1.1 Latar Belakang
Pada akhir 1960 produksi minyak mentah nasional mulai bergairah dan terus meningkat hingga tahun 1988 produksi mencapai 1,52 juta barrel per hari (bph) setelah itu produksinya terus menurun hingga tahun 2005 produksi minyak mentah nasional hanya sekitar 1,07 juta bph. Disamping karena lapangan yang sudah tua, juga karena turunnya investasi eksplorasi ladang minyak baru sehingga cadangan terus menurun dari tahun 1985 tercatat jumlah cadangan sekitar 9,2 miliar barrel, tahun 2000 turun menjadi 5,1 miliar barrel, dan tahun 2004 berkurang menjadi 4,0 miliar barrel.
Menurut Kurtubi (2006), meskipun ada tambahan produksi dari Blok Cepu yang mulai berproduksi 2008, tahun 2010 diperkirakan produksi minyak mentah
nasional hanyamampumencapai 1,05 juta bph. Sedangkan kebutuhan bahan bakar
minyak (BBM) dalam negeri diperkirakan sekitar 1,62 juta bph setara dengan 2,0 juta bph minyak mentah sehingga terjadi defisit dan harus mengimpor minyak mentah sekitar 1,0 juta bph.
Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral dalam Bismo (2005), mengatakan bahwa ketergantungan Indonesia pada BBM masih 63 persen dari total pemakaian energi nasional tahun 2003, seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Persentase Pemakaian Total Energi Tahun 2003
Jenis Energi Persentase Pemakaian (%)
Bahan Bakar Minyak 63
Batubara 8
Listrik 10
LPG 2
Gas 17
Sumber : Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, 2005.
Semakin meningkat kebutuhan BBM dibarengi dengan produksi minyak bumi yang terus menurun serta timbulnya pencemaran udara yang semakin membahayakan lingkungan inilah yang mendorong usaha diversifikasi sumber
energi yang ramah lingkungan. Khususnya, upaya untuk memproduksi jenis energi terbarukan (renewable) yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau biofuel, seperti etanol dan biodiesel.
Pengembangan biodiesel ke depan sangat menjanjikan mengingat kualitas
biodiesel mirip dengan petroleum-based diesel, potensi bahan baku juga sangat
banyak seperti sawit, jarak pagar, biji kapuk, kelapa, kedelai, kacang-kacangan, kemiri, dan kekayaan hayati lain yang dapat dieksplorasi.
Menurut Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dalam Kurtubi (2005), kebutuhan solar untuk industri sebesar 6 juta kiloliter/tahun, bila memakai 20 persen biodiesel diperlukan 1.200.000 kiloliter/tahun. Kebutuhan PLN sekitar 12 juta kiloliter, bila memakai 20 persen biodiesel dibutuhkan 2.400.000 kiloliter/tahun. Sedangkan sektor transportasi membutuhkan 26 juta kiloliter, jika memakai 2 persen biodiesel dibutuhkan 520.000 kiloliter/tahun. Total kebutuhan biodiesel nasional mencapai 4.120.000 kiloliter/tahun. Sementara kemampuan produksi pada tahun 2006 baru 110.000 kiloliter/tahun. Pada tahun 2007 baru akan ditingkatkan kapasitasnya mencapai 200.000 hingga 400.000 kiloliter/tahun.
Akibat ketergantungan dan kebutuhan bahan bakar yang terus meningkat
pemerintah Republik Indonesia berupaya menekan hal tersebut diantaranya
dengan mengeluarkan INPRES No. 10/2005 mengenai penghematan penggunaan energi, INPRES No. 1/2006 mengenai penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar
nabatidanPERPRESNo.5/2006mengenai kebijakan energi nasional.
Pemerintah melalui Departemen ESDM tahun 2005 mengeluarkan blue
print pengelolaan energi nasional yang memuat roadmap pengelolaan energi yang menjelaskan bahwa tahun 2005-2009 produksi biodiesel ditargetkan 2% dari solar atau sebesar (0,72 juta kl), tahun 2010-2015 ditargetkan 3% dari solar atau (1,5 juta kl), dan pada tahun 2016-2025 ditargetkan 5% dari solar (4,7 juta kl).
Berdasarkan potensi ketersediaan bahan baku, Indonesia sangat berpotensi untuk mengembangkan biodiesel sebagai salah satu bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan.
Perbedaan karakteristik antara ester minyak nabati dan solar sangat kecil. Pada minyak nabati terdapat banyak oksigen sehingga pembakaran lebih sempurna, akibatnya gas buangannya tidak berbahaya, bersih dan ramah lingkungan. (Santoso, et. al. 2005).
