• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

Diharapkan agar peneliti selanjutnya dapat mengisolasi senyawa kimia yang terdapat pada fraksi etiasetat yang aktif sebagai antibakteri.

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press. Halaman 412-413.

Ari, W.N. (2008). Streptococcus Mutans, Si Plak Dimana-mana, Available from http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/streptococcus-mutans 31.pdf [Jumat, tgl 22-Juni-2012].

Arthur, C. (1981). An Intergrated System Of Classification Of Flowering Plants. Columbia: Columbia University Press. Halaman 477, 481.

Ayuningtyas, P. (2009). Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Kloroform Ekstrak Etanol Kayu Secang (Caesalpinia Sappan L.) Terhadap Staphylococcus aureus dan Shigella dysentriae Serta Bioautografinya. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta Fakultas Farmasi.

Breed, R.S. Murray, E.G.D. dan Smith N.R. (1957). Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. Edisi Ketujuh . New York: The Williams and Wilkins Company. Halaman 67, 88, 99, 100, 332, 341-344, 454, 464-466, 506-529.

Burkil, I.H. (1935). A Dictionary Of The Economic Products Of The Malay Peninsula. Volume II. London: Pages 889.

Depkes RI. (1986). Sediaan Galenik. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 10, 19, 21.

Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 300-304, 306.

Depkes RI. (2000). Inventaris Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid I. Jakarta: Depkes RI. Halaman 79-80.

Difco. (1977). Difco Manual of Dehydrated Culture Media and Reagents for Microbiology and Clinical Laboratory Procedures. Ninth Edition. Detroit Michigan: Difco Laboratories. Halaman 29, 32.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Depkes RI. Halaman 9, 649, 713.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan. Halaman 891-898.

Farnsworth, N.R. (1966). Biological and Phytochemical Screening of Plants.

Journal of Pharmaceutical Sciences. 55(3): 259-260, 262, 264-266.

Hadioetomo, S.R. (1993). Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Halaman 102-106.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia. Penerjemah Kosasih Padmawinata dan Iwan Sudiro. Cetakan Kedua. Bandung ITB. Halaman 69-76, 102-104.

Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid I. Cetakan I. Penerjemah: Badan Litbang Kehutanan. Jakarta: Penerbit Yayasan Sarana Wanajaya. Halaman 493-494.

Irianto, K. (2006). Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. Jilid Satu. Bandung: Penerbit Yrama Widya. Halaman 16-18, 21-22.

Jambak, K. (2009). Skrining Fitokimia Dan Uji Aktivitas Antibakteri Dari Daun Ekor Naga (Rhaphidophora pinnata (L.F.) Schott) Terhadap Beberapa Bakteri Secara In Vitro. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara Fakultas Farmasi.

Jawetz, E., Melnick, J.L., Adelberg, E.A., Brooks, G.F., Butel, J.S., dan Ornston, L.N. (1996). Mikrobiologi Kedokteran. Terjemahan Nugroho Edi, dan Setiawan Irawati. Edisi Keduapuluh. Jakarta: EGC. Halaman 211-217. Jawetz, E., Menick, J.L., dan Adelberg, E.A. (2001). Mikrobiologi Kedokteran.

Alih Bahasa: Eddy Mudihardi. Jakarta. Penerbit Salemba Medika. Halaman 318-319, 372.

Lay, B.W., dan Sugyo, H. (1992). Mikrobiologi. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Rajawali Press. Halaman 32.

Lay, B.W. (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Halaman 67-71.

Lemmens dan Bunyapraphatsara, N. (2003). Plants Resources Of South-East Asia. Leiden: Backhuys Publisher. Halaman 189.

Manton, J. W. 2010. Streptococcus mutans and You; Home Sweet Home in Your Mouth. Dikutip dari: http://www.freewebs.com/naguiar/. Microbiology Fall 2010.[Sabtu, tgl 23-Juni-2012].

Merck, E., dan Darmstadt. (1978). Dyeing Reagents for Thin Later and Paper Chromatography. Germany: Brinkman Instruments. Halaman 1.

Mudihardi, E. (2001). Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Halaman 235

Pelczar, M.J., Chan, E.C.S., dan Crieg, N.R. (1986). Dasar-dasar Mikrobiologi. Penerjemah: Hadieoetomo,R.S., Imas,T., Tjitrosomoso, S., dan Lestari, S. . Cetakan Pertama Jilid Satu. Jakarta: Penerbit UI Press. Halaman 132.

Pelczar, M.J., Chan, E.C.S., dan Crieg, N.R. (1988). Dasar-dasar Mikrobiologi. Penerjemah: Ratna S.H., Teja Imas, dan Sri Lestari Angka . Cetakan pertama. Jilid Dua. Jakarta: Penerbit UI Press. Halaman 132, 138-140, 144, 489-501.

