BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
8. Tingkat Suku Bunga
Suku bunga adalah nilai, tingkat, harga atau keuntungan yang diberikan kepada investor dari penggunaan dana investasi atas dasar perhitungan nilai ekonomis dalam periode waktu tertentu. Tingkat suku bunga digunakan untuk mengontrol perekonomian suatu Negara.
Tingkat suku bunga diatur dan ditetapkan pemerintah yang bertujuan untuk menjaga kelangsungan perekonomian suatu negara.
Suku bunga ini penting untuk diperhitungkan karena rata–rata para investor yang selalu mengharapkan hasil investasi yang lebih besar.
Penetapan tingkat suku bunga dilakukan oleh Bank Indonesia sesuai dengar UU nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Suku Bungan dengan tenor 1 bulan yang diumumkan Bank Indonesia secara periodic untuk jangka waktu tertentu yang berfungsi sebagai sinyal atau stance kebijakan moneter (Puspopranoto 2004. 60).
9. Indeks Harga Konsumen
Indeks Harga Konsumen adalah nomor indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga (household). IHK sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi suatu Negara dan juga sebagai pertimbangan untuk penyesuaian gaji, upah, uang pensiun, dan kontrak lainnya. Untuk memperkirakan nilai IHK pada masa depan, ekonom
menggunakan indeks harga produsen, yaitu harga rata-rata bahan mentah yang dibutuhkan produsen untuk membuat produknya. Untuk mengukur tingkat harga secara makro, biasanya menggunakan pengukuran Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Indeks (CPI). Indeks Harga Konsumen (IHK) dapat diartikan sebagai indeks harga dari biaya sekumpulan barang konsumsi yang masing-masing diberi bobot menurut proporsi belanja masyarakat untuk komoditas yang bersangkutan. IHK mengukur harga sekumpulan barang tertentu (sepertti bahan makanan pokok, sandang, perumahan, dan aneka barang dan jasa) yang dibeli konsumen.
Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan ukuran biaya keseluruhan barang dan jasa yang dibeli oleh konsumen. IHK digunakan untuk mengamati perubahan dalam biayahidup sepanjang waktu.
Indeks harga Konsumen (IHK) merupakan persentase yang digunakan untuk menganalisis tingkat/ laju inflasi. IHK juga merupakan indikator yang digunakan pemerintah untuk mengukur inflasi di Indonesia.
Di Indonesia badan yang bertugas untuk menghitung Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah Badan Pusat Statistik (BPS).
Penghitungan IHK dimulai dengan mengumpulkan harga dari ribuan barang dan jasa. Jika PDB mengubah jumlah berbagai barang dan jasa menjadi sebuah angka tunggal yang mengukur nilai produksi, IHK mengubah berbagai harga barang dan jasa menjadi sebuah indeks tunggal yang mengukur sseluruh tingkat harga.
Badan Pusat Statistik menimbang jenis-jenis produk berbeda dengan menghitung harga sekelompok barang dan jasa yang dibeli oleh
28
konsumen tertentu. IHK adalah harga sekelompok barang dan jasa relatif terhadap harga sekelompok barang dan jasa yang sama pada tahun dasar.
B. Tinjauan Empiris
Untuk menunjang analisis dan landasan teori yang ada, maka diperlukan penelitian terdahulu atau disebut juga dengan tinjauan empiris sebagai pelengkap dari proposal tersebut. Berikut adalah uraian tabel dibawah ini ;
Tabel 2.1 Penelitian terdahulu
No Nama
Penelitian Judul Penelitian Metode
Analisis Hasil Penelitian
Hasil dari penelitiannya adalah variabel suku bunga berpengaruh domestik regional bruto berpengaruh positif dan signifikan terhadap deposito, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dan kebijakan
deregulasi 2008.
variabel sertifikat bank Indonesia dan inflasi tidak berpengaruh tingkat suku deposito, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, inflasi dan kebijakan deregulasi 2008 tidak ada masalah. Untuk uji positif. Untuk uji F hitung sebesar 24,355 dan F deregulasi 1988 sebagai variabel independen
di Indonesia dapat dijelaskan oleh variabel GDP, SBI, deposito, nilai variabel lain diluar model. terhadap variabel terikat (M1) dengan derajat kepercayaan PDB, R, dan INF 1%. Uji F menunjukkan angka yang signifikan sebesar 3092,259 dengan taraf signifikan 99%. Uji R2
juga mendukung
penelitian ini, dimana 99,0%, keragaman nilai variabel tidak bebas dipengaruhi oleh estimasi dalam jangka pendek variable inflasi berpengaruh negative dan tidak signifikan terhadap permintaan
uang sehingga dan tidak signifikan terhadap permintaan uang. Dalam jangka panjang variable inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan uang.
