• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Menulis merupakan keterampilan bahasa yang produktif dan ekspresif. Menulis dikatakan produktif karena menghasilkan suatu produk yaitu berupa tulisan. Tulisan yang merupakan hasil pemikiran penulis. Menulis juga merupakan kegiatan mengekspresikan gagasan, ide, pendapat, atau pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan. Penulis mengekspresikan gagasan yang ada dalam pikirannya.

Aktivitas mengekspresikan ide, gagasan, pikiran atau perasaan menjadi sebuah tulisan merupakan kegiatan utama dalam menulis. Selain itu, menulis juga merupakan kegiatan merangkai kata-kata yang dikuasainya menjadi sebuah tulisan yang bermakna. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Zulaeha (2016:11) yang menyatakan bahwa menulis adalah komunikasi tulis untuk menginformasikan dan mengekspresikan maksud dan tujuan tertentu, baik yang bersifat imajinatif maupun nyata.

Pembelajaran menulis harus disesuaikan dengan kurikulum bahasa Indonesia yang digunakan pada saat ini. Pembelajaran bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013 disajikan dengan menggunakan pendekatan berbasis teks. Pendekatan berbasis teks tersebut menuntut peserta didik untuk terampil berbahasa, salah satunya keterampilan menulis.

2

Berbasis teks berarti pembelajaran menggunakan teks sebagai bahan utama pembelajaran. Teks merupakan ungkapan pikiran manusia yang lengkap, yang di dalamnya memiliki situasi dan konteks. Hal tersebut menunjukkan bahwa belajar Bahasa Indonesia tidak sekadar memakai bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi, tetapi perlu juga mengetahui makna atau bagaimana memilih kata yang tepat yang sesuai tatanan budaya dan masyarakat pemakainya. Sejalan dengan pendapat Mahsun (2014: 39) yang menyatakan dalam pembelajaran Bahasa ada dua komponen yang harus dipelajari, yaitu masalah makna dan bentuk. Kedua unsur tersebut harus hadir secara simultan dan keduanya harus ada. Pemakai bahasa harus menyadari bahwa komponen makna menjadi unsur utama dalam pembentuk bahasa. Bahasa menjadi sarana pembentukan pikiran manusia. Oleh karena itu, guru perlu menyadari kemampuan berpikir yang harusnya dibentuk dalam bahasa adalah kemampuan berpikir sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis. Secara stipulatif kemampuan berpikir tersebut disebut dengan berpikir metodologis yang hanya dapat dicapai melalui pembelajaran teks berdasarkan pendekatan saintifik.

Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013 mengalami perubahan yang mendasar, yaitu berbasis teks. Tujuan perubahan tersebut untuk membawa peserta didik sesuai perkembangan mentalnya dan menyelesaikan masalah kehidupan nyata dengan berpikir kritis. Prinsip penerapannya yaitu, bahasa dipandang sebagai teks. Penggunaan bahasa merupakan proses pemilihan bentuk-bentuk kebahasaan untuk

3

mengungkapkan makna pembelajaran, bahasa bersifat fungsional dan bahasa merupakan sarana pembentukan berpikir manusia.

Ada empat prinsip pembelajaran teks yang harus dipahami bersama, yaitu:

1) bahasa dipandang sebagai teks, bukan semata-mata kumpulan kata atau kaidah kebahasaan;

2) penggunaan bahasa merupakan proses pemilihan bentuk-bentuk kebahasaan untuk mengungkapkan makna;

3) bahasa bersifat fungsional. Penggunaan bahasa tidak pernah dapat dilepaskan dari konteks. Dalam konteks tersebut tercermin ide, sikap, nilai, dan ideologi pengguna;

4) bahasa merupakan sarana pembentukan kemampuan berpikir manusia (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013:v). Keempat prinsip tersebut mencerminkan bahwa setiap teks memiliki struktur yang berbeda. Contohnya dapat dilihat dari struktur teks laporan hasil observasi dengan teks eksposisi. Keduanya memiliki struktur yang berbeda. Teks laporan hasil observasi memiliki dua struktur, sedangkan teks eksposisi memiliki tiga struktur. Perbedaan struktur masing-masing teks tersebut mencerminkan pula struktur berpikir. Dengan demikian, jika semakin banyak jenis teks yang dikuasai seseorang, maka semakin banyak pula struktur berpikir yang dapat digunakan dalam kehidupan sosial dan akademik.

