• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Partai politik adalah salah satu dari instrumen demokrasi, dimana sebuah partai politik dapat meningkatkan kualitas dari demokrasi yaitu melalui pemilihan umum. Dengan adanya pemilihan umum maka masyarakat dalam mewujudkan aspirasinya dapat disalurkan melalui partai politik, serta banyak kekuatan kekuatan sosial masyarakat juga menyalurkan aspirasinya kepada partai politik.

Di Indonesia sejarah partai politik dalam pemilihan umum telah ada sejak pemilihan umum tahun 1955. Sistem kepartaian yang ada sejak saat itu adalah sistem multi partai, yaitu banyak partai politik yang mengikuti pemilihan umum. Tetapi lain halnya ketika rezim orde baru berkuasa, sistem multi partai berbeda yaitu hanya tiga partai politik yang diakui yaitu Golongan Karya (Golkar), Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sehingga tidak ada pilihan bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasi politiknya dalam pemilihan umum kecuali kepada tiga partai politik yang diakui saat itu.1

Sejarah partai politik di Indonesia juga merupakan bukti dari aktualisasi masyarakat yang dilembagakan, yaitu banyak entitas dalam masyarakat yang menyatukan diri dengan membentuk partai politik. Sehingga entitas tersebut juga menjadi salah satu kekuatan atau basis massa dari partai politik, misalnya saja sebelum pemilihan umum tahun 1955 basis partai politik terbagi kedalam 3 aliran, yaitu Nasionalis, Agama dan komunis.2

1

Koirudin, Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hal. 8

2

Adanya perbedaan kubu setiap partai politik ketika itu tidak terlepas dari pertarungan ideologi yang tertanam dalam kesadaran masyarakat. Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme adalah tiga aliran ideologi partai politik sebelum orde baru yang dianut oleh berbagai partai politik. Sehingga pertarungan ideologi yang sampai kepada basis massa partai politik ketika itu berlanjut pada pemilihan umum tahun 1955.

Sehingga demikian, untuk keperluan Indonesia kita masih melihat perlunya semacam ”Strategi Politik” untuk mengajak partisipasi yang lebih luas dari politik massa dan politik yang lebih rasional untuk menggantikan politik aliran yang selama orde baru telah digunakan sebagai alat memecah belah civil society.

Ketika konstalasi politik di Indonesia berubah pasca reformasi tahun 1998, yaitu ketika tumbangnya rezim orde baru, maka sangat membawa banyak perubahan bagi proses politik di Indonesia. Dimana pemerintah membuka ruang bagi masyarakat untuk membentuk partai politik. Hal ini dapat dilihat ketika pemilihan umum 1999 dan 2004. Dalam pemilihan umum 1999 ada 48 partai politik yang menjadi kontestan pemilihan umum, dan pada pemilihan umum 2004 ada 24 partai politik yang mengikuti pemilihan umum.3

Gambaran umum yang dapat ditarik fenomena ini khususnya bagi partai politik adalah terjadinya perubahan basis massa dalam politik di Indonesia, dikarenakan basis massa pada rezim sebelumnya telah berubah, yaitu banyaknya partai politik yang mengikuti pemilihan umum sehingga demikian masyarakat mempunyai banyak pilihan terhadap partai politik.

3

Kebebasan memilih mewarnai pemilihan umum 1999 dan 2004, tidak ada lagi unsur pemaksaan oleh partai politik seperti yang dilakukan oleh Golongan Karya (Golkar) pada rezim orde baru. Pada era demokratisasi seperti ini telah membuat banyak partai politik berupaya untuk memikirkan kembali bagaimana sesungguhnya membuat suatu strategi politik yang tidak terkonsentrasi lagi pada satu atau dua partai politik.

Spirit dan persaingan antar partai politik boleh jadi sudah merupakan bagian integral di dalam proses politik. Spirit dan persaingan antar partai memang wajar terjadi, mengingat keberhasilan dalam pemilihan umum akan membawa partai yang bersangkutan menduduki posisi pemenang. Ini berarti bahwa partai yang bersangkutan akan bisa berbuat banyak dalam mengendalikan negara dan pemerintahan, memperkuat serta memperjuangkan ideologi partainya dalam mempertahankan posisi elit dalam kekuasaan pemerintahan atau untuk merealisir tujuan lebih lanjut, yaitu mengawasi kebijakan umum (public policy).4

