D. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Deelneming atau Keturutsertaan
Mengenai masalah deelneming atau keturutsertaan diatur dalam Pasal 55
dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 55 KUHP
berbunyi :7
a. Dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana
1. Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan, turut
melakukan perbuatan itu.
2. Orang yang dengan pemberian-pemberian, janji-janji, dengan
menyalahgunakan kekuasaan, dengan kekerasan, ancaman, atau
dengan menimbulkan kesalahpahaman atau dengan memberikan
kesempatan, sarana-sarana, atau keterangan-keterangan, dengan
sengaja menggerakkan orang lain untuk melakukan suatu tindak
pidana.
b. Tentang orang-orang yang tersebut dalam sub ke 2 itu yang boleh
dipertanggungjawabkan kepadanya hanyalah perbuatan yang dengan
sengaja telah mereka gerakkan untuk dilakukan oleh orang lain,
beserta akibatnya
7 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia, Sinar Grafika : Jakarta, 2014,
Sedangkan dalam Pasal 56 KUHP berbunyi, “Dihukum sebagai orang
yang membantu melakukan kejahatan” yaitu :8
a. Mereka yang dengan sengaja memberikan bantuan dalam melakukan
kejahatan tersebut.
b. Mereka yang dengan sengaja memberikan kesempatan, sarana-sarana,
atau keterangan-keterangan untuk melakukan kejahatan tersebut.
Berdasarkan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, dapat kita jumpai beberapa
perkataan seperti pelaku (dader), melakukan (plegen), menyuruh melakukan
(doen plegen), turut melakukan (doen plegen), dan lain sebagainya.
Bentuk-bentuk deelneming atau keturut sertaan yang ada menurut Pasal 55
dan Pasal 56 KUHP adalah :9
1. Doen plegen atau menyuruh melakukan atau orang yang di dalam doktrin sering disebut sebagai middellijk daderschap
Di dalam suatu doen plegen jelas terdapat seseorang yang menyuruh
orang lain melakukan suatu tindak pidana, dan seseorang lainnya yang disuruh
melakukan tindak pidana. Dalam hukum pidana, orang yang menyuruh orang lain
melakukan suatu tindak pidana disebut sebagai middellijke dader yaitu seseorang
yang tidak langsung, sebab ia tidak langsung melakukan sendiri tindak pidana
8 Ibid.
tersebut, melainkan melalui perantara orang lain. Sedangkan orang lain yang
disuruh melakukan suatu tindak pidana disebut sebagai materrieele dader.10
Syarat-syarat dalam menyuruh melakukan yaitu :
a. Ada yang berkehendak melakukan tindak pidana
b. Tidak melaksanakan sendiri tindak pidana tersebut
c. Menyuruh orang lain untuk melakukan tindak pidana
d. Orang-orang yang disuruh adalah orang-orang yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan menurut hukum pidana (Pasal 44 KUHP)
2. Medeplegen atau turut melakukan ataupun yang juga sering disebut sebagai mededaderschap
Dalam turut serta melakukan atau medeplegen terdapat seorang pelaku
(dader) dan sesorang atau lebih pelaku yang turut serta melakukan tindak pidana, oleh karena itu bentuk deelneming ini juga sering disebut dengan
mededaderschap. Menurut Simons, daders dapat dibagi menjadi alleen daders yakni pelaku-pelaku yang dengan sendiri melakukan tindak pidana, kemudian
middellijk daders yakni pelaku-pelaku yang tidak melakukan sendiri tindak pidananya melainkan menyuruh orang lain melakukannya, yang akhirnya
mededaders memiliki arti yaitu pelaku-pelaku yang turut serta melakukan suatu tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku yang lain.11
10 Ibid, hal 622.
3. Uitlokking atau menggerakkan orang lain
Van Hamel merumuskan uitlokking sebagai suatu deelneming atau
keturutsertaan berupa kesengajaan menggerakkan orang lain yang dapat
dipertanggungjawabkan pada dirinya sendiri untuk melakukan suatu tindak
pidana dengan menggunakan cara-cara yang telah ditentukan oleh undang-undang
karena telah tergerak, orang tersebut kemudian telah dengan sengaja melakukan
tindak pidana yang bersangkutan.12 Untuk adanya suatu uitlokking haruslah
dipenuhi dua syarat objektif yaitu :13
Bahwa perbuatan yang telah digerakkan untuk dilakukan oleh orang lain itu harus menghasilkan suatu voltooid delict atau suatu
delik yang selesai, atau menghasilkan suatu strafbare poging atau
suatu percobaan yang dapat dihukum
Bahwa tindak pidana yang telah dilakukan oleh seseorang itu disebabkan karena orang tersebut telah tergerak oleh suatu
uitlokking yang dilakukan oleh orang lain dengan menggunakan salah satu cara yang telah disebutkan dalam Pasal 55 ayat (1)
angka (2) KUHP.
