A. Teori-teori Terkait dengan Penelitian
5. Kemiskinan
Kemiskinan adalah ketika seseorang kekurangan atau tidak memiliki sesuatu yang berhubungan dengan kualitas hidup yang biasanya dimiliki masyarakat, yaitu pangan pokok, perumahan, air bersih, dan akses pendidikan dan kesehatan yang memadai. Menurut pandangan Chambers yang lain, kemiskinan merupakan suatu konsep yang saling terkait yang meliputi kemiskinan itu sendiri, ketidakberdayaan, kerentanan terhadap keadaan darurat, isolasi dan ketidakberdayaan. Badan Pusat Statistik memandang kemiskinan sebagai ketidakmampuan seseorang secara finansial untuk memenuhi kebutuhannya: kebutuhan pokoknya, termasuk kebutuhan makanan pokok dan bukan makanan yang diukur dengan
21
pengeluaran. Oleh karena itu, BPS mengadopsi konsep metode kebutuhan pokok dan menggunakan garis kemiskinan berdasarkan besaran pengeluaran per kapita per bulan dalam pengukurannya.
Menurut identifikasi yang dilakukan oleh Sharp, penyebab kemiskinan dari segi ekonomi ada 3 sebagai berikut:
a. Dari perspektif makro, kemiskinan muncul karena perbedaan pola kepemilikan sumber daya, yaitu sekelompok orang menguasai kepemilikan sumber daya, yang berujung pada kemiskinan itu sendiri.
b. Penyebab lain dari kemiskinan adalah tidak meratanya kualitas setiap sumber daya manusia. Beberapa orang miskin tidak memiliki pengetahuan dan keahlian yang dimiliki orang kaya.
c. Perbedaan akses permodalan tentunya menjadi hambatan bagi satu orang untuk melakukan usaha, dan kelompok lain yang memiliki akses permodalan harus lebih fleksibel jika ingin memulai usaha, terlepas dari keterbatasan modal yang terbatas.
Secara umum, ada empat jenis kemiskinan, yaitu:
a. Kemiskinan absolut berarti pendapatan seseorang berada di bawah garis kemiskinan, sehingga ia tidak dapat atau tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya untuk hidup dan bekerja.
22
b. Kemiskinan relatif, suatu kondisi ketimpangan pendapatan akibat tidak meratanya distribusi kebijakan pembangunan di masyarakat.
c. Kemiskinan budaya adalah ketika seseorang menjadi miskin karena karakternya sendiri yang tidak aktif, sering malas, bahkan jika seseorang membantu orang itu untuk berdiri dan menjalani kehidupan yang lebih baik, dia tidak mau bekerja keras karena sifat buruknya yang mendarah daging.
d. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diperburuk oleh kurangnya akses terhadap sumber daya dalam sistem sosial budaya dan sosial politik yang tidak mendukung pengentasan kemiskinan (Suryawati, 2005).
Dalam menentukan kemiskinan, terdapat dua indikator, yaitu:
a. Indikator Kuantitatif Kemiskinan
Dengan mengacu pada indikator objektif yang dianut oleh BPS dan Bank Dunia, maka setara dengan 2.100 kalori per orang per hari atau setara dengan US$ 1,55 per hari dari pendapatan penduduk berupa rata-rata pengeluaran rumah tangga per hari untuk konsumsi dan kebutuhan pokok lainnya. Oleh karena itu, jika pengeluaran per kapita seseorang berada di bawah garis kemiskinan, maka disebut kemiskinan.
b. Indikator Kualitatif Kemiskinan
Berikut indikator kualitatif kemiskinan menurut Muttaqin:
23
1) Terbatasnya kebutuhan makanan yang layak secara kesehatan
2) Terbatasnya kebutuhan perumahan yang layak secara kesehatan
3) Terbatasnya kebutuhan sandang/pakaian yang layak 4) Terbatasnya akses pendidikan berkualitas
5) Terbatasnya akses pelayanan kesehatan yang berkualitas 6) Terbatasnya peluang mendapatkan pekerjaan yang layak
secara kemanusiaan
7) Terbatasnya akses air bersih yang layak bagi kesehatan 8) Terbatasnya akses informasi
9) Terbatasnya akses transportasi 10) Terbatasnya akses sosial
11) Terbatasnya kesempatan berusaha dan kepemilikan sumber ekonomi strategis
12) Terbatasnya akses pelayanan pemerintahan
13) Terbatasnya tingkat partisipasi dalam pemerintahan dan pengambilan keputusan publik
14) Kurangnya rasa aman 15) Kurangnya rasa percaya diri
16) Terbatasnya kemampuan untuk memanfaatkan waktu luang 17) Terbatasnya kemampuan resolusi konflik dan masalah
sosial
24
18) Buruknya kualitas lingkungan, baik secara kesehatan maupun secara sosial
19) Rendahnya tingkat disiplin masyarakat 20) Rendahnya etos kerja
21) Kurang suka menabung/ berinvestasi 22) Kurang berorientasi ke masa depan
23) Sikap nrimo dan mudah menyerah pada nasib/takdir 24) Sikap tergantung (Hermawati & Dkk, 2015).
