• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diplomasi Budaya Korea Selatan dan Implikasinya Terhadap Hubungan Bilateral Korea Selatan-Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Diplomasi Budaya Korea Selatan dan Implikasinya Terhadap Hubungan Bilateral Korea Selatan-Indonesia"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

South Korea Cultural Diplomacy and Implications for South Korea - Indonesia Bilateral Relations

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi Ujian Sidang Sarjana (S-1) Pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia

Oleh, Leonardo NIM. 44309001

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)
(3)
(4)

153

DATA PRIBADI

Nama : Leonardo

Nama Pangilan : Lee

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 23 Juli 1991

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Telepon : 089656709540

Status : Belum menikah

Nama Ayah : Didik Sriyono Adi

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Nama Ibu : Yulianti

Pekerjaan : Wirausaha

Alamat Orang Tua : Jalan Perum peruri no 47 desa Parungmulya kec. Ciampel Karawang

Motto : “I was the only one standing in the way of myself. You can't change your past, But you can let go and start your future.”

(5)

154

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2009-2014

Program Studi Ilmu Hubungan

Internasional. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia

Berijazah

2. 2006-2009 SMA Negeri 1 TelukJambe Berijazah

3. 2003-2006 SMP Negeri 1 TelukJambe Berijazah

4. 1997-2003 SD Negeri 1 Madura Berijazah

PELATIHAN DAN SEMINAR

No. Tahun Uraian Keterangan

1. 2007 Praktikum Profesi 21st ASEAN Summit,

Auditorium Unikom Bersertifikat

2. 2006 Seminar Kewargnegaraan Proud to be Indonesian,

Auditorium Unikom Bersertifikat

3. 2012 Peserta Simulasi Sidang ASEAN Community

Building 2015, Auditorium Unikom Bersertifikat

4. 2012 Seminar Reaktualisasi Nilai-Nilai Pancasila di

Kalangan Genrasi Muda, Auditorium Unikom Bersertifikat

5. 2011 Kuliah Umum Sekretariat Kabinet RI, Auditorium

Unikom Bersertifikat

6. 2011 SeminarNetPreneur, Auditorium Unikom Bersertifikat 7. 2010 Pelatihan Table Manner bertaraf Internasional,

Hotel Golden Flower Bandung Bersertifikat

8. 2009 Ceramah Umum Dekan Fisip Unikom, Auditorium

Unikom Bersertifikat

PENGALAMAN ORGANISASI

No. Tahun Uraian Keterangan

1. 2010-2011 Pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu Hubungan

Internasional -

2. 2010-2011 Ketua Pelaksana PEMIRA Badan Eksekutif

Mahasiswa Universitas Komputer Indonesia -

3. 2009-2011 Pengurus Paduan Suara Mahasiswa Universitas

Komputer Indonesia -

4. 2007-2009 Anggota OSIS SMA Negeri 1 TelukJambe - 5. 2006-2009 Anggota Paskibra SMA Negeri 1 TelukJambe -

PENGALAMAN PEKERJAAN

No. Tahun Uraian Keterangan

(6)

155

No. Uraian

1. Operasionalisasi Microsoft Office

2. Operasional Sibelius dan Finale

3. Bahasa Inggris Aktif & Pasif

4 Website Development (Joomla, Wordpress) 5. Internet

Bandung, Agustus 2014

Hormat Saya

(7)

ix

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 11

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian ... 12

1.3.2 Tujuan Penelitian... 12

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 13

1.4.2 Kegunaan Praktis... 13

(8)

x

2.2.3 Soft Power ... 29

2.2.4 Diplomasi 2.2.4.1 Diplomasi Publik ... 31

2.2.4.2 Diplomasi Budaya ... 33

2.2.4.3 Multytrack Diplomacy ... 35

2.2.5 Kebudayaan dalam Kajian Hubungan Internasional ... 45

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Gambaran Umum Korea Selatan ... 49

3.1.1.1 Diplomasi Budaya Korea Selatan ... 51

3.1.1.2 Hallyu ... 60

3.1.2 Hubungan Bilateral Korea Selatan-Indonesia ... 64

3.2 Metode Penelitian 3.2.1 Desain Penelitian ... 74

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data ... 74

3.2.3 Teknik Analisa Data ... 75

3.2.4 Lokasi Penelitian 3.2.4.1 Lokasi Penelitian ... 75

(9)

xi

4.2.1 Tahap-Tahap Diplomasi Budaya Korea Selatan

di Indonesia ... 97

4.2.2 Kendala dalam Menjalankan Diplomasi Budaya ... 99

4.2.2.1 Bersaing dengan Budaya Asing Lain ... 100

4.2.2.2 Munculnya Anti-Hallyu ... 101

4.2.2.3 Kemajemukan Bangsa Indonesia ... 102

4.3 Keuntungan dan Kerugian Budaya Korea Selatan di Indonesia ... 103

4.4 Analisis Implikasi Diplomasi Budaya Korea Selatan Terhadap Hubungan Bilateral Korea Selatan-Indonesia ... 105

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 118

5.2 Saran-Saran ... 121

DAFTAR PUSTAKA ... 123

LAMPIRAN ... 128

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Buku - Buku

Berridge, G. R., James,Alan. 2012. A Dictionary of Diplomacy, 2nd Edition. New York: Palgrave Macmillan

Couloumbis, Theodore, Wolfe, James. 2004.Pengantar Hubungan Internasional Keadilan dan Power. Jakarta : Putra Abardin.

Cummings, Jr Milton C. Cultural Diplomacy and the United States Government: A Survey, Washington, D.C: Center for Arts and Culture

Diamond, Louise dan McDonald, John. 2003. Multi-Track Diplomacy: A Systems Approach to Peace (4th ed.). West Hartford CT: Kumarian Press

Djelantik, Sukawarsini.2008. Diplomasi Antara Teori & Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu

Grenz, Stanley J..2004. Cultural Encounters: A Journal for the Theology of Culture. Portland Oregon: Institute for Theology of Culture

Holsti, K. J. 2000. Politik Internasional, Kerangka Untuk Analisis. Jilid II. Terjemahan M. Tahrir Azhari. Jakarta: Erlangga.

James Coleman S, 2008. Dasar-Dasar Teori Sosial. Bandung: Nusa Media Juwondo. 1991. Hubungan Bilateral: Definisi dan Teori. Jakarta. Rajawali Press Koentjaraningrat. 2002. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta : Djambatan Kusumohamidjojo,Budiono, 2001. Filsafat Kebudayaan Proses Realisasi Manusia.

(11)

Nye, Joseph S.2004. Soft power: the means to success in world politics. the University of Michigan: Public Affairs

.2008. Public Diplomacy and Soft Power, THE ANNALS of the American Academy of Political and Social Science. the University of Michigan: Public Affairs

Perwita, Anak Agung Banyu, Yani ,Yanyan Mochamad. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: Remaja Rosdakarya

Plano, Jack C. 2000. Kamus Hubungan Internasional, (Diterjemahkan oleh Drs. Wawan Juanda). Bandung: Abardin

Roy,S.L, 2006. Diplomasi 4th edition. Jakarta: Rajawali Press

Rudy, T. May.2003. Hubungan Internasional Kontemporer dan Masalah-masalah Global. Bandung: PT. Refika Aditama

Steger, Manfred. 2003. Globalization: A Very Short Introduction. Oxford: Oxford University Press.

Suryokusumo, Sumaryo. 2004. Praktik Diplomasi. Jakarta : BP Iblam

Warsito, Tulus, Kartikasari, Wahyuni. 2007. Diplomasi kebudayaan: konsep dan relevansi bagi negara berkembang : studi kasus Indonesia.Yogyakarta: Ombak

Jurnal dan Karya Ilmiah

(12)

Creighton, T. (2009). Character Education : An Hystorical Review. The International Journal of

Educational Leadership Preparation, Volume 4, Number 1

Eppink, Andreas. 2013. The Eppink Model and the Psychological Analysis of a Culture

Kim, J., & Ni, S. (2011). The Nexus between Hallyu and soft power: Cultural public diplomacy in the era of sociological globalism. In D. Kim, & M. Kim (Eds.),

Hallyu: Influence of Korean popular culture in Asia and beyond. Seoul: Seoul National University Press.

Korean Culture and Information Service (KOCIS). 2011. The Korean Wave: A New Pop Culture Phenomenon. Ministry of Culture, Sports, and Tourism.

Korean Culture and Information Service (KOCIS). 2012. K-POP: A New Force in Pop Music. Ministry of Culture, Sports, and Tourism.

Ministry of Foreign Affairs and Trade. 2011. Diplomatic White Paper 2011: Enhancing Korea's Role and Prestige in the International Community . Republic of Korea

Shim, Doobo. 2006. “Hibridity and Rise of Korean Popular Culture in Asia”. Dalam

Media, Culture & Society SAGE Publications (London, Thousand Oaks and New Delhi), Vol. 28, no.1

Shin, K. 2006. Hallyu in East Asia. Seoul: Jeonyewon Yoonhwan.