Teks eksposisi ini merupakan salah satu jenis teks yang telah diajarkan dalam kurikulum-kurikulum yang lama. Pada kurikulum 2013 ini, teks eksposisi juga merupakan salah satu teks yang diajarkan. Teks eksposisi merupakan salah satu jenis teks yang masih sulit dipahami peserta didik. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Rosyid (2008:3) dalam penelitiannya menemukan bahwa keterampilan menulis peserta didik di tingkat SMA masih

4

sangat terbatas. Mereka kesulitan membedakan jenis-jenis paragraf, terutama antara argumentasi dan eksposisi.

Ketika menulis sesuatu, seseorang membutuhkan ide atau gagasan yang dituangkan dalam bentuk topik. Dengan topik, tulisan seseorang menjadi lebih terfokus. Seorang penulis dapat menulis sesuatu hal dengan mudah jika dia memahami apa yang ditulisnya. Pemahaman terhadap suatu masalah yang ditulis memudahkannya dalam menuangkan gagasan. Masalah-masalah yang ditulis cenderung berhubungan dengan pengalaman si penulis sendiri. Pengalaman tersebut didapatnya dari membaca, mendengar ataupun melihat. Pengalaman tersebut dapat dialami sendiri oleh si penulis, orang-orang di sekitarnya ataupun masyarakat di sekitar si penulis.

Akhir-akhir ini, banyak konflik yang terjadi pada masyarakat Indonesia. Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia diantaranya adalah kasus kerusuhan antara Suku Dayak dan Madura beberapa tahun lalu, yang provokatornya telah ditangkap di Kota Makassar pada Maret 2016. Kerusuhan antarsuku yang telah terjadi beberapa tahun lalu ini telah merenggut banyak korban. Kerusuhan tersebut terjadi karena isu sara yang telah dihembuskan oleh Muh Farok (Supedi, 2 Maret 2016). Konflik lainnya adalah konflik Ambon. Konflik di Ambon sudah terjadi beberapa kali, yang terbaru terjadi bentrok antarwarga pada tanggal 13 Januari 2017. Pada peristiwa ini terdapat satu korban meninggal (Khoiriyah, 13 Januari 2017). Terbaru kasus Ahok yang menjadi tersangka penistaan agama. Kasus Ahok ini menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak. Masyarakat yang kontra

5

melakukan demo besar-besaran. Begitu pula masyarakat yang pro juga melakukan demo. Bahkan sempat terjadi aksi penyanderaanoleh pihak yang pro dengan Ahok ini. Massa yang pro Ahok menyandera pegawai Pengadilan Tinggi dimana Ahok diadili dalam kasus penistaan agama. Massa terlibat aksi saling dorong hingga nyaris baku hantam dengan petugas kepolisian (Nugrahadi, 11 Mei 2017). Konflik-konflik tersebut menunjukkan ketidakteraturan. Ketidakteraturan tersebut berkaitan dengan keberagaman. Hal tersebut membangkitkan kesadaran kita, jika hal ini terus dibiarkan maka sangat memungkinkan terjadinya disintegrasi bangsa.

Indonesia merupakan salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Fakta ini dapat dilihat dari kondisi sosiokultural Indonesia yang memiliki beraneka ragam etnis, budaya, bahasa, ras dan agama. Keberagaman tersebut menyebabkan multikulturalisme di Indonesia tidak dapat dihindari. Kondisi yang multikultural tersebut memungkinkan terjadinya benturan antarbudaya, antarras, etnis, budaya, bahasa, agama dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Akan tetapi, kondisi demikian tidak pula diiringi dengan keadaan sosial yang membaik. Bahkan, banyak terjadi ketidakteraturan dalam kehidupan sosial di Indonesia pada saat ini yang menyebabkan terjadinya berbagai ketegangan dan konflik.

Ketegangan dan konflik di Indonesia merupakan gambaran ketidateraturan akibat dari keberagaman. Suwandi (2006) menyebutkan bahwa keberagaman etnik, bahasa, kebudayaan dan agama yang kita miliki dapat diibaratkan pisau bermata dua. Keberagaman itu, di satu sisi merupakan

6

khazanah yang pantas disyukuri dan dipelihara karena jika dapat dikelola dengan baik akan dapat memunculkan berbagai inspirasi dan kekuatan dalam upaya pembangunan bangsa. Keberagaman itu dapat mendinamisasikan kita sebagai sebuah bangsa. Di sisi lain keberagaman itu sering menjadi faktor pemicu terjadinya konflik. Oleh karena itu, kita harus dapat memanfaatkan keberagaman/multikultural itu untuk membangun bangsa, misalnya menjadi sistem dalam pendidikan.

