• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1 Perubahan Korea Selatan

2.2.1 Bentuk-Bentuk Hallyu(Korean Wave)

K-Pop berarti musik pop Korea. Istilah ini diambil dari huruf pertama kata

„Korea‟, dan dipadukan dengan kata „pop‟. Sejak pertama kali hadir di pasar global pada pertengahan tahun 2000an, K-Pop telah menarik banyak penggemar dari Asia Tenggara dan terus menyebar ke Eropa, AS dan Amerika Selatan52. Lagu–lagu K-Pop yang menjadi popular di seluruh dunia memiliki beberapa faktor–faktor yang membuat mereka unik dan mudah diingat. Salah satu bentuk yang paling umum dari fitur lagu K–Pop adalah paduan suara berulang–ulang dengan tarian grup yang disinkronisasi. Musik pop Korea itu sendiri tidak terlepas dari pengaruh musik barat, namun diformulasikan kedalam penampilan khas Korea.

b) Drama dan Film Korea

Drama televisi juga menjadi bagian dari produk Hallyu yang mendapat perhatian dan pencapaian popularitas pertama dibandingkan konten-konten budaya lainnya. Oleh karena itu, drama televisi merupakan salah satu konten kebudayaan yang paling diminati dan dianggap sebagai produk yang memimpin penyebaran Hallyu. Drama tv Korea menjadi pilar utama dalam penyebaran Hallyu. Krisis ekonomi Asia yang terjadi pada akhir 1990-an membawa kecenderungan kepada pembeli Asia yang lebih memilih program acara dari Korea karena harganya yang lebih murah. Tahun 2000, harga drama tv Korea yang ditawarkan seperempat lebih murah dari harga drama tv Jepang dan sepersepuluh dari harga drama tv Hong Kong.

51 Beatrix E.D Sendow, Op.Cit.

52 Keduataan besar Republik Korea untuk Republik Indonesia, Hallyu: Gelombang Korea, http://overseas.mofa.go.kr/id-id/wpge/m_2741/contents.do, diakses pada tanggal 11 Maret 2020.

Sedangkan di Indonesia Hallyu masuk setelah liberalisasi media pada tahun 1990-an.

Ditandai dengan ditayangkannya drama Winter Sonata pada tahun 2002 di stasiun TV Indosiar yang berhasil menarik animo masyarakat kemudian diikuti oleh drama Endless Love yang juga sukses53.

Setelah sukses meraih kepopuleran melalui serial drama, bentuk Korean wave lainnya pun mulai ikut menunjukkan kualitasnya, yakni film. Film Korea sudah mulai menunjukkan kualitasnya di dunia perfilman internasional. Pada awalnya, film Hongkong mendominasi film Asia di bioskop Indonesia. Namun seiring dengan semakin kuatnya ekspansi Korean wave, film produksi Korea Selatan pun mulai digemari. Hampir sama dengan drama tv, perfilman Korea memiliki ciri-ciri dan sentimen yang kuat dalam mengendalikan isu sensitif antara Korea Utara dan Korea Selatan. Sehingga, tidak sedikit film-film Korea yang mengandung unsur-unsur apolitis untuk menghindari persepsi negatif terkait konflik yang terjadi di kawasan Semenanjung Korea dan kebosanan di tengah-tengah masyarakat dunia akan permasalahan politik global.

Dalam rangka untuk mempromosikan dan meningkatkan ekspor film Korea yang telah memperoleh pengakuan diseluruh dunia, MOFAT54 telah mendukung pemutaran film Korea di festival film internasional besar seperti Berlin Internasional Film Festival, The Festival de Cannes dan Venice Festival Film. Selain itu, MOFAT telah mendukung Festival film internasional yang diadakan di Korea seperti BIFF (Busan Internasional Film Festival) yang mendorong film luar negeri, sutradara, dan professional lain untuk berpartisipasi dalam festival tersebut. Upaya mempromosikan film korea saja tetapi juga mempromosikan negara Korea secara keseluruhan kepada masyarakat Internasional. Oleh karena itu, film menjadi salah satu sarana dalam melakukan hubungan diplomasi55.