Pratiwi, S.T. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman 6, 105-117.

Regina, R.A. (2007). The Effect of Mouthwash Containing Cetylpyrydinium Chloride on Salivary Level of Streptococcus mutans. Journal PDGI. 57(1). Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerjemah:

Kosasih Padmawinata. Edisi Ke-enam. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 71-72, 191-195, 208-215.

Samaranayake, L.P. (2002). Essential Microbiology For Detistry. Philadelphia: W.B. Saunders Company. Halaman 175, 217-223, 425-426, 719-720. Stanier, R.Y., Adelberg, E.A., dan Ingraham, J.L. (1982). Dunia Mikrobe I.

Penerjemah: Agustin Wydia. Jakarta: Penerbit Bhratara Karya Aksara. Halaman 23-25.

Sukmono, R.J. (2009). Mengatasi Aneka Penyakit dengan Terapi Herbal. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka. Halaman 15-17.

Tjay, T.H., dan Rahardja, K. (2002). Obat-Obat Penting. Edisi 5. Jakarta: PT. Gramedia. Halaman 41-59.

Volk, W.A dan Wheeler, M.F. (1989). Mikrobiologi Dasar. Penerjemah: Soenartono Adisoemarto. Edisi Kelima. Jilid Dua. Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman 94-104.

Waluyo, L. (2007). Teknik dan Metode Dasar Dalam Mikrobiologi. Malang: Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang. Halaman 130-131. World Health Organization. (1998). Quality Control Methods For Medicinal

Plant Materials. WHO/PHARM/92.559. Geneva: WHO. Halaman 26-27.

Lampiran 1. Hasil identifikasi daun ekor naga (Rhaphidopora pinnata (L.f.)

Lampiran 2. Bagan Penelitian

Daun Ekor Naga

Dicuci dari pengotor hingga bersih Ditiriskan dan ditimbang

Dikeringkan pada suhu 400C Simplisia

Dihaluskan Serbuk Simplisia

Karakterisasi Skrining Fitokimia Pembuatan Ekstrak

1. Makroskopik 2. Mikroskopik 3. Penetapan kadar

air

4. Penetapan kadar sari yang larut air 5. Penetapan kadar

sari yang larut etanol

6. Penetapan kadar abu total

7. Penetapan kadar abu yang tidak larut asam 1.Pemeriksaan alkaloida 2.Pemeriksaan flavonoida 3.Pemeriksaan glikosida 4.Pemeriksaan glikosida antraquinon 5.Pemeriksaan saponin 6.Pemeriksaan steroida/triterpenoida 7.Pemeriksaan tanin Diperkolasi dengan etanol 96% Perkolat Diuapkan dengan rotary evaporator Dikeringkan dengan freeze dryer Ekstrak etanol

Lampiran 2. Bagan Penelitian (Lanjutan) Fraksi n -Dipekatkan Fraksi n-heksana Uji aktivitas Ekstrak etanol Uji aktivitas Dilarutkan dengan d Difraksinasi dengan n -Fraksi air Difraksinasi dengan kl f Fraksi kloroform Fraksi air Dipekatkan Fraksi kloroform Uji aktivitas Difraksinasi dengan etilasetat

Fraksi etilasetat Fraksi air

Fraksi etilasetat kental

Dipekatkan Dipekatkan

Fraksi air kental

Lampiran 3. Tumbuhan Ekor Naga (Rhaphidopora pinnata (L.f.)Schott.)

Lampiran 4. Daun Ekor Naga

Lampiran 5. Simplia Daun Ekor Naga

A

B

Lampiran 6. Mikroskopik Daun Ekor Naga (Rhaphidopora pinnata (L.f.) Schott.) 9 10

Keterangan : 1. Kutikula; 2. Epidermis atas; 3. Jaringan palisade; 4. Kristal Ca Oksalat bentuk druise; 5. Jaringan spons; 6. Seludang berkas pengangkut; 7. Epidermis bawah; 8. Celah Stoma; 9. Sel tetangga stomata; 10. Sel penutup

Lampiran 7. Mikroskopik Serbuk Simplisia Ekor Naga (Rhaphidopora pinnata (L.f.)Schott.) 1 2 3

Lampiran 8. Bagan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol dan Beberapa Fraksi Daun Ekor Naga

Stok Kultur Bakteri

Diambil dengan jarum ose steril Ditanam pada media yang miring

Diinkubasikan pada suhu 35±20C selama 18-24 jam Biakan Murni Bakteri

Diambil dengan jarum ose steril

Disuspensikan kedalam 10 ml nutrient broth

Diukur kekeruhan suspense bakteri dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 580 nm hingga didapat nilai transmitan 25%

