• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada dasarnya, bencana alam dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu yang dapat diprediksi sampai batas tertentu dan yang tidak dapat diprediksi. Bencana alam seperti angin topan, banjir dan tsunami merupakan bencana alam yang dapat diprediksi dan diketahui sejak dini akan lebih menguntungkan masyarakat atau kelompok dengan tingkat pendapatan lebih tinggi. Yamamura (2013) berpendapat bahwa masyarakat dengan tingkat pendapatan tinggi akan cenderung memilih untuk tinggal pada daerah yang jarang mengalami bencana. Disisi lain, masyarakat yang berpendapatan rendah ataupun miskin tidak dapat memilih untuk tinggal di daerah yang aman dari bencana. Akibatnya mereka akan cenderung langsung terkena bencana alam. Selain itu, sebelum terjadinya bencana masyarakat miskin cederung tidak mampu berinvestasi untuk melakukan pencegahan bencana karena mereka memiliki keterbatasan penghasilan. Bencana alam juga cenderung akan menyebabkan peningkatan kemiskinan (Rodriguez-Oreggia et al. 2013).

Jenis bencana lain yang memiliki tipe berbeda dengan angin topan, banjir dan tsunami yaitu gempa bumi yang kurang terprediksi dengan baik juga memperburuk keadaan masyarakat dengan tingkat pendapatan rendah. Masyarakat dengan penghasilan tinggi memiliki peluang lebih besar untuk dapat mempersiapkan tindakan yang harus dilakukan untuk menghadapi bencana yang tidak dapat diprediksi seperti membangun bangunan tahan gempa, bahkan apabila sulit untuk mengetahui area mana yang akan terkena gempa (Yamamura 2013). Oleh karena itu, baik itu bencana alam yang dapat diprediksi sejak awal maupun bencana alam yang tidak dapat diprediksi hanya akan lebih merugikan kelompok atau masyarakat dengan tingkat pendapatan rendah. Yang terpenting, dampak ini tidak tergantung pada apakah bencana alam dapat diprediksi atau tidak. Besar kemungkinan bagi masyarakat miskin terluka parah bahkan meninggal dunia sehingga tidak mampu bekerja yang menyebabkan penurunan pendapatannya, dan disisi lain masyarakat cenderung lebih aman dan tetap bisa melakukan pekerjaan seperti biasa setelah terjadinya bencana, yang mana ini berarti bahwa tingkat pendapatannya tidak dipengaruhi oleh bencana alam. Maka dapat disimpulkan bahwa ketimpangan distribusi pendapatan akan semakin melebar setelah terjadinya bencana alam.

Tinjauan Empiris

Terdapat banyak literatur yang mengkaji faktor-faktor yang berkontribusi pada terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan. Penelitian pertama yang menjadi perintis penelitian-penelitian berikutnya mengemukakan adanya kurva U-terbalik untuk hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan distribusi pendapatan adalah temuan Kuznets (1955). Dengan kata lain, meningkatnya pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan peningkatan pada ketimpangan pada tahap awal pembangunan, akan tetapi, kemudian akan berpindah pada suatu keadaan dimana pertumbuhan ekonomi akan mendorong penurunan ketimpangan. Akan tetapi hasil penelitian ini banyak ditentang dan dibantah oleh peneliti-peneliti selanjutnya.

12

Kassa (2003) dalam penelitiannya mencoba menemukan faktor-faktor yang memengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan pada negara yang mengalami transisi ekonomi. Kassa menggunakan Principal Component Analysis (PCA) dalam menganalisis banyak variabel yang berbeda disamping untuk menghindari terjadinya multikolinieritas. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini mencakup GDP perkapita, pertumbuhan penduduk, persentase penduduk perkotaan, kepadatan penduduk, persentase penduduk dibawah 15 tahun, inflasi, pengangguran, persentase sektor privat, persentase sektor industri, persentase sektor pertanian, dan sektor jasa terhadap GDP, pengeluaran pemerintah, pengeluaran pemerintah untuk human capital sebagai persentase terhadap GDP dan partisipasi sekolah dasar. Variabel tersebut dipilih menggunakan analisis korelasi dan kemudian dikelompokkan menggunakan analisis PCA. PCA menghasilkan empat komponen utama, yaitu tingkat proses pembangunan demografi, tingkat pembangunan negara, tingkat proses transisi dan modal manusia sebagai indikator utama yang berkontribusi terhadap terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan.

