• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

2. Belanja daerah

a) Belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari rekening kas umum daerah

b) Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran pengakuannya terjadi pada saat pertanggung jawaban atas

pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan

c) Dalam hal badan layanan umum, belanja diakui dengan mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan layanan umum

d) Belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi ( jenis belanja), organisasi, dan fungsi

e) Realisasi anggaran belanja dilaporkan sesuai dengan klasifikasi yang ditetapkan dalam dokumen anggaran

f) Koreksi atas pengeluaran belanja (penerimaan kembali belanaja) yang terjadi pada periode pengeluaran belanja dibukukan sebagai pengurang belanja pada periode yang sama. Apabila diterima pada periode berikutnya, koreksi atas pengeluaran belanja dibukukan dalam pendapatan LRA dalam pos pendapatan lain-lain LRA.

3) Transfer

Transfer keluar adalah pengeluaran uang dari entitas pelaporan ke entitas pelaporan lain seperti pengeluaran dana perimbangan oleh pemerintah pusat dan dana bagi hasil oleh pemerintah daerah.

4) Surplus/ defisit LRA

Merupakan selisih antara pendapatan LRA dan belanja selama satu periode pelaporan.

5) Penerimaan pembiayaan

a) Penerimaan pembiayaan diakui pada saat dikeluarkan dari rekening kas umum negara/daerah

b) Akuntansi penerimaan pembiayaan dilaksanakan berdasarkan asas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah nettonnya.

6) Pengeluaran pembiayaan

Pengeluaran pembiayaan diakui pada saat dikeluarkan dari rekening kas umum negara/daerah.

7) Pembiayaan netto

Pembiayaan netto merupakan selisih lebih/kurang antara penerimaan dan pengeluaran pembiayaan selama satu periode pelaporan.

8) Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA/SiKPA)

Merupakan selisih lebih/kurang antara realisasi pendapatan LRA dan belanja, serta penerimaan dan pengeluaran pembiayaan selama satu periode pelaporan (Riyanto,2015).

e. Persamaan akuntansi Laporan Realisasi Anggaran

Struktur APBD terdiri atas tiga komponen utama, yaitu pendapatan, belanaj, dan pembiayaan. Apabila seluruh pendapatan yang diperoleh selama periode akuntansi lebih besar dari seluruh belanja yang dikeluarkan selama periode yang sama maka keuangan pemerintah daerah akan mengalamisurplus anggaran. Namun sebaliknya, apabila total belanja yang dikeluarkan lebih besar dari pendapatan yang diterima, maka pemerintah daerah akan menderita defisit anggaran. Surpul maupun defisit anggaran di pemerintah daerah bukan merupakan hasil final atau tujuan dari laporan relisasi anggaran. Hal ini berbeda dengan sektor bisnis yang mana rugi atau laba bersih dalam laporan laba rugi merupaka tujuan ahirnya. Dalam laporan realisasi anggaran terdapat komponen pembiayaan. Komponen pembiayaan diklasifikasikan menjadi dua yaitu pembiayaan penerimaan dan pembiayaan pengeluaran. Apabila terjadi surplus anggaran, maka surplus tersebut akan diperhitungkan dalam pembiayaan pengeluaran, sedangkan apabila terjadi defisist maka akan ditutup melalui pembiayaan penerimaan. Jadi meskipun defisit, pemerintah daerah belum benar-benar mengalami kebangkrutan karena masih memiliki sumber untuk menutup defisit dari pembiayaan penerimaan ( Mahmudi,2019) .

Surplus/ defisit dalam APBD ditutup oleh pos pembiayaan. Jika terjadi. Jika terjadi surplus ( pendapatan lebih besar dari pada belanja) maka akan dialokasikan kepada pos pembiayaan berupa pengeluaran daerah dan sebaliknya jika terjadi defisit ( pendapatan lebih kecil dari belanja) maka ditutup oleh pos pembiayaan berupa penerimaan daerah

( Mahmudi,2019).

2. Belanja daerah

Belanja dalam laporan realisasi anggaran merupakan komponen penting yang mengundang perhatian publik. Hal itu disebabkan karena masyarakat sebgai pemberi dana publik ( Public Fund) melalui pajak daerah yang mereka bayarkan berkepentingan untuk mengetahui apakah dana tersebut telah digunakan semestinya, efisien, efektif, dan berorientasi pada kepentingan publik. Belanja daerah disebut jugamencerminkan kebijakan pemerintah daerah dan arah pembangunan daerah. Dalam organisasi menghasilkan pendapatan merupakan suatu hal yang sulit dibandingkan membelanjakan. Karena sifat belanja yang relatif mudah digunakan dan rentan akan terjadinya inefisiensi dan kebocoran, maka perencanaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap belanja sangat penting dilakukan. Setelah dibelanjakan dan dilaporkan dalam laporan realisasi anggaran dan laporan operasioanal analisis terhadap belanja ini punnmutlak harus dilakukan untuk dijadikan dasar evaluasi, koreksi, dan perbaikan kedepan

( Mahmudi,2019).

f. Definisi belanja daerah

Belanja dapat dipahami sebagai kewajiban pemerintah daerah yang mengurangi kekayaan bersih yang terjadi akibat transaksi masa lalu.