Pendidikan multikultural sebagai wacana baru dalam sistem pendidikan di Indonesia dipandang penting untuk diberikan di sekolah-sekolah. Tujuan utamanya agar peserta didik memiliki kepekaan dalam menghadapi gejala-gejala dan masalah-masalah sosial yang berakar pada perbedaan suku, ras, agama dan tata nilai yang terjadi pada lingkungan masyarakatnya. Hal ini dapat diimplementasi baik pada substansi maupun model pembelajaran yang mengakui dan menghormati keberagaman budaya.

Bahasa merupakan salah satu alat untuk menyatukan keberagaman/multikultural yang perlu diperhatikan. Berbagai bahasa daerah yang ada di Indonesia diwakili bahasa Indonesa sebagai bahasa persatuan. Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaraan di sekolah yang dapat digunakan untuk memberikan muatan positif terhadap keberagaman/multikultural ini. Muatan multikultural dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik. Konflik-konflik aktual yang terjadi pada masyarakat akhir-akhir ini dapat digunakan peserta didik

7

untuk memperoleh ide dalam pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya pembelajaran keterampilan menulis.

Sehubungan dengan hal tersebut muatan multikultural dapat dijadikan sebagai pilihan untuk pembelajaran bahasa Indonesia. Muatan multikultural berpotensi mengembangkan apresiasi yang lebih baik melalui kompetensi kebudayaan yang ada pada anak didik. Pendidikan multikultural penting bagi peserta didik SMA untuk meningkatkan nilai-nilai kebangsaan, merekatkan kembali nilai-nilai persatuan, kesatuan, berbangsa, dan berbahasa. Muatan multikultural ini diintegrasikan dalam materi pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya pada keterampilan menulis, yaitu dengan cara menyisipkan penanaman nilai-nilai multikultural dalam pembelajaran menulis. Dalam hal ini disisipkan pada pembelajaran menulis teks eksposisi.

Dalam pembelajaran menulis diperlukan model pembelajaran yang inovatif, menarik dan variatif untuk meningkatkan minat peserta didik. Apalagi jika pembelajaran tersebut memadukan dua keterampilan bahasa. Memadukan dua atau lebih keterampilan berbahasa juga harus menggunakan model pembelajaran yang tepat. Pengembangan berbagai jenis teks bacaan dalam kurikulum 2013, menuntut guru untuk menentukan model pembelajaran yang tepat dan inovatif. Model pembelajaran yang dipilih guru diharapkan dapat mengantarkan peserta didik untuk dapat menguasai berbagai kompetensi berbahasa, khususnya keterampilan menulis. Hal tersebut sejalan dengan pendapat (Cole dan Feng, 2015:2) yang menyatakan

8

bahwa peserta didik membutuhkan teknik untuk meningkatkan kemampuan menulis.

Ada berbagai model pembelajaran bahasa yang dapat digunakan oleh guru untuk memadukan pembelajaran keterampilan berbahasa. Terutama keterampilan menulis yang telah dijelaskan sebelumnya. Salah satu upaya yang akan dilakukan adalah dengan menggunakan model Cooperative

Integrated Reading and Composition (CIRC). Alasan dipilihnya model

Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) karena model

pembelajaran ini sesuai diterapkan dalam pembelajaran menulis teks eksposisi. Selain itu, model pembelajaran ini menuntut peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran dan mengajak peserta didik untuk dapat bekerja sama dan saling berbagi mengenai informasi yang diperoleh dari membaca.

Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC termasuk salah satu model pembelajaran cooperative learning yang pada mulanya merupakan pengajaran kooperatif terpadu membaca dan menulis. Model CIRC dalam pembelajaran menulis bertujuan untuk merancang, mengimplementasikan, dan mengevaluasi pendekatan proses menulis pada pelajaran menulis dan seni berbahasa yang akan banyak memanfaatkan kehadiran teman satu kelas. Dalam program CIRC, para peserta didik merencanakan, merevisi, dan menyunting karangan mereka dengan kolaborasi yang erat dengan teman satu tim mereka (Slavin, 2010: 204). Dengan pembelajaran kooperatif tipe CIRC, diharapkan peserta didik dapat meningkatkan cara berpikir kritis, kreatif dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi.

9

Model ini dipilih karena sesuai dengan materi menulis dan juga sesuai dengan jenjang pendidikan peserta didik. Model CIRC ini dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan berbahasa peserta didik. Dalam penelitiannya Murtono (2012) membuktikan bahwa model CIRC lebih efektif digunakan untuk pembelajaran keterampilan membaca pada peserta didik tingkat SD.