53 Doobo Shim. 2006. Hybridity and Rise of Korean Popular Culture in Asia. Media Culture and Society, Vol 28(1), hal. 28

54 MOFAT (Ministry of Foreign Affairs and Trade) merupakan kementrian luar negeri dan perdagangan Korea Selatan

55 Do Kyun Kim dan Se-Jin Kim. 2011. Hallyu from Its Origin to Presents. Do Kyun Kim dan Min- Sun Kim (eds). Hallyu: Influenfe of Korean Popular Culture in Asia and Beyond. Seoul: Seoul National University Press.

Dalam Skripsi Ayu Riska Wahyudiya. “Soft Diplomacy Korea Selatan. (Makassa : Universitas Hassanudin, 2013), hal 50.

c) Gaya Hidup (Kecantikan dan Makanan)

Perkembangan Hallyu turut berkembang ke wilayah budaya lainnya seperti kecantikan, makanan, fashion, dan lain-lainnya. Para artis Korea Selatan sering menjadi ambasador produk-produk kecantikan dan kosmetik yang menjadi incaran di seluruh negara pecinta Hallyu. Banyak negara mulai menjual produk kecantikan dan kosmetik secara online dan konvensional. Bahkan beberapa negara telah dibuka cabang produk kecantikan, seperti brand Innisfree, Sulwhasoo, Laneige, Mamonde, Etude House, Hera. Hallyu Wave membuat masyarakat dunia begitu tertarik dengan berbagai hal terkait Korea, termasuk Korean Beauty.

Makanan tradisional Korea tidak akan lengkap tampa kimchi, yakni campuran bermacam-macam sayuran beracar seperti Kubis Cina, bawang hijau dan ketimun.

Jenis-jenis kimchi tertentu sengaja dibuat pedas dengan tambahan bubuk cabe merah, sedangkan jenis yang lain di masak tampa cabe merah atau dimasukan ke dalam cairan yang gurih. Selain kimchi, doenjang (pasta kedelai), dengan unsur-unsurnya yang mampu melawan kanker, telah menarik perhatian para ahli gizi masa kini.56. 2.1.3 Pengaruh Hallyu(Korean Wave) terhadap Ekonomi Korea Selatan

Dalam data yang dirilis oleh The Economist, Hallyu direncanakan sebagai suatu potensi soft power, terutama sejak kejatuhan ekonomi Korea Selatan ketika krisis finansial Asia berlangsung pada tahun 1998 di mana GDP Korea Selatan turun drastis hingga 7%. Pemerintah Korea Selatan mulai melihat Hallyu sebagai instrumen soft power dengan harapan ekspansi profil Korea Selatan ke luar negeri melalui Hallyu akan diikuti oleh permintaan terhadap ekspor produk budaya dan pariwisata Korea Selatan57.

Tahun 2004, Hallyu menyokong GDP Korea Selatan sebnayak 0,2% dimana pada tahun sebelumnya hallyu menyokong sebesat 1,87 miliar USD pada sektor ekspor dan parawisata. Hallyu juga meningkatkan penjualan barang-barang lokal

56 Ibid hal 135.

57 The Economist. “South Korea‟s PopCultural Exports: Hallyu, Yeah!”, diakses dari https://www.economist.com/asia/2010/01/25/hallyu-yeah pada tanggal 20 Agustus 2020

dengan menyumbang 918 miliar USD58. Hallyu juga memberikan keuntungan di sektor pariwisata, produk dalam negeri yang mulai digemari masyarakat internasional serta pemasukan dari hak siar drama-drama korea selatan di luar negeri.

Dengan adanya grup musik, menjadikan pendapatan dari sektor ini salngatlah besar, dengan pendapatan total sebanyak 997.3 milyar Won serta nilai ekspor sebesar 48.5 milyar Won dan sebanyak 78.728 tenaga kerja yang diserap dari sektor ini.

