• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Desain Penelitian

1. Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak memproduksi insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan. Insulin adalah hormon yang mengatur gula darah. Hiperglikemia atau gula darah yang meningkat, merupakan efek umum dari diabetes yang tidak terkontrol dan dari waktu ke waktu menyebabkan kerusakan serius pada banyak sistem tubuh, khususnya saraf dan pembuluh darah (WHO, 2011).

Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat prevalensi global penderita DM pada tahun 2012 sebesar 8,4 % dari populasi penduduk dunia, dan mengalami peningkatan menjadi 382 kasus pada tahun 2013. IDF memperkirakan pada tahun 2035 jumlah insiden DM akan mengalami peningkatan menjadi 55% (592 juta) di antara usia penderita DM 40-59 tahun (IDF, 2013). Indonesia merupakan negara urutan ke 7 dengan kejadian diabetes mellitus tertinggi dengan jumlah 8,5 juta penderita setelah Cina (98,4 juta), India (65,1 juta), USA (24,4 juta), Brazil (11,9 juta), Rusia (10,9 juta), Mexico (8,7 juta), Indonesia (8,5 juta) Jerman (7,6 juta), Mesir (7,5 juta), dan Jepang (7,2 juta).

Pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat pembuluh darah kecil (mikrovaskular) berupa kelainan pada retina,

glomerulus ginjal, saraf, dan pada otot jantung (kardiomiopati). Pada pembuluh darah besar, manifestasi komplikasi kronik DM dapat terjadi pada pembuluh darah serebral, jantung (penyakit jantung koroner) dan pembuluh darah perifer (tungkai bawah). Komplikasi lain DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi dengan akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru dan infeksi kaki, yang kemudian dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetes (Waspadji, 2007).

Salah satu komplikasi umum yang terlihat pada pasien adalah luka kaki diabetes. Luka kaki diabetes adalah masalah serius bagi pasien diabetes yang akan mempengaruhi 15% dari waktu dalam kehidupan mereka (Divisi Bedah Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009).

Luka kaki diabetes adalah salah satu komplikasi DM yang paling serius dan melumpuhkan. Ini adalah penyebab paling umum amputasi kaki nontraumatik diseluruh dunia. Pasien diabetes dari 15 sampai 20 kali lebih mungkin memerlukan amputasi daripada mereka yang tidak menderita DM. Hampir 14% -24% pasien dengan luka kaki diabetes memerlukan amputasi, yang berarti bahwa setiap 30 detik ekstremitas bawah seseorang hilang karena diabetes. The Global Lower Extremity Amputation Study Group memperkirakan bahwa 25% -90% dari semua amputasi dikaitkan dengan diabetes. Amputasi kaki diabetik cenderung akan seiring dengan kenaikan tingkat kematian dari waktu ke waktu. Angka kejadian kematian bersamaan diyakini menjadi 13% 40% pada 1 tahun, 35% -65% setelah 3 tahun, dan 39% -80% setelah 5 tahun (Yekta et al., 2011). American Diabetes Association memperkirakan bahwa amputasi luka kaki akan

3

terus meningkat. 15% orang dengan DM akan mengalami luka kaki diabetes selama hidup mereka, dan 24% orang dengan luka kaki diabetes akan memerlukan amputasi (Lott et al., 2012). Saat ini, prevalensi dari luka kaki diabetes di Iran diperkirakan sebesar 3%. Angka ini diperkirakan akan meningkat jauh pada tahun 2025 (Yekta et al., 2011).

Waspadji, S, 2008 dalam Maryunani, 2013 menyebutkan data di RSUPN dr Cipto Mangunkusumo bahwa angka kematian dan amputasi akibat luka kaki diabetes masih tinggi yaitu masing-masing sebesar 23% dan 32,5%. Nasib penderita luka kaki diabetes pasca amputasi pun masih sangat buruk. Sebanyak 14,8% akan meninggal dalam setahun pasca amputasi dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca amputasi. Didapatkan pula bahwa 30-50% pasien yang telah diamputasi akan memerlukan tindakan amputasi kaki sebelahnya dalam jangka waktu 1-3 tahun. Suatu nasib yang sangat tidak menyenangkan dan sangat mengkhawatirkan.

