Dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi berbagai macam tindak pidana
baik itu golongan masyarakat atas, menengah, maupun sampai pada masyarakat
golongan bawah. Tindak pidana merupakan ancaman yang sangat mempengaruhi
tatanan kehidupan, sebab tindak pidana tersebut dapat mengacaukan ketenangan
masyarakat dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Tindak pidana ini
merupakan suatu penyakit yang sewaktu-waktu dapat dialami oleh setiap individu
ataupun kelompok masyarakat, dimana pelaku dari tindak pidana tersebut banyak
berasal dari kalangan masyarakat ekonomi rendah dan dengan status sosial yang
rendah.
Salah satu jenis tindak pidana yang sering terjadi dalam masyarakat adalah
tindak pidana pemerasan. Berbagai macam cara dilakukan oleh pelaku untuk
melancarkan tindak pidana pemerasan yang dilakukannya sehingga membuat
korbannya lengah dan menuruti perintah dari si pelaku, salah satu dari cara
terebut adalah dapat berupa ancaman atau intimidasi. Adapun cara yang dipakai
oleh sipelaku untuk mengkelabui korbannya sangat dipengaruhi oleh latar
belakang si pelaku yang paling dominan dipergunakan untuk mengkelabui
korbannya adalah karena si pelaku sebagai salah satu aparat penegak hukum yaitu
Polri. Kepolisian Republik Indonesia atau Polri merupakan alat negara sebagai
aparat penegak hukum yang bertugas memelihara keamanan yang memberikan
perlindungan, menjunjung tinggi hak-hak asasi masyarakat dalam negara,
menjaga keamanan dan ketertiban, serta memberikan perlindungan, pengayoman,
dan pelayanan bagi masyarakat.
Namun yang menjadi kenyataan di masayarakat adalah ketika seorang
oknum Polri yang diadili dalam kasus tindak pidana pemerasan yang
dilakukannya dijatuhi hukuman yang tidak sesuai dengan perbuatannya.
Sesunggguhnya suatu hal yang tidak memenuhi rasa keadilan yang dituntut dalam
Negara Indonesia sebagai Negara Hukum. Hal inilah yang menjadi permasalahan
yang berkembang belakangan ini sehingga menimbulkan tanda tanya besar bagi
masyarakat “ mengapa aparat penegak hukum yang melakukan tindak pidana
dijatuhi hukuman yang berbeda dan bahkan tidak sesuai dengan peraturan hukum
yang mengaturnya? “.
Kita telah mengetahui bahwa Polri memiliki fungsi dan tugas yang mulia
sebagai aparat penegak hukum. Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi
pemerintahan Negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban
kepada masyarakat. Sedangkan yang menjadi tugas Kepolisian Negara Republik
Indonesia, sebagaimana diatur dalam Pasal 13 UU Nomor 2 Tahun 2002 adalah :
a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
b. Menegakkan hukum
c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat
Pengaturan lebih rinci mengenai tugas pokok Kepolisian Negara Republik
Indonesia dalam Pasal 13 diatas, dalam Pasal 14 UU Nomor 2 tahun 2002,
dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas pokoknya, Kepolisian Negara
Republik Indonesia bertugas :
a. Melaksanakan Pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patrol
terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan
b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,
ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan
c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaran hukum masyarakat, serta ketaatan warga masyarakat
terhadap hukum dan peraturan perundang – undangan d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional
f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap
kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk – bentuk pengamanan swakarsa
g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak
pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang – undangan lainnya
h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratorium forensik dan psikoligi kepolisian untuk kepentingan
tugas kepolisian
i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan
lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk
memberikan bantuan dan pertolingan dengan menjunjung tinggi hak
asasi manusia
j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum
ditangani oleh instantsi dan/atau pihak berwenang
k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan
kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian
l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang – undangan
Selain dari fungsi, dan tugas dari Kepolisian Negara Republik Indonesia
sebagai norma atau aturan bagi anggota Polri dalam berbuat sesuai dengan tugas
dan fungsinya serta sekaligus menjamin mutu moral profesi Kepolisian diminta
masyarakat. Kode etik ini merupakan pedoman yang bersifat khusus, karena
mengandung makna dan filosofi yang sangat mendalam bagi kepolisian itu
sendiri, namun suatu hal yang tidak dapat dipungkiri masih banyak anggota
kepolisian yang menjalankan tugasnya justru tidak mematuhi pedoaman tersebut.2
Pelanggaran ataupun perbuatan pidana anggota Kepolisian yang tidak sesuai
dengan kode etik Kepolisian tentunya akan berakibat hukum.
Ketentuan mengenai Kode Etik Polri sebagaimana diatur dalam Peraturan
Kapolri No 14 Tahun 2011 sebagai pembaharuan dari Peraturan Kapolri No. 7
tahun 2006 dan Peraturan Kapolri No. 8 tahun 2006 Tentang organisasi dan tata
Kerja Komisi Kode Etik Polri, merupakan kaidah moral dengan harapan
tumbuhnya komitmen yang tinggi bagi seluruh anggota Polri agar menaati dan
melaksanakan (mengamalkan) Kode Etik Profesi Polri dalam segala kehidupan
sehari-hari dan dalam pengabdian masyarakat, bangsa, dan Negara. Kode etik
bagi profesi Kepolisian tidak hanya didasarkan pada kebutuhan professional,
tetapi juga telah diatur secara normatif dalam undang-undang No. 2 Tahun 2002
Tentang Polri yang ditindaklanjuti dengan peraturan Kapolri, dalam Pasal 4
Undang-undang No. 2 tahun 2002 menjelaskan bahwa Kepolisian Negara
2
Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika : Palu, 2006, hal 140.
Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang
meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya
hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi
hak asasi manusia, sehingga Kode Etik profesi Polri mengikat seluruh anggota
Polri.
Jika melihat keseluruhan uraian fungsi dan tugas serta Kode Etik
Kepolisian tersebut, seharusnya Polri adalah aparat penegak hukum yang dapat
memberikan rasa aman bagi masyarakat, namun kenyataan yang sering terjadi
adalah Polri sering sekali melakukan tindakan yang bertentangan dengan fungsi,
tugas, dan wewenang serta Kode etik Profesi yang dimilikinya. Masyarakat juga
memiliki harapan-harapan yang sangat besar terhadap polisi sebagai aparat
penegak hukum yaitu harapan untuk bisa “Bekerja sama”, “Kembali ke Fitrah” yaitu mengharapkan peranan polisi lebih besar lagi dalam memberikan
ketenangan, dan ketentraman sebagai wujud pengayom masyarakat, “Lindungi Kami” merupakan harapan masyarakat untuk mendapatkan perlindungan yang
layak terlebih terhadapa masyarakat golongan bawah, dan “Harapkan Keamanan”
merupakan harapan masyarakat terhadap polisi untuk mewujudkan keamanan
baik ditingkat perkotaan maupun pedesaan.3
3
Kasus tindak pidana pemerasan yang dilakukan oleh oknum Polri semakin
banyak terjadi dikalangan masyarakat, seperti contoh di Jakarta seorang polisi
berpangkat Aiptu melakukan pemerasan terhadap tersangka narkoba sebanyak Rp
40 Juta. Aiptu BGS melakukan pemerasan terhadap keluarga tersangka narkoba di
Surabaya, Jawa Timur dengan meminta uang sebanyak Rp 40 Juta, dan Aiptu
BGS hanya dikenakan hukuman penjara 12 hari, teguran, dan penundaan
pendidikan selama satu tahun serta dimutasi ke unit Sabhara oleh Polri.4 Selain
itu, hal yang sama juga terjadi di Medan yaitu dua polisi terlibat perampokan dan
pemerasan terhadap korban yang merupakan Bandar shabu-shabu. Empat
tersangka yang diantaranya terdapat dua oknum polisi yaitu Brigadir Charlie dan
Brigadir Tien Pardede melakukan perampokan terhadap Susyanto warga jalan
Gaperta Ujung yang merupakan bandar shabu-shabu, dan melakukan pemerasan
serta menyekap istri dan anaknya. Korban mengalami luka tembakkan di bagian
kiri pahanya sebanyak dua kali.5 Hal serupa juga terjadi di Jakarta, AKBP PN
selaku anggota Direktorak Tindak Pidana Narkotika Badan Reserse Kriminal
melakukan pemerasan terhadap bandar narkoba6
Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin menelusuri lebih dalam
mengenai tindak pidana turut serta melakukan pemerasan yang dilakukan oleh
4 Yova Adhiansyah, Polisi Peras Tersangka Narkoba, Jakarta, 2015, Sindo News,
http://daerah.sindonews.com/read/1065929/23/ diakses tanggal 1 februari 2016 Pukul 17.30.
5 Herdiansyah Talib, Dua Polisi Terlibat Perampokan dan Pemerasan, Medan, 2015, Medan
Satu, http://medansatu.com/berita/551/ diakses tanggal 1 februari 2016 pukul 17.36.
6 Sabrina Asril, Kasus Pemerasan Oleh AKBP PN, Jakarta, 2015, Kompas Nasional,
oknum Polri secara bersama-sama dengan pelaku lainnya (berkas terpisah) yang
telah diputus oleh Pengadilan Negeri Medan dengan Putusan No.
80/Pid.B/2010/PN-MDN. Pengadilan negeri yang mengadili perkara tersebut
telah menjatuhi hukuman kepada terdakwa Ferdian Purwo Setio selama 3 bulan
penjara.
Dalam perkara tersebut terdakwa dituntut oleh penuntut umum selama 6
(enam) bulan penjara, dari tuntutan tersebut sebenarnya sudah dilihat begitu
ringannya tuntutan Jaksa Penuntut Umum kepada terdakwa. Hal ini sangatlah
tidak sesuai dengan Kitab Undang–undang Hukum Pidana yang mengatur tindak pidana pemerasan tersebut. Dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP tindakan tersebut
diancam hukuman selama 9 (sembilan) tahun penjara. Begitu juga dengan Majelis
Hakim yang memutus perkara tersebut sehingga hanya memutuskan vonis 3 (tiga)
bulan penjara tanpa mempertimbangkan latar belakang tuntutan Jaksa Penuntut
Umum selama 6 (enam) bulan penjara yang jelas-jelas sangat menyimpang dari
ancaman yang tertulis di Pasal 368 KUHP. Selain itu, penulis juga akan
membahas mengenai penerapan hukuman yang diterapkankan terhadap terdakwa.
Berdasarkan masalah di atas, maka penulis mengambil judul yaitu
Tinjauan Yuridis Terhadap Turut Serta Melakukan Tindak Pidana Pemerasan Yang Dilakukan Oleh Oknum Polri (studi Putusan No.80/Pid.B/2010/PN.Mdn.