Pemerintah Republik Korea Selatan telah mengakui bahwa peningkatan minat dalam budaya populer Republik Korea Selatan akan menguntungkan sektor ekspor negara itu. Menurut perkiraan pemerintah, sebesar 100 juta USD atau peningkatan ekspor hasil produk budaya dalam peningkatan ekspor sebanyak 412 juta USD dari konsumen lainnya59.

Selain itu Hallyu juga memberikan pemasukan yang cukup besar dimana sering di adakannya konser-konser internasional yang di lakukan. Di jepang Konser Super Junior dengan 110.000 penggemar mendapatkan keuntungan 13 juta USD hanya dengan dua hari tampil pada tahun 2012. Di Jepang komoditi Hallyu juga merambah ke Negara lain. Ekspor drama Republik Korea Selatan ke Taiwan yang memberikan pendapatan 9.7 juta USD dan di Asia Tenggara memberikan sekitar 6 juta USD.60

2.2 Dukungan Pemerintah Korea Selatan terhadap Hallyu(Korean Wave)

Dukungan pemerintah Korea Selatan terhadap Hallyu(Korean Wave) bertujuan untuk menciptakan citra Korea Selatan sebagai negara yang memiliki kebudayaan unik dan menarik. Pemerintah Korea Selatan menyadari bahwa produk budaya (industri kreatif) memiliki peluang ekonomi yang cukup besar. Alasan inilah yang mendorong Pemerintah Korea Selatan untuk mengembangkan diplomasi melalui aspek kebudayaan karena pernah terjadinya krisis ekonomi Asia pada tahun

58 Walter Pinem. “Korean wave dan peningkatan perekonomian Korea Selatan”, diakses dari http://www.seniberpikir.com/korean-wave-dan-peningkatan-perekonomian-korea-selatan/ diakses pada tanggal 19 Agustus 2020.

59 Skripsi Hari Darmawan, “Diplomasi Publik Republik Korea Selatan melalui Hallyu/Korean Wave Terhadap Perekonomian Republik Korea Selatan”. Malang: Ilmu Hubungan Interansional, Universitas Muhammadiyah Malang. 2014. hal 3

60 Ibid hal 6.

1997 yang memberikan dampak bagi industri budaya dan usaha nasional Korea Selatan61. Alasan lainnya pemerintah Korea Selatan mendukung diplomasi melalui aspek kebudayaan dikarenakan melalui produk Hallyu seperti musik dan drama, Korea Selatan dapat mempertahankan penggunaan Hangul (Bahasa Korea), sebab hal ini didasari oleh sifat dasar Korea Selatan yang kurang menyukai dominasi kebudayaan asing dan memegang teguh kebudayaan leluhur62.

Keberhasilan penyebaran Hallyu ke seluruh dunia tidak dapat dilepaskan dari dukungan pemerintah Korea Selatan sendiri terhadap upaya pengembangan budaya bangsanya. Dukungan awal pemerintah Korea Selatan terhadap Hallyu terjadi saat dilaksanakannya liberalisasi media di tahun 1980-an hingga pertengahan tahun 1990-an. Pemerintah Korea Selatan memberikan beasiswa dalam jumlah besar kepada artis dari berbagai bidang seni untuk belajar di Amerika Serikat dan Eropa. Pemberian beasiswa ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan para artis mengenai seni yang ditekuninya63.

Permulaan pemerintah Korea Selatan melihat Hallyu sebagai potensi dalam membangun negerinya dimulai saat era Presiden Kim Young Sam yang saat itu mengumumkan kebijkan segyehwa yang muncul sebagai reaksi atas fenomena globalisasi yang mulai terjadi. Salah satu tujuan dari kebijakan segyehwa itu adalah menjadikan Korea Selatan sebagai negara kelas dunia64. Untuk mendukung kebijakan ini, Kim Young Sam melakukan pembaharuan dalam 3 aspek yakni politik, ekonomi, dan budaya. Pada aspek politik Kim Young Sam menjadikan Korea Selatan sebagai negara yang lebih demokratis karena pada masa pemerinthana sebelumnya diperintah secara militer. Pada aspek ekonomi, Kim Young Sam mendukung globalisasi agar jumlah ekspor tidak menurun. Dan pada aspek budaya, Kim Young Sam melakukan pengembangan budaya dengan tujuan menjaga kelestarian budaya

61 Beatrix E.D. Sendow. Op.Cit

62 Wahyudi Wibowo. 2013. “K-Drama Industri Kreatif Berbasis Budaya Populer. Yogyakarta: Pusat Studi Korea Universitas Gadjah Mada, hal 25.