Penelitian lain yang juga membahas tentang ketimpangan pendapatan adalah yang dilakukan oleh Yamamura (2013). Penelitian ini sedikit berbeda dengan penelitian-penelitian lainnya dimana Yamamura melihat pengaruh bencana alam terhadap ketimpangan pendapatan. Yamamura mengungkapkan bahwa, walaupun benca alam ditemukan memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, akan tetapi dampaknya terhadap ketimpangan pendapatan belum banyak dibahas, oleh karena itu Yamamura menggunakan data cross-country panel selama periode 1965 sampai 2004 untuk mengkaji bagaimana bencana alam memengaruhi ketimpangan pendapatan. Hasil penelitiannya menemukan bahwa, walaupun bencana alam memiliki efek jangka pendek terhadap peningkatan ketimpangan pendapatan, efek ini akan menghilang dalam jangka menengah.

Nikoloski (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Economic and Political Determinants of Income Inequality menggunakan metode GMM untuk mencari hubungan ketimpangan distribusi pendapatan dengan faktor ekonomi dan politik. Nikoloski tidak menemukan adanya hubungan antara meningkatnya demokrasi terhadap penurunan ketimpangan. Sedangkan terdapat hubungan yang kuat antara sumber daya alam yang melimpah, diukur menggunakan produksi minyak dan gas serta eksport logam dan biji besi terhadap meningkatnya ketimpangan pendapatan. Selain itu, ditemukan juga hubungan yang kuat antara industrialisasi terhadap penurunan ketimpangan. Nikoloski juga menemukan hubungan untuk keberadaan kurva Kuznets. Dimana beliau menemukan bukti bahwa GDP perkapita dalam jangka pendek meningkatkan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan dan kemudian akan menurun dalam jangka panjang. Beliau juga membangun hubungan positif antara ketimpangan dan pengembangan sektor keuangan serta keterbukaan perdagangan berhubungan dengan penurunan ketimpangan.

Sylwester (2003) dengan penelitiannya yang berjudul Income Inequality and Population Density 1500 AD: A Connection. Menggunakan data cross section negara Sylwester menganalisis hubungan antara kepadatan penduduk regional di 1500 AD dan ketimpangan pendapatan. Sylwester menemukan hubungan negatif antara kepadatan penduduk dan ketimpangan distribusi pendapatan. Wilayah

13 dengan tingkat kepadatan tinggi diprediksi memiliki tingkat ketimpangan pendapatan relatif lebih rendah. Hasil penelitian ini didukung oleh alasan bahwa wilayah dengan tingkat kepadatan tinggi memiliki keberagaman lebih tinggi yang mendorong terjadinya mobile society yang berdampak pada pengurangan ketimpangan distribusi pendapatan.

Gustafsson dan Johansson (1997) melakukan penelitian yang berjudul

What Makes Income Inequality Vary Over Time in Different Countries?”.

Gustafsson dan Johansson berusaha menemukan faktor yang memengaruhi perkembangan distribusi pendapatan di negara-negara OECD menggunakan analisis “unbalanced panel” untuk 16 negara pada tahun 1966 sampai 1994. Ketimpangan pendapatan yang digunakan diukur melalui rasio Gini atau setara dengan pendapatan disposable. Gustafsson dan Johansson mengungkapkan bahwa terdapat banyak faktor yang memengaruhi perkembangan ketimpangan. Penurunan dalam sektor industri menjadi pendorong terjadinya ketimpangan. Hasil tersebut lebih signifikan dibandingkan dengan hubungannya dengan inflasi dan tingkat PDB. Selanjutnya, ditemukan bahwa meningkatnya perdangangan dari negara sedang berkembang akan mendorong peningkatan pula dalam ketimpangan. Terakhir, tingkat ketimpangan yang rendah muncul apabila sebagian besar tenaga kerja bergabung dalam serikat buruh serta adanya sektor publik yang lebih besar.

