• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI KEPENTINGAN NASIONAL KOREA SELATAN TERHADAP INDONESIA MELALUI DIPLOMASI HALLYU (KOREAN WAVE) Oleh : DANIEL SIMANIHURUK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI KEPENTINGAN NASIONAL KOREA SELATAN TERHADAP INDONESIA MELALUI DIPLOMASI HALLYU (KOREAN WAVE) Oleh : DANIEL SIMANIHURUK"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

KEPENTINGAN NASIONAL KOREA SELATAN TERHADAP INDONESIA MELALUI DIPLOMASI HALLYU (KOREAN WAVE)

Oleh :

DANIEL SIMANIHURUK 160906051

Dosen Pembimbing : Indra Kesuma Nasution, Ph.D

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2020

(2)
(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

DANIEL SIMANIHURUK (160906051)

KEPENTINGAN NASIONAL KOREA SELATAN TERHADAP INDONESIA MELALUI DIPLOMASI HALLYU (KOREAN WAVE)

ABSTRAK

Skripsi ini membahas tentang Kepentingan Nasional Korea Selatan terhadap Indonesia melalui Diplomasi Hallyu. Hallyu merupakan fenomena global yang dipergunakan Korea Selatan dalam membangun kembali negara-nya. Pemanfaatan Hallyu mulai dari musik, film, hingga makanan dimanfaatkan Korea Selatan untuk membangun ekonomi dan citra nya terhadap dunia termasuk Indonesia. Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini ialah untuk menjelaskan bagaimana Hallyu menjadi instrumen diplomasi Korea Selatan terhadap Indonesia dan menggambarkan bagaimana Hallyu memasuki Indonesia. Penulisan skripsi ini juga menggunakan konsep Kepentingan Nasional yang berhubungan dengan konsep Diplomasi kebudayaan yang menjelaskan bahwa dalam mencapai kepentingan nasional dapat ditempuh dengan cara damai dengan menggunakan eksibisi seperti adanya pameran, pertukaran teknologi, dan sebagainya. Konsep Nation Branding juga menjelaskan gambaran bagaimana Korea Selatan dalam mencapai kepentingan nasionalnya di Indonesia dengan membangun citra-nya sebagai negara friendly sehingga mempermudah Korea Selatan dalam memenuhi kepentingan nasional nya di Indonesia. Dengan metode analisis data diskursus memungkinkan untuk dapat memahami hubungan antara konsep dan data sehingga hipotesis dari skripsi dapat dikembangkan dan dievaluasi.

Kata Kunci: Diplomasi, Hallyu, Kepentingan Nasional, Korea Selatan.

(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

DANIEL SIMANIHURUK (160906051)

SOUTH KOREA'S NATIONAL INTEREST IN INDONESIA THROUGH THE HALLYU (KOREAN WAVE) DIPLOMACY

ABSTRACT

This thesis discusses the National Interests of South Korea for Indonesia through Hallyu Diplomacy. Hallyu is a cultural phenomenon that South Korea uses in rebuilding its country. The use of Hallyu, from music, films, to food, is used by South Korea to build its economy and image for the world, including Indonesia. The objective that can be achieved in this thesis is to explain how Hallyu has become an instrument of South Korean diplomacy in dealing with Indonesia. The writing of this thesis also uses the concept of National Interest which is related to the concept of Cultural Diplomacy which explains that achieving national interests can be achieved peacefully by using exhibitions such as exhibitions, technology exchange, and so on.

The concept of Nation Branding also explains how South Korea can achieve its national interests in Indonesia by building its image as a friendly country so as to make it easier for South Korea to fulfill its national interests in Indonesia. With the data analysis method, it is possible to understand the relationship between concepts and data so that the hypothesis from the thesis can be developed and evaluated.

Keywords: Diplomacy, Hallyu, National Interest, South Korea.

(5)
(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Tuhan Yesus Kristus untuk berkat, kasih setia, kekuatan dan penghiburan yang senantiasa diberikan kepada penulis, dalam proses penyelesaian skripsi serta masa perkuliahan ini. Atas kasih karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “KEPENTINGAN NASIONAL KOREA SELATAN TERHADAP INDONESIA MELALUI DIPLOMASI HALLYU (KOREAN WAVE)”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh gelar Sarjana (S1) pada Program Sarjana Ilmu Politik, Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penulis sangat bersyukur karena masih dimampukan untuk menyusun skripsi ini dalam keadaan sehat walafiat, tidak kekurangan suatu apapun, dan selalu dicukupkan berkat penyertaan Tuhan Yesus dalam kehidupan penulis yang sangat luar biasa.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, karena itu dengan rendah hati penulis menerima segala bentuk saran dan kritik yang membangun untuk dijadikan perbaikan bagi penulis dalam referensi penelitian selanjutnya.

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih dengan hati yang paling dalam kepada keluarga terkasih yang sangat berperan besar setiap harinya dalam kehidupan penulis sebagai pembimbing untuk tetap berada di jalur kebaikan dalam hidup di dunia ini yang sangat besar pengaruhnya terhadap hidup penulis, terkhusus kepada Ir. Lysbeth Naibaho selaku ibu saya yang sangat saya sayangi yang sudah membesarkan dan merawat penulis sejak lahir serta memberikan kasih sayang, dukungan dan fasiltas untuk mengejar cita-cita saya. Terimakasih saya ucapkan kepada bapak saya Mardame Simanihuruk S.H. Terima kasih juga saya ucapkan kepada opung-opung saya yang telah memberikan saya kasih sayang, fasilitas, serta kebutuhan tambahan lainnya sehingga saya tidak merasa kekurangan dalam kehidupan sosial di kampus.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak berkontribusi kepada penulis selama masa perkuliahan sampai penyelesaian skripsi ini, diantaranya :

1. Bapak Dr. Muriyanto Amin S. Sos, M. Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Warjio, MA, Ph. D, selaku Kepala Program Studi Departemen Ilmu Politik FISIP USU.

3. Bapak Indra Kesuma Nasution, S.IP, M.Si, Ph.D selaku Dosen Pembimbing. Terimakasih untuk arahan, kesabaran, kerelaan hati dan waktu yang diberikan kepada penulis dari awal sampai skripsi ini

(8)

selesai. Semoga bapak dan keluarga selalu diberi kesehatan, serta berkatNya senantias.

4. Seluruh dosen dan semua staff Departemen Ilmu Politik FISIP USU, yang telah memberi ilmu dan membantu saya selama perkuliahan.

Semoga bapak dan ibu selalu diberi kesehatan.

5. Baracha Panggabean, Bayu Silalahi, Daniel Siregar, Hassian Sitanggang, Hans Malonai, Henry Manurung, Immanuel Debataraja, Mazmur Ginting, Petra Perangin-angin, Rio Winner, dan Yohannes Sitinjak selaku keluarga kecil IPA 3 STOSA „57 serta sahabat terbaik yang pernah penulis miliki yang selalu memberikan motivasi dan dukungan kepada saya sejak masa SMA, kuliah, sampai saat ini.

Terimakasih atas waktu dan pengalaman yang sudah kita lewati bersama.

6. Chris Bukit, Rico Saragih, Roy Purba, dkk, selaku keluarga kecil dan sahabat penulis juga. Terimakasih atas waktu dan sharing ilmu-ilmu yang kita dapatkan dari kampus kita masing-masing yang memberikan saya pengetahuan mengenai ilmu pertanian, politik, kedokteran, dan lainnya yang sangat bermanfaat dalam menambah wawasan saya.

7. Celine Martarani Purba selaku sahabat spesial penulis yang selalu mengganggu dan terkadang menyusahkan saya dalam pengerjaan skripsi. Walaupun begitu, terimakasih telah membantu saya dalam menyelesaikan tugas semasa kuliah, membantu dalam ujian sehingga saya mendapatkan nilai yang baik, membantu dalam pengisian absen saya semasa kuliah, mengingatkan untuk ibadah serta menemani saya dalam proses pengerjaan skripsi ini.

8. Elsa Simanjuntak dan Christyn Gultom selaku teman penulis di kampus. Terimakasih telah mau menerima saya menjadi satu kelompok pada masa PKL sehingga saya mendapatkan pengalaman untuk magang di Kementrian Luar Negeri Indonesia serta meluangkan waktu untuk membantu saya dalam mengerjakan skripsi ini.

9. Budiman Saragih, Barus Sijabat, Egi Tarigan, Hizkia Putra, Lasmin Aritonang, Raja Simanjuntak, Samuel Silalahi, Wesly Panggabean, dan Yosua Situngkir selaku teman penulis yang sering membantu pada masa kuliah, menemani saya mengisi waktu luang di kampus, serta kebaikan dalam membantu absen saya semasa kuliah. Terimakasih atas bantuan dan kebaikan kalian selama ini.

