• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada perkembangan era modern seperti saat ini kegiatan dan pengelolaan dana sangat berkembang pesat, salah satunya yaitu dengan cara berinvestasi pada pasar uang maupun pasar modal. Investasi merupakan penanaman sejumlah dana dalam bentuk uang ataupun barang yang diharapkan akan memberikan hasil yang lebih di kemudian hari. Investasi dalam bentuk surat berharga (sekuritas) biasanya dapat dilakukan melalui pasar uang atau pasar modal (Astuti dan Sugiharto, 2005 : 251). Investasi yang ditanamkan ke pasar uang seperti deposito, SBI dan valuta asing, sedangkan yang ditanamkan ke pasar modal seperti saham dan obligasi. Berbagai bentuk instrumen investasi tersebut dapat memberikan banyak peluang bagi investor untuk menginvestasikan modalnya. Bagi investor yang suka dengan risiko dapat menanamkan modalnya di pasar modal berupa saham, dengan imbalan pendapatan (return) yang tinggi.

Menurut Eduardus Tandelilin (2010 : 103) risiko investasi bisa diartikan sebagai kemungkinan terjadinya perbedaan antara return aktual dengan return yang diharapkan. Investor dalam berinvestasi, di samping menghitung return yang diharapkan juga harus memperhatikan risiko yang harus ditanggungnya. Oleh karena itu, investor harus pandai-pandai mencari alternatif investasi yang menawarkan tingkat return diharapkan yang paling

2 tinggi dengan risiko tertentu, atau investasi yang menawarkan return tertentu pada tingkat risiko terendah. Jika seorang investor menginginkan keuntungan yang optimal, investor harus menentukan strategi yang baik. Husnan (2005 : 54) menjelaskan bahwa untuk dapat meminimalkan risiko investasi, pemodal dapat melakukan diversifikasi yaitu dengan mengkombinasikan berbagai sekuritas dalam investasi mereka, dengan kata lain mereka membentuk portofolio.

Untuk memperoleh tingkat keuntungan investasi yang masksimal dengan tingkat resiko yang tertentu maka sebaiknya investor memegang beberapa saham (Portofolio) dari perusahaan (Emiten) yang berbeda sektor industrinya. Hal ini merujuk pada nasehat-nasehat lama yaitu jangan menaruh sebuah telur dalam satu keranjang yang sama ini menunjukkan bahwa dengan memegang beberapa saham maka akan terjadi proses diversifikasi (penyebaran resiko). Artinya apabila salah satu saham investor mengalami penurunan harga maka investor tidak akan mengalami kerugian yang signifikan karena masih memiliki jenis saham yang lain. Karena risiko kerugian saham yang menurun harganya masih dapat dicover oleh saham yang lainnya yang harganya tidak mengalami penurunan.

Dalam manajemen investasi modern dikenal pembagian risiko total investasi ke dalam dua jenis risiko, yaitu risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Risiko sistematis atau dikenal dengan risiko pasar, merupakan berkaitan dengan perubahan yang terjadi di pasar secara umum. Perubahan pasar tersebut akan mempengaruhi variabilitas return suatu investasi.

3 Sedangkan risiko tidak sistematis merupakan risiko yang tidak berkaitan dengan pasar secara keseluruhan. Risiko perusahaan lebih terkait dengan kondisi mikro perusahaan penerbit sekuritas. Semua investor tentunya ingin mempunyai tujuan untuk mendapatkan keuntungan dari penyertaan modalnya ke perusahaan. Untuk mencapai tujuan tersebut, pihak investor harus melakukan suatu analisis terhadap saham-saham yang akan dibeli. Seorang investor yang rasional akan memusatkan perhatiannya pada 1) Tingkat return tertinggi dengan tingkat risiko tertentu, dan 2) tingkat return tertentu dengan risiko yang rendah. Kedua kondisi tersebut menunjukkan investasi pada kondisi yang optimal. Jika seorang investor menginginkan keuntungan yang optimal, investor harus menetukan strategi yang baik. Kalangan Fund Manager dan analis selalu merujuk nasehat-nasehat lama jangan menaruh telur dalam satu keranjang, di dalam investasi pun demikian jangan meletakkan dana hanya dalam satu jenis saham hal ini biasa disebut dengan istilah diversifikasi saham. Sehingga untuk mengurangi risiko, investor dapat melakukan diversifikasi saham dengan membentuk suatu portofolio saham.