Penelitian lainnya tentang faktor yang memiliki dampak terhadap distribusi pendapatan dilakukan Sarel (1997). Sarel, mengembangkan kerangka penelitian cross-section untuk memeriksa hubungan antara variabel makroekonomi dengan tren pada distribusi pendapatan. Variabel makroekonomi yang secara signifikan memiliki efek negative terhadap ketimpangan adalah tingginya pertumbuhan ekonomi, tingkat pendapatan yang tinggi, tingkat investasi yang tinggi, depresiasi real (akan lebih penting pada negara dengan pendapatan rendah) dan peningkatan dalam term of trade.

Afonso et al. (2008) dalam penelitiannya tentang determinan distribusi pendapatan dan efisiensi pengeluaran publik. Penelitian ini menguji dampak dari pengeluaran publik, pendidikan dan institusi pada distribusi pendapatan pada wilayah dengan ekonomi maju. Afonsi juga mengevaluasi efisiensi pengeluaran publik dalam redistribusi pendapatan dengan menggunakan pendekatan non parametric yaitu DEA (Data Envelopment Analysis). Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa kebijakan publik secara signifikan memengaruhi distribusi pendapatan terutama melalui pengeluaran sosial, secara tidak langsung melalui kualitas yang tinggi pada tingkat pendidikan/modal manusia dan lembaga-lembaga ekonomi yang sehat.

Jaumotte et al. (2008) juga mengkaji tentang peningkatan ketimpangan pendapatan dengan judul penelitian, “Rising Income Inequality: Technology, or Trade and Financial Globalization?”. Dalam penelitiannya Jaumotte mengupas tentang hubungan antara perdagangan dan globalisasi keuangan dan peningkatan ketimpangan yang sering terjadi di beberapa negara belakangan ini. Jaumotte menyimpulkan bahwa technological progress memiliki dampak yang besar terhadap ketimpangan dibandingkan dengan globalisasi. Terbatasnya peran globalisasi memperlihatkan dua kecenderungan yang saling bertolak belakang, yaitu: pertama, peran globalisasi perdagangan berkaitan dengan penurunan ketimpangan, kedua, peran globalisasi keuangan (khususnya: Foreign Direct

14

Investment) justru berkaitan dengan peningkatan ketimpangan. Temuan utama dalam penelitian ini adalah, globalisasi dan kemajuan tekhnologi mengakibatkan peningkatan penerimaan pada modal manusia, sehingga hal ini menekankan pentingnya pendidikan dan pelatihan baik pada negara maju maupun sedang berkembang dalam rangka mengatasi meningkatnya ketimpangan.

Kemudian pada tahun 2006, Wells melakukan penelitian dengan judul

“Education’s Effect on Income Inequality : A Further Look”. Wells mengemukakan bahwa pendidikan memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap ketimpangan pendapatan. Efek pendidikan terhadap ketimpangan pendapatan dipengaruhi oleh tingkat kebebasan ekonomi suatu negara dan secara spesifik kebebasan ekonomi akan memengaruhi tingkat partisipasi sekolah.

Penelitian lain dilakukan oleh Bulir pada tahun 1998. Dalam penelitiannya, Bulir menjadikan model Kuznets sebagai tolok ukur dalam ketimpangan distribusi pendapatan. Bulir menemukan bahwa stabilitas harga, financial deepening, tingkat pembangunan, tenaga kerja dan redistribusi fiskal dapat mempertinggi pemerataan pendapatan pada suatu negara. Sementara, efek stabilitas harga seragam untuk semua tingkat PDB per kapita, efek pada financial deepening ditemukan meningkat sejalan dengan adanya peningkatan pada tingkat pembangunan. Selain itu, pengetatan kebijakan moneter tidak menunjukkan adanya efek yang dominan, seperti rendahnya tingkat inflasi justru memperkuat bukannya menetralkan pemerataan pendapatan pada redistribusi fiskal.

Penelitian yang juga membahas tentang ketimpangan distribusi pendapatan adalah yang dilakukan oleh Addison dan Cornia (2001). Addison dan Cornia mengungkapkan bahwa ketimpangan distribusi pendapatan merupakan penghambat dalam penurunan tingkat kemiskinan. Penelitian ini memperoleh hasil dimana terdapat concave relationship antara ketimpangan distribusi pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi akan rendah pada tingkat ketimpangan yang rendah (karena disincentive effect) dan akan rendah pula pada tingkat ketimpangan tinggi (karena efek pengurangan investasi privat untuk konflik sosial yang akan mengakibatkan ketimpangan tinggi). Sumber tradisional dari ketimpangan dapat ditanggulangi melalui land reform, dan peningkatan pengeluaran publik untuk human capital bagi masyarakat miskin.