10. Kusherawati, Nathania Malau, dan Salwah selaku teman penulis yang sering membantu pada masa kuliah hingga saat ini. Terimakasih telah membantu dalam pengerjaan tugas, kebaikan dalam membantu saya untuk mengisi absen serta mendengarkan curhatan saya.

11. Pak Jum dan Pak Uban. Terimakasih atas kebaikan bapak-bapak yang memberikan tempat untuk cerita, tempat mengisi waktu luang, serta meminjamkan tempat untuk beristirahat di posko. Terimakasih juga atas kebaikan bapak-bapak yang menjaga parkiran kampus agar tetap aman.

(9)
(10)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... Error! Bookmark not defined.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

Halaman Persetujuan ... Error! Bookmark not defined. Halaman Pengesahan ... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL ... ix

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Batasan Masalah ... 7

1.4 Tujuan Penelitian ... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

1.6 Penelitian Terdahulu ... 8

1.7 Kerangka Konseptual ... 11

1.7.1 Kepentingan Nasional ... 11

1.7.2 Diplomasi ... 13

1.7.3. Nation Branding ... 18

1.7.4 Bagan Konseptual ... 20

1.8 Metode Penelitian ... 21

1.8.1 Jenis Penelitian ... 21

1.8.2 Teknik Pengumpulan Data ... 22

1.8.3 Teknik Analisis Data ... 23

1.9 Sistematika Penulisan ... 24

BAB II ... 26

HALLYU(KOREAN WAVE) DI KOREA SELATAN ... 26

2.1 Perubahan Korea Selatan ... 26

(11)

2.1.1 Munculnya Hallyu(Korean Wave) dan Perkembangannya ... 28

2.2.1 Bentuk-Bentuk Hallyu(Korean Wave)... 30

2.1.3 Pengaruh Hallyu(Korean Wave) terhadap Ekonomi Korea Selatan ... 32

2.2 Dukungan Pemerintah Korea Selatan terhadap Hallyu(Korean Wave).... 33

2.2.1 Kebijakan terhadap Diplomasi Hallyu (Korean Wave) ... 37

2.2.2 Stuktur institusi dalam Diplomasi Hallyu(Korean Wave) ... 39

2.2.3 Menjalin kerjasama dengan pihak swasta ... 42

BAB III ... 43

PEMANFAATAN HALLYU(KOREAN WAVE) SEBAGAI ALAT DIPLOMASI DALAM PENCAPAIAN KEPENTINGAN NASIONAL KOREA SELATAN DI INDONESIA ... 43

3.1 Hallyu(Korean Wave) di Indonesia ... 43

3.1.1 Permulaan Hallyu(Korean Wave) di Indonesia ... 43

3.1.2 Bentuk-Bentuk Hallyu (Korean Wave) di Indonesia ... 45

a) Drama dan Film ... 45

b) Musik ... 46

3.2 Kegiatan Diplomasi Hallyu(Korean Wave) di Indonesia ... 46

3.2.1 Studi Bahasa Korea Selatan ... 46

3.2.2 Korea Indonesia Week ... 47

3.2.3 Korea Indonesia Film Festival ... 49

3.2.4 K-Food Fair ... 51

3.2.5 Kelas/Seminar Budaya Korea Selatan ... 53

3.3 Pencapaian Kepentingan Nasional Korea Selatan di Indonesia ... 55

3.3.1 Kepentingan Citra dan Politik ... 55

a) Promosi Alusista ... 55

b) Nation Branding ... 56

3.3.2 Kepentingan Sosial-Budaya ... 59

a) Penyebaran Budaya ... 59

3.3.3 Kepentingan Ekonomi ... 60

a) Parawisata ... 60

b) Ekspor Produk Budaya ... 62

BAB IV ... 66

PENUTUP ... 66

(12)

4.1 Kesimpulan ... 66 4.2 Saran ... 68 Daftar Pustaka ... 70

(13)

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

Judul Gambar dan Tabel : Halaman

Gambar 1.1 Bagan Theoritical Framework 20

Gambar 2.1 Struktur Organisasi Kementria Budaya 48 Olahraha dan Pariwisata Korea Selatan

Tabel 4.1 Data Jumlah Wisatawan Indonesia 70

ke Korea Selatan 2015-2017

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Korea Selatan dan Indonesia adalah dua negara yang saling berbeda segalanya, baik itu ideologi, ekonomi, sosial, politik, maupun budaya, walaupun letaknya sama-sama di bagian Asia, yaitu Korea Selatan terletak di Asia Timur sedangkan Indonesia terletak di Asia Tenggara. Oleh sebab itu kedua negara akan berbeda pola dalam segi geografi, bahasa, iklim, kehidupan, sosial dan lain sebagainya1. Pada era saat ini Korea Selatan merupakan negara yang sedang berkembang menjadi kekuatan industri baru di dunia2. Bersamaan dengan perkembangan Industri Korea Selatan tersebut, Korea Selatan dan Indonesia melakukan hubungan kerja sama antar kedua negara dengan tujuan untuk pembangunan ekonomi yang lebih baik yang akan saling menguntungkan kedua belah pihak.

Hubungan diplomatik kedua negara mulai dijalin pada September 1973, namun hubungan konsulat telah dimulai pada Agustus 1966. Kedua negara terus berupaya meningkatkan hubungan dan kerja sama baik secara bilateral, regional, maupun multilateral.3 Kunjungan sering dilakukan oleh para pemimpin politik, ekonomi, sosial, dan budaya tiap tiap negara setelah dimulai hubungan konsuler tersebut. Hubungan yang semakin erat antara kedua negara itu telah memajukan saling pengertian dalam berbagai bidang, mulai dari bidang politik, ekonomi seperti

1 Dr. Ali An Sun Geun, M.A. 2014. Carilah Ilmu ke Negeri Korea: Mewujudkan Hubungan Bilateral yang Harmoni antara Indonesia dan Korea. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media, hal 183.

2 Kekuatan industri Korea Selatan terlihat pada produk teknologi yang diakui dunia seperti KIA, Samsung, LG, industri perkapalan, industri baja, kereta api cepat (KTX Bullet Train) dan banyak lagi. Korea Selatan kini menduduki peringkat 8 dunia untuk perdagangannya setelah Amerika, China, Jerman, Jepang, Prancis, Belanda dan Inggris. Orientasi ekonomi pada ekspor menjadi salah satu pendongkraknya.

3 Kedutaan Besar Republik Indonesia, https://kemlu.go.id/seoul/id/pages/hubungan_bilateral/558/etc-menu, diakses pada tanggal 11 Febuari 2020.

(15)

investasi, dan sosial budaya terutama pada parawisata. Kemudian pengertian bersama itu semakin dimanfaatkan dalam menghadapi masalah-masalah nasional dan internasional. Para Menteri luar negeri dan pejabat pemerintah antar negara pun mulai saling mengunjungi satu sama lain dengan maksud saling menukar pandangan dalam menentukan kebijakan politik-diplomatik atau ekonomi-sosial-budaya serta hal ini dimanfaatkan dalam penyelesaian masalah nasional maupun internasional4.

Dalam hubungan bilateral, Indonesia-Korea Selatan berada pada posisi yang saling melengkapi. Kedua negara berpotensi untuk saling mengisi satu sama lain. Di satu pihak, Indonesia memerlukan modal/investasi, teknologi, dan produk-produk teknologi. Di lain pihak, Korea Selatan memerlukan sumber alam/mineral, tenaga kerja, dan pasar Indonesia yang besar. Hubungan kedua negara mencapai puncaknya sejak terbentuknya Forum Komisi Bersama tahun 20065. Kerjasama kedua negara lebih diperkuat lagi dengan terbentuknya Joint Declaration on Strategic Partnership to Promote Friendship and Cooperation in the 21st Century yang ditandatangani oleh Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Korea Selatan Roh Moo Hyun tahun 2006 di Jakarta6.

Joint Declaration on Strategic Partnership to Promote Friendship and Cooperation in the 21st Century tersebut meliputi 3 pilar kerjasama, yaitu7: 1) Kerjasama politik dan keamanan seperti kerjasama dalam penangkalan aksi terorisme dan kriminal lintas negara, industri pertahanan, bencana alam dan lainnya. 2) Kerjasama ekonomi, bersama dengan adanya peningkatan hubungan Indonesia-Korea Selatan di bidang politik, hubungan kerjasama ekonomi pun mengalami peningkatan yang cukup pesat. Berdasarkan data KBRI Seoul, ditahun 2009 nilai perdagangan Indonesia-Korea Selatan menghasilkan profit sebesar 15 milyar USD, tahun 2010

4 Inakos. 2013. Buku Pengantar Korea Seri ke-7, Asiosasi Studi Korea di Indonesia, https://issuu.com/inakos/docs/korea_isi__1_/4, diakses pada tanggal 11 Febuari 2020.