63 Kompas. 2012. Gelombang Korea Menerjang Dunia.

http://entertainment.kompas.com/read/2012/01/15/18035888/.Gelombang.Korea.Menerjang.Dunia . diakses pada tanggal 04 Agustus 2020.

64 Inakos. 2013. Buku Pengantar Korea Seri ke-6. Pada tulisan Azizah Al Aziz dengan judul “Hallyu: Sarana Peningkatan Daya Tarik Korea”, hal 65-67. Buku diakses dari https://issuu.com/inakos/docs/buku_6__1_, pada tanggal 04 Agustus 2020.

Korea dengan tidak meniru budaya asing dan berusaha menjadikan budaya Korea sebagai budaya universal yang diterima seluruh dunia. Dari hasil kebijakan ini, di tahun 1994 pemerintah Korea Selatan menerima laporan potensi kontribusi budaya pada perkembangan nasional yang menjadikan pemerintah Korea Selatan menggunakan budaya sebagai pendorong ekonomi nasional65. Oleh karena itu dibentuklah Cultural Industry Bureau66 untuk mendukung produksi industri budaya sebagai industri strategis nasional melalui peningkatan produksi mandiri, pelatihan sumber daya manusia, partisipasi di pasar perdagangan.

Dukungan pemerintah Korea Selatan terhadap Hallyu juga dilanjutkan pada masa pemerintahaan selanjutnya. Secara konsisten, Pemerintah Korea Selatan mulai mempromosikan industri budaya Korea Selatan sejak pemerintahan Presiden Kim Dae Jung. Pada masa pemerintahaanya, Kim Dae Jung memiliki slogan politik yaitu

“Creation of the New Korea”. Slogan itu memiliki maksud bahwa Pemerintah Korea ingin menghapus citra bangsa yang tradisional dan membuat citra nasional yang lebih baru dan modern. Kebijakan budaya di masa Pemerintahan Kim Dae Jung dimaksudkan untuk membangun identitas budaya dari perspektif internasional dan untuk membangun kreatifitas budaya suatu bangsa67.

Presiden Kim Dae Jung memiliki visi untuk mengembangkan cultural technology yang meliputi pengembangan warisan budaya tradisional dan budaya popular yang dapat mendorong ekonomi Korea Selatan serta menjanjikan investasi finansial yang besar dan melanjutkan dukungan untuk industri budaya lokal68. Di tahun 2001, Kim Dae Jung juga mendirikan Korean Culture and Content Agency (KOCCA)69 yang bekerjasama dengan Ministry of Culture and Tourism dengan

65 Ibid.

66 Cultural Industry Bureau merupakan badan pemerintah di era Kim Young Sam yang membidangi kebudayaan Korea Selatan.

67 Idola Perdini Putri, dkk. 2019. “K-Drama dan Penyebaran Korean Wave di Indonesia”. Jurnal Kajian Televisi dan Film, Vol 3 No.1, hal 69.

68 Doobo Shim. Loc.Cit.

69 Korean Culture and Content Agency (KOCCA) merupakan institusi yang didirikan era Kim Dae Jung untuk mengekspor produk budaya Korea Selatan, memberikan serta menciptakan teknologi yang berhubungan dengan pembuatan arsip sejarah dan budaya dalam bentuk digital.

tujuan untuk mempromosikan industri budaya Korea dan mengembangkan pasarnya di luar negeri70.