(13)

Yudhantara, Reza Lukmanda. 2011. Korean wave Sebagai Soft Diplomasi Korea Selatan. INAKOS dan Pusat Studi Korea Universitas Gadjah Mada (eds).

Politik dan Pemerintahan Korea. Yogyakarta: UGM Press

Rujukan Elektronik

Business South Korean. http://english.yonhasepnews.co.kr/business [24/213]

City Hall. http://web.archive.org/web/20120325052520/http://english.seoul.go.kr/gtk/ cg/ cityhall.php?pidx=6# [16/8/14]

Demam Korea Sudah Menginfeksi Indonesia. http://oase.kompas.com/read/2011/10/ 16/03045760/Demam.Korea.Sudah.Menginfeksi.Indonesia [6/1/14]

Facts about Korea. http://www.korea.net/Resources/Publications/AboutKorea/view? articleId=2215&pageIndex=1 [3/3/14]

Indonesia-Korea Selatan Semakin Mantapkan Hubungan Diplomatik.

http://www.ipsk.lipi.go.id/berita/208-indonesia-korea-selatan-semakin-mantapkan-hubungan-diplomatik. [2/10/13]

Kerjasama Bidang Ketenagakerjaan. http://kbriseoul.kr/ kbriseoul/index.php/id/2013-01-07-15-02-52/ketenagakerjaan [5/3/14].

Korea Selatan Masih Butuh Indonesia. http://www.umy.ac.id/korea-selatan-masih-butuh-indonesia.html [23/714]

(14)

Korean Culture. http://www.korea.net/Government/Current-Affairs/Korean-Wave [3/4/14]

Korea to use soap operas for self-promotion. www.atimes.com/atimes/Korea/ FA22Dg02.html.[2/4/14]

Korean Wave Just The Start For Asian Brands. http://thediplomat.com/2014/03/ korean-wave-just-the-start-for-asian-brands-in-indonesia/ [11/3/14]

Mexico City Declaration on Cultural Policies. http://www.culturalrights.net/ en/documentos.php?c=18&p=190.[30/09/13]

Naskah Perjanjinan Korea Selatan-Indonesia. http://treaty.kemlu.go.id/index.php/ treaty/index?Treaty[country_id]=68&Treaty[work_type_id]=1 [1/10/13] Principal Goals and Directions of Korean Cultural Diplomacy and Related Policies.

http://www.mofa.go.kr/ENG/policy/culture/issues/ index.jsp?menu= m_20_150_20&sp=/webmodule/htsboard/template/read/engreadboard.jsp%3F typeID=12%26boardid=313%26seqno=298757 [23/4/14]

Profil Negara dan Kerjasama Korea Selatan. http://www.kemlu.go.id/seoul/Pages/ CountryProfile.aspx?l=id [12/2/14]

The Benefits of Soft Power. http://hbswk.hbs.edu/archive/ 4290.htmlhttp:// www.info.gov.za/speech/DynamicAction?pageid=461&sid=31564&tid=8760 1 [10/3/14]

(15)

vi

Esa, dengan karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini. Peneliti menyadari dalam penyusunan skripsi ini, banyak menenmukan kesulitan dan hambatan disebabkan keterbatasan dan kemampuan peneliti, akan tetapi disertai keinginan kuat dan usaha yang sungguh-sungguh, maka akhirnya penelitian ini dapat diselesaikan sebagai mana yang diharapkan.

Untuk Orang Tuaku tercinta, Yulianti, terima kasih untuk segala do’a,

nasihat, dan kasihmu yang sungguh luar biasa, serta dukungan baik moral dan materiil. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari pihak-pihak yang telah membantu baik itu melakukan penelitian maupun dalam penyusunan skripsi, peneliti tidak mungkin menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Yth. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, MA. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia Bandung, yang telah mengeluarkan surat pengantar untuk penelitian skripsi dan menandatangani lembar pengesahan.

(16)

vii

4. Yth. Bapak Andrias Darmayadi S.IP,. M.Si selaku ketua Prodi Ilmu Hubungan Internasional yang telah memberikan banyak pelajaran, baik pelajaran akademik maupun pelajaran hidup dan moral untuk peneliti. 5. Yth. Sylvia Octa Putri, S.IP. selaku Dosen Wali Mahasiswa Angkatan

2009 yang tidak hentinya memberikan arahan, semangat dan dukungannya pada penyelesaian skripsi ini.

6. Yth. Bapak Budi Mulyana, S.IP., M.Si. yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama menjalani perkuliahan.

7. Yth. Ibu/teteh Dwi Endah Susanti, S.E Sekretariat Jurusan Prodi Hubungan Internasional yang telah membantu peneliti dalam administrasi selama berkuliah di UNIKOM dan selama proses penyusunan skripsi. 8. Yth. Pihak Korean Cultural Center Indonesia yang telah memberikan

kesempatan untuk kunjungan pustaka guna melakukan penelitian.

9. Yth. Bapak Adrian Rasul, Kepala Divisi Media Sosial dan Budaya Kedutaan Besar Indonesia di Seoul yang telah memberikan kesempatan wawancara dan data-data terkait masalah yang diteliti.

(17)

viii

12. Teman-teman PSM Lina Herlina, Jaka Patria, Diana Puspita, Nurul

yang memberikan dukungan dan motivasi belajar ekstra untuk menyelesaikan penelitian. Terima Kasih.

13.Untuk teman-teman HI-09, Windy, Frederico, Farhan, Ari, Opik yang selalu semangat. Serta seluruh mahasiswa Hubungan Internasional Angk. 2009 s/d 2011 terima kasih untuk supportnya.

14.Semua pihak yang telah membantu sebelum dan selama pelaksanaan penelitian Skripsi yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih diperlukan penyempurnaan dari berbagai sudut, baik dari segi isi maupun pemakaian kalimat dan kata-kata yang tepat, oleh karena itu, peneliti mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan penyusunan skripsi ini. peneliti berharap dan berterima kasih atas segala saran dan kritik dari pembaca. Serta menerima saran dan kritik tersebut dengan hati terbuka. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Bandung, Agustus 2014

(18)

1 1.1 Latar Belakang Penelitian

Fenomena interdependensi antar negara telah terlihat dalam interaksi hubungan internasional. Hal ini tercermin dari pembentukan kelompok kerjasama regional baik berlandaskan kedekatan geografis maupun fungsional yang semakin meluas. Kerjasama dapat terjadi dalam konteks yang berbeda-beda. Namun kebanyakan interaksi kejasama terjadi secara langsung diantara dua negara yang menghadapi masalah atau hal tertentu yang mengandung kepentingan bersama (Holsti, 2000:209).

Interaksi kerjasama yang terjadi secara langsung antar dua negara atau yang biasa kita sebut dengan hubungan bilateral tidak terlepas dari upaya memenuhi kepentingan nasional dengan mencapai kesepakatan antar dua negara yang melakukan hubungan. Dalam usaha meraih kesepakatan munculah Soft Power

sebagai bentuk lain dari konsep Power dalam kegiatan hubungan internasional dan membawa implikasi pada pelaksanaan diplomasi masa kini.

(19)

hubungan internasional yang terjalin. Seperti kemiripan budaya yang kemudian dapat dijadikan sebagai salah satu instrumen dalam melakukan hubungan yang lebih dekat dalam tingkat hubungan bilateral.

Hubungan Korea Selatan-Indonesia telah mulai dijalin pada tahun 1966 dengan akreditasi setingkat Konsulat Jenderal. Namun pada tahun 1973, status tersebut ditingkatkan menjadi Kedutaan Besar. Pada tahun 1974, Letjen TNI Sarwo Edhie Wibowo ditunjuk sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh pertama. Kedua negara mempunyai komplimentari yang menguntungkan dalam kerjasama bilateral. Korea Selatan-Indonesia berada pada posisi yang saling melengkapi di mana keduanya berpotensi untuk saling mengisi satu sama lain. Di satu pihak, Indonesia memerlukan modal/investasi, teknologi dan produk-produk teknologi. Dilain pihak, Korea Selatan memerlukan sumber alam dan mineral, tenaga kerja dan pasar Indonesia yang besar. Korea Selatan merupakan alternatif sumber teknologi khususnya di bidang heavy industry, IT dan telekomunikasi. Sebagai langkah pertama dimulainya hubungan kenegaraan resmi antara Indonesia-Korea Selatan, dalam hubungan diplomatik tingkat konsuler tersebut dibuka banyak kesempatan bagi kedua negara untuk bekerja sama di berbagai bidang demi tercapainya kepentingan kedua negara.

(20)

pertanian, dan bidang sosial budaya dan pariwisata. Dari kerjasama-kerjasama tersebut Korea Selatan dan Indonesia telah melahirkan kurang lebih 112 perjanjian (http://treaty.kemlu.go.id/index.php/treaty/index?Treaty[country_

id]=68&Treaty[work_type_id]=1 diakses 1 Oktober 2013).

