• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I . PENDAHULUAN

A. Belajar

1. Pengertian Belajar

Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan, dan penilaian terhadap atau mengenai sikap dan nilai-nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi atau lebih luas lagi, dalam berbagai aspek kehidupan atau pengalaman yang terorganisasi

Proses disini dalam arti adanya interaksi antara individu dengan sualu sikap, nilai atau kebiasaan, pengetahuan, dan kelrampilan dalam hubungannya dengan dunianya sehingga individu itu berubah. Berubah dalam pengertian yang baik, yaitu dalam bentuk penguasaan, penggunaan, maupun penilaian terhadap atau mengenai sikap, nilai, kebiasaan, pengetahuan, maupun kecakapan-kecakapan yang diperoleh yang merupakan penambahan atau peningkatan suatu perilaku (Rusyan, dkk., 1989: 8). Maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan pembahan pada diri individu tersebut setelah terjadi proses belajar.

Untuk melihat sejauh mana taraf keberhasilan belajar peserta didik secara tepat (valid) dan dapat dipercaya, diperlukan informasi yang didukung oleh data yang obyektif dan memadai tentattg indikator-indikator perubahan perilaku dan pribadi peserta didik. Karena itu kita biasanya

berusaha mengambil cuplikan saja yang diharapkan mencerminkan keseluruhan perubahan tingkah laku itu (Rusyan, dkk., 1989: 21).

Penguasaan adalah hasil belajar yang paling rendah. Dan dalam penelitian ini menjadi pokok perhatian hasil belajar yang ingin di capai, yaitu adanya peningkatan pada penguasaan pengetahuan. Penguasaan pengetahuan itu didapat dari interaksi belajar mengajar antara guru dan murid. Berangkat dari pengetahuan tersebut, diharapkan dapat ditingkatkan untuk hasil belajar yang lebih tinggi yaitu taraf penggunaan. Indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat hasil belajar yaitu dari nilai tes formatif peserta didik.

Untuk memahami lebih dalam tentang belajar, berikut disajikan beberapa teori belajar, yaitu:

a. Teori Belajar Daya

Teori belajar menurut psikologi daya, menekankan pada pentingnya pencapaian disiplin mental. Hal ini dicapai melalui latihan berfikir. Dengan demikian bahan apapun dapat diajarkan, asalkan berfungsi meningkatkan kemampuan berfikir. Belajar menurut teori ini adalah meningkatkan kemampuan daya-daya melalui latihan (Gamida dan Budiman, 2002:148).

b. Teori Belajar Asosiasi

Teori belajar asosiasi lebih banyak menekankan pentingnya membentuk ikatan stimulus respons. Pembentukan ini dilakukan

sedemikian rupa sehingga individu dapat merespon setiap stimulus yang datang atau dihadapi.

Pengajaran berdasarkan kepada teori ini lebih banyak dilakukan melalui penyajian bahan secara mekanik. Dengan demikian pada siswa terbentuk sejumlah ikatan stimulus-respons. Hasil belajar di sekolah diharapkan dapat ditransfer ke dalam situasi yang identik atau mempunyai unsur-unsur sama. Guni dalam hal ini dituntut sebanyak mungkin menyiapkan bahan yang tidak terlalu jauh berbeda dengan situasi kehidupan sehingga hasil belajar dapat berarti bagi siswa.

c. Teori Belajar Gestalt

Teori belajar Gestalt lebih banyak menekankan kepada belajar melalui pengalaman. Oleh karena itu pengajaran lebih diarahkan memberi kesempatan kepada siswa melakukan sesuatu (learning by doing) yaitu dengan melakukan sesuatu dapat diperoleh pengertian. Hal ini juga disebut dengan insightful learning (Gamida dan Budiman, 2005:148-149).

Dari beberapa teori diatas, dapat dirumuskan bahwa belajar dapat melalui latihan dan pengalaman langsung, tergantung pada kompetensi yang ingin diberikan. Interaksi secara langsung dengan lingkungan akan menghasilkan hasil belajar yang lebih kuat pada diri peserta didik. Terlebih lagi jika peserta didik aktif dan partisipatif dalam menemukan pengetahuannya.