Masalah yang sering terjadi adalah investor berhadapan dengan ketidakpastian ketika harus memilih saham-saham untuk dibentuk menjadi portofolio pilihannya. Sudah barang tentu hal jawabannya adalah tergantung preferensi risiko para investor itu sendiri. Para investor berhadapan dengan banyak kombinasi saham dalam portofolio. Pada akhirnya harus mengambil keputusan portofolio mana yang akan dipilih oleh investor. Seorang investor yang rasional, tentu akan memilih portofolio yang optimal (Jogyianto, 2013:

4 337) yang dapat meminimalkan risiko pada tingkat keuntungan tertentu atau mendapatkan return maksimal pada tingkat risiko tertentu.

Pasar modal merupakan salah satu wahana investasi bagi masyarakat.Sejalan dengan hal tersebut, penerbitan produk-produk investasi di pasar modal sangat penting artinya sebagai alternatif bagi investor dalam menginvestasikan dananya. Salah satu bentuk investasi tersebut adalah reksadana (Bapepam-LK, 2012:1). Reksadana merupakan wadah yang cukup diminati oleh sebagian besar investor di Indonesia. Reksadana merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung resiko investasi mereka. Reksadana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal dan mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, tetapi hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas (Heri Sudarsono, 2008:199). Saat ini Reksadana syariah merupakan investasi yang menarik bagi masyarakat yang ingin berinvestasi sesuai dengan syariah. Reksadana syariah merupakan alternatif investasi yang hanya menempatkan dana pada debitor yang tidak melanggar batasan syariah, dalam fundamental maupun operasional perusahaan, sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Sebagai salah satu instrumen investasi, reksadana syariah memiliki kriteria yang berbeda dengan reksadana konvensional pada umumnya. Dimana perbedaan ini terletak pada pemilihan instrumen investasi dan mekanisme investasi yang harus berpedoman pada sumber Alqur’an dan

5 Hadist serta hukum Islam yang lainnya. Dalam penyusunan portofolio investasinya, reksadana syariah hanya dapat menempatkan dananya ke dalam instrumen-instrumen investasi yang terbebas dari riba dan praktek-praktek tidak halal menurut syariah. Pada instrumen pasar modal, reksadana syariah hanya menempatkan dananya pada emiten atau perusahaan atau pihak-pihak penerbit instrumen investasi yang tidak melakukan usaha-usaha yang bertentangan dengan prinsip kehalalan syariah seperti riba, perjudian, pornografi, minuman haram (alkohol), babi, dan hiburan yang bertentangan dengan syariah dan lain-lain.

Menurut Usman (2000) dalam Hariandy Hasbi (2010:64) investor dalam berinvestasi dapat memilih 4 jenis reksadana berbasis syariah, antara lain: (1) reksadana syariah saham, jenis reksadana ini menawarkan imbal hasil yang tertinggi jika dibandingkan reksadana lainnya. Tentunya, imbal hasil yang tinggi ini juga diimbangi oleh tingkat risiko yang cukup tinggi (2) reksadana syariah campuran, reksadana ini menempatkan investasi dalam efek ekuitas serta hutang. Reksadana jenis ini lebih aman pada kondisi pasar dimana terjadi volatilitas yang cukup tinggi dikarenakan investasi ditempatkan di berbagai instrumen, baik itu saham, obligasi, maupun pasar uang (3) reksadana pendapatan tetap, jenis reksadana ini menawarkan imbal hasil terendah jika dibandingkan beberapa reksadana lainnya. Namun, tingkat risiko yang ditawarkan juga rendah (4) reksadana terproteksi, reksadana ini memberikan proteksi sebesar 100% dari nilai investasi awal dengan syarat dan ketentuan khusus yang berlaku, reksadana ini cenderung diinvestasikan

6 pada instrumen pasar modal dan pasar uang yang lebih aman.