25 B. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
a. N o .
Judul Penulis Hasil Persamaan Perbedaan
1 Pengaruh
26 a. N
o .
Judul Penulis Hasil Persamaan Perbedaan
2 Pengaruh periode 1990 sampai 2008 terus yang lebih parah dari pekotaan.
27 a. N
o .
Judul Penulis Hasil Persamaan Perbedaan
Asli Daerah, Kemiskinan pada. Ini berarti bahwa dengan
28 a. N
o .
Judul Penulis Hasil Persamaan Perbedaan
PDRB Per
29 a. N
o .
Judul Penulis Hasil Persamaan Perbedaan
dan Tingkat
30 a. N
o .
Judul Penulis Hasil Persamaan Perbedaan
dan signifikan
31 a. N
o .
Judul Penulis Hasil Persamaan Perbedaan
pendapatan perkapita
32 a. N
o .
Judul Penulis Hasil Persamaan Perbedaan
di propinsi luar
33 a. N
o .
Judul Penulis Hasil Persamaan Perbedaan
dan signifikan
34 a. N
o .
Judul Penulis Hasil Persamaan Perbedaan
Education in
35 a. N
o .
Judul Penulis Hasil Persamaan Perbedaan
Prydz (2020)
kemiskinan global daripada jika setiap negara mengalami tingkat pertumbuhan tahunan 1% lebih tinggi dari yang diharapkan.
Perubahan distribusi yang disimulasikan dalam penelitian ini secara teknis menyoroti
pertumbuhan yang berpihak pada masyarakat miskin sangat penting untuk mencapai tujuan kemiskinan yang ditetapkan oleh komunitas
pembangunan global.
perbedaan pada objek dan waktu penelitian.
36 C. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
37 D. Hipotesis
Secara etimologis, hipotesis berasal dari dua kata hypo yang berarti
"kurang dari" dan tesis berarti pendapat. Jadi, hipotesisnya adalah pendapat atau kesimpulan yang tidak final, yang harus diuji (Djarwanto, 1994).
Berdasarkan rumusan masalah, landasan teori dan kerangka penelitian yang telah dijelaskan di atas, ditetapkan hipotesis untuk penelitian ini sebagai berikut:
1. Diduga Pendapatan Per Kapita berpengaruh secara signifikan terhadap Kemiskinan.
2. Diduga Tingkat Pendidikan berpengaruh secara signifikan terhadap Kemiskinan.
3. Diduga Jumlah Penduduk Usia Produktif berpengaruh secara signifikan terhadap Kemiskinan.
4. Diduga Indeks Pembangunan Manusia berpengaruh secara signifikan terhadap Kemiskinan.
5. Diduga variabel independen Pendapatan Per Kapita, Tingkat Pendidikan, Jumlah Penduduk Usia Produktif dan Indeks Pembangunan Manusia berpengaruh signifikan secara simultan (bersama-sama) terhadap Kemiskinan.
38 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
Populasi merupakan wilayah yang tergeneralisasi terdiri atas subjek atau objek dengan kualitas dan karakteristik yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian dilakukan penarikan kesimpulan (Kuncoro, 2003). Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah Provinsi-provinsi yang ada di Indonesia.
Sampel merupakan bagian dari populasi. Jika populasi besar, dan peneliti tidak dapat mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena adanya keterbatasan dana, tenaga, dan waktu maka peneliti dapat menggunakan sampel yang telah diambil dari populasi (Kuncoro, 2003).
Metode pengumpulan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Purposive sampling merupakan pengambilan data yang disesuaikan dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti (Asnawi & Wijaya, 2005).