Hubungan kedua negara mencapai puncaknya sejak menandatangani the Joint Declaration on Strategic Partnership to Promote Friendship and Cooperation in

the 21st Century di Jakarta pada Desember 2006. Joint declaration tersebut meliputi 3 pilar kerjasama, yaitu: kerjasama politik dan keamanan; kerjasama

ekonomi; serta kerjasama sosial budaya

(kbriseoul.kr/kbriseoul/index.php/id/indokor diakses pada 4 November 2013).

Joint declaration tersebut mendorong kedua negara untuk lebih mempererat persahabatan dan menciptakan kerjasama yang lebih kongkrit. Dalam bidang politik, kerjasama yang telah dirintis antara lain antar parlemen, anti korupsi, penangkalan aksi terorisme dan kriminal lintas negara, industri pertahanan, bencana alam dan lainnya. Selain itu dalam berbagai forum regional maupun internasional, Korea Selatan dan Indonesia sepakat untuk selalu menunjukkan sikap saling mendukung.

(21)

kemakmuran yang tinggi umumnya kurang berminat untuk bekerja di sektor industri terutama bagian pekerjaan yang berbahaya dan sulit. Untuk memenuhi kebutuhan sektor industri yang sebagian besar adalah usaha kecil dan menengah maka dibukalah pintu masuk bagi tenaga kerja asing (http://kbriseoul.kr/kbriseoul/index.php/id/2013-01-07-15-02-52/ketenagakerjaan Diakses pada 5 Mei 2013).

(22)

menandatangani MoU di bidang pendidikan dalam kunjungan Presiden Lee Myung Bak ke Jakarta tahun 2009. Bentuk kerjasama dalam MoU tersebut adalah proyek penelitian bersama, pertukaran pengajar, pelajar, peneliti dan ahli lainnya, pertukaran informasi, pertemuan berkala, komperensi, seminar, pameran, pertukaran bahan-bahan yang diperlukan, pendirian pusat riset bersama, pendidikan, pelatihan dan bentuk kerjasama pendidikan lainnya. Dari kerjasama yang dilakukan Korea Selatan tersebut terlihat bahwa diplomasi budaya merupakan bentuk nyata dari penggunaan instrumen yang dilakukan Korea Selatan terhadap Indonesia saat ini yakni dengan mengedepankan unsur budaya dalam kegiatan diplomasi, seperti apa yang dilakukan melalui fenomena Hallyu.

Fenomena Hallyu merupakan salah satu fenomena yang berasal dari Korea Selatan dan memiliki pengaruh dalam hubungan bilateral dengan negara lain termasuk Indonesia. Hallyu yang berarti Korean (Cultural) Wave/Fever (Arus gelombang budaya Korea) adalah sebuah fenomena dimana terjadi peningkatan popularitas dari kebudayaan Korea Selatan yang digemari oleh orang-orang di Korea Selatan sendiri kemudian berkembang ke dunia internasional. Hallyu yang bersumber pada negara Korea Selatan telah berhasil mempengaruhi Indonesia dengan menghadirkan warna yang berbeda dari yang selama ini disuguhkan oleh negara lain di Indonesia. Hallyu telah menjadikan Korea Selatan sebagai negara yang patut diperhitungkan kedudukannya di forum Internasional dan tidak dapat dianggap sebelah mata (Kim dan Ni, 2011:140).

(23)

Hallyu di Indonesia berawal dari munculnya drama seri Korea terlaris kala itu yaitu

Endless Love pada tahun 2002 di salah satu stasiun televisi swasta (Doobo Shim, 2006:28). Cerita yang dikemas secara apik, tidak memiliki episode yang panjang, dengan aktor dan aktris yang berbakat dan sangat menarik penampilannya, membuat drama seri ini menjadi awal pembuka bagi masuknya Hallyu. Hal tersebut dibuktikan dengan ditayangkannya drama seri Korea lain yang berjudul Winter Sonata pada tahun yang sama pula. Selain itu, di Indonesia terlihat maraknya pemutaran film dan sinetron Korea di televisi, Hallyu bisa juga ditemui di toko-toko kaset dan vcd. Dalam hal ini, film-film Korea sudah mendapat lisensi penjualan melalui distributor resminya. Ini menandakan bahwa film Korea pun sudah mulai sejajar dengan film-film original dari Hollywood yang dipasarkan di Indonesia.

(24)

(http://www.korea.net/Resources/Publications/AboutKorea/view?articleId=2215& pageIndex=1 diakses pada 3 Maret 2014 ). Kemudian berencana untuk mengulang kesuksesan yang sama dengan mengadakan konser musiknya, termasuk di Indonesia. Didukung dengan sudah banyaknya fanbase-fanbase K-Pop baik di dunia maya maupun di dunia nyata. Semua ini terjadi, tentu saja berkat kerjasama semua pihak yang terkait, serta pemerintah yang peduli dan mampu melihat serta memaksimalkan peluang yang ada.

(25)

(http://galuhlistya.blogspot.com/2013_01_01_archive.html diakses pada 12 Maret 2014). Berdasarkan fenomena tersebut, diterima atau tidak, sebagian masyarakat Indonesia sudah terpengaruh dengan Hallyu dan itu mempengaruhi hubungan antara Korea Selatan dan Indonesia.

Saat ini, diplomasi budaya Korea Selatan telah menyebar di kalangan generasi muda. Meniru gaya berpakaian artis-artis Korea merupakan trend bagi remaja di Indonesia. Tidak hanya itu, aliran musik dan drama di Indonesia mulai berkiblat ke Korea karena dinilai memiliki nilai jual yang tinggi. Makanan-makanan khas Korea juga mulai banyak diperjual-belikan di Indonesia. Selain itu, sekarang ini sudah banyak juga lembaga-lembaga kursus yang membuka kelas Bahasa Korea, bahkan beberapa universitas di Indonesia juga sudah mulai membuka jurusan Bahasa Korea, setelah sebelumnya didominasi oleh Jepang dan Mandarin. Begitu juga Hanbok, pakaian tradisional Korea. Semua itu dapat dikatakan sebagai keberhasilan Korea Selatan di Indonesia karena memberikan devisa kepada negara Korea. Hallyu juga dimanfaatkan oleh pemerintah lokal. Pada akhirnya dengan semakin bertambahnya jumlah studi Korea, maka secara tidak langsung akan mendukung para investor Korea. Banyaknya perusahaan Korea yang berinvestasi di beberapa negara, membutuhkan banyak tenaga ahli yang paling tidak mengetahui dan menguasai bagaimana berniaga dengan orang Korea.

Besarnya minat masyarakat Indonesia seakan menjadikan Hallyu sebagai batu loncatan bagi Korea Selatan dalam melancarkan kerjasamanya dibidang lainnya dengan indonesia. Dalam The 14th Korea Forum “Commemorating the

(26)

Inter-relationships between ASEAN and Korea”. Indonesia dan Korea Selatan memiliki visi yang sama, nilai dan kemauan untuk berkontribusi dalam penguatan di berbagai bidang. Mereka pun mengemasnya dalam sebuah kerja sama dalam bentuk kegiatan stimulasi, evaluasi dan rekomendasi kebijakan dari studi-studi tentang sosial-ekonomi, kependudukan dan budaya (http://www.ipsk.lipi.go.id/ berita/208-indonesia-korea-selatan-semakin-mantapkan-hubungan-diplomatik diakses pada 3 Desember 2013) .

Isu kebudayaan sebagai instrumen dalam menjalankan diplomasi tengah menjadi fenomena global yang menjadi perhatian bagi berbagai negara dalam upaya memenuhi kebijakan dan sikap negara lain dalam menjalankan suatu kepentingan nasional dengan lebih efisien. Tapi besarnya pengaruh fenomena suatu budaya terutama untuk mengubah pola pikir negara lain tergantung tidak hanya pada aspek material, tapi juga normatif dan ideasional negara tersebut. Dengan kata lain jika segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri, maka pengaruhnya dalam melancarkan proses berdiplomasi juga semakin kuat.

(27)

menjalankan suatu diplomasi yang terjadi antara Korea Selatan dan Indonesia, dan untuk mengetahui seberapa jauh penerapan dan dampak yang dihasilkan dari penggunaan unsur budaya tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul :

“Diplomasi Budaya Korea Selatan dan Implikasinya terhadap

Hubungan Bilateral Korea Selatan-Indonesia”

Ketertarikan peneliti terhadap penelitian ini didukung oleh beberapa mata kuliah Ilmu Hubungan Internasional yaitu antara lain :

1. Diplomasi dan Negosiasi, merupakan acuan bagi peneliti dalam meneliti aktor-aktor dari subjek penelitian ini

2. Analisis Politik Luar Negeri, sebagai Acuan dasar bagi peneliti dalam memahami politik luar negeri suatu negara dan mengkaitkannya dalam masalah penelitian ini

3. Sosiologi dan Antropologi, merupakan dasar pemikiran dalam mengkaji dinamika masyarakat dan kebudayaan yang berkaitan dengan isu yang diangkat oleh peneliti.

4. HI di Asia Timur, merupakan landasan dalam mempelajari karakteritsik Korea Selatan dan hubungannya dengan negara lain khususnya Indonesia.