5 Forum Komisi Bersama tahun 2006, merupakan forum yang dibentuk antara Indonesia dan Korea Selatan yang bertujuan untuk meningkatkan hubungan ekonomi, perdagangan, politik kedua negara. Kemudian forum ini menjadi Joint Declaration on Strategic Partnership to Promote Friendship and Cooperation in the 21st Century untuk memajukan hubungan kedua negara menuju kerjasama yang lebih besar lagi.

6 Dr. Ali An Sun Geun, M.A., Op.Cit, hal 184.

7 Leonardo. 2019. Diplomasi Budaya Korea Selatan dan Implikasinya terhadap Hubungan Bilateral Korea Selatan-Indonesia. Global Political Studies Journal Vol.3 No. 1 hal 2.

(16)

sebesar 23 milyar USD, tahun 2011 mencapai 31 milyar USD, hingga Oktober 2013 mencapai 30 milyar USD8. Salah satu bentuk kerjasama di bidang ekonomi adalah Indonesia-Korea Comprehensif Economic Partnership (IK-CEPA) yang berguna

untuk akses pasar perdagangan barang dan jasa, fasilitasi perdagangan dan investasi, serta kerja sama dan capacity building. 3) Kerjasama Sosial budaya, kerjasama ini diperkuat sebelumnya dengan Indonesia yang telah meratifikasi MoU (Memorandum of Understanding) pada tahun 2000, kemudian bidang parawisata dimasukan kedalam persetujuan pada tahun 2006. Salah satu bentuk kerjasama di bidang ini yaitu dengan di berdirikan nya Pusat Kebudayaa Korea atau yang biasa disebut Korean Cultural Center (KCC). Tujuan dibangunnya pusat KCC ini yaitu untuk memeperkenalkan dan menyebarkan kebudayaan Korea di Indonesia, meningkatkan persahabatan antara kedua negara melalui pertukaran kebudayaan dan sumber daya manusia, serta meningkatkan pemahaman antar dua negara.

Hallyu merupakan fenomena budaya yang berasal dari Korea Selatan yang memberikan pengaruh dalam hubungan bilateral Korea Selatan dengan negara lain termasuk Indonesia. Hallyu dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi budaya popular yang cukup digemari oleh masyarakat global termasuk masyarakat Indonesia.

Hallyu merupakan istilah yang kini merujuk pada popularitas hiburan dan budaya Korea di Asian dan daerah lain di dunia9. Hallyu sendiri terdiri dari beberapa konten kebudayaan yang menjadi komoditas ekspor kebudayaan yang utama bagi Korea Selatan, diantaranya; film, drama televisi (K-Drama), musik (K-Pop) dan K- Fashion10. Oleh sebab itu, Hallyu(Korean Wave) digunakan oleh Pemerintah Korea Selatan menjadi salah satu upaya dalam memperbaiki citra Korea dengan

8 Novita Rakhmawati dan Sunarti Purnama. 2014. Pengaruh Hallyu sebagai Soft Power terhadap peningkatan Kerjasama Indonesia-Korea Selatan (Peroide tahun 2005-2013). Global Komunika. Vol 3 No. 2, hal 29.

9 Hallyu (Gelombang Korea), http://overseas.mofa.go.kr/id-id/wpge/m_2741/contents.do, diakses pada tanggal 15 Febuari 2020.

10 Indah Chartika Sari. 2014. Hallyu sebagai Fenomena Transnasional. Jurnal Hubungan Internasional Vol. 1 No.

1 hal 2.

(17)

menyebarkan kebudayaan dan seni ke negara-negara lain, seperti yang dituliskan dalam kebijakan luar negeri Korea Selatan pada tahun 200511.

Pemerintah Korea Selatan mulai menggunakan Hallyu sebagai bagian dari diplomasinya pada tahun 2005. Hal itu disampaikan dalam kebijakan luar negeri Korea Selatan tahun 2005 yang berbunyi “Moreover, building upon the positive image from the “Korean Wave,” MOFAT has engaged in public diplomacy, increasing cultural and promotional activities to further enhance the national image as a leading country in the cultural field12”. Melalui penjelasan tersebut, Hallyu menjadi bagian dalam diplomasi kebudayaan Korea Selatan dalam memperkenalkan Korea Selatan ke masyarakat internasional.

Dijelaskan lebih lanjut dalam Principal Goals and Directions of Korean Cultural Diplomacy pada tahun 2007 yang didalamnya terdapat dua hal sasaran utama dari kebijakan diplomasi kebudayaan ini, yaitu mendorong kerjasama dengan negara-negara lain melalui pertukaran budaya dan memperkuat daya saing nasional melalui peningkatkan citra nasional. Dari dua sasaran utama di atas, Pemerintah Korea Selatan akan melaksanakannya melalui beberapa strategi, yaitu: melaksanakan aktivitas promosi dan budaya secara komprehensif dan sistematis, mendirikan dan mengembangkan strategi promosi dan budaya khusus disesuaikan dengan negara ataupun daerahnya, memperkuat kemitraan dengan organisasi lokal serta perusahaan Korea Selatan di luar negeri, memperluas program budaya berorientasi masa depan, dan berpartisipasi aktif dalam organisasi internasional13.

11 Principal Goals and Directions of Korean Cultural Diplomacy and Related Policies”, diakses dari http://www.mofa.go.kr/eng/brd/m_5665/view.do?seq=298757&srchFr=&srchTo=&srchWord=&srchTp=&multi_

itm_seq=0&itm_seq_1=0&itm_seq_2=0&company_cd=&company_nm=&page=18&titleNm=, diakses pada tanggal 17 Juli 2020.

12 Ministry of Foreign Affrais and Trade, “Diplomatic White Paper 2006”, diakses dari https://www.mofa.go.kr/viewer/skin/doc.html?fn=file_20070829145&rs=/viewer/result/202007, diakses pada tanggal 17 Juli 2020.

13 Ministry of Foreign Affrairs Republic of Korea. 2007. “Principal Goals and Direction of Korean Cultural

Diplomacy and Related Policies”., diakses dari

http://www.mofa.go.kr/eng/brd/m_5665/view.do?seq=298757&srchFr=&srchTo=&srchWord=&srchTp=&multi_

itm_seq=0&itm_seq_1=0&itm_seq_2=0&company_cd=&company_nm=&page=18&titleNm=, diakses pada tanggal 17 Juli 2020.

(18)

Dalam Diplomatic White Paper 2008, Kementrian Luar Negeri dan Perdagangan Korea Selatan juga memperkenalkan budaya Korea Selatan ke negara- negara luar dengan maksud mendorong diplomasi Hallyu melalui penawaran kepada stasiun televisi negara-negara asing dengan video-video dokumentasi yang menggambarkan Korea Selatan beserta kebudayaannya. Upaya pemerintah Korea Selatan dalam menggunakan Hallyu menjadi sebagai bagian dalam aktivitas diplomasinya ini pun terus dijelaskan dalam kebijakan luar negeri tiap tahunnya.

Keberadaan Hallyu di Indonesia berawal dari munculnya drama seri Korea terlaris kala itu yaitu Endless Love pada tahun 2002 di salah satu stasiun televisi swasta. Drama Korea ini menyajikan cerita kisah cinta yang menyedihkan tapi juga romantis yang membuat remaja terpikat dengan drama tersebut. Berawal dari tayangan drama Korea, proses penyebaran budaya Korea di Indonesia pun semakin berkembang seiring berjalannya waktu dengan ada beragam teknologi dan media yang mendukung proses tersebut. Proses perkembangannya pun tidak berhenti disana, hal tersebut dapat dilihat dari mulai masuknya K-Pop ke Indonesia14. Tidak hanya itu, Hallyu juga telah mempengharui kehidupan masyarakat Indonesia dari aspek musik, fashion, sampai pada gaya hidup Korea Selatan.

Pengaruh Hallyu juga dapat dilihat dari meningkatnya minat masyarakat Indonesia untuk mempelajari bahasa Korea Selatan. Hal itu dapat dibuktikan dengan dibukanya jurusan bahasa Korea di beberapa universitas di Indonesia, seperti contoh pada tahun 2006, Universitas Indonesia membuka jurusan ini yang memiliki jumlah pendaftar mencapai 1047. Begitu juga dengan Universitas Gadjah Mada yang memiliki jumlah pendaftar mencapai 352 pada tahun 2007 dan terus meningkat pada tahun berikutnya. Selain itu, Korea Selatan juga mendirikan King Sejong Institute Center Indonesia 15 pada tahun 2016, dimana KSIC Indonesia sendiri saat ini

14 Nancy Angeline, “Melesatnya perkembangan Budaya Korea di Indonesia”, https://www.kompasiana.com/nancyangeline/5c062a93bde5752aee3e0677/melesatnya-perkembangan-budaya- korea-di-indonesia, diakses pada tanggal 17 Febuari 2020.