Dalam penelitian ini model CIRC digunakan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam keterampilan menulis. Dengan model CIRC peserta didik dapat melaksanakan kegiatan menulis sesuai dengan prosedur atau tahapan-tahapan. Dengan model pembelajaran ini, diharapkan peserta didik mampu menyampaikan informasi ataupun pesan dalam tulisan eksposisi yang mereka susun bersama dengan menggabungkan dua keterampilan yaitu membaca dan menulis.

Model kedua yang digunakan dalam penelitian ini adalah model

Think Talk Write (TTW). Model pembelajaran ini menggabungkan dua jenis

keterampilan berbahasa. yaitu berbicara dan menulis. Think Talk Write (TTW) adalah model pembelajaran yang memfasilitasi latihan berbahasa secara lisan dan menulis bahasa tersebut secara lancar. Model yang dikenalkan pertama kali oleh Huinker dan Laughlin ini didasarkan pada pemahaman bahwa belajar adalah sebuah perilaku sosial. Model TTW mendorong peserta didik untuk berpikir, berbicara dan kemudian menuliskan suatu topik tertentu.

10

Model TTW digunakan untuk mengembangkan tulisan dengan lancar dan melatih bahasa sebelum dituliskan. Model ini memperkenalkan peserta didik untuk mempengaruhi dan memanipulasi ide-ide sebelum menuangkannya dalam bentuk tulisan. Dengan model pembelajaran ini, peserta didik dapat mengumpulkan dan mengembangkan ide-ide melalui percakapan terstruktur. Dengan percakapan terstruktur siswa diarahkan dapat menggunakan ide-ide yang muncul saat percakapan, sebagai bahan menulis.

Model pembelajaran CIRC dan TTW merupakan jenis model kooperatif. Model pembelajaran kooperatif, menjadi model yang populer dan banyak diteliti. Sejak tahun 1988, penelitian model pembelajaran kooperatif ini dilakukan di kelas atas. Pengembang kurikulum di berbagai negara, juga menggunakan penelitian model pembelajaran kooperatif untuk pengidentifikasian (Akdemir dan Arslan, 2012). Model kooperatif menuntut tiap individu dapat bekerja sama.

Model pembelajaran kooperatif CIRC dan TTW menuntut peserta didik untuk dapat bekerja sama. Kedua model tersebut juga mengolaborasikan beberapa keterampilan bahasa. Penggunaan dua model pembelajaran ini bertujuan agar peserta didik dapat terampil dalam menulis teks eksposisi. Kedua model pembelajaran tersebut diharapkan dapat

digunakan untuk memudahkan peserta didik menulis teks eksposisi. Dalam pembelajaran, setiap peserta didik mempunyai karakter

yang berbeda-beda. Ada peserta didik yang cenderung berkarakter terbuka dan ada pula yang cenderung berkarakter tertutup. Perbedaan karakter peserta

11

didik menimbulkan perbedaan perlakuan dalam pembelajaran. Dengan perbedaan karakter peserta didik, guru harus dapat memilih model pembelajaran yang tepat. Peserta didik dengan karakter yang berbeda memerlukan model pembelajaran yang berbeda pula. Oleh karena itu, diperlukan model pembelajaran yang sesuai dengan karakter masing-masing peserta didik. Begitu pula dalam proses pembelajaran keterampilan menulis, peserta didik mempunyai karakter atau pola perilaku yang berbeda-beda. Ada yang berperilaku senang bergaul dan bekerjasama dengan peserta didik lain atau ekstrovert, tetapi ada pula yang berperilaku penyendiri dan hanya merasa nyaman pada peserta didik yang dekat saja atau introvert.

Masing-masing orang termasuk peserta didik memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Dengan mengetahui kepribadian seseorang dapat digunakan untuk membedakan seseorang dari yang lain karena semua orang memiliki kepribadian yang berbeda (Khan, 2016). Tipe kepribadian seseorang sangat berpengaruh dalam banyak hal. Salah satunya dalam hal mereaksi terhadap suatu permasalahan (Mihaila, 2011). Tipe kepribadian seseorang dapat mempengaruhi orang itu dalam menghadapi suatu masalah. Oleh karena itu guru harus memperhatikan tipe kepribadian peserta didik. Begitu pula dalam pembelajaran keterampilan menulis guru harus memperhatikan tipe kepribadian masing-masing peserta didik. Dalam proses pembelajaran guru perlu memperhatikan model pembelajaran dan tipe kepribadian.

Berdasarkan berbagai permasalahan di sekolah tersebut maka dipandang perlu adanya penerapan model pembelajaran yang efektif. Model

Dokumen terkait