Kehadiran 24 partai politik pada pemilihan umum 2004 telah menimbulkan banyak pilihan bagi masyarakat, misalnya saja bagi kaum religius Islam pilihan mereka tidak hanya kepada Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ataupun Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), tetapi saat ini telah banyak partai politik yang bercorak Islam, seperti kehadiran Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sudah menjadi saluran aspirasi masyarakat Muslim saat ini. Begitu juga pada masyarakat Kristiani yang pada pemilu orde baru mereka hanya cenderung memilih Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI),

4

Topo Santoso dan Didik Supriyanto, Mengawasi Pemilu Mengawal Demokrasi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004, hal. 20

melainkan pada pemilihan umum 2004 telah hadir partai politik bercorak Kristiani, yaitu Partai Damai Sejahtera (PDS).5

Dengan demikian pertarungan antara partai-partai politik pun sudah lazim terjadi pada pemilihan umum tahun 2004. Hal ini adalah Konsekuensi dari terbukanya kran demokratisasi bagi masyarakat pasca reformasi. Pilihan strategi bagi partai politik juga tidak hanya terfokus pada pelaksanaan pemilihan umum, melainkan juga harus memikirkan langkah langkah strategi dalam merekrut pendukung sebanyak-banyaknya.

Seperti dalam basis massa partai yang baru berdiri ketika berlangsung Pemilu 2004, banyak partai politik yang baru berdiri yang berebut untuk menarik simpati masyarakat untuk menjadi basis massa pemilih mereka sendiri, salah satunya adalah fenomena Partai Demokrat yang mampu menarik simpati begitu banyak masyarakat pemilih, ini terbukti dari perolehan suara yang diraih Partai Demokrat pada pemilihan umum legislatif tahun 2004 khususnya bagi propinsi Sumatera Utara, yakni sebesar 379.860 suara. Perolehan suara ini mampu mengalahkan suara dari partai-partai besar lainnya, seperti Partai Amanat Nasional (PAN) yang hanya memeporeh 313.555 suara, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang memperoleh 377.476 suara, Partai Bulan Bintang (PBB) hanya memperoleh 138.306 suara, serta partai-partai yang lain yang masih jauh tertinggal dalam perolehan suara legislatif tahun 2004 Sumatera Utara. Ini merupakan suatu fenomena dari Partai Demokrat sendiri, karena memang notabennya masih merupakan partai baru namun telah berhasil memperoleh suara yang memuaskan. Dari perolehan suara tersebut, maka Partai Demokrat mampu

mendapatkan 10 kursi di DPRD Propinsi Sumatera Utara. Partai Demokrat sama halnya dengan Partai Damai Sejahtera (PDS) adalah merupakan partai baru dalam pemilu tahun 2004. Kedua partai ini juga telah berhasil menarik simpati masyarakat sumatera utara.6

Banyak potensi basis massa dalam masyarakat pada pemilihan umum 2004 yang dapat dijadikan basis massa oleh setiap partai politik. Apakah itu berdasarkan pilihan Agama, Kelas, Ideologi dan lain sebagainya. Tetapi untuk hal tersebut tidaklah mudah bagi setiap partai politik, karena mengingat banyaknya jumlahnya partai politik peserta pemilihan umum 2004. Banyak strategi baru yang harus diterapkan untuk memenangkan pemilu ini. Massa mengambang yang terdapat pada pemilihan umum orde baru sudah dapat menetukan pilihan politiknya secara bebas tanpa adanya intervensi dari siapapun.

Banyaknya partai politik baru pada pemilihan umum tahun 2004 telah menimbulkan dinamika persaingan antar partai politik. Salah satu strategi yang dipakai adalah dengan menggunakan ”Karakteristik Agama”. Penggunaan simbol- simbol agama adalah salah satu cara yang efektif bagi partai politik untuk membentuk basis massa yang nantinya akan dapat merebut kursi berdasarkan hasil perolehan suara yang didapat masing masing partai politik. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya partai politik berlandaskan agama, dan masing masing partai politik tersebut mendapatkan kursi di Dewan.7

Seperti yang dikemukakan oleh salah satu Dosen tetap Departemen Ilmu Politik FISIP USU, Warjio” Strategi Politik yang dimainkan jelas sebenarnya dihasilkan dari pembacaan dengan pendekatan Antropologis dan Sosiologis masyarakat yang sangat heterogen,” 8

6

Lance Castles, Pemilu 2004, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hal. 12 7