Peribahan yang terjadi pada variable inflasi sebesar 1% akan
Variabel nilai tukar rupiah terhadap dolla AS Kurs dan tingkat harga berpengaruh positif dan signifikan mempengaruhi permintaan uang (M1) dalam jangka pendek.
Sedangkan tingkat suku bunga deposito 3 bulan berpengaruh negative dan signifikan terhadap permintaan uang (M1) Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa dalam jangka panjang permintaan uang (M1) di Indonesia dipengaruhi
Pendapatan Perkapita (X1)
secara positif dan signifikan oleh variable Produk Domestik Bruto (PDB) dan tingkat harga sedangkan varibel kurs dan suku bunga berpengaruh negative.
D. Kerangka Fikir
Untuk memudahkan kegiatan penelitian serta memperjelas akar pemikiran dalam penelitian, digambarkan suatu kerangka pemikiran yang skematis. Adapun kerangka konsep, yang dimaksud adalah gambar yang didalamnya terdapat beberapa variable yang digunakan dalam peneletian yang mempengaruhinya. Dengan menuggunakan analisis pengaruh sebagai variable yang mempengaruhi permintaan uang di Sulawesi selatan periode 2015 – 2019 yang hal ini berlanjut sampai sekarang. Kerangka yang dimaksud adalah untuk melihat secara kasar kontribusi antara variable bebas terhadap variable terikat adapun kerangka konsep yang dimaksud adalah sebagaimana yang tergambar pada gambar berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Fikir
Permintaan Uang (Y)
Suku Bunga (X2)
Indeks Harga Konsumen (X3)
E. Hipotesis
Adapun hipotesis dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Diduga bahwa pendapatan perkapita berpengaruh positif dan signifikan terhadap Permintaan Uang di Provinsi Sulawesi Selatan periode 2015-2019.
2. Diduga bahwa tingkat suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Permintaan Uang di Provinsi Sulawesi Selatan periode 2015-2019.
3. Diduga bahwa indeks harga konsumen berpengaruh positif dan signifikan terhadap Permintaan Uang di Provinsi Sulawesi Selatan periode 2015-2019.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif yaitu metode penelitian yang penyajian datanya didominasi dalam bentuk angka dan analisis data yang digunakan bersifat statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis. Data kuantitatif terdiri dari data kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan data Indeks Pembangunan Kota Makassar. Menggunakan metode panel data yaitu penggabungan data time series selama kurun waktu lima tahun yaitu tahun 2015 – 2019.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini, Lokasi yang dipilih oleh penulis dalam penelitian ini yaitu Kota Makassar tepatnya di Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Makassar. Alasan pemilihan Kota Makassar karena Kota Makassar dikenal sebagai gerbang Indonesia Timur sekaligus kota terbesar kedua yang berada diluar pulau Jawa setelah Kota Medan.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini berlangsung selama kurang lebih 2 bulan, yakni dimulai sejak diterbitkannya surat izin penelitian oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unismuh Makassar, yaitu pada tanggal 16 Agustus 2021 sampai tanggal 16 Oktober 2021.
34
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulanya.
Menurut Kuncoro, Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang, objek, transaksi, atau kejadian dimana kita tertarik untuk mempelajari atau menjadikannya objek penelitian. Objek penelitian yang akan diambil dalam penelitian ini adalah data yang dikumpulkan dan diambil melalui data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari sejumlah karekteristik yang dimiliki oleh populasi yang digunakan untuk penelitian. Dalam hal ini penulis menggunakan sampel 5 tahun terakhir yaitu tahun 2015 – 2019.
Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel penelitian ini adalah Purposive Sampling yaitu teknik yang menentukan sampel dalam pertimbangan atau kriteria tertentu.
D. Definisi Operasional Variabel
Untuk memudahkan penulis dalam mencari data dan menentukan variable penelitian sekaligus untuk menyematkan persepsi tentang istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka batasan variabelnya yaitu:
Tebel 3.1
DefinisI Operasional Varibel dan Pengukuran No
.
