• Tidak ada hasil yang ditemukan

Memasuki kerjasama ekonomi negara-negara Asia Tenggara melalui kawasan perdagangan bebas asean (asean free trade area/AFTA) sejak tahun 2003 dan pasar bebas dunia tahun 2020 akan menimbulkan persaingan ketat baik barang jadi / komoditas maupun jasa. Ini berarti Indonesia harus meningkatkan daya saing baik mutu hasil produksi maupun jasa. Peningkatan daya saing ini dimulai dari penyiapan sumber daya manusia (SDM) berkualitas yang merupakan faktor keunggulan menghadapi persaingan dimaksud. Jika kita tidak bisa mengantisipasi persiapan SDM yang berkualitas antara lain, berpendidikan, memiliki keahlian dan keterampilan terutama bagi tenaga kerja dalam jumlah yang memadai, maka Indonesia akan menjadi korban perdagangan bebas. Oleh karena itu, negara kita perlu menyiapkan SDM pada tingkat menengah yang memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan industri atau dunia usaha. SDM dimaksud perlu dipersiapkan baik oleh pemerintah melalui DEPDIKNAS, DEPNAKER, dan/atau departemen perdagangan maupun oleh swasta melalui KADIN serta oleh masyarakat pengguna jasa.

Data badan pusat statistik Jakarta menyatakan per februari 2010 mencatat jumlah pengangguran terbuka berdasarkan riwayat pendidikan yaitu: Diploma I/II/III mencapai 15,71%, Sarjana 14,24%, SMK mencapai 13,81%, SMU 11,9% ,SMP 7,55% dan SD ke bawah 3,71% dari 8.59 juta pengangguran.. Tambahan pengangguran terjadi karena peningkatan angkatan kerja lebih besar daripada ketersediaan lapangan kerja. (Radar Lampung, Mei 2011). Hal senada disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia (Yudhoyono, 2006:1), bahwa pemerintah juga menargetkan penciptaan lapangan kerja untuk mengurangi jumlah tingkat pengangguran yang saat ini berkisar 10,24 persen dari total angkatan kerja. Oleh karena itu perlu ada reformasi dalam sistem pendidikan yang mampu menghasilkan sumber daya manusia yang siap kerja. Jika tidak, maka pendidikan hanya menghasilkan pengangguran baru yang tidak terserap di lapangan kerja.

Berkaitan dengan keterserapan SMK di dunia kerja, menurut (Samsudi, 2008:1) dalam pidato dies natalis ke-43 Unnes mengatakan, idealnya secara nasional lulusan SMK yang bisa langsung memasuki dunia kerja sekitar 80-85%, sedang selama ini yang terserap baru 61%. Pada tahun 2006 lulusan SMK di Indonesia mencapai 628.285 orang, sedangkan proyeksi penyerapan atau kebutuhan tenaga kerja lulusan SMK tahun 2007 hanya 385.986 atau sekitar 61,43%.

Menghadapi kondisi tersebut di atas, pendidikan menengah kejuruan diperhadapkan pada berbagai permasalahan, antara lain: masalah konsepsi, program dan operasional pendidikan. . Jika masalah ini dilihat dari segi

konsepsi, maka dapat digambarkan dengan ciri-ciri sebagai berikut:: (1) pendidikan kejuruan berorientasi pada pasokan (supply driven oriented), tidak pada permintaan (demand-driven); (2) program pendidikan kejuruan hanya berbasis sekolah (school-based program); (3) tidak adanya pengakuan terhadap pengalaman belajar yang diperoleh sebelumnya (no recognition of prior learning); (4) kebuntuan (dead-end) karier tamatan SMK; (5) guru-guru SMK tidak berpengalaman industri (no industrial experience); (6) adanya tanggapan keliru bahwa pendidikan hanya merupakan tanggung jawab Depdikbud/ Depdiknas; (7) pendidikan kejuruan lebih berorientasi pada lapangan kerja sektor formal; dan (8) ketergantungan SMK kepada subsidi pemerintah terutama dibidang pembiayaan (Soenaryo,2002:223).