(28)

Berdasarkan identifikasi masalah, untuk memudahkan peneliti dalam melakukan pembahasan, peneliti membagi perumusan masalah menjadi rumusan masalah mayor dan rumusan masalah minor. Dalam rumusan masalah mayor, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:

“Bagaimana Diplomasi Budaya Korea Selatan dan Implikasinya

terhadap Hubungan Bilateral Korea Selatan-Indonesia”.

Untuk menghindari ruang lingkup yang terlalu luas maka perlu dibuat pembatasan masalah. Dalam upaya memfokuskan permasalahan dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan pada pengaruh Budaya dalam kerjasama yang dilakukan Korea Selatan-Indonesia setelah Korea Selatan mengakui Hallyu sebagai diplomasi budaya yakni dari diakuinya Hallyu sebagai salah satu bentuk diplomasi budaya pada tahun 2005 sampai penandatanganan Memorandum of Understanding tentang kerjasama dibidang industri ekonomi kreatif tahun 2013 dengan ruang lingkup yang dibatasi pada kegiatan diplomasi budaya yang dilaksanakan Korea Selatan di Indonesia.

Selanjutnya secara lebih spesifik peneliti merumuskan beberapa masalah minor antara lain :

1. Sejauh mana Hallyu dalam politik luar negeri Korea Selatan?

2. Bagaimana Korea Selatan melakukan diplomasi budaya di Indonesia? 3. Kendala apa yang dihadapi Korea Selatan dalam menjalankan budayanya di

Indonesia?

(29)

5. Bagaimana perubahan hubungan bilateral Korea Selatan-Indonesia atas diplomasi budaya yang dilakukan Korea Selatan?

1.3 Maksud Dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui peranan suatu budaya sebagai instrumen dalam mengembangkan Soft Power Korea Selatan dan peranan aktor-aktor baik pemerintah ataupun non-pemerintah dalam menjalankan konsep

multitrack diplomacy dan menjadikannya sebagai salah satu bentuk dari diplomasi publik Korea Selatan dalam menjalankan hubungan bilateral dengan Indonesia.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan peneliti membahas kasus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui sejauh mana Hallyu dalam politik luar negeri korea selatan 2. Untuk mengetahui bagaimana Korea Selatan melakukan diplomasi budaya di

indonesia

3. Untuk memahami kendala apa yang dihadapi Korea Selatan dalam menjalankan budayanya di Indonesia

4. Untuk mengetahui apa keuntungan dan kerugian Indonesia atas fenomena

Hallyu di Indonesia

(30)

1.4 Kegunaan Penelitian

Berdasarkan pada tujuan penelitian, maka kegunaan penelitian ini dibagi menjadi dua :

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memperkaya pengetahuan mengenai besarnya pengaruh budaya suatu negara, sebagai salah satu bentuk dari

Soft Power. Khususnya hubungan bilateral antara Korea Selatan-Indonesia dibidang Sosial Budaya.

1.4.2 Kegunaan Praktis

(31)

14 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Dalam memperoleh pijakan dan referensi yang ilmiah untuk penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa sumber literatur yang mirip, dikarenakan dalam studi hubungan internasional, belum banyak yang mengangkat isu diplomasi budaya dan pengaruh terhadap hubungan antar negara, kebanyakan dari peneliti-peneliti lebih banyak meneliti budaya Korea Selatan melalui kacamata komunikasi dan interaksi sosial. Dari sekian banyak karya ilmiah yang peneliti dapatkan, terdapat tiga karya ilmiah yang inti sarinya dapat peneliti ambil. Pertama, yaitu tentang potensi kesenian dalam membangun perekonomian suatu negara. Karya ilmiah tersebut berjudul “Demam K-Pop (Keberhasilan Pemerintah Korea Selatan

Membangun Perekonomian Lewat Seni” dari jurnal jurusan Hubungan

Internasional Universitas Jember karya Triono Akmad Munib.

Dari Jurnal tersebut peneliti yang bersangkutan membahas mengenai fenomena Hallyu, kemunculan K-Pop, dan upaya pemerintah Korea Selatan menjadikan K-Pop sebagai ladang bisnis untuk membangun perekonomian Korea Selatan. Penulis bersangkutan tersebut juga menjadikan Hallyu sebagai salah satu contoh fenomena globalisasi.

(32)

hidup di era globalisasi ini, yaitu be a wave atau riding the wave. Negara dihadapkan kepada dua pilihan yang berat. Apakah negara tersebut “menjadi gelombang” dalam arus globalisasi? Ataukah “mengendarai gelombang” tersebut?

Dalam hal “menjadi gelombang”, kondisi yang ditunjukkan adalah dengan menggabungkan fenomena dan globalisasi. Sementara, jika kita bisa “mengendarai gelombang”, kondisi yang diperlihatkan adalah berada di atas arus globalisasi dan

menyetir kemana arah globalisasi.

(33)

Korea Selatan telah dianggap sukses menjadi be the wave. Dikarenakan Budaya Korea berhasil menghipnotis telinga dan mata masyarakat di berbagai penjuru dunia, tak terkecuali di Indonesia. Pesona alam, fashion serta artis-artisnya telah menyihir jutaan pemirsa televisi maupun secara langsung ketika mereka sedang diatas panggung. Indonesia benar-benar telah di-“koreakan” oleh Hallyu

yang didominasi oleh drama serta para band pria dan wanita mulus dengan gaya menyanyinya yang atraktif.

Dunia seakan melupakan kiblat lama, Paris dan Milan sebagai pusat fashion dan gaya hidup. Dunia telah menemukan arah kiblat baru bernama Korea. Bahkan, acara-acara hiburan televisi di Tanah Air juga meniru gaya Korea. Demam K-Pop

telah mendorong lahirnya sebuah fenomena fanatisme dimana para artis dari Korea tersebut menjadi kiblat dalam berperilaku bagi remaja dan generasi muda di Indonesia. Tidak sedikit dari mereka yang rela menghabiskan uang untuk pergi ke Korea Selatan hanya untuk menonton konser artis idola dan berbelanja pernak-pernik berlabel "made in Korea" (http://oase.kompas.com/ read/2011/10/16/03045760/Demam.Korea.Sudah.Menginfeksi.Indonesia diakses pada 6 Jan 2014).

(34)

Kemudian Berita terbitan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang menurut peneliti cukup mendekati dan menunjang dalam hal penelitian kerjasama bilateral antara Korea Selatan-Indonesia. “Indonesia-Korea Selatan Semakin

Mantapkan Hubungan Diplomatik” sumber Haning Romdiati (Humas Lembaga

Ilmu Pengetahuan Indonesia) berisi bahwa dalam peringatan 40 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Korea Selatan, Korea selatan bersama Indonesia dan ASEAN membuka peluang kerja sama penelitian terkait isu-isu sosial-ekonomi, politik, kependudukan dan budaya. Berita tersebut memperjelas bahwa korea selatan tengah menggunakan kebudayaannya sebagai instrumen dalam berdiplomasi (http://www.ipsk.lipi.go.id/berita/208-indonesia-korea-selatan-sema kin-mantapkan-hubungan-diplomatik diakses pada 2 Oktober 2013).

(35)

hubungan erat dengan negara yang sehaluan dan dibina melalui proses negosiasi yang bermanfaat (FISIP-UNHAS, 2012:5).

Karakteristik dari diplomasi modern salah satunya dikenal dalam bentuk metode yang memanfaatkan nilai-nilai kebudayaan yang kemudian diistilahkan dengan diplomasi budaya. Meski diklasifikasikan sebagai salah satu komponen soft Diplomacy. Delegasi dari aspek kebudayaan dalam era global saat ini sering dimanfaatkan untuk membina hubungan baik dengan negara lain karena pertukaran budaya lebih memungkinkan rakyat masing-masing di setiap negara untuk mengetahui pandangan satu sama lain dengan cara yang jauh lebih baik. Tujuannya adalah untuk memamerkan keagungan kebudayaan suatu negara dan apabila mungkin dapat mempengaruhi pendapat umum negara tertentu. Target yang dapat diperoleh dari media diplomasi budaya ini dapat mengesankan negara lain dengan warisan kebudayaan dan mengekspornya ke bagian dunia lain sehingga memudahkan pembangunan basis yang kuat untuk memperoleh dukungan atas masalah lainnya.

Kebudayaan dianggap sebagai sebuah ekspedisi ke negara lain jauh lebih bermanfaat dan menguntungkan dibandingkan sasaran dengan unsur militer, imprealisme kebudayaan juga dianggap sebagai usaha untuk menaklukkan dan menguasai jiwa manusia serta sebagai sebuah instrumen untuk mengubah hubungan

(36)

Ardiansyah juga menyimpulkan dalam penelitiannya tersebut bahwa diplomasi budaya adalah sebuah modifikasi pada bentuk dan sebuah koordinasi yang sangat penting dari interaksi bilateral suatu Negara dimana diplomasi budaya merupakan terjemahan dari Soft Power.