Variable Definisi Operasional Pengukuran 1. Pendapatan
Perkapita (X1)
Pendapatan perkapita menurut Sukirno (2004) mengatakan bawa pendapatan rata-rata penduduk suatu negara atau daerah pada suatu periode tertentu yang biasanya satu tahun.
pendapatan perkapita dihitung berdasrkan pendapatan daerah dibagi dengan jumlah penduduk. Pendapatan perkapita sering digunakan sebagai ukuran kemakmuran dan tingkat pembangunan harga produsen, yaitu harga rata-rata bahan
mentah yang
dibutuhkan produsen
untuk membuat
produknya.[1] Untuk mengukur tingkat harga secara makro, biasanya menggunakan
pengukuran Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Indeks (CPI).
IHK sering digunakan
untuk mengukur
Artinya, seseorang perlu menyediakan uang khusu
dengan teori Liquidity of
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam suatu penelitian memerlukan teknik atau metode tertentu agar data yang diperoleh sesuai dengan tujuan penelitian.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi, Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang dapat diartikan sebagai barang-barang yang tertulis atau tercetak. Studi dokumenter (documentary study) merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik (Sukmadinata, 2013). Dalam penelitian ini, metode dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data arsip terkait lokasi penelitian.
Adapun jenis data yang digunakan serta dimanfaatkan dokumentasinya yaitu data sekunder yang di peroleh dari Badan Pusat Statistik. Data bebrbentuk time series selama periode 2015-2019 sehingga hasil penelitian ini merupakan hasil penggunaan dari seri waktu selama periode tersebut. Beberapa jenis data yang digunakan yaitu:
1. Data Permintaan Uang di peroleh dari website Badan Pusat Statistik 2. Data tingkat Suku Bunga di peroleh dari website Badan Pusat Statistik 3. Data Pendapatan Perkapita di peroleh dari website Badan Pusat Statistik 4. Data Indeks Harga Konsumen (IHK) di peroleh dari website Badan Pusat
Statistik.
F. Teknik Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi berganda (multiple regression). Model ini memperlihatkan hubungan antara variabel bebas dalam hal ini:
1. Uji Asumsi Klasik
Pengujian linear regresi berganda dapat dilakukan setelah model model dari penelitian ini memenuhi syarat lulus dari asumsi klasik. Syarat yang perlu dipenuhi yaitu harus terdistribusi normal, tidak mengandung multikolineritas dan heterokedasitas. Sebelum melakukan pengujian asumsi klasik yang terdiri dari :
a) Uji Normalitas
Pengujian ini memiliki tujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel penggangu atau residual memiliki destribusi normal.
Dapat diketahui bahwa uji t dan uji f mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Untuk menguji normalitas data, penelitian ini menggunakan analisis grafik probability plot.
b) Uji Multikoloniearitas
Memiliki tujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya kolerasi variabel bebas. Model regresi yang baik tidak terjadi kolerasi diantara variabel bebas, jika variabel terikat sama dengan nol. Uji ini dapat dilihat dengan nilai tolerance dan variance inflation faktor (VIF). Kedua urutan ini menunjukkan setiap variabel bebas lainnya. Dalam arti bahwa setiap variabel bebas menjadi variabel
terikat dan diregresi terhadap variabel bebas lainnya. Jadi, nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi karena (VIF = 1 / Tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikoloniaritas adalah nilai tolerance 10.
c) Uji Autokolerasi
Bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada kolerasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu periode t – 1 (sebelumnya). Jika terjadi kolerasi dinamakan problem autokolerasi. Autokolerasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Salah satu untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokolerasi yaitu uji Durbin Watson (DW tes). Uji Durbin Watson digunakan untuk autokoleasi tingkat satu (first orderautocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept (kontanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel bebas.
d) Uji Heterokedasitas
Tujuannya untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dan residual suatu pengamatan yang lain atau untuk melihat penyebaran data. Jika variance dari residual pengamatan yang lain tetap maka disebut sebagai homokedasitas.
2. Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui arah hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Persamaan regresi dapat diliat dari abwl le hasil uji coefisient berdasarkan output SPSS versi 23. Melalui ketiga variabel bebas yaitu tingkat suku bunga, pendapatan
perkapita, dan indeks harga konsumen, terhadap Permintaan Uang di Provinsi Sulawesi Selatan.