Di masa kepemimpinan Roh Moo Hyun, pemerintah melakukan reorganisasi terhadap Ministry of Culture and Tourism dengan tujuan menjadikan Korea Selatan menjadi pusat budaya Asia. Perubahan ini mengubah Ministry of Culture and Tourism menjadi MCST (Ministry of Culture, Sport, and Tourism) karena pemerintahan di era Roh Moo Hyun melihat bahwa salah satu cabang olahraga Korea yakni „Taekwondo‟ 71 cukup popular di masyarakat global dan dapat dimanfaatkan untuk membangun citra Korea Selatan72. Roh Moo Hyun ingin menampilkan sesuatu yang bisa mewakili image Korea Selatan di tingkat global. Produk-produk budaya yang ditampilkan melalui media visual seperti film dan drama televisi sangat berkaitan dengan seni dan budaya Korea, sehingga di dalam produk dapat ditemukan identitas budaya Korea.

Roh Moo Hyun juga menerapkan kebijakan “Han Style” yang mempromosikan enam pilar budaya tradisional Korea yang merefleksikan gaya hidup masyarakat Korea kepada publik internasional. Enam pilar itu terdiri dari Hangeul (Alfabet), Hansik (Bahasa), Hanbok (Pakaian adat), Hanok (Rumah adat), Hanji (Kertas Tradisional), Hanguk eumak (Musik Tradisional). Enam pilar budaya Korea Selatan tersebut menjadi pendukung Hallyu popularitas di luar negeri dan kebijakan han style tersebut bertujuan untuk mengkampanyekan budaya masyarakat Korea Selatan menjadi budaya global73.

Dukungan terhadap Hallyu juga di lanjutkan pada masa pemerintahan Lee Myung Bak. Presiden Lee mendefinisikan Hallyu sebagai industrialisasi budaya dengan adanya modernisasi budaya tradisional dan pembaharuan industri budaya dan seni. Untuk mendukung pembangun citra, Lee Myung Bak juga membentuk

70 Reza Primayanti. 2015. “The Role of South Korea’s Government in Developing and Sustaining Hallyu”. Jurnal Paradigma, Vol 19 No 1, hal 34.

71 Taekwondo adalah seni bela diri asal Korea yang juga sebagai olahraga nasional Korea.

72 Reza Primayanti,Op,Cit, hal 36

73 Ibid

Presidential Council on Nation Branding74. Pembentukan badan tersebut untuk memanfaatkan kepopuleran Hallyu yang dapat digunakan sebagai metode untuk memperbaiki dan meningkatkan citra negara, selain untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Korea Selatan.

2.2.1 Kebijakan terhadap Diplomasi Hallyu (Korean Wave)

Dalam buku yang ditulis Iva Rachmawati yang berjudul “Diplomasi Publik Meretas Jalan bagi Harmoni dalam Hubungan Antarnegara”, bahwa keseriusan pemerintah Korea tercermin dalam pernyataan Menteri Kebudayaan, Olahraga, dan Parawisata pada tahun 2006, yang menyebutkan bahwa pemerintah akan memberi dukungan penuh terhadap program pertukaran budaya, “ The Ministry has set up public relation offices overseas called “Korean Plaza” to strengthen the country’s image through the globalization of hallyu, the boom of Korean pop culture overseas.

In Particular, the government will support exchange of cultural contents with foreign countries away from unilateral or export-oriented activities75”.

Keseriusan pemerintah Korea Selatan terhadap Hallyu dapat diketahui dari beberapa kebijakan penting diantaraya:

1. Principal Goals and Direction of Korean Cultural Diplomacy and Related Policies 2007

Kebijakan ini merupakan kelanjutan dari Diplomatic White Paper 2006, yang menjadikan Hallyu menjadi bagian dalam diplomasi kebudayaan Korea dalam memperkenalkan Korea ke masyarakat internasional. Dalam kebijakan ini terdapat dua hal penting yang menjadi sasaran utama dalam Diplomasi Hallyu yakni Mendorong kerjasama dengan negara-negara lain melalui pertukaran budaya dan Memperkuat daya saing nasional melalui peningkatan citra nasional76.