15 King Sejong Institute Centre adalah sebuah institusi yang didanai oleh Pemerintah Korea Selatan di bawah naungan Kementrian Kebudayaan Korea Selatan yang memiliki tujuan mensosialisasikan budaya dan bahasa Korea di beberapa negara termasuk Indonesia.

(19)

memiliki 20 kelas bahasa yang memiliki peserta sebanyak 20-25 orang setiap kelasnya16. Selain itu banyak produk–produk dari Korea Selatan yang masuk seperti barang elektronik merek LG, Samsung, sampai ke magic jar merek Yongma dan merek mobil–mobil Korea. Tanpa disadari, itu semua mempengaruhi gaya hidup masyarakat Indonesia17. Berdasarkan fenomena tersebut, ada kecendrungan sebagian masyarakat Indonesia sudah terpengaruh dengan Hallyu dan itu mempengaruhi hubungan antara Korea Selatan dan Indonesia.

Diplomasi Hallyu menjadi penting bagi Korea Selatan dalam peningkatan hubungan bilateral dengan berbagai negara termasuk dengan Indonesia, karena dengan diplomasi ini, Korea Selatan dapat melakukan pemenuhan dan pencapaian kepentingan nasional serta aktivitas-aktivitas politik yang menyangkut tentang kerjasama di berbagai bidang terkait kepentingan nasionalnya sebab dalam diplomasi ini menawarkan berbagai sarana instrumen yang dapat digunakan secara halus dan efektif dalam upaya mempengaruhi opini publik, baik domestik maupun internasional. Selain itu, diplomasi Hallyu juga dapat membentuk sikap saling pengertian, sikap saling menghagai, dan sikap saling percaya antara kedua belah pihak yang pada akhirnya dapat memberikan dampak pada hubungan bilateral yang lebih terjaga dan pencegahan konflik juga pencapaian kepentingan nasional yang lebih luas.

Dari penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa unsur budaya dapat digunakan dalam menjalankan suatu diplomasi, seperti yang dilakukan Korea Selatan terhadap Indonesia, serta untuk mengetahui seberapa jauh penerapan dan dampak yang dihasilkan dari penggunaan unsur budaya terhadap terhadap kepentingan nasioanl Korea Selatan, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul :

“Kepentingan Nasional Korea Selatan terhadap Indonesia melalui Diplomasi Hallyu(Korean Wave)”

16 Naomi Karina Hutagalung, dkk. 2019. “Diplomasi Publik Korea Selatan di Indonesia Melalui King Sejong Institute Center Indonesia”. Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional, Vol. 15 No. 2, hal 141.

17 Riani Suminar. 2018. Fenomena Hallyu di Indonesia. Jurnal Hubungan Internasional Vol. 3 No. 12 hal 129.

(20)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan uraian penelitian tersebut, maka Peneliti merumuskan masalah yang akan dikaji melalui pertanyaan dalam penelitian yaitu:

1. Bagiamana Kepentingan Nasional Korea Selatan terhadap Indonesia melalui Diplomasi Hallyu(Korean Wave)?

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah peneliti hanya berfokus pada analisis kepentingan nasional Korea Selatan yang dijalakan dalam Diplomasi Hallyu terhadap Indonesia pada tahun 2009-2017.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa Hallyu mampu menjadi salah satu strategi Diplomasi Korea Selatan dalam mencapai kepentingan nasionalnya serta dapat mendatangkan keuntungan bagi Korea Selatan.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan Ilmu Politik, khusunya dalam bidang Politik Luar Negeri dan Hubungan Internasional.

2. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi bagi para pembaca mengenai Diplomasi Hallyu(Korean Wave) yang dilakukan Korea Selatan terhadap Indonesia.

3. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan bagi Pemerintah Indonesia untuk melakukan hal yang sama seperti Diplomasi Hallyu(Korean Wave) untuk mencapai Kepentingan Nasional Indonesia dengan cara mengeksplorisasi kebudayaan.

4. Bagi Peneliti, penelitian ini dapat mengembangkan kemampuan berpikir dan menciptakan karya tulis sebagai bekal dalam mencapai gelar sarjana.

(21)

1.6 Penelitian Terdahulu

Pada penelitian pertama ditulis oleh Ayu Riska Wahyudiya dengan judul

“Pengaruh Soft Diplomacy dalam membangun citra Korea Selatan di Indonesia”18. Penelitian ini memberi kesimpulan bahwa Strategi Soft Diplomacy Korea Selatan Dalam Membangun Citra Global Korea Di Indonesia terdiri atas 4 langkah strategi, yaitu Mengembangkan Seni Kebudayaan, Mengembangkan Sikap Profesionalisme, Memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi, dan Melakukan Interaksi Kebudayaan Melalui Korean Wave. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa semakin besarnya minat dan ketertarikan masyarakat Indonesia terhadap Hallyu(Korean wave) berhasil membangun citra Korea Selatan di Indonesia serta citra positif masyarakat Indonesia yang terbentuk terhadap Korea Selatan pada akhirnya dapat mempengaruhi hubungan bilateral kedua negara menjadi lebih erat.

Dari penelitian Ayu Riska Wahyudiya, peneliti berargumentasi bahwa dalam Soft Diplomacy yang dilakukan Korea Selatan di Indonesia memiliki tujuan dalam membangun citra yang baik agar apa yang diinginkan dalam segala bentuk kepentingan Korea Selatan di Indonesia tidak dibatasi oleh afiliasi politik. Ayu Riska juga menjelaskan kegiatan pembangunan citra itu ditempuh Korea Selatan melalui hubungan sosial budaya. Penelitian Ayu Riska Wahyudiya sangat membantu peneliti dalam mencari kepentingan nasional Korea Selatan di Indonesia dalam aspek sosial- budaya, tetapi kekurangan dalam penelitian tersebut menurut peneliti, bahwa kepentingan Korea Selatan melalui Soft Diplomacy tidak memberitahukan keuntungan yang didapat pada aspek ekonomi yang dimana aspek tersebut menurut peneliti merupakan aspek yang sangat penting. Oleh karena itu penelitian peneliti memiliki perbedaan pada penelitian Ayu Riska, yakni pada peran Soft Diplomacy, dimana penelitian yang ditulis oleh Ayu Riska Wahyudiya menjadikan Soft Diplomacy untuk Membangun Citra Korea Selatan Di Indonesia sedangkan pada

18 Lihat Skripsi yang ditulis Ayu Riska Wahyudiya dengan judul, “Pengaruh Soft Diplomacy dalam membangun citra Korea Selatan di Indonesia”. Makassar: Ilmu Hubungan Interansional, Universitas Hasanudin. 2012.

(22)

penelitian Peneliti menjadikan Soft Diplomacy sebagai alat untuk pencapaian Kepentingan Nasioanl Korea Selatan terhadap Indonesia terhadap aspek ekonomi dan sosial-budaya.

Pada penelitian selanjutnya, ditulis oleh Adina Dwirezanti dengan judul penelitian “Budaya Populer sebagai Alat Diplomasi Publik: Analisis Peran Korean Wave dalam Diplomasi Publik Korea periode 2005-201019”. Penelitian ini memberi kesimpulan bahwa budaya popular dalam aktivita diplomasi publik merupakan sebuah hal yang baru yang berhasil menjalankan dasar dalam definisi diplomasi publik, yaitu komunikasi antara Government to people dan people to people.

Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa pengunaan Hallyu dalam diplomasi publik dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai suatu negara, meningkatkan apresiasi masyarakat mengenai negara, meningkatkan hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya, dan juga mempengharui masyarakat.

Dari penelitian yang ditulis oleh Adina Dwirezanti, peneliti berargumentasi bahwa Korea Selatan merupakan negara yang sangat mendorong budaya nya untuk menjadi alat dalam diplomasi dengan banyak negara. Hal itu dibuktikan dengan adanya keikutsertaan aktor-aktor negara dalam menjalakan diplomasi budaya Hallyu tersebut, Pemerintah Korea Selatan juga memberikan dana yang cukup besar terhadap diplomasi budaya tersebut. Penelitian yang ditulis Adina Dwirezanti dapat digunakan peneliti untuk membantu dalam mencari data-data yang dapat menjelaskan bagaimana pencapaian kepentingan nasional Korea Selatan di Indonesia.

Oleh karena itu penelitian yang ditulis peneliti memiliki perbedaan pada peran Hallyu sebagai budaya populer yang digunakan dalam diplomasi Korea Selatan, dimana penelitian yang ditulis oleh Adina Dwirezanti menjadikan Hallyu sebagai alat diplomasi publik Korea Selatan dalam menjalin hubungan dengan banyak negara

19 Lihat Skripsi yang ditulis Adina Dwirezanti dengan judul, “Budaya Populer sebagai Alat Diplomasi Publik:

Analisis Peran Korean Wave dalam Diplomasi Publik Korea periode 2005-2010”. Jakarta: Ilmu Hubungan Interansional, Universitas Indonesia. 2012.