Untuk menyederhanakan perhitungan dengan menggunakan metode ekonomitrika, maka variabel terikat yang merupakan Permintaan Uang dengan lambang (Y). Variabel bebas adalah tingkat suku bunga kredit (𝑋1), pendapatan perkapita (𝑋2), indeks harga konsumen (𝑋3),
selanjutnya akan di analisis dengan cara sebagai berikut:
Y= f (𝑋1 𝑋2 𝑋3)……… (3.1)
Fungsi kemudian diestimasi ke dalam bentuk persamaan linear sebagai berikut :
Y = α + β1 𝑋1 + β2 𝑋2 + β3 𝑋3 + μ ……….. (3.2) Dimana :
Y = Permintaan Uang α = Konstanta
β1 β2 β3 = Koefesien Variabel X1 = Tingkat Suku Bunga X2 = Pendapatan Perkapita X3 = Indeks Harga Konsumen μ = Error Term
3. Uji Hipotesis
a) Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji Koefisien Determinasi R – Squared (R²) pada intinya untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menjelaskan variabel dependen. Nilain koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R² yang kecil berarti kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat sangat terbatas. Nilai yang mendekati
satu berarti variabel bebas memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel terikat atau model dikatakan membaik.
b) Uji Simultan (Uji – F)
Uji F – statistik adalah pengujian model secara keseluruhan untuk menguji ketepatan model. Pengujian model ini melibatkan seluruh nilai koefisen secara bersama – sama. Untuk mengetahui apakah secara simultan, koefisien regresi variabel bebas mempunyai pengaruh nyata atau tidak terhadap variabel terikat, maka dilakukan uji hipotesis. Digunakan Fhitung untuk mengkaji apakah model persamaan regresi yang diajukan dapat diterima dan ditolak. Nilai dengan Fhitung dikonstantakan dengan Ftabel, dengan menggunakan taraf kesalahan (α) yang digunakan yaitu 5% atau 0,05 maka Fhitung
>Ftabel berarti variabel bebasnya secara bersama-sama memberikan pengaruh yang bermakna terhadap variabel terikat.
c) Uji Parsial (Uji t)
Uji t atau uji parsial digunakan untuk melihat signifikansi setiap koefisien regresi dari masing – masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Untuk mengkaji pengaruh variabel bebas terhadap terikat secara individu dapat dilihat hipotesis dan perbandingan dimana Ttabel > Thitung, juga dengan nilai sig > α = 0,05 maka H0 diterima H1 ditolak. Dan jika Ttabel < Thitung juga dengan nilai sig < α
= 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima dan variable tersebut dapat dikatakan berpengaruh signifikan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambar Umum Provinsi Sulawesi Selatan 1. Letak Geografis
Sulawesi – selatan adalah sebuah provinsi di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terletak di bagian selatan Pulau Sulawesi. Ibu kota provinsinya adalah Makassar yang dahulu disebut Ujung Pandang. Provinsi Sulawesi Selatan terletak di 0°12' - 8° Lintang Selatan dan 116°48' - 122°36' Bujur Timur. Luas wilayahnya 45.764,53 km². Provinsi ini berbatasan dengan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat di utara, Teluk Bone dan Sulawesi Tenggara di timur, Selat Makassar di barat dan Laut Flores di selatan. Luas wilayah Sulawesi Selatan 46.717,48 km² dengan jumlah penduduk tahun 2012 -+ 8.214.779 jiwa dengan kepadatan penduduk 175.84 Jiwa/km² yang tersebar di 24 kabupaten/kota yaitu 21 kabupaten dan 3 kota madya, 304 kecamatan, dan 2.953 desa/kelurahan, yang memiliki 4 suku daerah yaitu Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja.
2. Keadaan Penduduk
Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Selatan pada Tahun 2019 berjumlah 8.851.240 jiwa yang tersebar 24 kabupaten/kota yang terdiri dari 21 kabupaten dan 3 kota. Secara keseluruhan, jumlah penduduk yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak dari penduduk yang berjenis kelamin laki-laki. Jumlah penduduk perempuan sebanyak 4.524.831 jiwa sedangkan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 4.326.509 jiwa.
42
Pertumbuhan penduduk yang relatif besar terjadi di daerah perkotaan beserta Kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan. Hal ini sudah wajar karena ekonomi masyarakat berpusat di daerah perkotaan. Daerah yang mengalami pertumbuhan cukup pesat dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, faktor kesempatan kerja yang lebih luas, melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, sejumlah fasilitas di kota lebih memadai.
Jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu Provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak yang ada di indonesia.