Namun dalam hal ini perlu dipahami bahwa belanja daerah berbeda dengan pengeluaran daerah. Tidak semua pengeluaran yang dilakukan pemerintah daerah yang menyebabkan berkurangnya kas di rekening kas umum daerah dikategorikan sebagai belanja. Namun setiap belanja merupakan pengeluaran pemerintah daerah. Pengeluaran pemerintah daerah dapat berupa belanja atau bisa juga merupakan pengeluaran pembiayaan. Kedua jenis pengeluaran ini baik belanja daerah maupun pengeluaran pembiayaan sama-sama membutuhkan bukti pengeluaran kas. Perbedaaanya adalah untuk pengeluaran pembiayaan

membutuhkan bukti pendukung berupa bukti memorial dan perlu persetujuan DPRD ( Mahmudi,2019).

Halim (2002) dengan mengutip dari IASC framework menjelaskanbahwa biaya atau belanja daerah merupakan penurunan dalam manfaat ekonomi selama periode akuntansi dalam bentuk arus keluar, atau deplasi adet, atau terjadinya hutang yang menyebabkan berkurangnya ekuitas dana, selain yang berkaitan dengan distribusi kepada para ekuitas dana.

Sedangkan menurut undang-undang republik indonesia nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang dikaui sebagai pengurangan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.

Lebih lanjut, PP No. 24 tahun 2005 tentang standar akuntansi pemerintahan, menyatakan bahwa belanja daerah adalah semua pengeluaran dari rekening kas umum negara/daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bresangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.

Definisi belanja daerah juga terdapat dalam Permendagri No 59 tahun 2007 tentang perubahan atas Permendagri no 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaaan keuangan daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih (Amin,2019).

g. Akuntansi belanja

Belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari tekening kas umum daerah/negara. Khusus pengeluaran melalui bendahara pengluaran, pengakuannya terjadi pada saat pertanggung jawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi pembendaharaan. Dalam hal badan layanan umum belanja diakui dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang badan layanan umum. Belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi, organisasi, dan fungsi. Klasifikasi ekonomi adalah

pengelompokkan belanja yang didasarkan pada jenis belanja untuk melaksankan suatu aktivitas. Klasifikasi ekonomi untuk pemerintah daerah terdiri atas belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga. Subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja tak terduga(Faud,2016).

Klasifikasi menurut fungsi organisasi, yaitu klasifikasi berdasarkan unit organisasi pengguna anggaran. Klasifikasi belanja menurut organisasi pemerintah daerah , antara lain belanja sekretariat DPRD, sekretariat pemerintah provinsi, kabupaten, kota, dinas pemerintahan tingkat provinsi/kabupaten/kota/dan lembaga taknis daerah provinsi/kabupaten/kota. Kalsifikasi menurut fungsi adalah klasifikasi yang didasarkan pada fungsi-fungsi utama pemerintah pusat/daerah dalam memeberikan pelayana pada masyarakat (Faud,2016).

Realisasi anggaran dilaporkan sesuai dengan klasifikasi yang ditetapkan dalam dokumen anggaran. Koreksi atas belanja yang terjadi pada periode pengeluaran belanja dibukukan sebagai pengeluaran belanja pada periode yang sama. Apabila diterima pada periode berikutnya, koreksi atas pengeluaran belanja dibukukan dalam pendapatan lain-lain (Faud,2016).

h. Belanja daerah dalam APBD

Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintahan Nomor 58 Tahun 2005 yang kemudian dijabarkan dalam Permendagri 13 tahun 2006, belanja pemerintah daerah diklasifikasin berdasarkan dua jenis belanja yaitu belanja langsung dan belanja tidak langsung. Kelompok belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegaiatan. Dalam struktur APBD, kelompok belanja langsung ini antara lain:

1) Belanja pegawai

Belanja pegawai dalm kelompok belanja langsung tersebut dimaksudkan untuk pengeluaran honorarium/upah dalam

melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah. Belanja daerah dalam bentuk honorarium ini merupakan sesuatu yang harus dibayar oleh pemerintah kepada pegawai terkait dengan kontribusi pegawai dalam mendukung kerja suatu kegiatan atau proyek.

Namun apabila pegawai tidak melakukan pekerjaan, maka upah tidak akan dibayarkan karena pegawai tersebut tidak brekontribusi terhadap kegiatan atau proyek yang dilaksanakan Pemda.

2) Belanja barang dan jasa

Belanja barang dan jasa ini mencakup belanja barang pakai habis, bahan/material, jasa kantor, premi asuransi, perawatan kendaraan bermotor, cetak/pengadaan, sewa rumah/gedung, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu, perjalanan dinas, perjalanan dinas pindah tugas, dan pemulangan pegawai.

3) Belanja modal

Belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, dan aset tetap lainnya (Amin,2019).