Inokulum Bakteri

Media Padat

Dimasukkan 0,1 ml inokulum kedalam cawan petri

Ditambahkan 20 ml media nutrient agar kedalam cawan petri Dihomogenkan dengan dibiarkan hingga memadat

Hasil

Dilubangi dengan pencetak lubang (punch hole)

Dimasukkan 0,1 ml ekstrak/fraksi dengan berbagai konsentrasi Diinkubasi pada suhu 35±20C selama 18-24 jam

Lampiran 9. Perhitungan Penetapan Kadar Air Simplisia

% Kadar air =

Sampel Berat sampel (g) Volume air % Kadar air

I 5,015 2,0 5,98 %

II 5.019 2,4 7,96 %

III 5,017 2,7 5,97 %

Volume awal : 1,7 ml Volume akhir : 2,0 ml

Lampiran 10. Perhitungan Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air

Sampel Berat simplisia (g) Berat sari (g) % kadar sari

I 5,003 0,183 18,28 % II 5,002 0,194 19,39 % III 5,004 0,198 19,78 % Berat simplisia : 5,003 g Berat sari : 0,183 g = 19,15%

Lampiran 11. Perhitungan Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol

Sampel Berat simplisia (g) Berat sari (g) % kadar sari

I 5,004 0,103 10,29 % II 5,003 0,102 10,19 % III 5,005 0,106 10,58 % Berat simplisia : 5,004 g Berat sari : 0,103 g = 10,35%

Lampiran 12. Perhitungan Penetapan Kadar Abu Total

Sampel Berat simplisia (g) Berat abu (g) % kadar abu

I 2,0010 0,2406 12,02 %

II 2,0454 0,2480 12,12 %

III 2,0003 0,2408 12,03 %

Berat simplisia : 2,0010 g Berat abu : 0,2406 g

Lampiran 13. Perhitungan Penetapan Kadar Abu Tidak Larut dalam Asam

Sampel Berat simplisia (g) Berat abu (g) % kadar abu

I 2,0010 0,0046 0,22 % II 2,0454 0,0067 0,32 % III 2,0003 0,0042 0,20 % Berat simplisia : 2,0010 g Berat abu : 0,0446 g = 0,24%

Lampiran 14. Hasil Pengukuran Daerah Hambatan Pertumbuhan Bakteri

Streptococcus mutans dan Pseudomonas aeruginosa Pada Ekstrak Etanol.

Konsentrasi (mg/ml)

Diameter Daerah Hambatan (mm)

Streptococcus mutans Pseudomonas aeruginosa

D1 D2 D3 D* D1 D2 D3 D* 500 15,5 15,6 14,85 15,31 15,3 14,55 14,75 14,86 400 14,15 14,55 13,55 14,08 14,4 12,75 12,95 13,4 300 12,3 12,35 12,4 12,35 12,3 11,5 12,15 11,98 200 11,4 11,7 11,45 11,51 11,4 10,4 10,05 10,95 100 10,4 10,45 10,5 10,45 9,4 9,35 10,1 9,61 75 9,65 9,65 9,35 9,55 8,5 8,25 8,65 8,46 50 - - - - 25 - - - - Blanko - - - - Keterangan:

D1 : Diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri pada perlakuan pertama D2 : Diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri pada perlakuan kedua D3 : Diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri pada perlakuan ketiga D* : Rata-rata diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri

- : Tidak terdapat daerah hambatan pertumbuhan bakteri Blanko : DMSO

Lampiran 15. Hasil Pengukuran Daerah Hambatan Pertumbuhan Bakteri

Streptococcus mutans dan Pseudomonas aeruginosa Pada Fraksi n-heksan.

Konsentrasi (mg/ml)

Diameter Daerah Hambatan (mm)

Streptococcus mutans Pseudomonas aeruginosa

D1 D2 D3 D* D1 D2 D3 D* 500 - - - - 400 - - - - 300 - - - - 200 - - - - 100 - - - - 75 - - - - 50 - - - - 25 - - - - Blanko - - - - Keterangan:

D1 : Diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri pada perlakuan pertama D2 : Diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri pada perlakuan kedua D3 : Diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri pada perlakuan ketiga D* : Rata-rata diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri

- : Tidak terdapat daerah hambatan pertumbuhan bakteri Blanko : DMSO

Lampiran 16. Hasil Pengukuran Daerah Hambatan Pertumbuhan Bakteri

Streptococcus mutans dan Pseudomonas aeruginosa Pada Fraksi Kloroform.