Kriteria yang digunakan dalam pemilihan sampel penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Masyarakat berusia 15 – 18 Tahun pada seluruh Provinsi di Indonesia
2. Masyarakat yang berada pada usia produktif pada seluruh Provinsi di Indonesia
39
3. Masyarakat pada tingkat Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) pada seluruh Provinsi di Indonesia
Selengkapnya mengenai rincian pemilihan sampel penelitian dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 3.1 Daftar Provinsi di Indonesia
No. Nama Provinsi
1 Aceh
2 Sumatera Utara
3 Sumatera Barat
4 Riau
5 Kepulauan Riau
6 Jambi
7 Sumatera Selatan
8 Kepulauan Bangka Belitung
9 Bengkulu
10 Lampung
11 DKI Jakarta
12 Banten
13 Jawa Barat
14 Jawa Tengah
15 DI Yogyakarta
16 Jawa Timur
40
No. Nama Provinsi
17 Bali
18 Nusa Tenggara Barat
19 Nusa Tenggara Timur
20 Kalimantan Barat
21 Kalimantan Tengah
22 Kalimantan Selatan
23 Kalimantan Timur
24 Kalimantan Utara
25 Sulawesi Utara
26 Gorontalo
27 Sulawesi Tengah
28 Sulawesi Barat
29 Sulawesi Selatan
30 Sulawesi Tenggara
31 Maluku
32 Maluku Utara
33 Papua Barat
34 Papua
Sumber: Badan Pusat Statistik
41 B. Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat peneliti melakukan penelitian, terutama tempat ditangkapnya fenomena atau peristiwa yang sebenarnya terjadi dari objek yang diteliti guna mendapatkan data penelitian yang akurat. Dalam menentukan lokasi penelitian, menentukan metode penelitian terbaik dengan mempertimbangkan teori substantif dan mendalami lapangan serta mencari jalan yang sesuai dengan keadaan aktual di lapangan (Moleong, 2007). Pada saat yang sama, kendala geografis dan praktis seperti waktu, biaya, dan tenaga kerja perlu dipertimbangkan saat menentukan lokasi penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah bertujuan.
Lokasi dan waktu penelitian merupakan rangkaian deskripsi rutin yang menggambarkan letak teknologi pengumpulan data dalam penelitian.
Bagian ini menjelaskan bahwa penelitian sebenarnya sedang berlangsung.
Tempat yang diambil untuk penelitian ini berlokasi di 34 Provinsi yang ada di Indonesia, sementara untuk penelitian dilakukan pada periode 2015 – 2019.
C. Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder.
Data sekunder merupakan data yang bersumber secara tidak langsung yang memberikan data kepada peneliti, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen-dokumen (Sugiyono, 2007).
42
Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Data-data penduduk yang didapat melalui Badan Pusat Statistik dan berbagai media resmi yang dikeluarkan pemerintah.
2. Data mengenai tingkat Pendidikan dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang didapat melalui Badan Pusat Statistik dan berbagai media resmi yang dikeluarkan pemerintah.
3. Data mengenai tingkat Kemiskinan yang didapat melalui Badan Pusat Statistik dan berbagai media resmi yang dikeluarkan pemerintah.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan tahapan proses penelitian dimana peneliti menerapkan metode dan teknik ilmiah tertentu untuk mengumpulkan data secara sistematis untuk dianalisis.
Terlihat bahwa cara mengumpulkan data penelitian secara ilmiah harus dilakukan secara ilmiah dan sistematis. Data yang dikumpulkan secara acak akan menghasilkan penelitian yang berkualitas rendah, bias, dan tidak efektif. Bahkan bisa dikatakan tidak ilmiah.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Data sekunder merupakan sumber yang tidak secara langsung memberikan data kepada pengumpul data melalui orang atau dokumen lain.
43
Proses pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode studi kepustakaan (Library Research). Studi kepustakaan merupakan teknik pengambilan data yang dilakukan dengan membaca dan mempelajari serta menganalisis literatur-literatur yang bersumber dari buku maupun jurnal yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.
E. Metode Analisis Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode kuantitatif. Metode analisis data kuantitatif adalah metode yang mengandalkan kemampuan menghitung data secara akurat. Selain itu, metode ini membutuhkan kemampuan untuk menginterpretasikan data yang kompleks. Beberapa contoh metode analisis kuantitatif, seperti analisis deskriptif, regresi dan faktor. Metode analisis data kuantitatif memiliki berbagai jenis analisis, seperti teknik terkait, regresi, perbandingan, deskriptif, dan yang lainnya.
Metode ini merupakan metode pengolahan data melalui metode statistik atau matematis yang dikumpulkan dari data sekunder. Keuntungan dari metode ini adalah dapat ditarik kesimpulan yang lebih komprehensif.