Barro (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Inequality and Growth Revisited memperbarui temuannya pada tahun 2000. Data internasional mengkonfimasi hubungan antara ketimpangan pendapatan dan pendapatan perkapita (kurva Kuznets) terbukti stabil sejak tahun 1960 sampai 2000. Selain itu, ditemukan juga efek langsung dari keterbukaan internasional terhadap ketimpangan distribusi pendapatan yang berhubungan positif. Di sisi lain pertumbuhan pertumbuhan ekonomi ditemukan berhubungan negatif terhadap terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan.

Ortiz dan Cummins (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Global Inequality: Beyond The Bottom Billion mengemukakan ketimpangan pendapatan secara global, nasional dan regional menggunakan data dari Bank Dunia, UNU-WIDER dan Eurostat. Ortiz dan Cummins juga membahas implikasi negatif yang ditimbulkan ketimpangan distribusi pendapatan untuk pembangunan, kemungkinan adanya peningkatan ketimpangan yang diperburuk oleh adanya krisis global dan mendorong advokasi untuk perubahan kebijakan di tingkat nasional dan internasional untuk memastikan "Recovery for All". Ortiz dan

15 Cummins menemukan selain memperlambat pertumbuhan ekonomi, ketimpangan akan berdampak pada kesehatan dan masalah sosial yang akan mendorong terjadinya ketidakstabilan politik. Sebagai alternatif, Ortiz dan Cummins merangkum agenda pembangunan PBB yang bertujuan untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan proses pembangunan.

Selain penelitian yang diadakan di luar negeri, masalah ketimpangan distibusi pendapatan juga telah banyak dibahas didalam negeri. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Prapti (2006) yang meneliti tentang keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan untuk 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah tahun 2000-2004. Prapti membandingkan hubungan pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan dengan mengkorelasikannya pada hipotesis

“U” terbalik yang diajukan Simon Kuznets. Sedangkan pola keterkaitannya dilihat melalui diagram tipologi yang terdiri dari 4 kuadran. Adapun hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan yang tinggi antara pertumbuhan ekonomi dengan kesenjangan pendapatan. Apabila terjadi peningkatan dalam pertumbuhan ekonomi maka akan diikuti dengan meningkatnya tingkat kesenjangan pendapatan penduduk di sebagian besar Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Hartono (2008) yang menganalisis ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah dalam kurun waktu 1981 sampai 2005, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi ketimpangan pembangunan. Hartono menggunakan Indeks Williamson sebagai variabel yang menggambarkan ketimpangan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ketimpangan di Jawa Tengah cenderung meningkat setiap tahunnya. Peningkatan ini dikarenakan investasi swasta perkapita, ratio angkatan kerja, dan alokasi dana pembangunan perkapita yang secara signifikan berpengaruh pada ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah.

Selain itu, penelitian lain juga dilakukan oleh Sihotang (2006) tentang faktor-faktor yang memengaruhi ketimpangan pendapatan antar provinsi di Indonesia. Dalam thesisnya Sihotang menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) serta data time series dari tahun 1984 sampai 2003. Berdasarkan estimasi, maka disimpulkan bahwa, ketimpangan pengeluaran pemerintah daerah, ketimpangan persebaran industri dan ketimpangan jumlah siswa tamat SMA berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketimpangan pendapatan antar provinsi di Indonesia.

Penelitian oleh Chrisyanto (2006) yang membahas tentang faktor-faktor yang memengaruhi ketimpangan perekonomian antar daerah di Indonesia. Indikator yang digunakan untuk mengukur ketimpangan adalah Indeks Williamson. Metode analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda dengan 30 provinsi di Indonesia pada tahun 1989 sampai 2003. Chrisyanto menemukan adanya ketimpangan daerah apabila memperhatikan faktor migas dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah daerah pada saat dua tahun sebelumnya dan terjadinya krisis ekonomi. Sedangkan ketimpangan daerah tanpa melihat faktor migas dipengaruhi oleh pendapatan perkapita daerah dan pengeluaran pemerintah.