(23)

termasuk Indonesia dengan maksud untuk membangun citra Korea Selatan, sedangkan pada penelitian peneliti melihat bahwa Hallyu dapat menjadi sebuah hal baru yang dapat dipergunakan untuk membangun citra Korea Selatan agar memiliki hubungan yang baik dengan Indonesia serta peneliti juga akan menambahkan pembangunan citra tersebut, sebab hal itu digunakan Korea Selatan untuk menjadikan Indonesia menjadi sebuah pasar untuk memasarkan produk dari negerinya.

Pada penelitian ketiga, ditulis oleh Khairina Firdani dengan judul penelitian

“Analisis Peranan Korean Wave sebagai sarana Soft Diplomacy terhadap penyebaran Budaya Korea Selatan di Indonesia20”. Penelitian ini memberi kesimpulan bahwa Soft Diplomacy Korea Selatan melalui pendekatan kebudayaan semakin intens dilaksanakan dan dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat Indonesia. Korean Wave mencapai kesuksesan di banyak negara dan membantu untuk mempromosikan dan meningkatkan produk brand Korea Selatan seperti di Indonesia. Disimpulkan juga bahwa Korean Wave merupakan fenomena yang sengaja dibuat sebagai proses industri, bahkan adanya konsolidasi yang melibatkan pemerintah Korea Selatan dan swasta yang mulanya usaha itu dilakukan sebagai upaya untuk keluar dari krisis ekonomi yang dialami oleh sebagian negara Asia di akhir tahun 1990-an. Oleh karena itu Korean Wave memang output atau strategi dari kegiatan industri budaya yang sekaligus menggunakan teknologi media sekaligus mempopulerkan produk teknologi Korea Selatan, hal ini kemudian menyangkut proses dialektika teknologi dan penyebaran.

Dari penelitian yang ditulis oleh Khairina Firdani, peneliti berargumentasi bahwa Fenomena budaya Korea Selatan yang disebut Hallyu itu memiliki beberapa jenis dalam penyebaran nya, tidak hanya melalui drama dan musik saja tetapi Hallyu juga disebarkan melalui gaya busana, alat-alat kecantikan, serta makanan. Peneliti

20 Lihat Skripsi yang ditulis Khairina Firdani dengan judul, “Analisis Peranan Korean Wave sebagai sarana Soft Diplomasi terhadap penyebaran Budaya Korea Selatan di Indonesia”. Medan: Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. 2019.

(24)

merasa bahwa penelitian sedikit ada kelemahan, sebab dalam penelitian ini tidak dijelaskan secara menyeluruh bagaimana kebijakan publik pemerintah Korea Selatan terhadap Hallyu, tetapi diluar itu, penelitian ini dapat membantu peneliti dalam memperkuat argumentasi, sebab penelitian ini menjelaskan secara baik kepentingan Korea Selatan di Indonesia baik dalam aspek ekonomi maupun aspek sosial-budaya.

Perbedaan pada penelitian ini terdapat pada peran sarana Soft Diplomacy Hallyu, dimana penelitian yang ditulis oleh Khairina Firdani menjadikan Soft Diplomacy sebagai alat untuk menyebarkan budaya Korea Selatan kepada Indonesia sedangkan pada penelitian ini menjadikan Soft Diplomacy sebagai sarana Kepentingan Nasioanl Korea Selatan terhadap Indonesia baik dalam citra maupun ekonomi.

1.7 Kerangka Konseptual 1.7.1 Kepentingan Nasional

Konsep kepentingan nasional merupakan salah satu konsep paling populer dalam analisa ilmu Hubungan Internasional, baik itu untuk mendeskripsikan, menjelaskan, maupun menganjurkan perilaku internasional21. Dalam kepentingan nasional negara sebagai aktor yang mengambil keputusan dan memerankan peranan penting dalam hubungan internasional yang berpengaruh bagi masyarakatnya sendiri.

Demikian pentingnya karena ini yang akan menjadi kemaslahatan bagi masyarakat yang hidup di negara tersebut. Thomas Hobbes menjelaskan bahwa negara dipandang sebagai pelindung wilayah, penduduk, dan cara hidup yang khas dan berharga. karena negara merupakan sesuatu yang esensial bagi kehidupan warga negaranya. Tanpa negara dalam menjamin alat-alat maupun kondisi-kondisi keamanan ataupun dalam memajukan kesejahteraan, kehidupan masyarakat jadi terbatasi22. Sehingga ruang gerak yang dimiliki oleh suatu bangsa menjadi kontrol dari sebuah negara.

21 Mohtar Mas‟oed, “Ilmu Hubungan Internasional”: Disiplin dan Metodologi, (Jakarta: LP3ES, 1990), hal 139.

22 Robert Jackson dan Georg Sorensen. Pengantar Studi Hubungan Internasional, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal 89.

(25)

Berhubungan dengan Hobbes yang melihat negara sebagai aktor penting, seorang kaum realis bernama Morgenthau menjelaskan bahwa kepentingan nasional adalah “kemampuan minimum negara untuk melindungi, dan mempertahankan identitas fisik, politik, dan kultur dari gangguan negara lain. Dari tinjauan ini para pemimpin negara menurunkan kebijakan spesifik terhadap negara lain yang sifatnya kerjasama atau konflik23”. Morgenthau menekankan bahwa tujuan dari setiap negara adalah mengejar kekuasaan, yaitu apa saja yang bisa membentuk dan mempertahankan pengendalian suatu negara atas negara lain yang bisa diciptakan melalui teknik-teknik paksaan maupun kerja sama24, sebab hal pokok dalam kepentingan nasional yaitu keamanan (Security) dari kesejahteraan (Prosperity).

Morgenthau juga menggemukakan bahwa strategi diplomasi berdasarkan kepentingan nasional tersebut dapat digunakan untuk mengejar "power" yang bisa digunakan untuk membentuk dan mempertahankan pengendalian suatu negara atas negara lain.

Dengan memiliki power maka suatu negara dapat mengadili negara lain seperti mengadili negara sendiri dan kemudian dapat meningkatkan kepentingan negara.

Konsep ini juga dapat memberikan pandangan bahwa dalam kepentingan nasional suatu negara terdapat pembedaan yang mendasar yakni; kepentingan nasional yang bersifat vital atau esensial dan kepentingan nasional yang bersifat non- vital atau sekunder. Kepentingan nasional yang bersifat vital biasanya berkaitan dengan kelangungan hidup negara tersebut serta nilai-nilai inti (core values) yang menjadi identitas kebijakan luar negerinya. Sedangkan kepentingan nasional non-vital atau sekunder tidak berhubungan secara langsung dengan eksistensi negara itu namun tetap diperjuangkan melalui kebijakan luar negeri25. Kepentingan vital menjelaskan seberapa jauh kepentingan tersebut ada dan digunakan, dimana lebih kepada keadaan darurat suatu negara sehingga harus segera diputuskan. Berbeda dengan kepentingan non-vital yang digunakan karena prosesnya berlangsung lama namun hasilnya dan

23 P.Anthonius Sitepu. 2011. Op,Cit. hal. 165.

24 Mohtar Mas‟oed. Op.Cit., hal 140

25 Aleksius Jemadu. 2008. Politik Global dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu, hal 67-69.

(26)

fungsinya dapat dirasakan lebih baik dikemudian hari dengan jangka waktu yang lama.

Berdasarkan penjelasan di atas kepentingan nasional merupakan suatu rujukan utama yang dapat dipandang untuk menggambarkan, menjelaskan, dan memperkirakan tindakan ataupun perilaku suatu negara dalam menjalakan perpolitikan internasionalnya, selain itu Kepentingan Nasional dapat juga menjadi sebuah penentu dalam pembuatan kebijakan luar negeri suatu negara. Kepentingan nasional suatu bangsa dengan sendirinya perlu mempertimbangkan berbagai nilai yang berkembang dan menjadi ciri khas suatu negara. Aspek kebudayaan yang dimiliki oleh setiap negara tentunya mempunyai karakteristik paling khas. Kebijakan luar negeri yang telah ditetapkan oleh suatu negara diimplementasikan pelaksanaannya melalui diplomasi. Hubungan diplomasi Korea Selatan dengan Indonesia dijalin melalui soft diplomacy dengan mengedepankan nilai dan aspek kebudayaan untuk mencapai kepentingan nasional nya. Dapat dikatakan sebagai contoh, bahwa kepentinga nasional Korea Selatan di Indonesia adalah untuk memenuhi kesejahteraan umum masyarakat Korea Selatan itu sendiri, seperti meningkatkan pembangunan perekonomian nasional yang memberikan daya dukung dalam meningkatkan produksi, menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan ekspor dan devisa, memeratakan pendapatan, serta memperkuat daya saing produk dalam negeri demi kepentingan nasional.

