• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

B. Pendidikan Formal

3. Belajar, salah satu aplikasi dari pendidikan

Dalam proses pembelajaran baik dari pembelajaran dalam pendidikan formal, in formal, maupun non formal mempunyai manifestasi atau perwujudan perilaku belajar yang biasanya lebih sering tampak dala perubahan-perubahan sebagai berikut :

1) Kebiasaan

Setiap siswa yang mengalami proses belajar, kebiasaan- kebiasaannya akan tampak berubah. Dalam proses belajar, kebiasaan juga meliputi pengurangan perilaku yang tidak diperlukan. Karena proses pengurangan atau penyusutan inilah,

28 muncul suatu pola tingkah laku baru yang relatif menetap dan otomatis. Sebagai contoh, siswa yang belajar bahasa secara berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, akhirnya akan terbiasa menggunakan bahasa secara baik dan benar. Jadi, berbahasa dengan baik dan benar itulah perwujudan dari belajar.

2) Keterampilan

Keterampilan ialah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olah raga, dan sebagainya. Meskipun sifatnya motorik, namun, keterampilan ini memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran tinggi. Dengan demikian, siswa yang melakukan gerakan motorik dengan koordinasi dan kesadaran yang rendah dapat dianggap kurang atau tidak terampil. Keterampilan bukan hanya meliputi gerakan motorik, melainkan juga pengejawantahan fungsi mental yang bersifat kognitif. Konotasinya pun luas, sehingga sampai pada mempengaruhi atau mendayagunakan orang lain. Artinya, orang yang mempu mendayagunakan orang lain secara tepat juga dianggap orang yang terampil.

3) Pengamatan

Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera

29 seperti mata dan telinga. Berkat pengalaman belajar, seorang siswa akan mampu mencapai pengamatan yang benar-benar obyektif sebelum mencapai pengertian. Pengamatan yang salah akan mengakibatkan timbulnya pengertian yang salah pula. Sebagai contoh, seorang anak yang baru pertama kali mendengarkan radio akan mengira bahwa penyiar benar-benar berada dalam kotak bersuara itu. Namun, melalui proses belajar, lambat laun akan diketahuinya bahwa yang ada dalam radio tersebut hanya suaranya sedangkan penyiarnya berada jauh di studio pemancar.

4) Berpikir asosiatif dan daya ingat

Secara sederhana, berpikir asosiatif adalah berpikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan yang lainnya. Berpikir asosiatif itu merupakan proses pembentukan hubungan antara rangsangan dan respons. Dalam hal ini perlu dicatat bahwa kemampuan siswa untuk melakukan hubungan asosiatif yang benar amat dipengaruhi oleh tingkat pengertian atau pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar. Sebagai contoh, siswa yang mampu menjelaskan arti penting tanggal 12 Rabiul Awal, kemampuan siswa tersebut dalam mengasosiasikan tanggal bersejarah dengan maulid Nabi Muhammad saw. hanya bisa didapat apabila ia mempelajari sejarah tersebut.

30 Selain itu, daya ingat pun perwujudan belajar, sebab merupakan unsur pokok dalam berpikir asosiatif. Jadi, siswa yang telah mengalami proses belajar akan ditamdai dengan bertambahnya simpanan materi (penggetahuan dan pengertian) dalam memori, serta meningkatnya kemampuan menghubungkan materi tersebut dengan situasi atau stimulasi yang sedang ia hadapi.

5) Berpikir rasional dan kritis

Berpikir rasional dan kritis merupakan perwujudan perilaku belajar, terutama yang bertalian dengan pemecahan masalah. Pada umumnya, siswa yang berpikir rasional akan menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam

menjawab “bagaimana” dan “mengapa”. Dalam berpikir rasional, siswa dituntut menggunakan logika untuk menentukan sebab-akibat, menganalisis, menarik kesimpulan-kesimpulan, dan bahkan juga menciptakan hukum-hukum dan ramalan- ramalan. Dalam hal berpikir kritis, siswa dituntut untuk menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan atau kekurangan.

6) Sikap

Dalam arti sempit, sikap adalah pandangan atau kecenderungan mental. Menurut Bruno, yang dikutip Haryu

31 Islamudin (2011 : 167), sikap (attitude) adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu. Dengan demikian, sikap itu dapat dianggap sebagai suatu kecenderungan siswa untuk bertindak dengan cara tertentu. Dalam hal ini, perwujudan perilaku belajar siswa akan ditandai dengan munculnya kecenderungan-kecenderungan baru yang telah berubah terhadap objek, tata nilai, dan sebagainya.

7) Inhibisi

Dalam hal belajar, inhibisi adalah kesanggupan siswa untuk mengurangi atau menghentikan tindakan yang tidak perlu, lalu memilih atau melakukan tindakan lainny yang lebih baik ketika ia berinteraksi dengan lingkungannya. Kemampuan siswa dalam melakukan inhibisi umumnya diperoleh melalui proses belajar. Oleh sebab itu, makna dan perwujudan perilaku belajar seorang siswa akan tampak pula dalam kemampuannya melakukan inhibisi ini.

8) Apresiasi

Apresiasi sering diartikan sebagai penghargaan atau penilaian terhadap benda-benda baik abstrak maupun konkret, yang bernilai luhur. Apresiasi adalah gejala ranah afektif yang pada umumnya ditinjau pada karya seni budaya.

32 9) Tingkah laku Afektif

Tingkah laku afektif adalah tingkah laku yang menyangkut keanekaragaman perasaan seperti takut, marah, sedih, kecewa, dan sebagainya. Tingkah laku seperti ini tidak terlepas dari pengaruh pengalaman belajar. Oleh karenanya, ia juga dapat dianggap sebagai perilaku belajar. (Haryu Islamudin, 2012 : 164-168)

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam:

1) Faktor Internal (faktor dari siswa), yakni keadaan atau kondisi jasmani siswa.

Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek, yaitu aspek fisiologis dan aspek psikologis

a) Faktor fisiologis

Pada faktor ini, kesehatan fisik atau jasmani siswa sangat mempengaruhi belajar siswa. Siswa yang mempunyai kesehatan fisik yang buruk biasanya lebih sulit menerima pelajaran dari guru dibandingkan dengan siswa yang mempunyai kesehatan yang baik. Sebagai contoh, siswa yang mempunyai pendengaran kurang baik lebih lama dalam memahami pelajaran daripada siswa yang pendengarannya baik.

33 b) Faktor psikologis

Dalam faktor ini, umumnya yang dipandang adalah tingkat kecerdasan siswa, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa, serta motivasi siswa.

2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan disekitar siswa.

3) Faktor Pendekatan Belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran (Haryu Islamudin, 2011 : 181).

4. Urgensi Pendidikan Formal

Dokumen terkait