Salah satu ukuran kinerja investasi untuk reksadana syariah adalah Nilai Aktiva Bersih (NAB). Menurut Heri Sudarsono (2008:218), nilai aktiva bersih berasal dari nilai portofolio reksadana yang bersangkutan. Aktiva atau kekayaan reksadana dapat berupa kas, deposito, SBPU, SBI, surat berharga komersial, saham, obligasi, right, dan efek lainnya. Sementara kewajiban reksadana dapat berupa fee manajer investasi yang belum dibayar, fee Bank Kustodian yang belum dibayar, pajak-pajak yang belum dibayar, fee broker yang belum dibayar serta efek yang belum dilunasi.

Nilai Aktiva Bersih merupakan jumlah aktiva setelah dikurangi kewajiban-kewajiban yang ada. Sedangkan NAB per Unit Penyertaan merupakan jumlah NAB dibagi dengan jumlah nilai Unit Penyertaan yang beredar (Outstanding) yang telah beredar (dimiliki investor) pada saat tertentu. NAB per saham/unit dihitung setiap hari oleh Bank Kustodian setelah mendapat dana dari Manajer Investasi dan nilainya dapat dilihat dari surat kabar yang dilihat reksadana bersangkutan setiap hari. Besarnya NAB bisa berfluktuasi setiap hari, tergantung dari perubahan nilai efek dari portofolio. Meningkatnya NAB mengindikasikan naiknya nilai investasi pemegang saham per unit penyertaan. Begitu juga sebaliknya, menurun berarti berkurangnya nilai investasi pemegang saham per unit penyertaan.

Perkembangan Reksadana Syariah di Indonesia Januari 2011 – Desember 2015 dapat dilihat pada tabel 1.1

7 Tabel 1.1

Perkembangan Reksadana Syariah

Sumber : Bapepam-LK, Statistik Pasar Modal Syariah

Perkembangan reksadana syariah di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Apabila dilihat dari statistiknya pada Tabel 1.1 di atas, dapat dilihat pada kurun waktu tahun 2011 sampai 2015 pertumbuhan jumlah reksadana syariah di Indonesia menunjukan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. terdiri dari beberapa jenis reksadana yaitu Reksadana Terproteksi, Reksadana Pendapatan Tetap, Reksadana Saham, Reksadana Indeks dan Reksadana Campuran. Dapat dilihat pertumbuhan reksadana syariah dari tahun 2011 sampai 2013 mengalami peningkatan yang tidak terlalu signifikan akan tetapi pertumbuhan yang paling signifikan terjadi pada tahun 2014 - 2015, yaitu naik 30% dari 70 reksadana syariah di tahun 2014 menjadi 85 reksadana syariah di tahun 2015. Selain jumlah reksadana syariah yang meningkat, total Nilai Aktiva Bersih (NAB) juga terus mengalami peningkatan selama periode 2011 hingga 2015. Sampai September 2015 total NAB reksadana syariah mencapai Rp 10.770.74 miliar dan telah terdapat 86 reksadana syariah yang dinyatakan efektif

8 oleh Bapepam. Hal ini menunjukkan bahwa ada peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya.

Dengan pertumbuhan reksadana syariah di Indonesia yang semakin baik hal ini juga mendorong minat para investor untuk mengalokasikan dananya pada produk reksadana saham syariah yang pertumbuhannya juga mengalami peningkatan yang sangat baik. dengan melihat jenis-jenis produk reksadana syariah yang memiliki karakterisitik yang berbeda-beda dengan melihat pertumbuhan reksadana saham syariah yang cukup baik menjadikan investor lebih tertarik untuk meninvestasikan dananya kepada produk reksadana saham syariah. Selain itu ketertarikan investor pada reksadana saham syariah ini ditunjang oleh potensi petumbuhan nilai investasi yang lebih besar jika dibandingkan dengan reksadana yang lainnya. Dari definisi yang dikeluarkan oleh Bapepam-LK reksadana saham marupakan reksadana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari portofolio yang dikelolanya ke dalam efek yang bersifat sekuritas (saham).

