• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Tinjauan Pustaka

2. Benih dan Sertifikasi Benih

Berdasarkan Undang-Undang nomor 12 tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman, benih adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk

mempunyai pengertian bahwa benih tersebut varietasnya benar dan murni, mempunyai mutu genetis, mutu fisiologis, dan mutu fisik yang tertinggi sesuai dengan mutu standar pada kelasnya (Kuswanto 1997)

Benih berperan tidak hanya semata-mata sebagai bahan tanam, namun juga sebagai sarana penyalur teknologi kepada petani atau sebagai delivery mechanism. Benih yang dapat berperan sebagai sarana penyalur teknologi, hanya benih bermutu. Mutu benih terdiri dari banyak atribut atau sifat benih. Dipandang dari individu benih, sifat-sifat itu mencakup kebenaran varietas, viabilitas (benih akan tumbuh bila ditanam), vigor, kerusakan mekanis, infeksi penyakit, cakupan perawatan, ukuran dan keragaan. Dalam industri benih, pengendalian mutu memiliki tiga aspek penting yaitu (1) penetapan standar minimum mutu benih yang dapat diterima (2) perumusan dan implementasi sistem dan prosedur untuk mencapai standar mutu yang telah ditetapkan.(3) pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi sebab-sebab adanya masalah dalam mutu dan cara memecahkannya (Mugnisjah dan Setiawan, 2006)

Program pengembangan benih pada saat ini sudah sangat terarah, yang mengacu pada dua bidang utama, yaitu :

(a) Pengadaan dan pengaturan penyaluran benih bermutu tinggi yang murni genetiknya dan tepat waktunya sampai pada petani dengan jumlah yang cukup.

(b) Pengontrolan dan peningkatan mutu (quality control) dan kemurnian hasil (biji). Pengadaan benih tersebut terutama ditujukan untuk :

(1) Memenuhi kebutuhan benih bermutu tinggi sebagai bahan

perbanyakan tanaman secara genetik, di mana benih tersebut harus bermutu tinggi, murni sifat-sifat genetiknya dan tidak tercampur varietas lain, tidak tercampur dengan benih rerumputan (gulma), kotoran dan penyakit, serta harus mempunyai daya kecambah dan daya tumbuh yang tinggi.

(2) Memenuhi kebutuhan konsumsi, yaitu produksi harus tinggi, sehingga benih yang dipakai harus mempunyai sifat berproduksi yang tinggi (Kanul, 1985).

Sertifikasi benih adalah proses pemberian sertifikat benih tanaman setelah melalui pemeriksaan, pengujian dan pengawasan dimana hasilnya memenuhi semua persyaratan untuk diedarkan atau dipasarkan untuk usaha tani. Benih yang perlu memiliki setifikat adalah semua benih yang akan dipedagangkan, meliputi benih: serelia, hortikultura, buah-buahan, tanaman hias, dan rumput- rumputan. Di Indonesia untuk sementara ini benih yang harus memiliki sertifikat sebelum diperdagangkan anatara lain: padi, palawija (jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, sorghum) dan sayuran (kubis, sawi, wortel, cabe) (Kuswanto. 1997)

Sertifikasi benih adalah suatu sistem atau mekanisme pengujian benih berkala untuk mengarahkan, mengendalikan, dan mengorganisasi perbanyakan dan produksi benih. Sertifikasi benih merupakan sistem bersanksi resmi untuk perbanyakan dan produksi benih yang terkontrol. Tujuannya adalah untuk memelihara dan menyediakan banih dan bahan masyarakat sehingga dapat

ditanam dan didistribusikan dengan identitas genetik yang terjamin. Dengan kata lain, tujuan sertifikasi benih adalah untuk memberikan jaminan bagi pembeli benih (petani atau penangkar benih) tentang beberapa aspek mutu yang penting, yang tidak dapat ditentukan dengan segera dengan hanya memeriksa benihnya saja (Mugnisjah, 2006)

Dari UU No. 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemeritah No. 44 tentang Perbenihan dapat dirangkum dalam butir-butir ketentuan sebagai berikut:

a. Varietas hasil pemuliaan yang belum dilepas oleh Pemerintah dilarang diedarkan

b. Benih dari varietas unggul yang telah dilepas merupakan benih bina c. Benih bina adalah benih dari varietas unggul yang peredarannya diawasi d. Pengawasan dalam pengadaan dan peredaran benih bina dilakukan melalui

sertifikasi

e. Setiap benih bina yang diedarkan wajib diberi label

f. Sertifikasi hanya diterapkan terhadap varietas-varietas yang sesuai untuk sertifikasi dan tercantum dalam daftar varietas yang dapat disertifikasi.

Dalam setifikasi diperlukan adanya produksi dan penyimpanan benih sertifikasi, pembatasan generasi, standar mutu, pengawasan dalam poduksi dan penyaluran benih, pengujian mutu fisik, genetis, dan mutu fisiologis benih, sehingga pelaksanaan sertifikasi untuk tiap lot benih dari ribuan varietas dan jenis tanaman komersial bukan merupakan hal yang sederhana.

Dalam dunia perbenihan dikenal adanya dua mekanisme yang biasa

diterapkan dalam pengendalian mutu, yang pertama sistem pengawasan mutu komprehensif (Comprehensive regulatory system). Tujuan utama dari

penerapan sistem ini adalah untuk menjamin bahwa keaslian dan kemurnian dari varietas unggul yang dihasilkan pemulia tanaman terpelihara selama beberapa generasi dalam proses produksi benih, sehingga keunggulannya dapat dirasakan oleh pengguna. Keunggulan dari penerapan sistem ini adalah bahwa konsumen dapat memperoleh benih yang membawa keunggulan dari varietas atau teknologi lain. Output dari sistem ini adalah benih bersertifikat (berlabel biru) yang memiliki kepastian mutu atau quality assurance sehingga teknologi yang terkandung di dalam benih akan sampai secara utuh kepada pengguna. Kedua yaitu sistem pelabelan artinya produsen benih harus memberikan kepastian bahwa informasi pada label yang diberikan kepada konsumen adalah benar. Karena prinsip sertifikasi tidak diterapkan maka dalam sistem ini tidak dapat diketahui tingkat kemurnian varietas. Keuntungan dari sistem ini adalah tiap produsen dapat lebih leluasa untuk memproduksi dan memasarkan benih. Pemerintah hanya melakukan pemeriksaan terhadap kebenaran label.

Optimisasi pemanfaatan hasil-hasil pemuliaan untuk memenuhi tuntutan pasar komersial dan agroindustri akan dipenuhi oleh sistem sertifikasi, sedangkan untuk tuntutan pasar tradisional akan dipenuhi oleh sistem pelabelan. Penerimaan manfaat dari sertifikasi benih adalah perkembangan pertanian karena sistem dan program sertifikasi benih yang efektif memungkinkan benih bermutu tinggi tersedia bagi petani. Pedagang benih memperoleh manfaat

karena benih yang disertifikasi merupakan sumber pasokan benih yang otentik dan tinggi mutunya. Produsen benih memperoleh manfaat karena sertifikasi benih memungkinkan tersedianya program pengendalian mutu yang ketat yang lazimnya di luar kemampuannya. Petani memperoleh manfaat karena dapat mengharapkan bahwa benih bersertifikat yang dibelinya akan memiliki sifat-sifat varietas yang diinginkan (Mugnisjah, 2006).

Dokumen terkait