1.7.2 Diplomasi

Diplomasi merupakan salah satu instrumen penting dalam pelaksanaan kepentingan nasional suatu negara. Diplomasi bagaikan alat utama dalam pencapaian kepentingan nasional yang berkaitan dengan negara lain atau organisasi internasional.

Melalui diplomasi ini lah sebuah negara dapat membangun citra tentang dirinya.

Dalam hubungan antar negara, pada umumnya diplomasi diterapkan sejak tingkat paling awal sebuah negara hendak melakukan hubungan bilateral dengan negara lain hingga keduanya mengembangkan hubungan selanjutnya.

(27)

Diplomasi juga tidak dapat dipisahkan dari politik luar negeri, tetapi keduaya bersama-sama merupakan kebijakan eksekutif, seperti kebijakan untuk menetapkan strategi, diplomasi, dan taktik. Oleh karena itu diplomasi itu sendiri tujuannya adalah kepada kebijakan tersebut. Dijelaskan secara lebih lanjut, diplomasi merupakan bagian dari kegiatan internasional yang saling berpengaruh, berbelit-belit, dan sangat luas di masa pemerintah dan organisasi internasional berusaha untuk meningkatkan tujuan-tujuannya melalui perwakilan diplomatik ataupun melalui organ-organ lainnya.

Menurut G.R. Berridge, konsep diplomasi merujuk pada aktivitas politik yang dilakukan oleh para aktor untuk mengejar tujuannya dan mempertahankan kepentingannya melalui negosiasi, tanpa menggunakan kekerasan, propaganda, atau hukum. Diplomasi terdiri dari komunikasi antar sejumlah pihak yang didesain untuk mencapai kesepakatan26. Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Sir Earnest Satow yang mengartikan diplomasi sebagai penerapan kepandaian dan taktik pada pelaksanaan hubungan resmi antar pemerintah negara-negara berdaulat.27

Menurut S. L. Roy diplomasi adalah seni mengedepankan kepentingan suatu negara melalui negosiasi dengan cara-cara damai apabila mungkin dalam hubungan dengan negara lain, jika cara damai gagal, cara ancaman untuk kekuatan nyata diperbolehkan.28 S. L. Roy mencoba mengkaji hal-hal penting yang terdapat dalam berbagai definisi mengenai diplomasi. Menurut Roy tampak jelas beberapa hal dalam diplomasi, bahwa : 1) Unsur pokok diplomasi adalah negosiasi, 2) Negosiasi dilakukan untuk mengedapankan kepentingan negara, 3) Tindakan-tindakan diplomatik diambil buat menjaga serta memajukan kepentingan nasional sejauh mungkin dan dilaksanakan secara damai, pemeliharaan perdamaian dengan tanpa merusak kepentingan nasional merupakan tujuan utama diplomasi, 4) Teknik-teknik diplomasi yang sering dipakai untuk mempersiapkan perang bukan untuk

26 Rizki Rahmadini Nurika. 2017. “Peran Globalisasi di Balik Munculnya Tantangan Baru Bagi Diplomasi di Era Kontemporer”. Jurnal Sospol, Vol. 3 No. 1, hal 128.

27 Ibid.

28 S. L., Roy. 1991. Diplomasi. terjemahan Harwanto & Mirsawati, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. hal. 161.

(28)

menghasilkan perdamaian, 5) Diplomasi berhubungan erat dengan tujuan politik luar negeri suatu negara, 6) Diplomasi modern berhubungan erat dengan sistem negara, 7) Diplomasi tidak bisa dipisahkan dari perwakilan negara.29

Dengan beberapa pendapat dari para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa diplomasi pada hakikatnya merupakan hubungan antar negara yang satu dengan yang lain, untuk mencapai apa yang menjadi kepentingan nasional masing- masing negara tersebut. Negara dalam mengejar tujuan yang erat berkaitan dengan kepentingan nasionalnya masing-masing, tidak jarang terjadi perbedaan-perbedaan kepentingan bahkan kadang-kadang terjadi bentrokan kepentingan. Oleh sebab itu diplomasi berperan untuk mendamaikan beragamnya kepentingan, paling tidak membuatnya berkesuaian. Pada saat ini diplomasi sudah berkembang menjadi diplomasi modern di mana aktor dalam kegiatan diplomasi bukan lagi pemerintah, melainkan NGO (non-governmental organization), organisasi internasional, bahkan individu. Bagi peneliti, diplomasi saat ini merupakan cara yang dilakukan pemerintah Korea Selatan dalam memperkenalkan Hallyu sebagai alat diplomasi mereka karena Hallyu sendiri lebih menunjukkan perannya sebagai alat diplomasi dengan aktor- aktor yang terlibat dalam penyebarannya bukan hanya negara, melainkan juga aktor nonnegara seperti manajemen artis K-Pop, industri pertelevisian, dunia usaha, dan individu berupa artis K-Pop itu sendiri. Melihat dari pencapaian Kepentingan Nasional Korea Selatan di Indonesia dapat diketahui bahwa Diplomasi Kebudayaan menjadi sarana yang digunakan oleh Korea Selatan.

Tulus Warsito dan Wahyuni Kartikasari, dalam bukunya yang berjudul

“Diplomasi Kebudayaan Konsep dan Relevansi Bagi Negara Berkembang: Studi Kasus Indonesia” memberikan gambaran tentang definisi Diplomasi Kebudyaan sebagai:

“Diplomasi kebudayaan adalah usaha suatu negara dalam upaya memperjuangkan kepentingan nasionalnya melalui dimensi kebudayaan, baik secara mikro seperti pendidikan, ilmu

29 S.L. Roy. 1991. Diplomasi. Rajawali Press: Jakarta. Hlm. 4-5

(29)

pengetahuan, olahraga, dan kesenian ataupun secara makro sesuai dengan ciri khas yang utama, misalnya propaganda daln lain-lain, yang dalam pengertian konvensional dapat dianggap sebagai bukan politik, ekonomi ataupun militer”30.

Dalam hubungan diplomasi kebudayaan ini, tentunya terdapat aktor yang memiliki peran dalam berjalannya hubungan diplomatik antar negara. Hal itu sejalan dengan pengertian diplomasi yang dijelaskan oleh G.R. Berridge bahwa konsep diplomasi merujuk pada aktivitas politik yang dilakukan oleh para aktor untuk mengejar tujuannya dan mempertahankan kepentingannya melalui negosiasi, tanpa menggunakan kekerasan, propaganda, atau hukum. Diplomasi terdiri dari komunikasi antar sejumlah pihak yang didesain untuk mencapai kesepakatan31.

Mengenai aktor dalam diplomasi kebudayaan, Tulus Marsito dan Wahyuni Kartikasari lebih lanjut menjelaskan bahwa dalam diplomasi kebudayaan tidak hanya aktor pemerintah saja, tetap juga aktor non-pemerintah, individual maupun kolektif, ataupun setiap warga negara. Oleh karena itu, hubungan diplomasi kebudayaan antarbangsa bisa terjadi antar pemerintah-pemerintah, pemerintah-swasta, swasta- swasta, pribadi-pribadi, pemerintah-pribadi, dan seterusnya. Tujuan utama dari diplomasi kebudayaan adalah untuk mempengharui pendapat umum guna mendukung suatu kebijaksanaan politik luar negeri tertentu. Sasaran diplomasi kebudayaan itu sendiri adalah pendapat umum, baik pada level nasional maupun internasional32.

Dalam diplomasi kebudayaan yang dijelaskan oleh Tulus Marsito dan Wahyuni Kartikasari, salah satu bentuk diplomasi kebudayaan Korea Selatan dalam situasi damai adalah eksibisi. Eksebisi juga disebut dengan pameran yang dapat dilakukan untuk menampilkan konsep-konsep atau karya kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, maupun nilai-nilai sosial atau ideologi suatu bangsa kepada bangsa lain.

Eksebisi dapat dilakukan diluar negeri maupun didalam negeri, baik secara sendirian

30 Tulus Warsito dan Wahyuni Kartikasari, “Diplomasi Kebudayaan Dalam Konsep dan Relevansi Bagi Negara Berkembang: Studi Kasus Indonesia” (Yogyakarta: Ombak, 2007), hal 4.