Perbandingan karakteristik biodiesel dan minyak solar yang digunakan di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perbandingan Karakteristik Biodiesal dan Minyak Solar
Bahan Bakar Mesin Diesel Karakteristik
Minyak Solar Biodiesel
Ketersedian Bahan Baku
Sebagian diimpor, sumber daya yang tak-terbarukan
Dari bahan nabati dan atau hewani sebagai sumber daya yang dapat diperbaharui. Pembakaran
dan Emisi Zat Berbahaya
Memiliki emisi yang berbahaya, seperti: SOx, NOx, partikulat (PM), atau jelaga (soot).
Tidak mengemisi SOx, tetapi NOx relatif lebih tinggi. Sifat
Penyalaan
Relatif baik, cepat dan tidak bergantung suhu.
Memiliki kendala pada suhu rendah (cold/poor starting performance)
Penyimpanan Stabil pada berbagai musim. Dapat membeku (memadat)
pada suhu di bawah 19 ºC
Korosifitas Tidak korosif Merusak karet selang, gasket,
beton, dan polimer.
Aplikasi Lebih tepat untuk kendaraan
bermotor dan alat-alat berat.
Baik untuk sistem penggerak menggunakan mesin diesel.
Harga Masih disubsidi Harga tinggi, belum dijadikan
program pemerintah.
Sumber : Forum Biodiesel Indonesia dalam Bismo, 2005.
Disamping itu biodiesel juga memiliki beberapa keunggulan dibandingkan bahan bakar diesel petroleum-base, yaitu: (1) merupakan bahan bakar yang tidak beracun dan dapat dibiodegradasi, (2) mempunyai bilangan setana yang tinggi, (3)
mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon dan NOx, serta (4) terdapat
dalam fase cair, meskipun demikian kekurangan biodiesel adalah bersifat korosif.
Kendala yang dihadapi pada pengunaan biodiesel disebabkan beberapa hal, yaitu: kesulitan pada start up, dapat menyumbat filter, viskositas (kekentalan) yang tinggi, dapat merusak (karet, gasket, beton), sehingga industri pengolahan
biodiesel memerlukan sistem pengendalian kualitas yang baik dan seksama untuk menjamin keamanan dan kehandalan penggunaannya (Fajar, 2005).
Menurut Gaspersz (1998), adanya sistem pengendali kualitas yang baik dan terkendali akan menghasilkan produk yang aman dan dapat memenuhi keinginan konsumen serta meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk tersebut.
Banyak faktor yang terlibat dan mempengaruhi kualitas biodiesel, mulai proses pengolahan seperti bahan baku, metode proses yang digunakan, akurasi pengukuran pada mesin serta lingkungan sehingga menghasilkan kualitas biodiesel berbahan baku minyak nabati yang sesuai spesifikasi yang diinginkan. Dalam hal ini diperlukan sistem yang mampu mempermudah dan mempercepat penilaian kualitas biodiesel minyak nabati, sehingga meningkatkan efesiensi dan efektifitas pelaksanaan pengendalian kualitas biodiesel minyak nabati.
Menurut Marimin (2005), sistem pakar atau sistem yang berbasis pada
pengetahuan kecerdasan (intellegent knowledge based system) merupakan salah
satu bagian dari kecerdasan buatan yang memungkinkan komputer dapat berpikir dan mengambil kesimpulan dari sekumpulan aturan (aturan biasa dan aturan
meta). Arhami (2005), sistem pakar adalah salah satu cabang dari kecerdasan
buatan yang membuat secara luas knowledge yang khusus untuk penyelesaian
masalah tingkat manusia yang pakar. Sedangkan menurut Kusumadewi (2003),
sistem pakar atau (expert system) adalah sistem yang berusaha mengadopsi
pengetahuan manusia ke komputer, agar komputer dapat menyelesaikan masalah seperti yang biasa dilakukan para ahli.
Menurut Kusumadewi (2004), jaringan syaraf tiruan adalah merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia tersebut. Istilah tiruan disini digunakan karena jaringan syaraf ini diimplementasikan dengan menggunakan program komputer yang mampu menyelesaikan sejumlah proses perhitungan selama proses pembelajaran. Sedangkan menurut Fausett (1994), jaringan syaraf tiruan adalah sebuah sistem pemrosesan informasi yang mempunyai karakteristik tertentu seperti jaringan-jaringan syaraf biologis.
Penelitian ini mencoba mengembangkan suatu sistem cerdas dengan mengintegrasikan sistem pakar dan jaringan syaraf tiruan, diharapkan sistem ini memiliki kombinasi kemampuan konsultasi dalam menyelesaikan persoalan layaknya pakar dan meningkatkan kecerdasan dan pengalamannya dari waktu ke waktu sejalan dengan proses pembelajaran yang semakin banyak dan kompleks.
Penggunaan dua sistem analisis ini dimaksudkan agar dapat menilai dan memprediksi pola penurunan atau kenaikan kualitas biodiesel pada saat terjadi perubahan faktor-faktor fundamental dan faktor teknis, sistem ini juga dapat membantu proses kontrol kualitas produk secara berkesinambungan.