah satu bagian dari proses hidrologi yang terjadi dalam DAS, sehingga perlu dilakukan analisis secara menyeluruh terhadap proses hujan-limpasan yang terjadi dalam DAS. Simulasi hidrologi dengan menggunakan HEC-HMS dapat digunakan untuk mengetahui proses hujan-limpasan yang terjadi, sehingga dapat dicari alternatif penanggulangan banjir dengan melihat permasalahan hidrologi melalui simulasi hidrologi.

Metode SCS

Banyak metode yang telah dikembangkan untuk menentukan laju puncak aliran permukaan terhadap hujan, salah satu metoda yang dikembangkan adalah Soil Conservation Service (SCS). Metode ini memberikan variasi komponen biofisik terlengkap, karena merupakan fungsi dari bilangan kurva atau curve number (CN) yang ditentukan berdasarkan kelompok hidrologi tanah, penggunaan lahan, dan kondisi pengelolaan lahan tersebut. Di sisi lain permasalahan banjir merupakan permasalahan yang komplek sehingga diperlukan metoda yang mempunyai keragaman variasi kompoenen biofisik.

Metode SCS merupakan metode yang dikembangkan oleh Dinas Konservasi Tanah Amerika Serikat (US SCS, 1973) dan digunakan untuk menentukan laju puncak aliran permukaan terhadap curah hujan yang seragam dengan asumsi penggunaannya pada hidrograf segitiga seperti pada Gambar 3. Waktu yang diperlukan untuk mencapai laju puncak aliran permukaan adalah:

Tp = D/2 + Tl = D/2 + 0,6 Tc

Tp adalah waktu mencapai puncak aliran (jam), D adalah waktu (lamanya) hujan lebih (jam), Tl adalah waktu tenggang (jam), dan Tc adalah waktu konsentrasi (jam). Waktu konsentrasi pada persamaan ini adalah waktu perjalanan yang terpanjang. Waktu tenggang adalah suatu perkiraan waktu perjalanan rerata aliran permukaan. Waktu puncak aliran permukaan diperlukan untuk membuat hidrograf desain bagi keperluan penguraian (routing) aliran permukaan melalui simpanan atau untuk menyatukan hidrograf dari beberapa DAS (Arsyad, 2010).

11

Gambar 3 Hubungan Curah Hujan dan Aliran permukaan dengan Metoda SCS (US SCS, 1973).

Model Hidrolika Sungai

Model hidrolika aliran satu dimensi yang banyak digunakan saat ini ialah HEC-RAS (River Analysis System) (Pitocchi dan Mozzali, 2001). Program HEC-RAS adalah sebuah program yang didalamnya terintegrasi analisa hidrolika, di mana pengguna program dapat berinteraksi dengan sistem menggunakan fungsi Graphical User Interface (GUI). Program ini dapat menunjukkan perhitungan profil permukaan aliran mantap (steady), termasuk juga aliran tak mantap (unsteady), pergerakan sedimen dan beberapa hitungan desain hidrolika. Dalam terminologi HEC-RAS, sebuah pengaturan file data akan berhubungan dengan sistem sungai. Data file dapat dikategorikan sebagai berikut: plan data, geometric data, steadyflow data, unsteady flow data, sediment data dan hydraulic design data. Bagan alir model hidrolika HEC-RAS dapat dilihat pada Gambar 4.

Program ini berkemampuan untuk melakukan simulasi mengenai (a) model aliran steady (mantap/ tunak); (b) model aliran unsteady (tidak mantap/ tak tunak); (c) mengakomodasi berbagai pengaturan air seperti daerah tampungan, pompa, pintu air dan lain-lain dan (d) memfasilitasi bentuk infrastruktur yang berada di badan air dan dampaknya seperti efek pintu air, jembatan dan lain-lain.

Program HEC-RAS dilengkapi dengan DSS yang merupakan penghubung data antar berbagai program HEC dan beberapa produk perangkat lunak di bidang hidrologi dan hidrolika lain. Perangkat lunak ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam mengambil dan mengirim data dari dan ke program lain seperti HMS, WMS, Arc GIS dan lain-lain. Seperti juga HMS, HEC-RAS juga dilengkapi dengan fasilitas kalibrasi dengan memasukan data hasil pengamatan/pengukuran lapangan ke dalam model dan kemudian model akan merubah estimasi parameter kecepatan yang sesuai dengan hasil pengukuran/ pengamatan di lapangan.

Gambar 4 Bagan alir model hidrolika HEC-RAS.

Alur Sungai Penampang Kontrol Aliran

Data Aliran

Input data Data Geometri Sungai

Plan Aliran Plan Geometri

Running HEC-RAS

Tampilan Hasil Tabel Debit

Hidrograf

Interpretasi Hasil Inisiasi Program

13

Pendekatan Integrasi Model Genangan Banjir

Pada prinsipnya, sistem DAS dapat disimulasikan dalam dua bentuk yang berbeda, yaitu dengan model skala fisik dan model matematis (Indah, 2003). Model skala fisik adalah model fisik dengan ukuran skala terhadap ukuran prototype yang sesungguhnya. Model matematis merupakan abstraksi atau penyederhanaan yang berupa satu set pernyataan matematik yang diharapkan dapat menduplikasi perilaku dasar dari fenomena. Kedua model tersebut dapat digunakan untuk mengambarkan fenomena banjir yang terjadi, akan tetapi untuk mensimulasikan fenomena gerakan air pada suatu DAS lebih disarankan menggunakan model matematis mengingat sulit membuat model skala fisik yang besar. Tujuan utama dari permodelan banjir ialah untuk mensimulasikan atau mempresentasikan fenomena banjir, menduga atau memprakirakan akibat gejala yang akan terjadi, dan memberikan pemahaman atas gejala bersangkutan.

Untuk mempermudah integrasi antara model hidrolika, hidrologi dan Sistem Informasi Geografis (SIG), US. Army Corps of Engineer mengembangkan HEC-GeoHMS dan HEC-GeoRAS. Program ini kemudian dapat digunakan sebagai interface dengan perangkat lunak SIG seperti ArcView sehingga dapat secara langsung memproses data spasial yang terdapat dalam SIG kedalam model tersebut. Selanjutnya ini dapat menjadi extension pada ArcView yang membantu menjadi media dari analisis model ke dalam analisis spasial. Integrasi ini merupakan integrasi eksternal mengingat masing-masing program telah mempunyai bahasa masing-masing akan tetapi dapat disatukan dengan adanya

Dokumen terkait