16

Kerangka Pemikiran

Pertumbuhan ekonomi adalah tolok ukur adanya peningkatan kesejahteraan dan kesempatan kerja bagi perekonomian secara keseluruhan apabila diiringi oleh pemerataan distribusi pendapatan. Sumatera Barat merupakan provinsi yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi relatif tinggi dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi nasional. Akan tetapi pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat yang tinggi tersebut diikuti oleh peningkatan Gini ratio yang menggambarkan indeks ketimpangan distribusi pendapatan. Jika dibandingkan dengan tingkat nasional, Gini ratio Sumatera Barat masih dapat dikatakan relatif rendah, akan tetapi perkembangannya dari waktu ke waktu bisa menjadi hal yang sangat mengkhawatirkan. Peningkatan Gini ratio yang terjadi di Sumatera Barat erat kaitannya dengan tingkat ketimpangan yang terjadi di Kabupaten/Kota yang ada di dalamnya, oleh karena itu untuk mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi di Sumatera Barat dapat dilakukan melalui pengurangan ketimpangan distribusi pendapatan di tingkat Kabupaten/Kota. \\ Sumatera Barat

Pertumbuhan ekonomi tinggi Ketimpangan distribusi pendapatan meningkat

Ketimpangan distribusi pendapatan masing-masing

Kabupaten/kota Menghitung Indek Gini di

tingkat Kabupaten/kota

Analisis data panel

Faktor penyebab: 1. Pertumbuhan ekonomi tingkat pembangunan  Pertumbuhan ekonomi  Struktur perekonomian  Ketenagakerjaan 2. Faktor Makroekonomi  Pengeluaran pemerintah 3. Faktor Demografi  Kependudukan 4. Bencana Alam  Gempa bumi Faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan Strategi pengambilan kebijakan pengurangan ketimpangan distribusi pendapatan Gambar 6. Kerangka pemikiran

17 Penelitian ini betujuan untuk menganalisis kondisi ketimpangan distribusi pendapatan di Sumatera Barat melalui perhitungan Gini ratio pada 19 Kabupaten/Kota yang ada. Kemudian melalui data Gini ratio tersebut dilakukan analisis data panel untuk menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan di Sumatera Barat. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan di Sumatera Barat didekati melalui beberapa data, pertama, pertumbuhan dan tingkat pembangunan ekonomi dengan menggunakan kriteria pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian dan ketenagakerjaan, kedua, faktor makroekonomi dengan kriteria pengeluaran pemerintah, ketiga, faktor demografi dengan kriteria kependudukan dan terakhir bencana alam dengan kriteria gempa bumi. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan dalam strategi pengambilan kebijakan pembangunan yang efektif terkait mengenai pengurangan ketimpangan distribusi pendapatan di Sumatera Barat (Gambar 6).

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori-teori yang mendasari penelitian dan hasil penelitian-penelitian sebelumnya maka hipotesis yang digunakan dalam penelitian-penelitian ini adalah:

1. PDRB perkapita, pengeluaran pemerintah untuk belanja pegawai dan dummy gempa secara signifikan memperparah terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan di Sumatera Barat

2. Share sektor industri terhadap PDRB, jumlah tenaga kerja sektor industri, pengeluaran pemerintah untuk belanja non pegawai dan pertumbuhan penduduk secara signifikan mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan di Sumatera Barat.

3 METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS 2007-2012) dan Kementrian Keuangan Indonesia. Data yang digunakan merupakan gabungan dari data time series tahun 2006-2011 dan cross section Kabupaten dan Kota di Sumatera Barat. Selain itu digunakan juga data Susenas untuk menghitung Gini ratio pada 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat.

Dalam penelitian ini, pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel 2010, IBM SPSS Statistic 19 dan Eviews 6.0. Software Microsoft Excel digunakan sebagai sarana untuk input data, IBM SPSS Statistic 19 digunakan untuk menghitung Gini ratio pada masing-masing Kabupaten/Kota di Sumatera Barat, dan Eviews 6.0 digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang memengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan. Secara ringkas jenis data yang digunakan disajikan dalam Table 1.

Dokumen terkait