Ketiga, karya ilmiah yang peneliti dapatkan berjudul ”Pengaruh Soft Diplomacy dalam Membangun Citra Korea Selatan di Indonesia”. dari Skripsi jurusan Hubungan Internasional UNHAS karya Ayu Riska Wahyudiya. Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa alasan Korea menggunakan unsur budayanya dalam berdiplomasi adalah untuk meningkatkan citra yang positif bagi negaranya. Meningkatkan citra positif dari pandangan masyarakat Indonesia terhadap Korea Selatan tentunya dapat membangun citra politik negara itu sendiri. Pembangunan citra juga dapat menimbulkan ketertarikan dan kepercayaan publik negara lain untuk melakukan kerjasama dengan Korea Selatan. Dalam rangka membangun citra global Korea Selatan sebagai tujuan nasional di masa Pemerintahan Presiden Lee Myung Bak dibutuhkan keahlian dan strategi yang benar dan efektif karena citra dapat dihasilkan dari strategi yang komprehensif baik dari sisi isi, pengemasan maupun sasaran yang akan dituju.

(37)

Republic of Korea Embassy, Mr.Kim Do Hyung menyatakan bahwa ada 4 strategi yang dilakukan sebagai upaya mewujudkan visi Global Korea sebagai pembangunan citra bangsa yang pertama adalah dengan mengembangkan Seni Kebudayaan. Korea Selatan menganggap kebudayaan merupakan unsur paling penting dalam membangun citra suatu bangsa dan interaksinya antara budaya yang berbeda akhirnya dapat mengarah untuk menghargai keanekaragaman antar bangsa. Ketika kepekaan budaya diperoleh, maka perhatian publik dan partisipasi akan secara alami mengikuti. Dengan adanya peran pemerintah dalam mengiringi masuknya suatu budaya asing, menjadikan budaya tersebut menjadi inti dari Soft Power dalam berdiplomasi. Kedua adalah mengembangkan sikap profesionalisme. Tidak seperti beberapa negara-negara lain, Korea memiliki kemampuan yang bisa mensukseskan pelaksanaan Soft Diplomacy karena aktor negara dan aktor non-negara bekerjasama secara aktif menjadi promotor guna meningkatkan Soft Power. Namun upaya koordinasi dan kerjasama antara pemerintah dan para aktor non-negara profesional perlu diselaraskan agar dapat mencapai tujuan akhir secara maksimal.

(38)

Diplomacy juga akan sangat membantu meningkatkan sektor pariwisata yang secara otomatis pengaruhnya dapat meningkatkan sektor perekonomian Korea Selatan.

Peran para selebritis tidak hanya untuk membangun citra Korea dalam menarik kunjungan wisatawan ke Korea melainkan pula sudah mulai dilibatkan dalam peningkatan hubungan di bidang politik dan militer Korea Selatan. Strategi tersebut bertujuan membentuk kesan ataupun citra Korea Selatan sebagai negara yang bersahabat dan kooperatif. Ketiga yaitu dengan memanfaatkan Teknologi Media Komunikasi dan Informasi. Korea Selatan menempatkan teknologi media komunikasi berada pada awal dan akhir proses diplomasi yang mana menjadikan media sebagai satu rangkaian yang tidak terputus dalam proses diplomasi. Hal tersebut dikarenakan diplomasi termasuk proses pengolahan dan pemanfaatan data informasi dalam memperjuangkan kepentingan nasional yang berakhir pada hasil akhir mencapai tujuan nasional. Penggunaan teknologi media komunikasi dan informasi menjadi salah satu strategi penting yang diambil oleh Pemerintah Korea Selatan karena menjadi bagian terintegrasi dari pelaksanaan soft diplomacy

tersebut. Teknologi media informasi mendorong penyebaran budaya Korea bersama dengan Hallyu yang semakin luas dan cepat dari berbagai mainstream

media.

(39)

itu, Pemerintah Korea Selatan menyusun strategi dengan menggunakan jalur diplomasi media untuk memanfaatkan kemajuan industri teknologi informasi dalam mengembangkan kebudayaan Korea. Hal tersebut akan mudah terlaksana mengingat Korea Selatan adalah salah satu negara yang sangat maju dalam perkembangan teknologi informasi, digitalisasi dan memiliki jaringan internet tercepat di dunia. Perkembangan teknologi media massa memungkinkan akses informasi dengan mudah dan biaya rendah dengan memanfaatkan internet tanpa halangan birokratis dan dapat memberikan pengaruh yang lebih cepat dan luas ke seluruh lapisan masyarakat di dunia.

Dari ketiga strategi tersebut, barulah Korea Selatan melakukan Interaksi Kebudayaan Melalui Hallyu. Pencitraan berasal dari dalam namun dinilai oleh pihak luar mengenai meningkat atau tidaknya suatu citra. Penilaian atau tanggapan suatu negara ataupun masyarakat tersebut dapat menimbulkan rasa hormat, kesan yang baik dan menguntungkan terhadap pencitraan suatu negara yang mana landasan pencitraan itu biasanya dari nilai-nilai kepercayaan ataupun budaya masyarakat yang terbentuk (Nimmo,2010:4). Bentuk upaya pencitraan diri Korea Selatan itupun diwujudkan melalui budaya popularnya yakni Hallyu yang menjadi suatu kegiatan penting dalam persaingan dunia bisnis dan sebagai soft diplomacy

Korea Selatan yang diimplementasikan dalam pelaksanaan Diplomasi Budaya. Upaya Pemerintah Korea Selatan dalam mengembangkan seni kebudayaan sebagai

(40)

Hallyu agar terjadi kontinuitas interaksi kebudayaan. Pengembangan konten budaya Korea yang tidak hanya terkait budaya tradisional tetapi juga budaya populer tentunya diharapkan dapat mensukseskan pelaksanaan soft diplomacy

Korea Selatan.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan Mr. Kim dapat disimpulkan bahwa dengan menjalin dan mengharmonisasikan hubungan kerjasama antara aktor negara dan non-negara dapat memperkuat ekspansi budaya

Hallyu terlaksana sebagai bagian diplomasi secara berkelanjutan. Dalam perkembangan domestik, pemerintah juga melakukan koorporasi yang baik dengan masyarakat sipil untuk pengembangan Hallyu yang mana kedepannya juga terjadi hubungan masyarakat lintas negara dalam menyebarkan Hallyu itu sendiri. Melalui cara tersebut, ekspansi Hallyu dapat terus berkelanjutan dan menyebar secara luas. Pemerintah Korea berusaha untuk membentuk dan mempertahankan networking

tersebut.

Secara lebih rinci tiga karya ilmiah tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1 Tinjauan Pustaka

Peneliti Judul Persamaan Perbedaan

Triono

Peneliti Judul Persamaan Perbedaan

(41)

Dalam Peningkatan

Selanjutnya, berbeda dengan penelitian-penelitian diatas, dalam penelitian ini akan menguraikan sejauh mana kelanjutan pengaruh Hallyu sebagai bagian dari diplomasi Budaya Korea Selatan di Indonesia. Keterlibatan masalah kebudayaan dalam hubungan internasional sering kali diingat sebatas performa kesenian seperti kegiatan kesenian atau pekan kesenian ke negara-negara lain. Jika ditinjau lebih jauh, keterkaitan kebudayaan dalam hubungan internasional dapat dikatakan bahwa masalah hubungan internasional sebagian besar merupakan masalah kebudayaan. Dalam melakukan diplomasi, tentunya politik luar negeri berbeda tergantung kepada nilai dan budaya suatu negara. Maka dari itu peneliti menguraikan bagaimana Korea Selatan melakukan diplomasi budaya di Indonesia dan bagaimana perubahan hubungan Korea Selatan-Indonesia atas diplomasi budaya yang dilakukan Korea Selatan.

(42)

antar bangsa baik dalam keadaan damai atau dalam situasi perang agar tetap menjaga win-win solution. Sama halnya dalam kerjasama antara Korea Selatan dan Indonesia.

2.2 Kerangka Pemikiran 2.2.1 Hubungan Internasional

Secara terminologi, Hubungan Internasional adalah sebuah interaksi yang terjadi melintasi batas negara yang dilakukan oleh aktor-aktor tertentu dengan segala kepentingannya dan ada sejumlah kebijakan yang berlaku dalam mengatur hubungan tersebut. Pada awal keberadaannya, pembahasan dan aktor dalam menjalin suatu hubungan dengan negara lain cenderung high politic dan tertutup. Hubungan internasional adalah studi mengenai pola-pola aksi dan reaksi di antara negara-negara berdaulat yang diwakili oleh elit-elit pemerintahan (Couloumbis dan Wolfe, 2004 : 24).

Sementara dalam perkembangannya, pola interaksi Hubungan Internasional tidak dapat dipisahkan dengan segala bentuk interaksi yang berlangsung dalam pergaulan masyarakat internasional, baik oleh aktor pemerintah maupun oleh aktor non-pemerintah (Rudy, 2003:2). Dengan seiring perkembangan zaman yang semakin maju dengan berbagai macam teknologi yang diciptakan menyebabkan studi hubungan internasional menjadi semakin kompleks.