2. Diplomatic White Paper

74 Makalah non Seminar ditulis Sarah Phalosa Rani. 2016. “Korean Wave Sebagai Salah Satu Pendukung Nation Branding yang dilakukan oleh Korea Selatan”. Depok: Universitas Indonesia, hal 3.

75 Iva Rachmawati, Op.Cit.,hal 131.

76 Ministry of Foreign Affrairs Republic of Korea. 2007. “Principal Goals and Direction of Korean Cultural Diplomacy and Related Policies”.Op.Cit.

Dirangkum dari Diplomatic White Paper 2006, pemerintah Korea Selatan menjelaskan bahwa dalam kebijakan luar negerinya pelaksanaan diplomasi Korea Selatan dijalankan oleh Ministry of Culture, Sport, and Tourism (MCST) sebagai pelaksana yang bertanggung jawab dalam memperkenalkan Hallyu demi mencapai tujuan nasional Korea Selatan dalam membangun citranya77.

Sama seperti Diplomatic White Paper sebelumnya, dalam Diplomatic White Paper 2008 pemerintah Korea Selatan menyatakan bahwa unsur kebudayaan menjadi penting dalam menjalankan diplomasi Korea Selatan.

Ministry of Culture, Sport, and Tourism (MCST) mencoba meanfaatkan berbagai macam bentuk aktivitas Hallyu dalam mencapai kepentingan nasional Korea Selatan. Dokumen ini menambahkan bahwa film dan drama menjadi unsur penting dalam kegiatan diplomasi Korea Selatan78.

Begitu juga dengan Diplomatic White Paper 2011, bahwa MOFAT (Ministry of Foreign Affairs and Trade) ditugaskan dalam memperkenalkan budaya Korea Selatan ke negara-negara luar juga dengan mendorong diplomasi Hallyu melalui penawaran ke stasiun televisi negara-negara luar, video dokumentasi yang menggambarkan Korea Selatan dan juga kebudayaan Korea Selatan79.

3.

Visit Korea 2010-2012: Promote Korea as a Whole

Dimulai dari tahun 2010, “City & Style” menjadi tema utama, dengan fokusnya pada Seoul‟s World Design Capital dan Hallyu di Asia Timur. Pada tahun 2011, “Nature & People” menjadi tema utama dengan fokusnya pada IAAF

77 Dirangkum dari Ministry of Foreign Affrairs Republic of Korea. 2006. Diplomatic White Paper. Diakses dari https://www.mofa.go.kr/eng/brd/m_5684/view.do?seq=303626&srchFr=&srchTo=&srchWord=&s

World Championship in Athletics in Daegu dan green tourism80. Pada tahun 2012,

“Blue Ocean” menjadi tema utama dengan fokusnya pada World Expo in Yeonso.

Program yang berjalan selama tiga tahun ini akan berada dibawah slogan “Offer the best of Korea with your smile81”. Program ini bermaksud untuk meningkatkan wisatawan asing dengan menyimbolkan kota-kota besar di Korea Selatan sebagai daya tarik.

2.2.2 Stuktur institusi dalam Diplomasi Hallyu(Korean Wave)

Korea Selatan memiliki beberapa institusi yang telibat dalam mendukung diplomasi budaya dan tanggung jawab utama diemban oleh The Ministry of Culture, Sports & Tourism (MCST) dan The Ministry of Foreign Affairs (MOFA). The Ministry of Culture, Sports & Tourism (MCST) memiliki beberapa badan institusi yang bergerak dibawah naungannya dalam membantu kerja MCST.

Gambar 2.1 Struktur Organisasi Kementerian Budaya, Olahraga dan Pariwisata Korea Selatan

Sumber : Rangkuman Peneliti82 1. Korean Tourism Organization (KTO)

KTO merupakan organisasi yang didirikan didirikan pada tahun 1962 dan memiliki tugas untuk mempromosikan industri pariwisata Korea Selatan. Pada awalnya, organisasi ini hanya fokus untuk mempromosikan Korea sebagai salah satu

80 IAAF merupakan badan internasional pengelola kejuaran atletik.

81 About the Visit Korea Committee, diakses dari https://vkc.or.kr/en/visit-korea-committee/compliment/ pada tanggal 20 Agustus 2020.