9 Perkembangan Reksadana Saham Syariah di Indonesia Januari 2011 – Desember 2015 dapat dilihat pada tabel 1.2

Tabel 1.2

Perkembangan Reksadana Saham Syariah

Sumber : Bapepam-LK, Statistik Pasar Modal Syariah

Perkembangan reksadana saham syariah di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup baik. Apabila dilihat dari statistiknya pada Tabel 1.2 di atas, dapat dilihat pada kurun waktu tahun 2011 sampai 2015 pertumbuhan jumlah reksadana saham syariah di Indonesia menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Dapat dilihat pertumbuhan reksadana saham syariah dari tahun 2011 sampai 2015 mengalami peningkatan yang tidak terlalu signifikan akan tetapi pertumbuhan yang paling signifikan terjadi pada Nilai Aktiva Bersih (NAB) dari reksadana saham syariah pada tahun 2011 - 2014, yaitu dari Rp. 1.588.63 Miliar naik ke angka Rp. 6.135.79 Miliar. Hal ini tentunya tidak terlepas dari pertumbuhan dan meningkatnya jumlah reksadana saham syariah tetapi juga baiknya kinerja dari reksadana dan manajer investasi saham syariah dengan mengelola dana yang ditanamkan oleh para investor. Akan tetapi apabila melihat Nilai Aktiva Bersih dari reksadana saham syariah pada September

10 2015 NAB pada tahun berikut mengalami penurunan yang cukup signifikan yakni turun dari Rp. 6.135.79 Miliar pada tahun 2014 ke Rp. 5.206.85 Miliar pada tahun 2015. Hal ini disebabkan karena adanya gangguan roda perekonomian secara global yang sisebabkan oleh menguatnya nilai mata uang Dollar Amerika Serikat serta adanya devaluasi nilai mata uang Cina sehingga menyebabkan melemahnya nilai mata uang rupiah Indonesia terhadap Dolar Amerika Serikat yang berdampak pada kegiatan investasi di Indonesia.

Reksadana saham syariah yang saat ini mulai banyak dilirik oleh investor memiliki karakteristik yang berbeda daripada reksadana saham konvensional biasa, jenis kegiatan usaha perusahaan dalam pandangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), unsur haram yang disyaratkan Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI pada umumnya terkait dengan : Alkohol, Perjudian, Produksi dengan bahan baku babi, Pornografi, Jasa Keuangan dan Asuransi Konvensional (Darmadji, dan Fakhruddin, 2008 : 169). Bagi investor muslim bukan hanya hal tersebut yang harus diperhatikan, akan tetapi sejauh mana investasi yang dilakukan tidak bertentangan dengan aspek syari’ah.

Banyaknya instrumen investasi yang ada mengharuskan investor dapat membuat analisis investasi sebelum menanamkan dananya. Perkembangan instrumen investasi yang menjanjikan seiring dengan terbukanya akses informasi data maka semakin memudahkan para investor untuk mengambil keputusan dalam berinvestasi, peningkatan kemampuan analisis bagi para investor sangatlah penting disamping belum terjaminnya kemampuan manajer investasi dalam pengelolaan dana. Investor dituntut mampu membentuk sendiri portofolio yang

11 efisien diberbagai instrumen investasi.

Portofolio merupakan sekumpulan instrumen investasi yang dibentuk untuk memenuhi sasaran umum investasi. Portofolio juga dapat diartikan gabungan dari beberapa aktiva, surat-surat berharga, saham atau kesempatan investasi. Untuk membentuk portofolio yang optimal, investor harus menentukan portofolio yang efisien terlebih dahulu. Portofolio efisien adalah portofolio yang menghasilkan tingkat keuntungan tertentu dengan resiko terendah, atau resiko tertentu dengan tingkat keuntungan tertinggi. Sedangkan portofolio optimal merupakan portofolio yang dipilih oleh seorang investor dari sekian banyak pilihan yang ada pada kumpulan portofolio yang efisien.

Berbagai metode telah diaplikasikan dalam upaya untuk menentukan portofolio yang optimal salah satu cara diantaranya adalah dengan penggunaan Model Indeks Tunggal (Single Index Model). Investasi pada dasarnya adalah uang yang dipakai untuk menghasilkan uang. Uang diinvestasikan dalam objek yang telah memberikan hasil, tetapi perlu diingat bahwa investasi dapat bertambah dan dapat pula merosot nilainya, misalnya hasil yang didapat relatif kecil atau jumlah pokoknya merosot. Berarti melakukan investasi mengandung resiko. Resiko saham secara umum dibedakan menjadi dua yaitu risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Risiko sistematis (Systematic Risk) atau dikenal dengan risiko pasar, merupakan berkaitan dengan perubahan yang terjadi di pasar secara umum, resiko ini tidak dapat dihindari. Perubahan pasar tersebut akan mempengaruhi variabilitas return suatu investasi. Sedangkan risiko tidak sistematis (Unsystematic Risk) merupakan risiko yang tidak berkaitan dengan pasar secara