(43)

menimbulkan konsekuensi terhadap aktor lainnya untuk memberikan tanggapan (Plano, 2000: 115).

Hubungan Internasional yang pada awalnya mengkaji peperangan dan perdamaian kemudian meluas untuk mempelajari perkembangan, perubahan dan kesinambungan yang berlangsung dalam hubungan antara negara atau antarbangsa dalam konteks sistem global, menjadi kajian Hubungan Internasional yang tidak hanya fokus pada hubungan politik yang berlangsung antar negara, tapi juga mencakup peran dan kegiatan yang dilakukan oleh aktor-aktor bukan negara, inilah kemudian yang disebut dengan Hubungan Internasional kontemporer (Rudy, 2003: 51). Selanjutnya ruang lingkup yang dikaji oleh ilmu Hubungan Internasional menjadi lebih luas dengan mencakup bahan pengkajian mengenai berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat, salah satunya adalah aspek budaya

2.2.2 Hubungan Bilateral

Telah menjadi bagian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bahwa setiap bangsa di dunia ini akan melakukan interaksi antar bangsa yang mana terselenggaranya suatu hubungan internasional baik melalui berbagai kriteria seperti terselengaranya suatu hubungan yang bersifat bilateral, regional, ataupun multilateral hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Kusumohamidjojo mengenai hubungan bilateral yakni:

(44)

Terselenggaranya hubungan bilateral juga tidak terlepas dan tercapainya beberapa kesepahaman antara dua negara yang melakukan hubungan yang mana mereka mengabdi pada kepentingan nasionalnya dalam usaha untuk menyelenggarakan politik luar negerinya masing-masing. Dengan tujuan nasional yang ingin dicapai suatu bangsa dapat terlihat dan kepentingan nasional yang dirumuskan oleh elit suatu negara. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Plano dan Olton bahwa:

Hubungan kerjasama yang terjadi antara dua negara di dunia ini pada dasarnya tidak terlepas dan kepentingan nasional masing-masing negara. Kepentingan nasional merupakan unsur yang sangat vital yang mencakup kelangsungan hidup bangsa dan negara, kemerdekaan, keutuhan wilayah, keamanan, militer,dan kesejahteraan ekonomi (Plano, 2000: 7).

Dalam hubungan kerjasama yang dijalin antar dua negara diharapakan merupakan hubungan yang saling mengisi kepentingan masing-masing. Adapun upaya kerjasama tersebut tidak mengabaikan hak kedaulatan suatu negara. Hal tersebut sejalan dengan definisi hubungan bilateral menurut Juwondo yakni:

Hubungan interaksi antar dua negara yang dikembangkan dan dimajukan dengan menghormati hak-hak kedua negara untuk melakukan berbagai kerjasama pada aspek-aspek kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa mengabaikan atau mengucilkan keberadaan negara tersebut serta menunjukkan dan memberikan nilai tambahan yang menguntungkan dari hubungan bilateral itu (Juwondo, 2001: 21).

(45)

keuntungan yang akan diberikan dalam pelaksanaan kerjasama yang dijalin, karena peluang menjadi salah satu faktor sukses atau gagalnya suatu kerjasama.

Pada umumnya hubungan bilateral mengacu pada hubungan politik dan budaya yang melibatkan dua negara (Djelantik, 2008:85). Terkait hal tersebut Kusumohamidjojo menyatakan bahwa “kerjasama lebih mudah dijalin melalui

bidang kebudayaan daripada di bidang militer” (Kusumohamidjojo, 2001:92). Korea Selatan memiliki suatu peluang besar dengan mengimplementasikan kebudayaannya melalui musik, film, fashion, dan budaya lainnya sebagai salah satu objek dalam menjalin hubungan kerjasama dengan Indonesia, sehingga dapat menciptakan hubungan yang harmonis antar negara melalui kebudayaan.

Hubungan diplomatik Korea Selatan dengan Indonesia secara resmi dijalin September 1973 dan intensitas hubungan kerjasama meningkat dalam enam tahun terakhir yang tercermin dari semakin bertambahnya ikatan kerjasama antara kedua negara di berbagai bidang mencakup politik, keamanan, ekonomi, perdagangan dan sosial budaya. Korea Selatan menjalin hubungan diplomatik di bidang kebudayaan dengan Indonesia sangat membantu menopang pemasukan sektor ekonomi-perdagangan sekaligus dapat meningkatkan kekuatan politiknya karena Indonesia merupakan bangsa pasar dan negara demokrasi yang besar.

2.2.3 Soft Power

(46)

cara dalam mengeksekusi power, yaitu: memaksa lewat ancaman, membujuk dengan memberikan bayaran, atau yang terakhir dengan menarik perhatian atau memikat hati. Dua yang pertama dinamakan hard power, yakni ditandai dengan penggunaan kekuatan militer maupun ekonomi, sedangkan yang ketiga disebut dengan Soft Power. Nye mendefinisikan Soft Power sebagai kemampuan untuk mendapatkan apa yang kita inginkan dari orang lain dengan cara memunculkan ketertarikan dibandingkan melakukan paksaan atau bayaran. Soft Power ini terletak pada kemampuan suatu pihak dalam membentuk preferensi pihak lain (http://hbswk.hbs.edu/archive/4290.html diakses pada 10 Maret 2014).

Soft power bersumber dari aset-aset yang dapat digunakan untuk memproduksi daya tarik. Nye menjabarkan bahwa soft power suatu negara utamanya didasarkan pada tiga sumber, yaitu kebudayaan (culture), yang membuat negara tersebut menarik bagi pihak lain, nilai politik (political values), yang dianut negara tersebut di dalam maupun luar negeri dan kebijakan luar negeri (foreign policies), yang membuat negara memiliki legitimasi dan otoritas moral) (Nye, 2004: 96). Kebudayaan sebagai salah satu sumber utama soft power dibagi lagi menjadi dua jenis, yakni high culture, seperti seni, literatur, dan pendidikan yang menarik perhatian elit tertentu serta pop culture, yang berfokus pada produksi hiburan massal. Soft power adalah attractive power (kekuatan daya tarik) yang hanya dapat dihasilkan apabila sumber-sumber yang dimobilisasi melalui diplomasi publik memiliki daya tarik yang cukup atraktif untuk mempengaruhi preferensi target atau penerima soft power yang dituju. Oleh karena itu, dalam pembentukan

(47)

faktor-faktor apa yang dapat membuat sumber-sumber soft power tersebut menarik dan dapat diterima oleh penerima soft power.

Aktor-aktor yang terlibat dalam pembentukan soft power diistilahkan sebagai “referees” dan “receivers” soft power. “Referees” soft power terkait

dengan pihak yang menjadi sumber rujukan legitimasi dan kredibilitas soft power

sedangkan “receivers” soft power adalah target yang dituju sebagai sasaran

penerima soft power (Nye, 2008:107).Hubungan antara sumber soft power dengan

referees dan recieverssoft power dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 2.2 Sumber, Rujukan dan Target Soft Power

Sumber

Media, NGOs, IGOs Pemerintah dan

publik/masyarakat negara lain

High culture

Pemerintah, NGOs, IGOs Pemerintah dan publik/masyarakat negara lain

Pop culture Media, pasar (markets) Publik/masyarakat negara lain

(Sumber: Nye, J.S. (2008), ‘Public Diplomacy and Soft Power’, THE ANNALS of the American Academy of Political and Social Science: hlm 94-109).

(48)

Selatan adalah negara yang dikaruniai banyak Soft Power yang potensial dan salah satu tugas diplomasi publik adalah mendayagunakan potensi tersebut dengan merancangnya agar dapat membantu Korea Selatan dalam mencapai kepentingan nasionalnya di Indonesia. Nye berargumen bahwa konteks sangat menentukan dampak dan hasil suatu Soft Power, terlepas dan sumber mana Soft Power tersebut berasal dan memang dibandingkan dengan hard power, Soft Power lebih banyak bergantung pada konteks, dan terhadap adanya kemauan dari sang penerima. Oleh karenanya, Soft Power tidaklah konstan, namun sesuatu yang dapat berubah-ubah berdasarkan waktu, tempat, dan kondisi.

2.2.4 Diplomasi

2.2.4.1 Diplomasi Publik

Implementasi dari diplomasi publik yang dilakukan oleh sebuah negara tentunya berbeda-beda. Bagi negara-negara di Asia upaya untuk mengimplementasikan diplomasi publik ini dilakukan dengan instrumen-instrumen kebudayaan untuk menarik perhatian serta secara tidak langsung menyebarkan pengaruh budaya negara tersebut agar diikuti oleh masyarakat dinegara lain, khususnya budaya-budaya populer yang berkembang di negara tersebut.

(49)

tanpa menelan korban dan menghabiskan biaya besar. Seiring berubahnya paradigma aktor hubungan internasional, pelaksanaan Diplomasi Publik melibatkan berbagai kalangan aktor non-Pemerintahan. Oleh karena itu, Soft Diplomacy

merupakan bentuk nyata dari penggunaan instrumen selain tekanan politik, militer dan tekanan ekonomi salah satunya yakni dengan mengedepankan unsur budaya dalam kegiatan diplomasi. Maka dari itu, konsep politik luar negeri dilakukan melalui diplomasi publik, seperti apa yang di lakukan oleh Korea Selatan (Yudhantara, 2011:183).