Konsentrasi (mg/ml)

Diameter Daerah Hambatan (mm)

Streptococcus mutans Pseudomonas aeruginosa

D1 D2 D3 D* D1 D2 D3 D* 500 11,25 11,25 11,25 11,25 10,45 10,4 11,05 10,63 400 10,25 10,6 10,5 10,45 9,6 9,6 9,7 9,63 300 8,65 9,5 8,4 8,85 8,25 8,7 8,55 8,5 200 7,15 7,5 7,25 7,3 7,6 7,35 7,75 7,56 100 - - - - 75 - - - - 50 - - - - 25 - - - - Blanko - - - - Keterangan:

D1 : Diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri pada perlakuan pertama D2 : Diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri pada perlakuan kedua D3 : Diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri pada perlakuan ketiga D* : Rata-rata diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri

- : Tidak terdapat daerah hambatan pertumbuhan bakteri Blanko : DMSO

Lampiran 17. Hasil Pengukuran Daerah Hambatan Pertumbuhan Bakteri

Streptococcus mutans dan Pseudomonas aeruginosa Pada Fraksi Etilasetat.

Konsentrasi (mg/ml)

Diameter Daerah Hambatan (mm)

Streptococcus mutans Pseudomonas aeruginosa

D1 D2 D3 D* D1 D2 D3 D* 500 18,7 18,6 18,7 18,67 20,05 20,25 20,45 20,25 400 17,25 17,4 17,35 17,33 18,15 18,35 18,45 18,31 300 16,15 16,2 16,55 16,3 16,35 16,4 16,55 16,43 200 14,1 13,9 13,4 13,8 15,6 15,45 15,75 15,6 100 11,05 11,15 11,4 11,2 12,55 12,6 12,6 12,58 75 9,55 9,85 9,95 9,78 9,25 9,35 9,05 9,21 50 7,65 7,35 7,4 7,46 7,25 7,35 7,4 7,33 25 - - - - Blanko - - - - Keterangan:

D1 : Diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri pada perlakuan pertama D2 : Diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri pada perlakuan kedua D3 : Diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri pada perlakuan ketiga D* : Rata-rata diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri

- : Tidak terdapat daerah hambatan pertumbuhan bakteri Blanko : DMSO

Lampiran 18. Hasil Pengukuran Daerah Hambatan Pertumbuhan Bakteri

Streptococcus mutans dan Pseudomonas aeruginosa Pada Fraksi Air.

Konsentrasi (mg/ml)

Diameter Daerah Hambatan (mm)

Streptococcus mutans Pseudomonas aeruginosa

D1 D2 D3 D* D1 D2 D3 D* 500 10,85 10,45 10,6 10,63 10,65 11,3 10,65 10,86 400 9,6 8,95 9,4 9,31 9,05 10,05 9,45 9,51 300 8,55 7,95 8,35 8,28 8,15 8,95 8,6 8,56 200 7,6 7,15 7,5 7,41 7,4 7,85 7,65 7,63 100 - - - - 75 - - - - 50 - - - - 25 - - - - Blanko - - - - Keterangan:

D1 : Diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri pada perlakuan pertama D2 : Diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri pada perlakuan kedua D3 : Diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri pada perlakuan ketiga D* : Rata-rata diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri

- : Tidak terdapat daerah hambatan pertumbuhan bakteri Blanko : DMSO

Lampiran 19. Gambar Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Ekor Naga Terhadap Bakteri Streptococcus mutans dan Pseudomonas aeruginosa

Keterangan: A. Konsentrasi 500 mg/ml, B. 400 mg/ml, C. Blanko Pseudomonas aeruginosa Streptococcus mutans

B

A

C

B

A

C

Lampiran 20. Gambar Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi n-heksan Daun Ekor Naga Terhadap Bakteri Streptococcus mutans dan

Pseudomonas aeruginosa

Keterangan: A. Konsentrasi 500 mg/ml, B. 400 mg/ml, C. 300 mg/ml, D. Blanko Streptococcus mutans Pseudomonas aeruginosa

A

B

C

A B

D

Lampiran 21. Gambar Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Kloroform Daun Ekor Naga Terhadap Bakteri Streptococcus mutans dan

Pseudomonas aeruginosa

Keterangan: A. Konsentrasi 500 mg/ml, B. 400 mg/ml, C. Blanko Pseudomonas aeruginosa Streptococcus mutans

A

B

C

C

A

B

Lampiran 22. Gambar Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Etilasetat Daun Ekor Naga Terhadap Bakteri Streptococcus mutans dan

Pseudomonas aeruginosa

Keterangan: A. Konsentrasi 500 mg/ml, B. 400 mg/ml, C. Blanko Pseudomonas aeruginosa Streptococcus mutans

A

B

C

A

B

Lampiran 23. Gambar Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Air Daun Ekor Naga Terhadap Bakteri Streptococcus mutans dan Pseudomonas aeruginosa

Keterangan: A. Konsentrasi 500 mg/ml, B. 400 mg/ml, C. Blanko Pseudomonas aeruginosa Streptococcus mutans

A

B

C

C

A

B

Dokumen terkait