• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Belajar

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Belajar 1. Definisi

Menurut Gagne (1977) yang dikutip oleh Suyono dan Hariyanto dalam bukunya yang berjudul Belajar dan Pembelajaran berpendapat bahwa belajar adalah sebuah proses perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan kecenderungan manusia seperti sikap, minat atau nilai, dan perubahan kemampuannya, yaitu peningkatan kemampuan untuk melakukan berbagai jenis kinerja.

Ronald Gross (1991, dalam Suyono dan Hariyanto: 2011) telah mengidentifikasi 6 mitos tentang belajar, antara lain:

a. Belajar itu membosankan, merupakan kegiatan yang tidak menyenangkan.

b. Belajar hanya terkait dengan materi dan keterampilan yang diberikan sekolah.

c. Pembelajar harus pasif, menerima dan mengikuti apa yang diberikan guru.

d. Di dalam belajar, si pembelajar dibawah perintah dan aturan guru e. Belajar harus sistematis, logis, dan terencana.

Mitos semacam itu timbul karena dilandasi fakta, banyak praktik pembelajaran di sekolah yang menunjukkan pelaksanaan hal-hal tersebut. Oleh sebab itu, harus diciptakan suasana agar belajar di sekolah berlangsung secara aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar

a. Dari Siswa

1) Aspek Fisiologis

Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indera pendengar dan indera penglihat, juga sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pemngetahuan, khususnya yang disajikan di kelas (Muhibbin Syah, 2004: 145). Daya pendengaran dan penglihatan siswa yang rendah, umpamanya, akan akan menyulitkan sensor register dalam menyerap item-item informasi yang bersifat echoic dan iconic (gema dan citra). Akibat negatifnya selanjutnya adalah terhambatnya proses informasi yang dilakukan oleh sistem memori siswa tersebut (Muhibbin Syah, 2004: 146).

2) Aspek Psikologis

a) Tingkat Inteligensi (Kecerdasan)

Secara umum intelegensi sering disebut kecerdasan, sehingga orang yang memiliki intelegensi tinggi sering disebut pula sebagai orang cerdas atau jenius (Suharnan, 2005: 345).

Solso (dalam Suharnan, 2005: 346) mendefnisikan intelegensi sebagai kemampuan memperoleh dan menggali pengetahuan, menggunakan pengetahuan untuk memahami konsep-konsep konkret dan abstrak, dan menghubungkan di antara obyek-obyek dan gagasan-gagasan, menggunakan pengetahuan dengan cara-cara yang lebih berguna (in a meaningful way) atau efektif.

b) Motivasi Belajar

Dalam kegiatan belajar, berlangsung dan keberhasilannya bukan hanya ditentukan oleh faktor intelektual, tetapi juga faktor-faktor non-intelektual, termasuk salah satunya ialah motivasi. Oleh sebab itu, motivasi belajar dapat diartikan sebagai keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu tujuan (Winkel, 1987: 92, dalam Abdul Rachman Abror, 1993: 114-115).

Menurut Cecco (1968: 159, dalam Abdul Rachman Abror, 1993: 115), ada empat fungsi motivasi dalam proses belajar-mengajar, yaitu: (1) fungsi membangkitkan – mengajak siswa belajar, (2) fungsi harapan – apa yang harus bisa ia lakukan setelah berakhirnya pengajaran (kapabilitas baru), (3) fungsi insentif – memberikan hadiah pada prestasi yang akan datang, dan (4) fungsi disiplin – menggunakan hadiah dan hukuman untuk mengontrol tingkah laku yang menyimpang.

c) Sikap

Sikap (attitude) merupakan keadaan batiniah, bukan merupakan pernyataan lahiryah (overt expression), merupakan kecenderungan dan kesiapan untuk bertindak atau merespon, bukannya merupakan tindakan atau respon itu sendiri (Abdul Rachman Abror, 1993: 107-108).

Oleh karena itu, pada prinsipnya sikap itu dapat kita anggap suatu kecenderungan siswa untuk bertindak dengan cara tertentu. Dalam hal ini, perwujudan perilaku belajar siswa akan ditandai dengan munculnya kecenderungan-kecenderungan baru yang telah berubah (lebih maju dan lugas) terhadap suatu obyek, tata nilai, peristiwa, dan sebagainya (Bruno, 1987, dalam Muhibbin Syah, 2004: 123).

d) Bakat

Menurut Chaplin (1972, dalam Reber: 1988) yang di kutip oleh Muhibbin Syah (2004), bakat (aptitude) adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Secara global bakat mitu mirip dengan inteligensi. Itulah sebabnya seorang anak yang berintelegensi sangat cerdas (superior) atau cerdas luar biasa (very superior) disebut juga sebagai talented child, yakni anak berbakat (Muhibbin Syah, 2004: 150).

e) Minat

Minat siswa terhadap bidang pelajaran apapun tidak dapat dipisahkan dari bakat nyata dalam bidang tersebut. Kalau pelajaran itu dipelajari dan dikaji secara terus menerus, niscaya bisa menghasilkan kecakapan yang lebih besar disertai dengan bertambahnya minat, bukan hanya terhadap bidang itu sendiri tetapi juga terhadap bidang-bidang yang lain yang berhubungan (Abdul Rachman Abror, 1993: 113).

b. Dari Guru

Proses pembelajaran di kelas yang diberikan oleh guru dapat berpengaruh pada proses belajar siswa. Oleh karena itu, guru dituntut untuk memberikan pembelajaran yang semenarik mungkin untuk memancing motivasi siswa dalam belajar.

Susento (2007) menjelaskan dalam makalahnya tentang Strategi Pembelajaran Matematika SMA bahwa pendekatan pembelajaran adalah gagasan tentang pelaksanaan pembelajaran yang didasarkan pada teori belajar tertentu. Ada 4 macam pendekatan pembelajaran matematika yaitu sebagai berikut.

1) Pendekatan Konvensional

Meniru pendekatan konvensional, belajar matematika sama artinya dengan meniru cara guru mengerjakan soal dan menghafal konsep/rumus/prosedur/aturan. Pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional dilaksanakan oleh guru dengan langkah-langkah seperti, memberikan penjelasan, pemberian contoh, latihan soal dan ulangan.

2) Pendekatan Kontekstual

Pendekatan kontekstual adalah konsep pembelajaran yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. 3) Pendekatan Berbasis Masalah

Pendekatan berbasis masalah adalah konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan bagi siswa, dan

memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang lebih realistik.

4) Pendekatan Kooperatif

Pendekatan kooperatif adalah konsep pembelajaran yang membantu guru memanfaatkan kelompok-kelompok kecil siswa yang bekerja bersama untuk mencapai sasaran belajar, dan memungkinkan siswa memaksimalkan proses belajar satu sama lain.

3. Pembelajaran

Diambil dari Wikipedia Indonesia dipaparkan definisi pembelajaran yaitu proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.

4. Hasil Belajar

Menurut Soedijarto (1997: 49), mendefinisikan hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar mengajarsesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Menurut Howard Kingsley yang di kutip oleh Nana Sudjana (1989: 45), hasil belajar dibagi menjadi 3 macam hasil belajar yaitu (a) keterampilan

dan kebiasaan; (b) pengetahuan dan pengertian; (c) sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat di isi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah. Oleh karena itu, hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara keseluruhan setelah mengikuti rangkaian proses belajar.

Dokumen terkait