Metode lain yang dapat digunakan dalam proses analisis data adalah analisis teks, statistik, diagnosis, prediksi, dan deskriptif.
Penelitian ini memiliki satu variabel dependen dan empat variabel independen, diantaranya:
44 a. Variabel Dependen
Menurut Sugiyono (2007), variabel terikat atau variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh atau menjadi hasil dari suatu variabel bebas. Penelitian ini menggunakan tingkat Kemiskinan sebagai variabel dependennya.
b. Variabel Independen
Menurut Sugiyono (2007), Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menyebabkan variabel dependen atau variabel terikat berubah.
Dalam penelitian ini digunakan Pendapatan Per Kapita, Tingkat Pendidikan, Jumlah Penduduk Usia Produktif dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai variabel independennya.
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis regresi data panel dengan alat analisis pengolah data Eviews 10.
Metode tersebut digunakan untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen.
Analisis regresi data panel merupakan analisis regresi yang berstruktur data sebagai data panel. Umumnya metode kuadrat terkecil atau metode estimasi yang disebut dengan ordinary least squares (OLS) digunakan untuk mengestimasi parameter dalam analisis regresi dengan data cross-sectional. Data panel atau data gabungan merupakan gabungan dari data time series dan cross-sectional. Dengan menampung informasi
45
yang baik tentang variabel cross-sectional dan time series. Data panel dapat sangat mengurangi masalah pengabaian variabel, dan model mengabaikan variabel terkait.
Regresi data panel merupakan kombinasi data cross-sectional dan data time series, dimana unit penampang yang sama diukur pada waktu yang berbeda. Dengan kata lain, data panel adalah data dari beberapa individu identik yang diamati dalam kurun waktu tertentu. Jika kita memiliki periode waktu T (t = 1,2, ..., N) dan N adalah jumlah individu (i = 1,2, ..., N), maka dengan menggunakan data panel, kita akan mendapatkan total dari unit observasi NT. Jika setiap orang memiliki jumlah unit waktu yang sama, data tersebut disebut panel seimbang. Di sisi lain, setiap orang memiliki jumlah satuan waktu yang berbeda, yang disebut panel tak seimbang.
Ada dua jenis persamaan regresi data panel, model satu arah dan model dua arah. Model satu arah adalah model one-way karena hanya mempertimbangkan efek individual (αi) dalam model. Berikut persamaannya:
Dimana:
α = Konstanta
β = Vektor berukuran P x 1 merupakan parameter hasil estimasi Xit = Observasi ke-it dari P variabel bebas
αi = efek individu yang berbeda-beda untuk setiap individu ke-i
46
ε
it = error regresi seperti halnya pada model regresi klasik.Sebuah "model dua arah" adalah model yang mempertimbangkan efek waktu atau menyertakan variabel waktu. Berikut persamaannya:
Persamaan di atas menunjukkan dimana efek waktu tambahan yang diwakili oleh deltha berada. Efek waktu ini dapat diperbaiki atau acak selama beberapa tahun.
Berbeda dengan regresi biasa, regresi data panel harus melalui berbagai tahapan dalam menentukan model estimasi yang sesuai. Berikut tahapan regresi data panel:
1. Penentuan Model Estimasi
Dalam metode estimasi model regresi dengan menggunakan data panel dapat dilakukan dengan tiga metode sebagai berikut:
a. Common Effect Model atau Pooled Least Square (PLS)
Ini merupakan metode model data panel yang paling sederhana karena hanya menggabungkan data time series dan cross-sectional. Dalam model ini, baik waktu maupun dimensi tunggal tidak diperhitungkan, sehingga dapat diasumsikan bahwa perilaku data perusahaan pada periode waktu yang berbeda adalah
47
sama. Metode ini dapat menggunakan metode kuadrat terkecil (OLS) atau teknik kuadrat terkecil untuk mengestimasi model data panel.
Teknik ini mirip dengan menggunakan data cross-sectional atau time series untuk regresi. Namun, untuk data panel, kita harus menggabungkan data cross-sectional dengan data deret waktu (pool data) sebelum dilakukan regresi. Kemudian, perlakukan data gabungan ini sebagai kumpulan observasi yang digunakan untuk memperkirakan model menggunakan metode PLS.
b. Fixed Effect Model (FE)
Model tersebut mengasumsikan bahwa perbedaan antar individu dapat disesuaikan dengan perbedaan intersep. Untuk mengestimasi data panel, model fixed effect menggunakan teknologi variabel dummy untuk menangkap perbedaan intersep antar perusahaan, yang mungkin terjadi karena perbedaan dalam budaya kerja, manajemen dan ukuran insentif.