Belajar adalah suatu perbuatan yang kompleks, dimana perbuatan belajar itu sendiri mencakup beberapa segi. Menurut Robert M. Gagne dalam Hamzah B. Uno (2006: 8-10) tipe-tipe belajar ada 8. Kedelapan tipe belajar merupakan tipe belajar yang memiliki hirearki. Setiap tipe belajar merupakan prasyarat bagi tipe belajar selanjutnya. Tipe-tipe belajar tersebut yaitu .

a. Belajar Isyarat (Signal Learning)

Belajar isyarat mirip dengan conditioned respons atau respon bersyarat. Seperti menutup mulut dengan telunjuk, isyarat untuk diam.

b. Belajar Stimulus-Respons

Tipe belajar stimulus-respon, respon bersifat spesifik. Misalnya 2x3 = 6 adalah bentuk suatu hubungan S-R. Jadi, belajar stimulus respon sama dengan teori asosiasi (S-R bond). Setiap respons dapat diperkuat dengan reinforcement.

c. Belajar Rangkaian (Chaining Learning)

Rangkaian atau rantai dalam chaining adalah semacam rangkaian antara berbagai S-R yang bersifat segera. Hal ini terjadi dalam rangkaian motorik; seperti gerakan mengikat sepatu.

d. Asosiasi Verbal

Tipe belajar ini adalah mampu mengaitkan suatu yang bersifat verbalisme kepada suatu yang sudah dimilikinya.

e. Belajar Diskriminasi

Tipe belajar ini adalah pembedaan terhadap berbagai rangkaian seperti membedakan berbagai bentuk wajah, hewan, tumbuhan, dan lain-lain.

f. Belajar Konsep

Konsep merupakan simbol berfikir. Hal ini diperoleh dari hasil memuat tafsiran fakta atau realita, dan hubungan antara beberapa fakta. Suatu konsep dapat diklasifikasikan berdasarkan ciri tertentu. Misalnya konsep tentang manusia. Kemampuan seseorang dapat membentuk konsep apabila orang tersebut dapat melakukan diskriminasi.

g. Belajar Aturan

Tipe belajar aturan adalah lebih meningkat dari belajar konsep. Dalam belajar aturan, seseorang dipandang telah memiliki berbagai konsep yang dapat digunakan untuk mengemukakan berbagai formula, hukum, atau dalil.

h. Belajar Pemecahan Masalah

Tipe belajar dapat dilakukan oleh sesorang apabila dalam dirinya sudah mampu mengaplikasikan berbagai aturan yang relevan dengan masalah yang dihadapinya.

Dalam proses belajar terdapat tahapan-tahapan. Dan setiap hasil belajar dari suatu tahapan merupakan prasyarat untuk belajar pada tingkat yang lebih tinggi. Bila dikaitkan dengan hasil belajar, penguasaan

pengetahuan merupakan prasyarat imtuk belajar penggunaan. Pengetahuan tentang hukum, syarat dan ukuran dll. tentang zakat haruslah dikuasai untuk menerapkan zakat tersebut dalam kehidupan riil peserta didik secara sempurna. Walaupun zakat bukan hal yang baru bagi peserta didik, akan tetapi kebanyakan dari mereka belum mengerti secara hukum, syarat dan dalil-dalil yang mendasari perintah berzakat. Harapan sekolah bahwa anak didik mampu dan berkompetensi dalam bidang yang dipelajari di sekolah. Sehingga aspek kognitif merupakan tujuan belajar yang paling mendasar untuk memperoleh perubahan perilaku pada diri peserta didik.

3. Prinsip-prinsip dalam Belajar

Dalam belajar terdapat prinsip-prinsip yang mencirikan adanya sebuah pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik, yaitu:

a. Proses belajar adalah kompleks namun terorganisasi. b. Motivasi sangat penting dalam belajar.

c. Belajar berlangsung dari yang sederhana meningkat kepada yang kompleks

d. Belajar melibatkan berbagai proses pembedaan dan generalisasi berbagai respons, bila individu dihadapkan kepada sejumlah stimulus, ia akan berusaha mencari sejumlah respons yang sesuai (Rusyan, dkk.,

1989: 82-83).

Dalam pembelajaran, terdapat hal-hal yang harus diperhatikan agar hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan. Prinsip-prinsip tersebut sebagai batasan bagaimana belajar itu dilakukan.

Hamzah B. Uno (2006: 21) Menyatakan bahwa Hasil pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :

a. Keefektifan

Keefektifan pembelajaran biasanya diukur dengan tingkat pencapaian si pelajar. Ada empat aspek penting yang dapat dipakai untuk mendiskripsikan keefektifan pembelajaran yaitu

1) Kecermatan penguasaan perilaku yang dipelajari atau sering disebut dengan “tingkat kesalahan”.