Koirudin, Op. cit., hal.15 8

Partai Damai Sejahtera (PDS) adalah salah satu partai politik yang lahir dari komunitas Gereja dan membawakan simbol-simbol Agama Kristiani pada ajang pemilihan umum 2004. Basis massa pemilih Partai Damai Sejahtera (PDS) ini adalah mayoritas masyarakat yang beragama Kristiani. Awal berdirinya Partai Damai Sejahtera (PDS) ini adalah berawal dari inisiatif tokoh masyarakat Kristiani yang ingin membawakan aspirasi kaum Kristiani, seperti kebebasan dalam mendirikan rumah ibadah dan yang lain sebagainya.9

Pendirian Partai Damai Sejahtera (PDS) didasarkan pada makin meluasnya keprihatinan masyarakat Kristiani dalam kehidupan perpolitikan nasional, dimana partai-partai yang ada dan wakil-wakil rakyat di Parlemen hampir dapat dikatakan tidak mampu lagi diandalkan menjadi saluran aspirasi masyarakat, atau saluran pemecahan masalah terkait dengan hal-hal atau hak-hak mendasar dalam kehidupan nasional seperti Hak Azasi Manusia (HAM), hak politik, hak ekonomi, hak hukum, hak beribadah, hak memperoleh pendidikan, hak memperoleh kesejahteraan dan hak-hak dasar lainnya.10

Aspek-aspek pluralisme atau kebhinnekaan dan hak-hak dasar kelompok marjinal secara sistematis dapat dikatakan menjadi terabaikan, karena institusi formal yakni Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif seakan-akan tidak mampu lagi menghadapi kekuatan mayoritas yang memiliki kecenderungan memaksakan kehendak dalam kehidupan bermasyarakat, dan bernegara sesuai dengan UUD 1945. Dalam hal ini bahkan terdapat kecenderungan dimana institusi-institusi formal itu telah dikuasai secara berpola dan bersistem yang pada akhirnya dan

9

atau dalam jangka panjang dapat membahayakan kebhinnekaan dan hak-hak dasar kelompok marginal dan kelompok kecil.

Setelah Partai Damai Sejahtera (PDS) sukses berdiri dengan mengemban visi, misi dan beban yang berat yang diembannya, sebagai partai baru terasa perlu untuk membangun dan menyempurnakan perangkat internal partai agar mampu mengatasi masalah-masalah internal yang timbul, sekaligus mampu bertumbuh serta berkembang kearah partai yang sungguh-sungguh mandiri dan mampu secara nyata menjadi berkat bagi konstituen, bagi bangsa dan negara.

Dengan moto “Damai Negeriku Sejahtera Bangsaku” Partai Damai Sejahtera (PDS) akan berusaha dengan segala kemampuannya untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa sebagai modal utama dalam pembangunan nasional, menjadi bangsa yang besar, yang dihormati kedaulatannya dan disegani keberadaannya dalam konstelasi pergaulan dunia di Era Globalisasi.11

Sebagai partai yang baru lahir, Partai Damai Sejahtera (PDS) harus melewati proses panjang dan melelahkan untuk dapat pengesahan sebagai partai yang berbadan hukum. Pengesahan ini bagian dari persyaratan yang ditetapkan oleh Undang Undang Partai Politik ( UU Parpol ) Nomor 31 Tahun 2002.

Untuk mendapatkan pengesahan hukum, partai harus memiliki pengurus serta cabang di minimal 50% provinsi dan 50 % kabupaten/kota pada provinsi tersebut, serta 25% kecamatan dari kabupaten yang dimaksud. Pada 17 Juni 2003 pukul 15.00 Waktu Indonesia bagian Barat (WIB) Partai Damai Sejahtera (PDS) memasukkan data ke Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia

11

Bambang Setiawan dan Bestian Nainggolan, Partai-partai Politik Indonesia, Ideologi dan Program 2004-2009, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2004, hal. 360

(Depkeham) dengan 18 Provinsi (syarat minimal adalah 15 provinsi, daftar propinsi).12

Berdasarkan Undang-undang Pemilihan Umum No.12 Tahun 2003, Partai Damai Sejahtera (PDS) kembali mengikuti verifikasi dengan memasukkan berkas kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Syarat yang harus dipenuhi adalah memiliki kepengurusan dan cabang (yang disertai dengan dokumen kelengkapannya seperti SK Domisili dan Surat Pernyataan sebagai bukti kantor Sekretariat) pada minimal 2/3 Propinsi dan 2/3 kabupaten / kota di propinsi bersangkutan serta harus memiliki anggota minimal 1000 pada kabupaten/kota yang berpenduduk 1 juta lebih serta 1/1000 dari jumlah penduduk yang kurang dari 1 juta jiwa, yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Anggota (KTA). Partai Damai Sejahtera (PDS) memasukkan berkas ini pada urutuan ke 17 (tujuh belas), sedangkan pada pemilu tahun 2004 lalu Partai Damai Sejahtera (PDS) berada pada nomor urut 19 (sembilan belas).