Namun, perbedaan antar perusahaan sama. Model estimasi ini biasa disebut dengan teknik least squares dummy variable (LSDV).
Adanya tidak semua variabel yang dimasukkan ke dalam persamaan model memungkinkan intersep
48
menjadi tidak konstan. Atau dengan kata lain, intersepsi ini dapat berubah untuk setiap orang dan waktu. Ide ini adalah alasan untuk model tersebut.
c. Random Effect Model (RE)
Model tersebut akan memperkirakan data panel dimana variabel yang mengganggu dapat berkorelasi dari waktu ke waktu dan antar individu. Dalam model efek acak, perbedaan intersep diperhitungkan dengan istilah kesalahan masing-masing perusahaan. Keuntungan menggunakan model efek acak adalah menghilangkan heteroskedastisitas. Model ini juga disebut teknik Error Component Model (ECM) atau Generalized Least Squares (GLS).
2. Penentuan Metode Regresi Data Panel
Untuk memilih model yang paling sesuai, beberapa pengujian dapat dilakukan, antara lain:
a. Uji Chow
Uji Chow adalah pengujian yang digunakan untuk menentukan model efek umum (CE) atau efek tetap (FE) yang paling sesuai untuk memperkirakan data panel. Uji Chow digunakan untuk menentukan model mana yang lebih tepat digunakan, apakah CEM atau FEM yang lebih tepat digunakan dalam penelitian. Jika
49
diperoleh probabilitas < 0.05 (taraf signifikansi) maka FEM lebih tepat digunakan. Begitupula sebaliknya, jika probabilitas > 0.05 (taraf signifikansi), maka CEM lebih tepat digunakan.
Apabila:
H0: Pilih Common Effect Model atau Pooled Least Square
H1: Pilih Fixed Effect Model
b. Uji Hausman
Uji Hausman adalah uji statistik yang digunakan untuk menentukan apakah model fixed effect atau random effect adalah yang paling sesuai. Uji Hausman digunakan untuk melihat apakah FEM atau REM yang lebih tepat digunakan pada penelitian ini. Jika diperoleh probabilitas < 0.05 (taraf signifikansi), maka FEM lebih tepat untuk digunakan. Sebaliknya, jika probabilitas >
0.05 (taraf signifikansi), maka REM lebih tepat untuk digunakan.
Apabila:
H0: Pilih Random Effect Model H1: Pilih Fixed Effect Model
50
c. Uji Lagrange Multiplier
Uji Lagrangian Multiplier (LM) merupakan pengujian untuk mengetahui apakah model random effect lebih baik dari pada metode general effect (PLS) yang digunakan.
Apabila:
H0: Pilih Common Effect Model atau Pooled Least Square
H1: Pilih Random Effect Model
3. Uji Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan uji regresi, peneliti melakukan uji hipotesis klasik untuk memastikan bahwa model memenuhi hipotesis BLUE (Best, Linear, and Unbiased Estimator).
a. Uji Normalitas
Menurut laporan (Gultom, 2014), uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel perancu atau variabel residual dalam model regresi berdistribusi normal. Apakah suatu data normal atau tidak, biasanya dari histogram residual berbentuk lonceng dan tidak berbentuk lonceng, Juga dapat menggunakan scatter plot untuk melihat nilai residu yang membentuk pola tertentu. Namun, jika tidak hati-hati, hanya
51
mengandalkan pengamatan grafik untuk melakukan uji normalitas dapat menyebabkan kesalahan.
Sebenarnya selain grafik, kita juga dapat menguji normalitas dengan berbagai cara, seperti menggunakan rasio skewness dan kurtosis, dan menggunakan uji Kolmogorof-Smirnov. Atau juga dapat menggunakan Lilliefors, Shapiro Wilk dan Shapiro Francia, Jarque-Bera, dll.
Jika rasio skewness terhadap kurtosis antara -2 dan +2, data terdistribusi normal, dan data di luar rentang ini dianggap tidak normal. Penggunaan Kolmogorof-Smirnov atau uji KS termasuk dalam non parametrik, karena peneliti tidak mengetahui apakah data yang digunakan berisi data parametrik, jika nilai Sign > 0,05 (H0 diterima), maka disebut berdistribusi normal (H1
ditolak). Dengan menggunakan Jaque-Bera, jika p-value Jaque-Bera > 0,05 (H0 diterima, H1 ditolak), data dianggap berdistribusi normal.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dirancang untuk menguji regresi yang menemukan korelasi kuat atau tinggi antara variabel independen. (Noor 2014) diterbitkan di Gultom (2014).
