• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Bentuk-Bentuk Bakteri

Berdasarkan morfologinya bakteri dapat dibedakan atas tiga bagian yaitu: a. Bentuk basil

Basil adalah bakteri yang mempunyai bentuk menyerupai batang atau silinder, membelah dalam satu bidang, berpasangan ataupun berbentuk rantai pendek atau panjang. Bentuk basil dapat dibedakan atas:

− Monobasil yaitu basil yang terlepas satu sama lain dengan kedua ujung tumpul.

− Diplobasil yaitu basil yang bergandeng dua dan kedua ujungnya tumpul.

− Streptobasil yaitu basil yang bergandengan panjang dengan kedua ujung tajam.

Contoh: Escherichia coli, Bacillus anthracis, Salmonella typhimurium, Shigella dysenteriae, Pseudomonas aeruginosa.

b. Bentuk kokus

Kokus adalah bakteri yang bentuknya seperti bola-bola kecil, ada yang hidup sendiri dan ada yang berpasang-pasangan. Bentuk kokus ini dapat dibedakan atas:

− Diplokokus yaitu kokus yang bergandeng dua.

− Tetrakokus yaitu kokus yang mengelompok empat.

− Stafilokokus yaitu kokus yang mengelompok dan merupakan suatu untaian.

− Streptokokus yaitu kokus yang bergandeng-gandengan panjang berupa rantai.

Contoh: Monococcus gonorhoe, Diplococcus pneumoniae, Streptococcus lactis, Streptococcus mutans, Staphylococcus aureus, Sarcina luten.

c. Bentuk spiral Dapat dibedakan atas:

− Spiral yaitu bentuk yang menyerupai spiral atau lilitan.

− Vibrio yaitu bentuk batang yang melengkung berupa koma.

− Spirochaeta yaitu menyerupai bentuk spiral, bedanya dengan spiral dalam kemampuannya melenturkan dan melengkukkan tubuhnya sambil bergerak.

Contoh: Spirillum, Vibrio cholerae, Spirochaeta palida (Volk and Wheeler, 1989).

Berdasarkan reaksi bakteri terhadap pewarnaan gram, maka bakteri dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu:

a. Bakteri gram positif, yaitu bakteri yang dapat mengikat zat warna utama (kristal violet) sehingga tampak berwarna ungu tua.

b. Bakteri gram negatif, yaitu bakteri yang kehilangan warna utama (kristal violet) ketika dicuci dengan alkohol dan menyerap zat warna kedua sewaktu pemberian safranin tampak berwarna merah (Lay, 1994).

2.5.1 Bakteri Gram Positif

Dinding sel bakteri gram positif mengandung banyak lapisan peptidoglikan yang membentuk struktur yang tebal dan kaku, dan asam teikoat yang mengandung alcohol (gliserol atau ribitol) dan fosfat. Streptococcus mutans

merupakan bakteri gram positf (+), bersifat non motil (tidak bergerak), berdiameter 1-2 μm, bakteri anaerob fakultatif. Memiliki bentuk bulat atau bulat

telur, tersusun seperti rantai dan tidak membentuk spora (Samaranayake, 2002; Regina, 2007; Manton, 2010). Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 18oC – 40oC. Streptococcus mutans biasanya ditemukan pada rongga gigi manusia yang luka dan menjadi bakteri yang paling kondusif menyebabkan karies untuk email gigi (Ari, 2008).

Berikut sistematika bakteri Streptococcus mutans (Breed, et al., 1957): Divisi : Firmicutes

Kelas : Bacilli

Bangsa : Lactobacilalles Suku : Streptococcaceae Marga : Streptococcus

Jenis : Streptococcus mutans. 2.5.2 Bakteri Gram Negatif

Dinding sel bakteri gram negatif mengandung satu atau beberapa lapis peptidoglikan dan membran luar. Peptidoglikan terikat pada lipoprotein pada membrane luar (Pratiwi, 2008). Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri gram negatif aerob berbentuk batang, bergerak, berukuran sekitar diameter 0,5 – 8 x 1,5 – 3,0 μm, terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan kadang-kadang membentuk rantai yang pendek. Pseudomonas aeruginosa membentuk koloni halus bulat dengan fluoresensi kehijauan. Bakteri ini menghasilkan piosianin suatu pigmen kebiru – biruan yang tak berfluoresensi, yang berdifusi kedalam agar. Fluoresensi dapat dihasilkan bila biakan diinkubasi pada suhu 20 – 30oC dari pada yang diinkubasi pada suhu 35 – 37oC (Jawetz, et al., 2001).

Pseudomonas aeruginosa tersebar luas di alam biasanya terdapat di lingkungan yang lembab. Bakteri ini menyebabkan penyakit bila pertahanan tubuh inang abnormal. Dalam jumlah kecil, bakteri ini sering terdapat pada flora usus normal dan kulit manusia serta merupakan patogen utama dari kelompok Pseudomonas. Bakteri ini ini menimbulkan infeksi pada luka, meningitis, infeksi saluran kemih dan infeksi mata (Jawetz, et al., 2001).