Di sisi lain, sebagaiamana diatur dalam Permendagri 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, kelompok belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung ini dibagi menurut jenis belanja terdiri dari:

1) Belanja pegawai

Penganggaran belanja penghasilan pimpinan dan anggota DPRD, gaji pokok dan tunjangan kepala daerah dan wakil kepala daerah

serta gaji pokok dan tunjangan pegawai negeri sipil, tambahan penghasilan.

2) Belanja bunga

Penganggaran pembayaran bunga atau utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, jangka panjang.

3) Belanja subsidi

Penganggaran subsidi kepada masyarakat melalui lembaga tertentu yang telah diaudit, dalam rangka mendukung kemampuan daya beli masyarakat untuk meningikatkan kualitas kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Lembaga penerima belanja subsidi wajib menyampaikan laporan pertangguang jawaban penggunaan dana subsidi kepada kepala daerah.

4) Belanja hibah

Penganggaran pemberian bantuan dalam bentuk uang, barang atau jasa kepada pihak-pihak tertentu yang tidak mengikat/tidak secara terus menerus yang terlebih dahulu dituangkan dalam suatu naskah perjanjian antara pemerintah daerah dengan penerimaan hibah, dalam rangka peningkatan penyelenggaraan fungsi pemerintahan di daerah, peningkatan pelayanan kepada masyarakat, peningkatan pelayanan kepada masyarakat, peningkatan layanan dasar umum, peningkatan pasrtisipasi dalam rangka penyelenggaraan pembangunan daerah.

5) Belanja bantuan sosial

Penganggaran pemberian bantuan dalam bentuk uang dan barang kepada masyarakat yang tidak secara terus menerus/berulang dan selektif untuk memenuhi instrumen keadilan dan pemerataan yang bretujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat termasuk bantuan parpol.

6) Belanja bagi hasil

Penganggaran dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi yang dibagihasilkan kepada kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota yang dibagihasilkan kepada pemerintah desa sesuai dengan ketentuan perungang-undangan.

7) Bantuan keuangan

Penganggaran bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah lainnya atau dari pemerintah kabuparen/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah lainnya dalam rangka pemerataan dan peningkatan kemampuan keuangan.

8) Belanja tak terduga

Menurut paragraf 35 PASP ( persyaratan Standar Akuntansi pemerintahan) Nomo 2 tahun 2010, istilah belanja lain-lain digunakan oleh pemerintah pusat, sedangkan belanja tak terduga digunakan oleh pemerintah daerah. Penganggaran belanja atas kegiatan yang sifatnya tidak bisa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengambilan atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup (Amin,2019).

i. Tujuan belanja daerah

Berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 58 tentang keuangan daerah dan Permendagri Nomor 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, tujuan dari belanja daerah dapat diklasifikasikan antara lain sebagai berikut:

1) Merupakan rasionalisasi atau gambaran kemampuan dan pengguanaan sumber-sumber finansial dan material yang tersedia pada suatu negara atau daerah.

2) Sebagai upaya untuk penyempurnaan berbagai rencana kegiatan yang telah dilaksanakan sebelumnya sehingga hasilnya akan lebih baik.

3) Sebagai alat untuk memperinci penggunaan sumber-sumber yang tersedia menurut objek pembelanjaannya sehingga memudahkan pengawasan atas pengeluarannya.

4) Sebagai landasan yuridis formal dari penggunaan sumber penerimaan yang dapat dilakukan pemerintah serta sebagai alat untuk pembatasan pengelauran.

5) Sebagai alat untuk menampung, menganalisis, serta mempertimbangkan dalam membuat keputusan seberapa besar alokasi pembayaran program dan proyek yang diusulkan.

6) Sebagai pedoman atau tolak ukur serta alat pengawasan atas pelaksanaan kegiatan, program, dan proyek yang dilakukan pemerintah (Amin,2019).

j. Klasifikasi belanja daerah

Klasifikasi belanja pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah, yang kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Mentri Dalam Negri Nomor 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, dijelaskan bahwa klasifikasi belanja daerah meliputi:

1) Klasifikasi belanja dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan provinsi/kabupaten/kota yang terdiri dari belanja urusan wajib dan belanja urusan pilihan.

2) Klasifikasi belanja menurut fungsi bertujuan untuk keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2004 tentang standar akuntansi pemerintahan. Menurut klasifikasi ini, belanja terdiri atas pelayanan umum, ketertiban dan ketentraman, ekonomi,

lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum kesehatan, pariwisata dan budaya, pendidikan dan perlindungan sosial.

3) Klasifikasi menurut kelompok belanja terdiri dari belanja langsung dan tidak langsung. Pengklasifikasian belanja ini berdasarkan kriteria apakah suatu belanja mempunyai kaitan langsung dangan program/kegiatan atau tidak. Belanja yang berkaitan dengan program/kegiatan ( misalnya belanja honorarium, belanja barang, belanja modal) diklasifikasikan sebgai belanja buletin teknis penyajian dan pengungkapan belanja pemerintah langsung, sedangkan belanja yang tidak secara langsung dengan program/kegiatan ( misalnya gaji dan tunjangan bulanan, belanja bunga, donasi, bantuan keuangan, belanja hibah, dan sebgainya) diklasifikasikan sebgai belanja tidak langsung .( Amin,2019).

Dokumen terkait