82 Rangkuman penusi yang bersumber dari

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/21146/BAB%20IV.pdf?sequence=5&isAllowed=y pada

negara tujuan untuk berwisata masyarakat asing. Akan tetapi, dimulai pada tahun 1980an, mempromosikan pariwisata domestik menjadi salah satu tugas dari KTO.

Visi dari organisasi ini adalah untuk membuat paradigma baru dalam industri pariwisita, dan menjadikan Korea sebagai tempat yang selalu diingat untuk kembali lagi.

2. Korean Culture and Information Service (KOCIS)

KOCIS didirikan 2010 sebagai penggerak utama pertukaran budaya.

Pendirian KOCIS ini kemudian membuatnya bertanggung jawab atas Korean Cultures Centres yang bertugas untuk mendiseminasikan informasi, mempromosikan kerjsama, budaya dan kehidupan Korea. Pada tahun 2013 ada 25 Korean Cultural Centres di luar negeri termasuk di Paris, Berlin, Brussels, Budapest, London, Madrid, dan Warsawa83.

3. Korean Film Council (KOFIC)

KOFIC didirikan pada tahun 1973. Tujuan utamanya adalah mempromosikan dan mendukungproduksi film Korea Selatan melalui pendanaan, penelitian, pendidikan, dan pelatihan. KOFIC juga berusaha mengembangkan pasar internasional untuk film Korea Selatan dan mempromosikan pemahaman antar-budaya melalui pertukaran budaya berbasis film. Tidak hanya itu, Pemerintah Korea Selatan juga memberikan stimulus terhadap industri hiburan dengan memberikan insentif dana, kebijakan, penelitian, pelatihan profesional, dan pendidikan.

4. Korea Creative Content Agency (KOCCA)

KOCCA dibagun sebagai institusi publik pada masa pemerintahan Kim Dae Jung pada tahun 2001. Bekerjasama dengan kementrian budaya dan pariwisata.

Sebagai institusi publik, KOCCA mencerminkan kerjasama antara pemerintah dan sektor swasta, mengingat staf yang direkrut berasal dari sektorsektor industri budaya tersebut. KOCCA bertanggung jawab dalam mengekspor produk budaya Korea Selatan, memberikan pendidikan kreasi konten budaya, serta menciptakan teknologi yang berhubungan dengan pembuatan arsip sejarah dan budaya dalam bentuk

83 Iva Rachmawati, Op.Cit.,hal 138.

digital84. KOCCA juga terdiri dari badan-badab pendukung lainnya, diantaranya:

Korea Broadcasting Institute, Korea Game Development and Promotion Institute, Korea Sulture and Contents Centre, Digital Contents Business Group of the Korea SW Industry Promotion Agency.

5. Korea Foundation for International Cutural Exchange (KOFICE)

KOFICE yang didirikan pada tahun 2003 merupakan badan pemerintah yang memiliki tujuan untuk memperkenalkan kebudayaan Korea Selatan melalui programprogram akademik, intelektual dan pertukaran budaya, serta membangun pemahaman bersama tentang kebudayaan Korea Selatan dengan komunitas internasional85.

Dirangkum dari tulisan Indah Chartika, terdapat beberapa program KOFICE yang terkenal, diantaranya86; Enhancement of Korean Studies and Language Overseas (program yang mendukung pendirian studi kajian tentang Korea Selatan dan Bahasa Korea di berbagai universitas di dunia), Forum and Research (program yang mengatur pertemuan umum dalam dialog non-pemerintah yang dihadiri oleh

Dirangkum dari tulisan Indah Chartika, terdapat beberapa program KOFICE yang terkenal, diantaranya86; Enhancement of Korean Studies and Language Overseas (program yang mendukung pendirian studi kajian tentang Korea Selatan dan Bahasa Korea di berbagai universitas di dunia), Forum and Research (program yang mengatur pertemuan umum dalam dialog non-pemerintah yang dihadiri oleh

Dokumen terkait