Berikut sistematika bakteri Pseudomonas aeruginosa (Breed, et al., 1957): Divisi : Bacteriophyta

Kelas : Schizomycetes Bangsa : Pseudomonadales Suku : Pseudomonodaceae Marga : Pseudomonas

Jenis : Pseudomonas aeruginosa

2.5.3 Fase Pertumbuhan Bakteri

Fase pertumbuhan bakteri meliputi fase lamban, fase logaritma, fase statis dan fase penurunan atau kematian (Hadioetomo, 1986; Lay, 1992).

a. Fase Lamban (lag phase)

Fase ini merupakan fase penyesuaian bakteri terhadap suatu lingkungan baru. Ciri – ciri fase ini yaitu tidak ada pertambahan populasi, sel mengalami perubahan dalam komposisi dan bertambah ukurannya.

b. Fase Logaritma (exponential phase)

Fase ini terjadi setelah sel bakteri menyesuaikan diri terhadap lingkungan baru. Ciri-ciri fase ini yaitu sel membelah dengan laju yang konstan, jumlah sel

bakteri baru meningkat secara eksponensial, massa menjadi dua kali lipat dengan laju yang sama dan keadaan pertumbuhan seimbang.

c. Fase Statis (stationary phase)

Dalam fase ini kecepatan tumbuh sama dengan kecepatan mati. Ciri-ciri fase ini beberapa sel mati sedangkan yang lain tumbuh dan membelah sehingga jumlah sel yang hidup menjadi tetap.

d. Fase Penurunan (period of decline) atau Fase Kematian

Ciri-ciri fase ini yaitu sel yang mati lebih cepat daripada terbentuknya sel-sel baru karena jumlah nutrisi berkurang, terjadi akumulasi zat toksin dan laju kematian mengalami percepatan menjadi eksponensial.

2.5.4 Media Pertumbuhan Bakteri

Pembiakan bakteri dalam laboratorium memerlukan media yang berisi zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai bagi bakteri. Zat hara diperlukan untuk pertumbuhan, sintesis sel, keperluan energi dalam metabolisme dan pergerakan. Lazimnya, media biakan mengandung air, sumber energi, zat hara sebagai sumber karbon, nitrogen, sulfur, fosfat, oksigen dan hidrogen. Dalam bahan dasar media dapat pula ditambahkan faktor pertumbuhan berupa asam amino dan vitamin. Media biakan dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori, yaitu:

I. Bedasarkan asalnya, media dibagi atas:

1. Media sintetik, yaitu media yang kandungan dan isi bahan yang ditambahkan diketahui secara terperinci. Contoh: glukosa, kalium fosfat, magnesium fosfat.

2. Media non-sintetik yaitu media yang kandungan dan isinya tidak diketahui secara terperinci dan menggunakan bahan yang terdapat di alam. Contohnya: ekstrak daging, pepton (Lay, 1994).

II. Berdasarkan kegunaannya, dapat dibedakan menjadi (Irianto, 2006):

1) Media selektif, yaitu media biakan yang mengandung paling sedikit satu bahan yang dapat menghambat perkembang biakan mikroorganisme yang tidak diinginkan dan membolehkan perkembangbiakan mikroorganisme tertentu yang ingin diisolasi.

2) Media diferensial, digunakan untuk menyeleksi suatu mikroorganisme dari berbagai jenis dalam suatu lempengan agar.

3) Media diperkaya, digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme yang diperoleh dari lingkungan alami karena jumlah mikroorganisme yang ada terdapat dalam jumlah sedikit.

III. Berdasarkan konsistensinya, dibagi atas (Waluyo, 2007):

1) Media padat/solid, diperoleh dengan cara menambahkan agar-agar. Agar berasal sari ganggang/alga yang berfungsi sebagai bahan pemadat. Alga digunakan karena bahan ini tidak diuraikan oleh mikroorganisme, dan dapat membeku pada suhu di atas 45o C. Media padat dapat berupa bahan organik alamiah, misalnya media yang dibuat dari bahan kentang dan wortel. Media padat biasanya digunakan untuk mengamati penampilan atau morfologi koloni dan untuk mengisolasi biakan murni.

2) Media semi solid, dibuat denngan bahan yang sama dengan media padat, akan tetapi yang berbeda adalah komposisi agarnya. Media ini digunakan

untuk melihat gerak kuman secara mikroskopik dan kemampuan fermentasi.

3) Media cair, dapat digunakan untuk berbagai tujuan seperti pembiakan mikroba dalam jumlah besar, kemampuan fermentasi, dan berbagai macam uji. Beberapa contoh media cair adalah kaldu nutrient, kaldu glukosa, air pepton, kaldu laktosa dan lain sebagainya.

2.5.5 Uji Aktivitas Antimikroba

Penentuan kepekaan bakteri patogen terhadap antimikroba dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti metode dilusi, difusi dan turbidimetri.

1. Metode dilusi

Metode ini mengukur kadar hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimum (KBM). Metode ini menggunakan antimikroba dengan kadar yang menurun secara bertahap, dengan media cair dan padat. Bakteri uji diinokulasi ke dalam media cair dan padat lalu diinkubasi. Dimasukkan larutan antimikroba dengan kadar yang menghambat atau mematikan. Uji kepekaan cara dilusi menggunakan 2 cara yaitu dengan menggunakan tabung reaksi dan microdilution plate (Pratiwi, 2008).

2. Metode difusi

Metode yang paling sering digunakan dan biasanya menggunakan cakram. Ada beberapa jenis cakram yaitu cakram kertas, cakram silinder dan punch hole. Cakram tersebut yang berisi sejumlah tertentu obat ditempatkan pada permukaan medium padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya. Setelah diinkubasi, diameter zona hambatan sekitar cakram dipergunakan untuk

mengukur kekuatan hambatan obat terhadap mikroorganisme yang uji (Mudihardi, 2001).

3. Metode Turbidimetri

Pada cara ini digunakan media cair. Pertama dilakukan penuangan media kedalam tabung reaksi, lalu ditambahkan suspensi bakteri, kemudian dilakukan pemipetan larutan uji, dilakukan inkubasi. Selanjutnya dilakukan pengukuran kekeruhan, kekeruhan yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri diukur dengan menggunakan instrumen yang cocok, misalnya nephelometer setelah itu dilakukan penghitungan potensi antimikroba (Depkes RI, 1995).

Dokumen terkait