Sejak Pelita VI tahun 1994, menteri pendidikan dan kebudayaan Wardiman Djojonegoro, telah memperkenalkan kebijakan baru untuk perubahan pendidikan kejuruan yang disebut “link and match”. Secara harfiah “link” berarti terkait, menyangkut proses yang terus interaktif, dan “match” berarti cocok, menyangkut hasil harus sesuai atau sepadan, sehingga “link and match” sering diterjemahkan menjadi “terkait dan cocok/sepadan”. Mengacu pada konsep ini, diharapkan terdapat keterkaitan dan kecocokan antara dunia pendidikan dengan dunia kerja, yang mana orientasi pendidikan kejuruan dan pelatihan sumber daya manusia diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dunia kerja. Untuk itu diperlukan penerapan konsep keterkaitan dan kecocokan (link and match) dalam berbagai kebijakan dan program-program pendidikan. Beberapa prinsip utama dari konsep tersebut yaitu: (1) sistem pendidikan harus terkait dan sepadan dengan kebutuhan

yang terus berkembang dari berbagai sektor industri akan tenaga kerja yang menguasai keterampilan dan keahlian profesional dalam berbagai cabang IPTEK; (2) sistem pendidikan harus terkait dan sepadan dengan nilai, sikap, perilaku, dan etos kerja masyarakat yang sudah mulai mengarah pada era industri dan teknologi; dan (3) sistem pendidikan harus terkait dan sepadan dengan masa depan yang akan ditandai dengan perubahan dan perkembangan yang terus berlangsung (Suryadi, 1977:19).

Pendidikan kejuruan bertujuan untuk menghasilkan manusia yang produktif, yakni manusia kerja, bukan manusia beban bagi keluarga, masyarakat, dan bangsanya (Soenaryo, 2002: 17). SMK berusaha mengembangkan kesempatan kerja dengan memberikan pengetahuan dan keterampilan praktik kepada para lulusan. Hal ini sesuai dengan tujuan kelembagaan SMK yang mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional (Soenaryo, 2002: 16).

Khusus untuk sekolah kejuruan,persoalan yang dirasakan sangat penting berkaitan dengan ketidakmampuan lulusan dalam memasuki lapangan kerja. Hal itu disebabkan karena kualitas lulusan yang memang jauh dari kehendak pasar. Disampingitu juga adanya ketidaksesuaian antara”supply” lulusan dengan kecilnya “demand”.Salah satu bentuk kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk mengantisipasi hal itu adalah Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda (dual system). Sistem ini berusaha mengintegrasikan kepentingan dunia pendidikan dengan dunia industri. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas

pendidikan, khususnya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), baik pengetahuan, ketrampilan maupun etos kerja yang sesuai dengan tuntutan lapangan kerja,

sehingga siap masuk ke pasaran kerja Melalui PSG diharapkan ada kesesuaian antara mutu dan kemampuan yang dimiliki lulusan, dengan tuntutan dunia kerja.

Memperhatikan hal tersebut, maka dalam proses pembelajarannya diperlukan perhatian yang serius dari berbagai pihak. Link and match adalah kebijakan yang bertujuan agar perencanaan program pendidikan dan pelatihan kejuruan dapat memperhatikan kecenderungan sinyal pasar kerja, sehingga para siswa dapat meraih kesempatan yang maksimal dalam memperoleh lapangan kerja yang tersedia dan memiliki keterampilan dasar yang dapat digunakan untuk mengembangkan karier kerjanya. Link and match merupakan dasar yang kuat dan tepat untuk melakukan pembaruan pendidikan kejuruan. Dalam implementasinya, perubahan paradigma pendidikan kejuruan diwujudkan dalam suatu model yang disebut Pendidikan Sistem Ganda (PSG).