Lolos menjadi partai peserta pemilihan umum 2004 adalah tidak cukup memuaskan bagi Partai Damai Sejahtera (PDS), Karena masih ada beberapa tahap lagi untuk dapat memperoleh kursi di DPR RI. Salah satunya adalah dengan membentuk basis massa pemilih. Walaupun Partai Damai Sejahtera (PDS) ini adalah yang mayoritas pemilihnya beragama Kristiani, ternyata di beberapa DPD Propinsi masih mempunyai basis massa yang diluar Kristiani. Seperti di DPD Sumatera Selatan 30 persen pengurusnya adalah tidak beragama Kristiani.

Sehingga demikian fenomena partai baru seperti Partai Damai Sejahtera (PDS) adalah sebuah semangat dalam era demokratisasi di Indonesia, untuk

memasuki ruang publik yang berhak menentukan nasibnya sendiri. Bagi Partai Damai Sejahtera (PDS) sendiri transisi demokratisasi adalah sebuah momentum untuk memperjuangkan aspirasi mereka yang selama ini cenderung diabaikan oleh Pemerintah.

Pada Pemilihan Umum 2004, Banyak DPD Propinsi dan Kabupaten/Kota Partai Damai Sejahtera (PDS) yang memperoleh kursi di tingkatan legislatif. Hal ini terlepas dari semangat visi misi yang dibawakan pada pemilihan umum, dan ternyata hal tersebut sangat efektif untuk merebut simpati masyarakat pemilih, terutama bagi yang beragama Kristiani.

Keberpihakan masyarakat terhadap visi misi dan program yang dibawakan Partai Damai Sejahtera (PDS) ini adalah sesuatu yang menarik untuk dikaji. Karena fenomena ini adalah sesuatu yang lazim terjadi dalam ranah pertarungan antara partai politik peserta pemilihan umum. Partisipasi yang diberikan masyarakat terhadap Partai Damai Sejahtera (PDS) ini juga tidak terlepas dari strategi yang dilakukan sebagai partai politik yang berbasiskan kaum Kristiani. Dalam hal ini strategi yang mereka terapkan adalah strategi dalam pemilu, karena pada pemilihan umum 2004 lalu para pemilih Partai Damai Sejahtera (PDS) ini adalah bukan sebagai massa mangambang, melainkan mereka yang cenderung sudah mengenal akan apa apa program yang dibawakan dan apa platform dari mereka sendiri. Dalam arti bahwa ada karakteristik sendiri dalam Partai Damai Sejahtera (PDS) dimana hal tersebut yang membuat masyarakat dapat menjadi basis massa pemilih mereka.13

13

Bambang Setiawan dan Bestian Nainggolan, Partai-Partai Politik di Indonesia, Ideologi, dan Program 2004-2009, Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2004, hal. 360

Sehingga, persoalan strategi politik oleh partai Damai Sejahtera ini adalah menjadi kajian yang menarik untuk diteliti, karena Partai Damai Sejahtera (PDS) sebagai partai politik yang lahir dari komunitas Gereja dan mempunyai rasa tanggung jawab terhadap persolan bangsa dan negara.

Satu hal yang patut dikaji dari Partai Damai Sejahtera ini adalah mereka mampu meraup suara dibeberapa daerah yang penduduknya majemuk, atau banyak ragam suku, Agama dan ras dalam daerah tersebut, misalnya di Sumatera Utara yang penduduknya adalah sangat beragam dari segi agama, suku dan ras. Tetapi berdasarkan hasil perolehan suara pada pemilihan umum 2004 lalu, maka suatu kemenangan kecil untuk kelas partai politik baru dapar diraih oleh Partai Damai Sejahtera (PDS) di wilayah Sumatera Utara. Dimana hasil suara yang mereka peroleh telah mendapatkan beberapa kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Propinsi Sumatera Utara. Ini dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel I.I

Persentase Jumlah Suara dan Kursi Partai Politik Pada Pemilu Legislatif 2004 Sumatera Utara

JUMLAH JUMLAH % %

Dokumen terkait