31 Rizki Rahmadini Nurika. Op.Cit hal 128.

32 Tulus Warsito dan Wahyuni Kartikasari, Op.Cit., hal 4.

(30)

(satu negara) maupun multinasional. Kenyataan sehari-hari membuktikan bahwa melalui pameran dapat memperoleh pengakuan yang kemudian dikaitkan dengan kepentingan nasional, baik melalui perdagangan, pariwisata, pendidikan, maupun yang lainya33. Eksibisi dalam Diplomasi Hallyu di Indonesia dapat diketahui dari penyelenggaraan eksibisi Korea EXPO 2013 di Jakarta dan juga festival-festival kebudayaan lainnya seperti; Korean Film Festival 2013 di Jakarta, festival K-Pop M Countdown Halo Indonesia 2013, Music Bank live in Jakarta 2013 dan sebagainya34. Perlu diketahui juga dari konsep ini, Korea Selatan merealisasikan dengan adanya KCIC (Korean Culture Indonesia Center) yang berdiri di Jakarta. Pendirian KCIC bermaksud mengadakan acara-acara budaya, peminjaman ruangan dan penyelenggaran pameran, serta pembukaan kelas bahasa, sampai seminar di Indonesia35.

Berbicara aktor dalam Diplomasi Kebudayaan Korea Selatan, terdapat beberapa institusi yang terlibat di dalam mendukung diplomasi budaya dan pertukaran warga di Korea Selatan. Tanggung jawab utama diemban oleh The Ministry of Culture, Sports & Tourism (MCST) dan The Ministry of Foreign Affairs (MOFA)36. Terdapat perbedaan tugas terhadap dua lembaga tersebut. Institusi yang dibentuk oleh MCST dalam menjalani Diplomasi Hallyu adalah Korea Cultural Information Servis (KOCIS) yang bertugas mendiseminasikan informasi, mempromosikan kerjasama, budaya, dan kehidupan, Insitut Sejong yang bertugas dalam pembelajaran Bahasa Korea di luar negeri, The Korea Culture & Tourism Institute (KCTI) bertugas untuk resit isu kebijakan dan memberikan rekomendasi kebijakan strategis, dan yang terakhir The Korea Arts Management Service (KAMS) yang bertugas untuk memberi dukungan terhadap organisasi kebudayaan Korea Selatan37.

33 Ibid, hal 21.

34 Indah Chartika Sari. Op.Cit., hal 10.

35 http://id.korean-culture.org/id, (Diakses pada tanggal 21 Febuari 2020).

36 Iva Rachmawati. 2016. “Diplomasi Publik Meretas Jalan bagi Harmoni dalam Hubungan Antarnegara”.

Yogyakarta: Calpulis, hal 138.

37 Ibid hal 138-141.

(31)

Sesuai penjelasan diatas, dapat dipahami bahwa diplomasi budaya yang merupakan salah satu cara untuk mempengaruhi negara lain dalam mengenal budaya yang Korea Selatan miliki. Budaya Hallyu merupakan istilah yang kini merujuk pada popularitas hiburan dan budaya Korea di Asia dan daerah lain di dunia, yang sangat menarik dan banyak diminati masyarakat mancanegara. Dengan popularnya budaya ini, maka Korea Selatan memasukan Hallyu sebagai salah satu bentuk diplomasi nya.

Diplomasi Hallyu sendiri merupakan diplomasi yang dilakukan Pemerintah Korea Selatan dengan cara menggunakan salah satu trend kebudayaan nya yakni Hallyu sebagai bentuk dari soft powernya dalam diplomasi dengan maksud untuk memperkenalkan negaranya kepada dunia serta meningkatkan kekuatan dirinya di kancah internasional, sebab kebudayaan (soft power) dipandang lebih berpengaruh dibanding dengan cara menggunakan kekuatan militer (hard power), karena seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa salah satu kekuatan dari diplomasi kebudayaan sendiri yakni dapat meningkatkan pemahaman di antara masyarakat dan budaya karena diplomasi budaya menyediakan apa yang menarik bagi penerimanya.

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa keberadaan diplomasi kebudayaan yang dilakukan oleh sebuah negara, dianggap sebagai sebuah jalan dalam menciptakan national branding dan juga national interest dengan mengedepankan peningkatan rasa pengertian dan toleransi melalui pemahaman kebudayaan yang dilakukan, yang dimana hal itu dapat mempengaruhi peningkatan hubungan bilateral Negara tersebut dengan Negara lain.

1.7.3. Nation Branding

Keith Dennie juga memberikan defenisi bahwa Nation Branding: “the strategic self-presentation of a country with the aim of creating reputational capital through economic, political and social interest promotion at home and abroad38”.

Lebih lanjut nya, Simon Anholt menyatakan bahwa National Branding adalah cara untuk membentuk persepsi terhadap suatu target kelompok masyarakat tertentu

38 Keith Dennie. 2009. Repositioning the Korea Brand to a Global Audience: Challenbges, Pitfalls, and Current Strategy. Korea Economic Institute. Vol 4 No. 9, hal 1.

(32)

melalui 6 aspek yaitu: pariwisata, ekspor, masyarakat, pemerintahan, kebudayaan dan warisan budaya, serta investasi dan imigrasi39.

Aspek tersebut dapat dijelaskan dengan singkat sebagai berikut: 1) Ekspor:

Kemampuan negara dalam mengemas produk ekspor. 2) Parawisata: Mengukur daya tarik tiga tempat utama, yaitu: keindahan alam, bangunan bersejarah, dan monumen dan kehidupan urban dan perkotaan. 3) Budaya: menunjukkan cara masyarakat negara lain memandang budaya dan peninggalan sejarah sebuah negara dan bagaimana hal tersebut ada dengan jelas di era modern. 4) Pemerintah: Menunjukkan persepsi mengenai kompetensi pemerintah untuk memimpin negara ini dan cara pengaturan yang dilakukan. 5) Masyarakat: Berusaha mengukur ciri masyarakat dari sebuah negara dalam hal ciri khas kepribadian dan sikap sosial. 6.) Investasi dan Imigrasi: Mengukur kekuatan negara dalam menarik warga asing untuk tinggal, bekerja dan bersekolah di negara tersebut.

Secara singkat, aspek tersebut berkaitan dengan kepentingan semua negara di dunia yang memerlukan Nation branding, sebab negara-negara di dunia perlu untuk membangun dan mengelola reputasi mereka kepada dunia internasional. Setiap negara ingin meningkatkan dan mengelola citra negara di dunia internasional.

Kemajuan yang cepat dari globalisasi, membuat suatu negara yang memiliki citra yang positif, akan mendapatkan berbagai keuntungan. Keuntungan tersebut seperti menarik investor, meningkatkan wisatawan, pelaku bisnis, peneliti, dan pelajar yang ingin menempuh pendidikan di suatu negara. Keuntungan lainnya adalah dapat mendorong produk, layanan, kebijakan, budaya dan gagasan suatu negara. Namun, bagi negara yang memiliki citra negatif, maka tidak mendapatkan perhatian, wisatawan, pelaku bisnis, atau investasi yang dibutuhkan. Sehingga pandangan

39 Simon Anholt dalam tulisan Sri Rahayu dan Reni Kristina Arianti. 2014. Persepsi National Branding sebagai upaya Meningkatkan Kinerja Ekspor Jepang dan Australia. Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan. Vol. 8 No. 2, hal 4.

(33)

terhadap citra positif dan negatif akan mempengaruhi perilaku masyarakat terhadap suatu negara40.

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa aspek tersebut berpotensi dalam menentukan keberhasilan Nation Branding dalam pengembangan dan pembentukan citra. Sebab bila merujuk pada arti Brand maka dapat diartikan bahwa pandangan masyarakat atas sebuah brand/negara akan ditentukan dari apa saja yang dia lihat mengenai brand/negara tersebut. Sebagai contoh, masyarakat Indonesia melihat bahwa keadaan masyarakat dan parawisata di Korea Selatan sangat menarik perhatian. Hal itu tersebut dapat menarik masyarakat Indonesia untuk belajar ataupun berlibur ke Korea Selatan. Dalam contoh tersebut aspek Nation Branding pada aspek Masyarakat dan Parawisata memberikan hal positif bagi Korea Selatan sendiri.

Oleh karena itu kentungan dari keberhasilan aspek ini juga merupakan kesempatan bagi negara untuk mendapatkan national interest. Hal itu disebabkan karena negara mempergunakan Nation Branding dengan menunjukan image yang ada pada negaranya. Image yang dimaksud adalah sesuatu yang ditujukan sebagai gambaran atau simbol seperti orang, tempat parawisata, budaya/bahasa, sejarah, makanan, fashion, selebriti, merek dagang, dan sebagainya. Keuntungan tersebut dapat menarik investor, meningkatkan wisatawan, pelaku bisnis, peneliti, dan pelajar yang ingin menempuh pendidikan di suatu negara. Namun, bagi negara yang memiliki image negatif, maka tidak mendapatkan perhatian, wisatawan, pelaku bisnis, atau investasi yang dibutuhkan. Sehingga pandangan terhadap citra positif dan negatif akan mempengaruhi panilaian masyarakat terhadap suatu negara.

1.7.4 Bagan Konseptual

40 Skripsi Vandy Naufal S, “Gastrodiplomasi Kores Selatan di Indonesia melalui Program Korean Cuisine to the World untuk meningkatkan Nation Branding”. Jakarta: Ilmu Hubungan Interansional, Universitas Pertamina.