Berdasarkan data pokok SMK Direktorat Pembinaan sekolah menengah Kejuruan tahun 2009 Kementerian Pendidikan Nasional, jumlah SMK dilampung mencapai 282 SMK dan untuk kota Bandar lampung sendiri terdapat 43 SMK yang semuanya melaksanakan Progran Pendidikan Sistem Ganda (PSG) setiap tahunnya. SMK Bhakti Utama adalah salah satu sekolah kejuruan swasta yang sistem pembelajarannya berupaya memenuhi kebutuhan dunia kerja yang juga melaksanakan program pendidikan sistem ganda (PSG) . Yayasan Pendidikan Bhakti Utama Bandar Lampung membangun Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

yaitu STM Bhakti Utama Bandar Lampung yang kemudian berubah menjadi SMK Teknologi dan Industri Bhakti Utama Bandar Lampung berdasarkan kebijakan pemerintah seiring dengan penerapan kurikulum tahun 1995. Terhitung sejak tahun 1990 SMK Bhakti Utama menyandang status “TERDAFTAR” berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor : 970/I.12.B1/U/1990 tanggal 4 September 1990 dengan Nomor Status Sekolah (NSS) : 324126001010 dan Nomor Data Sekolah (NDS) : 4212070016. Dalam perkembangannya berdasarkan surat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor : 525/C/Kep/I/1993 tanggal 22 Desember 1993 memperoleh kenaikan jenjang akreditasi “DIAKUI”. SMK Bhakti Utama sampai saat ini memiliki beberapa kompetensi keahlian yaitu: Tehnik Audio Video, Teknik Instalasi Tenaga Listrik, Sepeda Motor, Kendaraan Ringan dan Multimedia. Hingga saat ini jumlah siswa di STM Bhakti Utama telah mencapai 968 siswa.

Menurut wakil kurikulum SMK Bhakti Utama, hampir setiap tahun SMK Bhakti Utama meluluskan sekitar 330 siswa dari berbagai program keahlian. Dan keterserapannya didunia kerja setiap tahunnya beragam. Pada tahun 2011 saja hanya sekitar 20% siswa yang terdeteksi sudah bekerja dibeberapa industri lokal. Diakui bahwa terdapat kendala yang selama ini ditemui pada sekolah kejuruan diantaranya adalah kesiapan siswa memasuki lapangan kerja. Selain itu juga ketidaksesuaian antara permintaan dunia kerja dengan kemampuan lulusan yang tersedia.

Dalam pendidikan sistem ganda, kombinasi antara belajar dan bekerja merupakan basis dari pembelajaran kejuruan. Sistem ini mempertemukan pembelajaran teori dan praktek serta memadukan pengetahuan terstruktur dengan keterampilan aktif dalam suatu konteks yang sesuai. Sebagai salah satu SMK yang melaksanakan program pendidikan sistem ganda yang dikenal oleh siswa dengan istilah prakerin, SMK Bhakti Utama telah melakukan program tersebut dalam beberapa tahun pelajaran. Penyelenggaraan program pendidikan sistem ganda di sekolah kejuruan diharapkan mampu menjadi solusi untuk mempersiapkan siswa untuk memasuki dunia kerja. Karenananya evaluator menganggap perlu untuk dilakukan sebuah evaluasi terhadap implementasi pendidikan sistem ganda di SMK Bhakti Utama.

Sejauh ini belum pernah ada pihak luar yang melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan pendidikan sistem ganda di SMK Bhakti Utama. Untuk melihat efektivitas pelaksanaan program tidak hanya dilihat dari faktor siswanya saja tetapi faktor-faktor lain harus diperhatikan juga. Misalnya; guru, kurikulum, sarana dan prasarana, pembiayaan, kegiatan belajar mengajar disekolah, kegiatan praktik kerja di industri, hubungan industri atau institusi pasangan dan faktor lainnya. Dari permasalahan tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian secara mendalam berupa evaluasi program “Pendidikan Sistem Ganda” (PSG) pada SMK Bhakti Utama.

Dokumen terkait