Luka kaki diabetes merupakan luka dengan angka kejadian paling sering muncul dibandingkan dengan luka lain dari keseluruhan pasien yg mengalami luka. Dari 202 pasien yang mengalami luka, 184 di antaranya merupakan pasien luka kaki diabtes. Sementara sisanya adalah luka dekubitus, luka vena, dan luka arteri (Divisi Bedah Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009). Munculnya luka pada kaki diabetik ditandai dengan adanya luka terbuka pada permukaan kulit sehingga mengakibatkan infeksi sebagai akibat dari masuknya kuman atau bakteri pada permukaan luka. Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya luka kaki diabetik yang meliputi, riwayat DM ≥10 tahun, laki-laki

perokok aktif, kadar glukosa darah yang tidak terkontrol, gangguan penglihatan yang dapat berpengaruh pada kemampuan melakukan perawatan kaki, polineuropati, trauma kaki (lecet), kekurangan latihan fisik, pengetahuan tentang penyakit DM yang kurang, tidak maksimalnya kepatuhan dalam pencegahan luka, kadar kolesterol ≥200mg/dl, kadar HDL ≤45mg/dl, ketidakpatuhan diit rendah gula, perawatan kaki yang tidak teratur, penggunaan alas kaki yang tidak tepat, hal-hal tersebut dapat menjadi faktor pemicu timbunya luka sebesar 99,9% dari kasus yang ditimbulkan (Hartini, 2009).

Prevalensi luka kaki diabetes berkisar antara 1,0% dan 4,1% di Amerika Serikat (AS), 4,6% di Kenya, dan 20,4% di Belanda. Studi rumah sakit, menunjukkan bahwa prevalensi kaki diabetes adalah antara 11,7% dan 19,1% di antara penderita diabetes di Nigeria. Prevalensi kaki diabetes pasien rawat inap dengan diabetes di Iran adalah 20% (Desalu et al., 2011). Prevalensi penderita ulkus diabetik di Indonesia sebesar 15% dari penderita DM. Di RSCM, pada tahun 2003 masalah kaki diabetes masih merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan DM selalu terkait dengan luka kaki diabetes. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi, masing-masing sebesar 32,5% dan 23,5%. Nasib penderita DM paska amputasi masih sangat buruk, sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun paska amputasi dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun paska amputasi.(Waspadji S, 2007). Penderita luka kaki diabetes di Indonesia memerlukan biaya yang tinggi sebesar 1,3 juta sampai Rp. 1,6 juta perbulan dan Rp. 43,5 juta per tahun untuk seorang penderita (Suyono, 2007).

5

Luka kaki diabetes merupakan kompilkasi DM yang dapat dicegah atau diminimalkan kejadianya. Hal ini dapat dilakukan dengan pencegahan luka kaki diabetes, seperti perawatan kaki dan pemakaian alas kaki yang tepat. Apabila perawatan dilakukan dengan tepat maka dapat membantu proses penyembuhan dan diharapkan pasien menjadi sehat baik fisik, mental, sosial dan spiritual (Nurhasan, 2002).

Program untuk mencegah luka kaki diabetes dan amputasi umumnya melibatkan perawatan kaki secara teratur dan pendidikan pasien. Pendidikan pasien tentang kebersihan kaki, perawatan kuku, alas kaki yang tepat sangat penting untuk mengurangi resiko cidera yang dapat menyebabkan pembentukan luka kaki (Lavery, 2010).

Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan lama menderita diabetes dengan pengetahuan pasien tentang pencegahan luka kaki diabetes di RSUP Haji Adam Malik Medan.

Dokumen terkait