52
Pendeteksian multikolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation Factor). Hasil perhitungan model yang baik adalah VIF < 10. Jika VIF > 10, muncul multikolinearitas. Selain itu, kita juga bisa menggunakan nilai-nilai toleransi. Diantaranya, jika nilai tolerance >
0,01, maka model tidak memiliki masalah multikolinearitas. Jika nilai tolerance < 0,01, maka dapat disimpulkan terjadi masalah multikolinearitas.
Dalam Gujarati (2004), multikolinearitas dapat dideteksi dengan banyak cara, selain melihat nilai VIF juga dapat dilakukan pemeriksaan multikolinearitas dengan melihat nilai korelasi antar variabel independen.
Artinya, jika nilai korelasi antar variabel bebas lebih besar dari 0,8 maka dapat dikatakan model tersebut memiliki masalah multikolinearitas. Namun jika nilai korelasi antar variabel independen kurang dari 0,8 maka model tersebut dapat dikatakan tidak memiliki masalah multikolinearitas.
c. Uji Heteroskedastisitas
Menurut Gultom (2014), uji heteroskedastisitas dirancang untuk menguji apakah residual dari satu observasi ke observasi lainnya dalam model regresi memiliki kemiripan.
53
Pengujian ini dirancang untuk menguji apakah ada perbedaan ketidaknyamanan dari satu residual yang diamati ke residual yang diamati lainnya dalam model regresi. Jika variansnya berbeda, maka disebut heteroskedastisitas. Cara untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas pada model regresi linier berganda adalah dengan melihat scatter plot atau nilai prediksi dari variabel terikat yaitu SRESID dengan residual yaitu ZPRED. Jika tidak ada pola yang pasti, dan tidak menyebar di atas atau di bawah nol pada sumbu y, maka dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas.
Untuk model penelitian yang baik tidak terjadi heteroskedastisitas (Imam Ghozali, 2016).
Selain itu, terdapat uji glejser, uji statistik yang paling umum digunakan. Menurut Gujarati (2003) dalam Ghozali (2011), uji glejser merekomendasikan regresi nilai absolut residual ke variabel independen. Jika probabilitas signifikansi lebih besar dari tingkat kepercayaan 5% atau > 0,05, dikatakan model regresi tidak termasuk heteroskedastisitas, dan sebaliknya.
d. Uji Autokorelasi
Menurut laporan Gultom (2014), uji autokorelasi bertujuan untuk melihat apakah terdapat korelasi antara
54
kesalahan perancu pada periode t dengan kesalahan perancu pada periode t-1 pada model regresi linier.
Uji autokorelasi berkaitan dengan pengaruh data terhadap variabel-variabel yang saling berhubungan.
Ukuran nilai data dapat dipengaruhi atau terkait dengan data lain (atau data sebelumnya). Misalnya untuk data time series, data investasi tahun ini sangat bergantung pada data investasi tahun sebelumnya. Situasi ini disebut autokorelasi. Uji asumsi klasik mensyaratkan bahwa variabel tidak boleh menunjukkan autokorelasi. Jika terdapat gejala autokorelasi, maka model regresi akan buruk, karena akan menghasilkan parameter yang tidak logis yang berada di luar akal sehat.
Ada banyak metode untuk mendeteksi gejala autokorelasi, yaitu uji Durbin Watson (uji DW), uji Lagrange Multiplier (uji LM), uji statistik Q, dan uji Run.
Di antara beberapa uji autokorelasi, uji Durbin Watson (uji DW) digunakan dalam penelitian ini.
Tabel 3.2 Pengambilan Keputusan Uji Durbin-Watson
Hipotesis Nol Keputusan Jika Tidak ada
autokorelasi positif Tolak 0 < d < dL
55
Hipotesis Nol Keputusan Jika Tidak ada
autokorelasi positif No Decision
dL ≤ d
≤ dU Tidak ada korelasi
negatif Tolak 4–dL < d < 4 Tidak ada korelasi
negatif No Decision 4–dU ≤ d ≤ 4–
dL Tidak ada
autokorelasi, positif atau negatif
Tidak
Ditolak dU < d < 4–dU Sumber: Imam Ghazali, 2011
4. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis merupakan suatu metode pengambilan
Pengujian hipotesis merupakan suatu metode pengambilan