12 Ibid, hal 648.
13
Undang-undang memberikan batasan atau syarat yang harus dipenuhi
orang uitlokker dalam menggerakkan orang lain melakukan suatu tindak pidana
yaitu :
a. Pemberian, yang dimaksud pemberian adalah pemberian sesuatu
dari uitlokker kepada orang yang digerakkan .
b. Janji, meliputi segala sesuatu yang menimbulkan kepercayaan
kepada orang yang digerakkan dan akan memberikan keuntungan
kepadanya. Janji tu bukan hanya berupa memberikan hadiah uang
atau benda-benda lain tetapi juga segala macam kemurahan yang
dijanjikan akan diberikan kepada orang yang digerakkan sebagai
tanda jasa atas perbuatannya.
c. Penyalahgunaan kekuasaan, menunjuk pada arrest Hoge Raad
tanggal 10 oktober 1940 nomor 815 yang mengatakan, disitu tidak
terdapat suatu uitlooking dengan cara menyalahgunakan
kekuasaan, apabila perbuatan material itu telah dilakukan orang
lain, yaitu pada waktu hubungan kerja itu sudah tidak ada lagi.
Kekuasaan yang disalahgunakan dapat berupa kekuasaan menurut
jabatan ataupun kekuasaan seorang majikan terhadap
pembantunya.14
14 Ibid, hal 656.
d. Kekerasan, penggunaan kekarasan atau ancaman dengan kekerasan
itu sifatnya tidaklah boleh sedemikian rupa sehingga orang yang
telah digerakkan untuk melakukan tindak pidana itu berada di
dalam overmacht. Sebab apabila orang yang telah digerakkan
untuk melakukan tindak pidana itu berada dalam keadaan
demikian, dan ini berarti bahwa orang tidak lagi dihadapkan
dengan suatu uitlokking melainkan doen plegen. 15
e. Tipu daya, yaitu dengan rangkaian kata-kata bohong untuk
menimbulkan sesuatu di dalam jiwa yang digerakkan untuk
melakukan apa yang dikehendaki uitlokker.
f. Memberikan kesempatan, daya upaya, atau keterangan, yaitu
dikenal sebagai cara-cara membantu (Pasal 56 ayat 2e KUHP).
Apabila keterangan-keterangan yang bersangkutan telah
menimbulkan kehendak untuk melakukan suatu tindak pidana,
maka terdapat pembujukan melakukan. Akan tetapi, apabila
keterangan-keterangan itu tidak menimbulkan suatu tindak pidana
melainkan hanya bersifat memudahkan atau melancarkan suatu
tindak pidana, maka terdapat suatu membantu melakukan.
Mereka yang disebut sebagai uitlokking harus memenuhi syarat
berikut yaitu :
1. Ada orang yang berkeinginan untuk melakukan tindak pidana
2. Tidak melaksanakan sendiri niatnya
3. Menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana
4. Telah ditentukan secara limitatif oleh undang-undang
5. Orang yang digerakkan adalah orang-orang yang dapat
dipertanggungjawabkan
6. Pertanggungjawaban orang yang menggerakkan bersifat
terbatas
4. Medeplichtigheid atau membantu melakukan
Menurut Simons, medeplichtigheid merupakan on-zelfstandige
deelneming atau suatu keturutsertaan yang tidak berdiri sendri. Itu berarti, seorang medeplichtige itu dapat dihukum atau tidak, bergantung pada kenyataan yaitu apakah pelakunya sendiri telah melakukan tindak pidana atau tidak.16 Bentuk
medeplichtigheid yang pertama adalah kesengajaan membantu melakukan suatu kejahataan, maka setiap tindakan yang telah dilakukan oleh orang dengan maksud
membantu orang lain melakukan suatu kejahatan itu, dapat membuat orang
tersebut dituntut atau dihukum karena dengan sengaja telah membantu orang lain,
pada waktu orang tersebut sedang melakukan kejahatan.17 Bantuan tersebut dapat
berupa material maupun moral yang bersifat intelektual. Bentuk medeplichtigheid
yang kedua adalah kesengajaan memberikan bantuan kepada orang lain untuk
16 Ibid, hal 660-661. 17 Ibid.
mempermudah orang lain tersebut melakukan suatu kejahatan. Bantuan tersebut
dapat berupa material yaitu senjata atau alat-alat, dan dapat berupa intelektual
yaitu memberikan kesempatan kepada orang lain untuk melakukan pencurian
terhadap barang-barang yang barada di dalam pengawasannya.18