Dalam kaitannya dengan penelitian ini Korea Selatan mengedepankan diplomasi publik sebagai alat utama dalam soft diplomacynya kepada Indonesia. Strategi tersebut merupakan upaya Korea Selatan untuk meningkatkan hubungan bilateral dengan Indonesia dibidang pariwisata dan kebudayaan sekaligus menjadi batu loncatan untuk menjalin kerja sama dibidang lainnya dengan Indonesia seperti ekonomi dan politik.

2.2.4.2 Diplomasi Budaya

(50)

saling pengertian antara satu negara dengan negara lain maupun antar masyarakatnya (Cummings, 2003:1).

Pendapat lain dari Tulus Warsito dan Wahyuni Kartikasari dalam bukunya yang berjudul Diplomasi Kebudayaan; Konsep dan Relevansi Bagi Negara Berkembang: Studi Kasus Indonesia. Warsito dan Kartikasari mendefinisikan diplomasi budaya sebagai hasil atau upaya budi daya manusia yang biasanya termanifestasi dalam pendidikan, kesenian, ilmu pengetahuan, olah raga, dan lain-lain.

Kegiatan yang dilakukan untuk tujuan diplomasi kebudayaan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, melainkan dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga seperti Lembaga Swadaya Masyarakat, masyarakat, individu-individu, termasuk warga negara. Lebih lanjut Warsito dan Kartikasari mengelompokkan diplomasi kebudayaan menjadi dua, yaitu diplomasi kebudayaan makro dan diplomasi kebudayaan mikro .

(51)

1. Tujuan diplomasi kebudayaan lebih luas dari pada pertukaran kebudayaan, misalnya mengirim utusan ke luar negeri untuk memperkenalkan kebudayaan satu negara ke negara lain.

2. Membangun pengetahuan baru dan kepekaan terhadap negara lain untuk mewujudkan hubungan yang lebih baik antara masyarakat dengan bangsanya. 3. Mempengaruhi pendapat masyarakat negara lain guna mendukung suatu

kebijakan luar negeri tertentu.

Diplomasi budaya tergolong dalam bahasan Soft Power sebagai suatu kekuatan politik yang dipengaruhi budaya, nilai, ide sebagai sisi lain dari hard power yang menggunakan kekuatan militer.

Terdapat tiga kriteria mengapa diplomasi budaya menjadi nilai penting dalam teori hubungan internasional. Pertama, untuk mengurangi intensitas kekuatan militer pasca perang dingin, budaya dipandang sebagai sebuah bentuk kekuatan baru dalam hubungan internasional.

Kedua, setiap Negara bangsa juga harus membangun dasar dan batas jaringan nonsekuritas dalam hal mempertahankan identitas bangsa. Budaya yang terdiri dari berbagai aspek menjadi identitas suatu Negara di mata internasional.

(52)

2.2.4.3 Multitrack Diplomacy

Semakin dinamisnya aktivitas hubungan internasional berpengaruh pada aktivitas diplomasi yang menunjukkan peningkatan peran yang signifikan juga. Aktivitas diplomasi yang dimaksud adalah proses politik untuk memelihara kebijakan luar negeri suatu Pemerintah dalam mempengaruhi kebijakan dan sikap Pemerintah negara lain (Suryokusumo, 2004:1). Kini diplomasi juga tidak hanya menyangkut kegiatan politik saja tapi juga bersifat multi-dimensional yang menyangkut aspek sosial-budaya, hak asasi manusia, ekonomi, dan lingkungan hidup yang digunakan di situasi apapun dalam hubungan antar bangsa untuk menciptakan perdamaian dalam peraturan politik global serta mencapai kepentingan nasional suatu Negara. Oleh karena itu, pemerintah sekarang ini bukanlah aktor tunggal dalam menjalin hubungan internasional. Masyarakat, media, dan pebisnis telah menjadi aktor yang juga dapat mempengaruhi hubungan dengan negara lain.

(53)

Diplomacy dalam rangka untuk melibatkan warga negara dengan keragaman dan keterampilan dalam proses mediasi.

Namun, Dr. Louise Diamond, mengakui bahwa mengelompokan kegiatan kedua Track di bawah satu label tidak dapat menangkap kompleksitas atau luasnya diplomasi secara resmi. Oleh karena itu, ia menciptakan istilah multitrack diplomacy, untuk menggabungkan semua aspek mediasi dari pekerjaan tanah-tingkat warga negara untuk pertemuan tanah-tingkat atas dari kepala negara. MultiTrack Diplomacy memanfaatkan semua lapisan masyarakat untuk menentukan kebutuhan dan memfasilitasi komunikasi antara semua lapisan masyarakat. Duta Besar John McDonald menambahkan lebih lanjut track dengan memperluas Dua track

Diplomasi menjadi empat track yang terpisah: profesional resolusi konflik, bisnis, warga negara, dan media.

Pada tahun 1991, Dr. Diamond dan Duta McDonald memperluas jumlah track

menjadi sembilan yaitu Pemerintah atau Perdamaian melalui Diplomasi, Nonpemerintah / profesional atau Perdamaian melalui Resolusi Konflik, Bisnis atau Perdamaian melalui Commerce, masyarakat atau Perdamaian melalui Keterlibatan Personal, Penelitian, Pelatihan, dan Pendidikan atau Perdamaian melalui Pembelajaran, Aktivisme atau Perdamaian melalui Advokasi, Agama atau Perdamaian melalui Faith in Action, Pendanaan atau Perdamaian melalui Memberikan Sumber Daya, Komunikasi dan Media atau Perdamaian melalui Informasi.

(54)

semua track mengikuti arah satu jalur, Diamond dan McDonald mendesain ulang diagram dan menempatkan track dalam lingkaran yang saling berhubungan. Tidak ada satu track yang lebih penting dari pada yang lain, dan tidak ada satu track

independen dari yang lain. Setiap track memiliki sumber daya sendiri, nilai-nilai, dan pendekatan, tapi karena mereka semua terkait, mereka dapat beroperasi lebih kuat ketika mereka dikoordinasikan.

(Sumber: Louise Diamond and John McDonald. 2003 MultitrackDiplomacy; A Systems Approach to Peace Third Edition. Kumarian Pres.Hal. 15)

Gambar 2.1: Sembilan Multitrack Diplomacy

pelaksanaan multitrack diplomacy didasarkan pada kesadaran dan keinginan aktor non-negara secara umum dari berbagai kalangan yang memiliki latar belakang dan kemampuan yang berbeda-beda untuk melakukan usaha menciptakan

(55)

diharapkan bisa memberi kontribusi yang positif bagi pencapaian kepentingan nasional khususnya dalam membangun citra bangsa yang positif di mata dunia internasional serta dalam mengisi dan mengembangkan kerjasama di berbagai bidang dan mengatasi permasalahan global.

Multitrack diplomacy telah menjadikan diplomasi bukan hanya tugas diplomat professional ataupun Pemerintah dalam pengertian umum, namun merupakan sebuah upaya untuk merangkul dan melibatkan masyarakat dari berbagai negara dalam suatu hubungan yang harmonis guna mewujudkan persahabatan bangsa-bangsa menuju perdamaian dunia. Selain itu pula, di era globalisasi hubungan antar negara yang terjalin kini semakin dimudahkan karena ke delapan track disatukan oleh memanfaatkan kecanggihan teknologi komunikasi dan informasi.

Berkembangnya peran aktor non-negara dalam hubungan internasional juga disadari oleh Pemerintah Korea Selatan, sehingga dalam platform pelaksanaan soft diplomacy Korea Selatan, aktor negara dan aktor non-negara bekerja sama saling mendukung dalam memperluas jaringan Korea di dunia melalui pengembangan budaya popular Hallyu untuk meningkatkan citra bangsa dalam mencapai kepentingan nasionalnya.

(56)

diragukan kerena pemerintahan merupakan institusi formal yang memegang peranan penting dalam sebuah negara. Akan tetapi kekurangannya ialah sifat elit nya yang berpotensi kearah penyalahgunaan kekuasaan karena mereka memiliki wewenang untuk menciptakan aturan.

Track kedua ialah non pemerintah atau professional. Dimana pada jalur ini seorang professional non-pemerintah mampu melakukan aktivitas diplomasi, menganalisa, mencegah, serta menyelesaikan suatu konflik yang bersifat internasional dengan cara komunikasi, pemahaman, dan membangun hubungan baik untuk menghadapinya secara bersama-sama (Diamond dan McDonald, 2003 : 16). Aktor-aktor disini tentu memiliki potensi yang besar untuk menciptakan perdamaian dengan cara tanpa adanya intervensi dari pemerintah. Kelebihan pada jalur ini ialah dapat menunjukan isu yang dihadapi dengan jelas serta mampu mencari jalan alternatif dan improvisasi dalam pemecahan masalah yang mungkin saja tidak terjangkau oleh pemerintah. Namun kekurangannya ialah pencapaian konsensus membutuhkan waktu yang lama dan tidak memiliki ikatan hukum karena terbatasnya legitimasi yang dimiliki oleh seorang aktor tesebut.