12 keseluruhan. Resiko ini dapat dihindari melalui diversifikasi saham. Risiko perusahaan lebih terkait dengan kondisi mikro perusahaan penerbit sekuritas. Semua investor tentunya ingin mempunyai tujuan untuk mendapatkan keuntungan dari penyertaan modalnya ke perusahaan.

Pada umumnya investor adalah Risk Averse. Risk Averse adalah investor yang jika dihadapkan pada dua pilihan investasi dengan tingkat pengembalian yang diharapkan sama dan resiko berbeda, maka ia memilih investasi dengan tingkat resiko lebih rendah, dan jika mempunyai beberapa pilihan portofolio efisien, maka pirtofolio yang optimal yang akan dipilih. Investasi pada hakekatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan dimasa yang akan datang. Investasi merupakan penggunaan uang untuk obyek-obyek tertentu dengan tujuan bahwa nilai obyek tersebut selama jangka waktu investasi akan meningkat, paling tidak bertahan, dan selama jangka waktu itu pula memberikan hasil secara teratur.

Untuk menganalisis portofolio, diperlukan sejumlah prosedur perhitungan melalui sejumlah data sebagai input tentang struktur portofolio. Salah satu teknik analisa portofolio optimal adalah menggunakan model indeks tunggal. Analisis atas sekuritas dilakukan dengan membandingkan Excess Return to Beta (ERB) dengan Cut Off Point-nya (Ci) dari masing-masing saham. Saham yang memiliki ERB lebih besar darai Ci ( ERB > C*) dijadikan sebagai kandidat portofolio, sedang sebaliknya yaitu Ci lebih besar dari ERB ( ERB < C* ) maka tidak diikutkan sebagai kandidat portofolio. Pemilihan saham dan penentuan portofolio optimal yang dilakukannya didasari oleh pendahulunya Harry Markowitz, yang

13 dimulai dari data historis atas saham individual yang dijadikan input, dan dianalisis untuk menjadikan keluaran yang menggambarkan kinerja setiap portofolio optimal dari atau sebaliknya.

Analisis portofolio dengan model indeks tunggal yang dilakukan secara konsisten dapat digunakan untuk menentukan return maksimal pada risiko yang minimal, dengan cara menghitung koefisien beta yang mencerminkan tingkat resiko masing-masing saham yang diamati, dan return saham yang dapat dilihat dari dividen yang dibagikan dan capital gain saham dalam beberapa periode pengamatan (Ryan Oktanto, 2007 : 1).

Beta merupakan suatu pengukuran volatilitas (Volatility Return) suatu sekuritas atau return portofolio terhadap return pasar (Jogiyanto : 2013 : 405). Indeks beta merupakan salah satu alat ukur yang akurat untuk mengukur suatu portofolio yang mempunyai risiko terendah, maka saham yang dipilih adalah saham-saham yang memiliki covariance dengan portofolio yang rendah, portofolio saham dapat mengurangi resiko yang timbul (Yuli Kurniyati, 2007 : 5).

Rasionalitas investor diukur sejauh mana investor melakukan prosedur pemilihan saham dan pembentukan portofolio optimal dari data historis Nilai Aktiva Bersih (NAB) pada reksadana saham syariah terdaftar. Permasalahan ini dapat dijawab melalui dua pendekatan, pertama dengan melakukan perhitungan untuk memilih saham dan menentukan portofolio optimal dengan menggunakan model indeks tunggal kedua menguji return dan resiko saham yang masuk dalam kandidat protofolio. Pemilihan Obyek-obyek penelitian dengan menggunakan produk reksadana saham syariah yang tercatat pada BAPEPAM-LK.

14 Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pembentukan Portofolio Optimal Pada Instrumen Reksadana Saham Syariah Menggunakan Metode Single Index Model

Dokumen terkait