2) Kecepatan unjuk kerja 3) Tingkat alih belajar

4) Tingkat retensi dari apa yang dipelajari.

b. Efisiensi

Efisiensi pembelajaran biasanya diukur dengan rasio antara keefektifan dan jumlah waktu yang dipakai si pelajar dan atau jumlah biaya pembelajaran yang digunakan.

c. Daya Tarik

Daya tarik pembelajaran biasanya diukur dengan mengamati kecendrungan siswa untuk tetap belajar. Daya tarik pembelajaran erat sekali kaitannya dengan daya tarik bidang studi, dimana kualitas pembelajaran biasanya akan mempengaruhi keduanya. Itulah sebabnya, pengukuran kecenderungan siswa untuk terus atau tidak

terus belajar dapat dikaitkan dengan proses pembelajaran itu sendiri atau dengan bidang studi.

Ketiga klasifikasi di atas merupakan hasil belajar yang dilihat dari perubahan perilaku peserta didik, juga ditimbang dari perubahan diri peserta didik dengan jumlah waktu dan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan perubahan tingkah laku tersebut. Dan hasil belajar tersebut juga dapat tercermin oleh kemauan dan minat peserta didik untuk terus

belajar.

Antara satu peserta didik dengan yang lain hasil belajarnya kadang-kadang tidak sama. Mengingat banyak faktor-faktor dari luar maupun dari dalam peserta didik yang juga mempengaruhi belajar. Maka ada peserta didik yang dalam waktu singkat dapat menuntaskan satu pokok bahasan dan ada yang membutuhkan waktu lama untuk menuntaskan pokok bahasan tersebut. Pembahan yang dimiliki juga dapat berbeda. Maka untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal, diperlukan perencanaan yang matang oleh pihak-pihak yang terkait dengan pembelajaran khususnya guru.

5. Memantapkan Hasil Belajar

Hasil belajar yang berupa rangkaian kata-kata dapat dimantapkan dengan banyak ulangan. Akan tetapi hasil belajar yang mengandung makna tidak banyak dipengaruhi oleh interferensi. Bila sesuatu sungguh- sungguh dipahami, maka ulangan dan latihan tidak seberapa memegang

peranan. Yang perlu ialah adanya ide-ide tempat pelajaran baru itu berakar sehingga diintegrasikan dengan apa yang telah dipelajari.

6. Penilaian Hasil Belajar

Ada dua macam penilaian menurut Glaser, yakni norm-refenced

dan criterion-referenced. Penilaian norm-referenced didasarkan atas penilaian murid dibandingkan dengan hasil seluruh kelas. Yang diutamakan ialah kedudukan seorang siswa dibandingkan dengan norma kelompok. Yang dipentingkan ialah perbedaan individual.

Penilaian yang criterion-referenced menilai hasil belajar anak berdasarkan standard atau kriteria tertentu, yakni yang ditentukan oleh tujuan pelajaran. Sehingga diketahui sampai manakah anak itu telah mencapai tujuan itu. Untuk itu tujuan harus dirumuskan dengan jelas dan spesifik. Tujuan yang dirumuskan secara umum sukar dinilai dan diukur keberhasilannya. Dengan penilaian criterion-referenced ingin diukur hasil langsung dari pelajaran yang baru saja kita berikan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian serupa ini ialah :

a. Soal-soal atau pertanyaan harus berhubungan langsung dengan rumusan tujuan pelajaran.

b. Murid-murid hams diberitahukan dengan jelas hasil apa yang diharapkan dari mereka pada akhir pelajaran.

c. Pertanyaan hendaknya jangan mengenai hal-hal yang dapat dihafal dan kemudian diingat kembali untuk mencegah hasil belajar merupakan

rangkaian kata-kata belaka atau “verbal chain”, kecuali bila sesuatu memang harus dihafal sebagai hasil belajar yang diharapkan.

Anak-anak yang gagal memenuhi standar yang ditentukan menurut rumusan tujuan, harus mengulangi pelajaran agar dikuasainya, karena jika ia tidak memahaminya ia akan mengalami kesukaran dalam pelajaran selanjutnya (Nasution, 2005: 193).

Penilaian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa dalam materi yang dikuasai peserta didik. Dari hasil penilaian itu dapat dilakukan refleksi oleh guru, berapa peserta didik yang telah menguasai kompetensi yang ditentukan dan berapa yang belum tuntas belajarnya. Juga sebagai landasan untuk mengambil tindakan selanjutnya agar kompetensi yang ditetapkan dapat dimiliki oleh semua peserta didik yang mengikuti pembelajaran.

Dokumen terkait