(57)

dan McDonald, 2003 : 16). Kelebihan pada jalur ini ialah sektor perdagangan yang dinilai potensial dalam membangun perdamaian dan tentu saja keuntungannya yang akan terus mengalami perkembangan yang pesat. Akan tetapi kekurangannya ialah adanya kesempatan untuk memanfaatkan kerjasama melalui bisnis ini untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Track keempat ialah warga negara. Dalam jalur ini pencapaian perdamaian dilakukan oleh warga negara atau personal yang berkontribusi dalam kegiatan pembangunan dan perdamaian (Diamond dan McDonald, 2003 : 16). Pada jalur ini biasanya dilakukan dengan diplomasi yang dilakukan seorang warga negara melalui program pertukaran, relawan suatu organisasi baik organisasi pemerintah ataupun independen, dan berbagai kelompok kepentingan. Biasanya aktivitas pada jalur ini tidak terlihat oleh publik dan hanya melalui pemahaman saja perncapaian perdamaian dapat dilakukan. Sebagai contoh pertukaran pelajar yang ditawarkan institusi tertentu dengan berbagai misi baik sosial budaya, ekonomi, ataupun misi lainnya yang bermanfaat tidak hanya untuk negara asalnya tetapi juga negara tujuannya. Kelebihan dari jalur ini adalah adanya kebebasan untuk mengadakan kegiatan yang positif ataupun dengan tujuan perdamaian dan tanpa intervensi dari pemerintah. Kekurangan nya ialah karena cenderung individual, maka dalam menilai sesuatu hanya dilihat dari sudut pandang sendiri yang subjektif.

(58)

seperti melakukan penelitian, studi banding, dan pertukaran pelajar, serta pusat penelitian kelompok yang berkepentingan khusus dimana dalam hal ini memiliki banyak aktivitas mempelajari mengenai situasi di negara lain. Selain itu kegiatan yang dilakukan melalui seminar dan workshop dimanfaatkan sebagai sarana untuk mengeksplor suatu masalah. Sebagai contoh, adalah program-program beasiswa yang dilakukan korea selatan bekerjasama dengan Indonesia. Berharap dengan adanya beasiswa ataupun pertukaran pelajar Korea Selatan dan Indonesia dapat saling memahami budaya masing masing dan mendekatkan hubungan. Kelebihannya adalah jalur ini memiliki kemampuan untuk menghasilkan informasi secara konkrit karena melakukan penelitian dengan analisa dan praktek terlebih dahulu. Tetapi kelemahannya ialah adanya kesempatan untuk menyalahgunakan atau memanipulasi data informasi. Dalam jalur ini pendidikan ditekankan sebagai suatu peranan yang penting untuk memperbaiki generasi mendatang.

(59)

biasanya membawa nama kelompok masyarakat. Kekurangannya ialah banyak perbedaan pendapat, tentu saja masing masing aksi didasarkan pada kepentingan massa tersebut dan terkadang dalam melakukan aksinya massa menghasilkan konflik dengan massa lain dan tercipta suatu konflik pro dan kontra.

Track ketujuh ialah agama. Mencerminkan perwujudan kerjasama melalui kekuatan kepercayaan (Diamond dan McDonald, 2003 : 16). Pada jalur ini biasanya dilakukan kegiatan yang berorientasi pada perdamaian dan dilakukan oleh kelompok-kelompok spiritual, religius, dan anti kekerasan. Contohnya antara Korea Selatan dan Indonesia yang sama sama memiliki kemajemukan dalam beragama tapi tetap saling menghormati keyakinan masing-masing. Masyarakat Indonesia di Korea Selatan tetap difasilitasi kebutuhan spiritualnya dan begitupun sebaliknya. Kelebihannya ialah jika melihat dari sudut pandang agama, rasa kepekaan yang tinggi akan muncul untuk menciptakan perdamaian dan menentang aksi-aksi yang mengarah kepada kekerasan. Kekurangannya adalah dominasi suatu kepercayaan tertentu bisa saja komunitas lainnya dianggap sebelah mata.

(60)

Track kesembilan ialah komunikasi dan media. Pada jalur ini seluruh jalur dibantu dengan informasi yang didapat dengan memanfaatkan media yang ada baik elektonik, cetak, ataupun lainnya (Diamond dan McDonald, 2003 : 16). Penyebaran informasi dapat menjadi sarana edukasi bagi semua pihak di semua jalur dan menjadi pondasi yang saling mempengaruhi satu sama lain. Kelebihannya dengan adanya kemajuan teknologi, masyarakat dapat dengan mudah dan cepat mendapat informasi dan membuat opini secara objektif. Kekurangannya terletak kepada penyalahgunaan pemanfaatan teknologi media tersebut yang dapat menghasilkan kebohongan publik.

Pelaksanaan multitrack diplomacy didasarkan pada kesadaran dan keinginan aktor non-negara secara umum dari berbagai kalangan yang memiliki latar belakang dan kemampuan yang berbeda-beda untuk melakukan usaha menciptakan

peacemaking dan peacebuilding dalam diplomasi. Menyikapi munculnya aktor-aktor diluar pemerintah diharapkan dapat memberi kontribusi yang positif bagi pencapaian kepentingan nasional serta dalam mengisi dan mengembangkan kerjasama di berbagai bidang dan mengatasi permasalahan global.

(61)

menetapkan tahun 2010 sebagai awal mula dalam mempromosikan diplomasi Publik dan mendirikan Korean Diplomacy Public Forum serta bekerjasama dengan

Korean Foundation (MOFAT, 2011: 269). Diplomasi publik merupakan implementasi dari track two diplomacy. Isu utama diplomasi publik adalah arus transnasional dan ide-ide kepentingan nasional dipromosikan dengan berbagai upaya untuk menyebarkan informasi Saling pengertian dan mempengaruhi masyarakat asing (Djelantik, 2008: 19).

Bentuk Multitrack diplomacy sebagai bentuk diplomasi yang baru dengan bermunculannya berbagai aktor non-negara di era globalisasi yang didukung oleh inovasi teknologi diyakini dapat lebih berpengaruh dalam melakukan negosiasi untuk mencapai kepentingan nasional suatu bangsa. Penerapan multitrack diplomacy akan semakin mendorong jaringan kerjasama suatu negara dengan negara lain karena komponen para aktor dalam multitrack diplomacy menempati posisi berbeda tetapi terkait satu sama lain dan saling berinteraksi untuk membangun kerjasama yang strategis, terlebih lagi media semakin bisa membentuk opini publik secara efektif yang dapat mempengaruhi tindakan Pemerintah mengambil kebijakan melalui apa yang ditampilkan dalam berita melalui media cetak, media elektronik dan tentunya media online.

2.2.5 Kebudayaan dalam Kajian Hubungan Internasional

(62)

bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dapat dipelajari.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.

Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut Superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lainyang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang menjadi ciri khas suatu masyarakat (Eppink, 2013: 3).

Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Sedangkan menurut Koentjaranigrat, kebudayaan dapat diartikan sebagai:

Gambar

Tabel 2.1 Tinjauan Pustaka
Tabel 2.2 Sumber, Rujukan dan Target Soft Power
Gambar 2.1: Sembilan Multitrack Diplomacy
Tabel 3.1 Teknik Pengumpulan Data
+4

Referensi

Dokumen terkait

kampanye kebudayaan dan tourism. Para selebriti Korea Selatan telah menjadi bagian dari Korean wave dan menjadi duta budaya resmi Korea Selatan. Ketika ketertarikan dari fans

Adapun dalam capaian ekonomi, Diplomasi Kebudayaan Korea Selatan ke Indonesia melalui Film dan Drama belum mendatangkan keuntungan ekonomi secara menyeluruh,

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan sebagai aktor sub-nasional yang melakukan aktivitas diplomasi budaya terkait dengan konsep paradiplomasi dimana pelaksanaannya

(Akhirnya, beberapa tujuan mendasar diplomasi budaya tampak seperti nilai seni. Mereka tidak mudah diukur. Hal ini terutama terjadi pada sisi diplomasi budaya yang

Para murid kelas bahasa Korea ini pada dasarnya merupakan sasaran terdekat diplomasi publik KSIC Indonesia pada dimensi sehari-hari dan dimensi strategis, yang kemudian

Penelitian ini menjelaskan faktor-faktor yang menjadi pertimbangan Pemerintah Korea Selatan dalam meningkatkan fokus diplomasi globalnya yang semula lebih fokus ke aspek

Sejak secara resmi ditetapkan sebagai bagian dari diplomasi publik dan budaya pada tahun 2005, hallyu yang didukung secara penuh oleh pemerintah Korea telah menjadi sebuah

Penelitian ini menjelaskan faktor-faktor yang menjadi pertimbangan Pemerintah Korea Selatan dalam meningkatkan fokus diplomasi globalnya yang semula lebih fokus ke aspek