Jumlah penduduk Sulawesi Selatan tahun 2020 mencapai sekitar 8.928,0 ribu jiwa, sedangkan pada tahun 2019 mencapai sekitar 8,851,2 ribu jiwa, yang terdiri dari 4.524,8 ribu perempuan dan 4.326,4 ribu laki-laki. Untuk lebih jelasnya, jumlah penduduk menurut Kabupaten/Kota yang ada di Sulawesi Selatan dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut :
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2015-2019
Kabupaten/Kota Jumlah penduduk (jiwa)
2015 2016 2017 2018 2019
Bulukumba 130199.00 131605.00 131605.00 134280.00 135624.00 Bantaeng 410485.00 413229.00 413229.00 418326.00 420603.00 Jeneponto 183386.00 184517.00 184517.00 186612.00 187626.00 Takalar 355599.00 357807.00 357807.00 361793.00 363792.00 Gowa 286906.00 289978.00 289978.00 295892.00 298688.00 Sinjai 722702.00 735493.00 735493.00 760607.00 772684.00 Maros 238099.00 239689.00 239689.00 242672.00 244125.00 Pangkep 339300.00 342890.00 342890.00 349822.00 353121.00 Barru 323597.00 326700.00 326700.00 332674.00 335514.00 Bone 171217.00 171906.00 171906.00 173623.00 174323.00
Soppeng 742912.00 746973.00 746973.00 754894.00 758589.00 Wajo 226116.00 226305.00 226305.00 226770.00 226991.00 Sidrap 393218.00 394495.00 394495.00 396810.00 397814.00 Pinrang 289787.00 292985.00 292985.00 299123.00 301972.00 Enrekang 366789.00 369595.00 369595.00 374583.00 377119.00 Luwu 199998.00 201614.00 201614.00 204827.00 206387.00 Tana Toraja 350218.00 353277.00 353277.00 359209.00 362027.00 Luwu Utara 228984.00 230195.00 230195.00 232821.00 234002.00 Luwu Timur 302687.00 305372.00 305372.00 310470.00 312883.00 Toraja Utara 275595.00 281822.00 281822.00 293822.00 299673.00 Makassar 225516.00 226988.00 226988.00 229798.00 231214.00 Pare Pare 1449401.00 1469601.00 1469601.00 1508154.00 1526677.00 Palopo 138699.00 140423.00 140423.00 143710.00 145178.00 Kepulauan
Selayar 168894.00 172916.00 172916.00 180678.00 184614.00 SULAWESI
SELATAN 8520304.00 8606375.00 8606375.00 8771970.00 8851240.00 Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan, Tahun 2021
3. Perkembangan Perekonomian
Perkonomian pada suatu wilayah digambarkan oleh besarnya peranan dari besarnya masing-masing sector ekomomi dalam menciptakan total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator pertumbuhan ekonomi satu wilayah. Pertumbuhan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya infrastruktur ekonomi. PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.
(Kuncoro, 2001) menyatakan bahwa pendapatan pembangunan tradisional lebih di maknai sebagai pembangunan yang lebih
memfokuskan pada peningkatan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) suatu provinsi, kabupaten, atau kota. Sedangkan pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari pertumbuhan angka PDRB. Penggunaan PDRB sebagai variabel independent yang mempengaruhi kemiskinan dikarenakan angka PDRB dapat menunjukan nilai tambah yang di hasilkan dalam suatu wilayah tanpa memandang pendapatan tiap-tiap golongan, sehingga PDRB berlaku secara menyeluruh.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut BPS didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan dari seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah.
Berdasarkan pencatatan data di Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Selatan menunjukan data PDRB dari tahun ke tahun mengalami kenaikan secara signifikan. Pertumbuhan perekonomian di Sulawesi-Selatan ini tentu saja turut adil dalam mempengaruhi peningkatan pendapatan baik masyarakat ataupun kegiatan-kegiatan usaha lain yang ada Sulawesi Selatan. Hal ini tentu saja banyak yang mempengaruhinya, yang bersal dari sumbangan sector-sektor yang ada di Sulawesi Selatan misalnya sektor pertanian, pembangunan, industri jasa, bank, dan lembaga keuangan dan sebagainya. Berikut dijelasan pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.2 Perkembangan PDRB Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2015-2019
No. Tahun PDRB Harga Konstan
(dalam juta)
1. 2015 Rp. 3094882
2. 2016 Rp. 3262738
3. 2017 Rp. 3435308
4. 2018 Rp. 3642179
5. 2019 Rp. 36686768
Sumber: Badan Pusat Statistik, Tahun 2020
Berdasarkan table 4.2 di atas perkembangan PDRB Provinsi Sulawesi Selatan mengalami penigkatan pertahun 2015 hingga 2019 yang signifikan dengan mencapai Rp. 36.686.768.000 di tahun 2019, hal ini juga didasari dengan meningkatnya perekonomian Provinsi Sulawesi Selatan yang lebih merata.
B. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Variabel
a. Perkembangan Pendapatan Perkapita di Provinsi Sulawesi Selatan
Pendapatan perkapita merupakan salah satu indikator untuk membedakan tingkat kemajuan ekonomi suatu wilayah dengan wilayah lain. Dan memberikan gambaran laju pertumbuhan kesejahteraan masyarakat dalam suatu wilayah. Berdsarkan data pendapatan perkapita Sulawesi Selatan tahun 2015-2019 menggambarkan pendapatan perkapitanya dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Apabila melihat data tersebut dapat
menyimpulkan bahwa kesejahteraan masnyakat masyarakat Sulawesi Selatan mengalami peningkatan. Berikut dijelasan pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.3 Perkembangan Pendapatan Perkapita di Sulawesi Selatan Tahun 2015-2019
No. Tahun Pendapatan Perkapita
(dalam juta)
1. 2015 Rp. 7544407
2. 2016 Rp. 8106453
3. 2017 Rp. 9189280
4. 2018 Rp. 11010477
5. 2019 Rp. 13008853
Sumber: Badan Pusat Statistik, Tahun 2021
Berdasarkan data pada tabel di atas dapat dilihat bahwa pendapatan perkapita Sulawesi Selatan pada tahun 2015-2019 mengalami pertumbuhan yang signifikan dari tahun ke tahun hal ini disebabkan oleh tingkat konsumsi masyarakat serta tiap tahunnya mengalami peningkatan. Bukan hanya itu penggunaan uang yang dimliki masyarakat juga sudah mulai bervariasi bukan hanya untuk bertransaksi, tapi juga untuk berinvestasi, tabungan dan belanja modal lainnya Perilaku ini secara langsung berpengaruh pada tingkat pendapatan Provinsi Selawesi Selatan. Sehingga, berdasarkan sumber data yang didapat permintaan uang dan pendapatan dapat di katakan signifikan karena pertumbuhannya saling beriringan ke atas.
b. Perkembangan Tingkat Suku Bunga di Provinsi Sulawesi Selatan Menurut kaum klasik, suku bunga menentukan besarnya tabungan maupun investasi yang akan dilakukan dalam perekonomian yang menyebabkan tabungan yang tercipta pada penggunan tenaga kerja penuh akan selalu sama yang dilakukan olah pengusaha. Beranjak dari teori ekonomi mikro, teori klasik mengatakan bahwa tingkat bunga merupakan nilai balas jasa dari modal. Dalam teori klasik, stok barang modal dicampur adukkan dengan uang dan keduanya dianggap mempunyai hubungan subtitusif. Sermakin langka modal, semakin tinggi suku bunga.
Sebaliknya, semakin banyak modal semakin rendah tingkat suku bunga (Nasution dalam Badriah Sappewali, 2001). Investasi juga merupakan fungsi dari suku bunga. Makin tinggi suku bunga keinginan masyarakat untuk melakukan investasi juga semakin kecil . Alasannya, seorang pengusaha akan menambah pengeluaran investasinya apabila keuntungan yang diaharapkan dari investasi lebih besar dari suku bunga yang harus dibayar untuk dana investasi tersebut merupakan ongkos untuk penggunaan dana. Makin rendah suku bunga, maka pengusaha akan lebih terdorong untuk melakukan investasi, sebab biaya penggunaan dana juga makin kecil. Suku
Sebaliknya, semakin banyak modal semakin rendah tingkat suku bunga (Nasution dalam Badriah Sappewali, 2001). Investasi juga merupakan fungsi dari suku bunga. Makin tinggi suku bunga keinginan masyarakat untuk melakukan investasi juga semakin kecil . Alasannya, seorang pengusaha akan menambah pengeluaran investasinya apabila keuntungan yang diaharapkan dari investasi lebih besar dari suku bunga yang harus dibayar untuk dana investasi tersebut merupakan ongkos untuk penggunaan dana. Makin rendah suku bunga, maka pengusaha akan lebih terdorong untuk melakukan investasi, sebab biaya penggunaan dana juga makin kecil. Suku