2020.

Korea Selatan Hallyu (Korean

Wave)

Diplomasi

(34)

Gambar 1. 1 Bagan Konseptual

Gambar 1.1 menjelaskan bahwa Korea Selatan menggunakan Hallyu(Korean Wave) sebagai bentuk diplomasi nya di Indonesia. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Korea Selatan memasukan Hallyu(Korean Wave) sebagai bagian dari kebijakan luar negerinya. Diplomasi ini kemudian dijalan dalam bentuk eksibisi yang merupakan salah bentuk diplomasi kebudayaan dengan cara damai. Eksibisi ini dilakukan dengan 3 bagian yaitu: 1) memanfaatkan parawisata; 2) melakukan perdagangan melalui industri teknologi dan produk kecantikan; 3) dan produk insutri kreatif seperti melakukan pameran makanan, konser musik, serta drama. Tujuan dari diplomasi ini untuk mendukung pencapaian kepentingan nasional Korea Selatan di Indonesia yakni untuk mencari keuntungan ekonomi dan pembangaunan citra nasional. Hallyu(Korean Wave) juga dimaksudkan untuk melaksanakan Nation Branding dengan maksud membangun citra Korea Selatan agar membangun image postif mereka kepada dunia internasional termasuk Indonesia.

1.8 Metode Penelitian 1.8.1 Jenis Penelitian

Dari pemaparan kerangka di atas, penelitian ini akan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena yang terjadi tentang upaya-upaya yang dilakukan Korea Selatan dalam Diplomasi Hallyu terkait pencapaian kepentingan nasionalnya di Indonesia. Kemudian penelitian ini

(35)

akan menjabarkan tentang bagaimana sebenarnya Hallyu yang menjadi alat diplomasi Korea Selatan dalam pencapaian kepentingan nasional di Indonesia baik itu dari segi ekonomi yang dapat meningkatkan devisa negara ataupun dari segi pencitraan untuk membangun citra positif di mata masyarakat Indonesia melalui konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

1.8.2 Teknik Pengumpulan Data

Data-data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data-data sekunder, yang artinya dalam Penelitian ini, Peneliti tidak menjalankan observasi (penelitian) langsung namun lebih mengacu pada sumber-sumber yang telah ada, yang diolah melalui studi kepustakaan (library research). Dapat dijelaskan bahwa teknik studi pustaka, yaitu dengan menggunakan sumber data sekunder yang dikumpulkan. Dalam penelitian ini yang menjadi data sekunder adalah berupa literatur buku, jurnal lokal maupun internasional, serta bahan-bahan lain yang mendukung dan berkaitan dengan judul penelitian termasuk media massa seperti internet, koran, majalah, serta media massa baik yang sudah dicetak maupun yang masih berbasis online41.

Data yang dikumpulkan melalui buku dan jurnal berasal dari buku-buku yang berkaitan dengan Kepentingan Nasional dan Diplomasi Korea Selatan baik dalam bentuk fisik maupun yang diterbitkan melalui online seperti buku-buku yang dipublikasikan oleh INAKOS (The International Association of Korean Studies in Indonesia), serta jurnal-jurnal politik dan hubungan internasioanal yang berkaitan dengan kegiatan diplomasi Korea Selatan yang diterbitkan oleh berbagai instansi seperti universitas, dan juga data yang dikumpulkan melalui internet seperti dari situs Kementrian Luar Negeri Indonesia dan situs-situs dari Korea Selatan yang berhubungan dengan Diplomasi Hallyu yang diterbitkan Kementrian Luar Negeri Korea Selatan. Tujuan dari studi pustaka ini adalah untuk mencari fakta dan mengetahui konsep metode yang akan digunakan dalam penelitian ini.

41 Ibid hal 7.

(36)

1.8.3 Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Dalam menganalisis peneliti menggunakan analisis data model Miles dan Huberman, yang dilakukan melalui 3 tahap42, yaitu:

1. Tahap Reduksi Data Reduksi data berarti merangkum, memilah yang pokok, memfokuskan pada hal penting. Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian melalui penyederhanaan, dan transformasi data „kasar‟

yang muncul dalam penelitian.

2. Tahap Penyajian Data Sajian data adalah suatu rangkaian organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Penyajian data dimaksudkan intuk menemukan pola-pola yang bermakna serta memberikan kemungkinan adanya penarikan simpulan serta memberikan tindakan. Pada tahap ini peneliti banyak terlibat dalam kegiatan penyajian dari data yang dikumpulkan dan dianalisis sebelumnya dalam bentuk uraian naratif. Baik dalam bentuk bagan, hubungan antar kategori, dst. Mengingat bahwa peneliti kualitatif banyak menyusun teks naratif.

3. Tahap Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi Langkah selanjutnya adalah tahap penarikan kesimpulan berdasarkan temuan dan melakukan verifikasi data. Kesimpulan sementara tersebut senantiasa akan terus berkembang sejalan dengan penemuan data baru dan pemahaman baru, sehingga akan diuji melalui verifikasi kebenarannya sehingga menghasilkan suatu kesimpulan yang mantap dan benar-benar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya berbentuk deskripsi.

42 Miles, Mattew B dan Amichael Huberman. 2007. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber tentang MetodeMetode Baru. Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohisi. Jakarta: Universitas Indonesia.

(37)

1.9 Sistematika Penulisan

Adapun pembagian sitematika penulisan dibagi menjadi empat bagian, yaitu sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisikan latar balakang masalah, perumusan masalah, Batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, Literature Review, Theoritical Framework, metodologi penelitian dan sistematika penelitian.

BAB II HALLYU (KOREAN WAVE) DI KOREA SELATAN

Dalam bab ini akan menjelaskan mengenai perkembangan ekonomi dan kebudayaan Korea Selatan sebelum adanya Hallyu(Korean Wave) hingga munculnya Hallyu (Korean Wave) di negara Korea Selatan yang disertai dengan penjelasan dukungan Pemerintah Korea Selatan dalam mendukung Hallyu(Korean Wave) sebagai instrument diplomasinya.

BAB III PEMANFAATAN HALLYU(KOREAN WAVE) SEBAGAI ALAT DIPLOMASI DAN KEBERADAANYA DI INDONESIA

Dalam Bab ini Peneliti akan menjelaskan keberadaan Hallyu(Korean Wave) di Indonesia dan menjelaskan bentuk-bentuk dari program diplomasi Hallyu yang ada di Indonesia.

BAB IV DIPLOMASI HALLYU(KOREAN WAVE) DALAM PENCAPAIAN KEPENTINGAN NASIONAL KOREA SELATAN DI INDONESIA

Dalam Bab ini Peneliti akan menjelaskan tentang kepentingan nasional Korea Selatan di Indonesia melalui diplomasi Hallyu, mulai dari kepentingan ekonomi, kepentingan politik, serta kepetingan lainnya.

BAB V PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

Peneliti akan membuat rangkuman pembahasan yang singkat sehingga menjadi

(38)

sebuah kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan serta menambahkan beberapa masukan yang akan menjadi saran terkait dengan hasil penelitian tersebut.

Gambar

Gambar 2.1 Struktur Organisasi Kementerian Budaya, Olahraga dan  Pariwisata Korea Selatan
Tabel 4.1 Data Jumlah Wisatawan Indonesia ke Korea Selatan 2015-2017

Referensi

Dokumen terkait

Diharapkan para peneliti yang memiliki ketertarikan dalam isu diplomasi budaya Korea Selatan dapat meneliti lebih jauh lagi, terutama mengenai pengaruh

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibentuk, penelitian ini dilakukan dengan bertujuan untuk menjelaskan upaya maupun strategi pemerintah Korea Selatan

Penulis melihat fenomena ini merupakan salah satu contoh komodifikasi budaya karena Korean Wave tersebut lebih seakan digunakan oleh Korea Selatan sebagai suatu

Mereka secara tidak langsung telah menjadi ‘agen’ diplomasi publik Korea dalam berbagi pengalaman positif yang menyenangkan selama di Korea Selatan untuk diikuti

Selatan dengan negara-negara muslim seperti UEA, Arab Saudi, Indonesia, Malaysia dalam ekpor Korean Food tidak bisa dihindari dan diabaikan karena dengan adanya

Pemimpin tertinggi Korea Utara Kim Jong-il telah berjanji akan mengirimkan tim nasional sepakbola negaranya ke Korea Selatan untuk melakukan pertandingan

Listening, untuk memahami metode yang digunakan Korean Cutural Center Indonesia dalam mengumpulkan data dan pendapat masyarakat Indonesia mengenai acara Korea- Indonesia

Penelitian ini menjelaskan faktor-faktor yang menjadi pertimbangan Pemerintah Korea Selatan dalam meningkatkan fokus diplomasi globalnya yang semula lebih fokus ke aspek