• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) 1. Pengertian

2. Bentuk-bentuk Kekerasan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga menyebutkan bentuk-bentuk KDRT “Setiap orang dilarang dilarang melakuakan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual atau penelantaran rumah tangga”.

a. Kekerasan Fisik

Kekerasan fisik merupakan kekerasan yang dapat mneimbulkan bahaya secara fisik bagi korbannya. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam pasal 6 menyebutkan kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik dapat terjadi dengan berbagai cara dengan tujuan untuk melukai, menyiksa, atau menganiaya orang lain dengan menggunakan anggota tubuh pelaku (tangan, kaki) mulai dari pukulan, jambakan, cubitan, mendorong secara kasar, penginjakan, pelemparan, cekikan, tendangan, ataupun dengan menggunakan alat seperti pisau, siraman air keras, setrika, dan sebagainya (Dharmono, 2008).

Bentuk kekerasan akibat penggunaan kekuatan fisik suami dapat bermacam-macam. Stuart (2005) mengidentifikasi tiga tindak kekerasan dengan penggunaan control dan kekuatan. Tindak kekerasan yang pertama adalah menimbulkan atau mencoba menimbulkan luka fisik atau penyakit seperti mencubit, mendorong, menarik rambut, menampar, memukul, menggigit, memutar lengan, meninju, memukul dengan benda tumpul, menendang, menusuk dan menembak.Tindak kekerasan yang kedua adalah menghambat akses untuk menjaga kesehatan, misalnya obat-obatan, perawatan medis, makanan atau minuman, tidur dan kebersihan diri. Tindak kekerasanyang terakhir adalah memaksa korban untuk menggunakan alcohol atau obat-obatan lain.

b. Kekerasan Psikis

Kekerasan psikis atau psikologi menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam pasal 7 menyebutkan

kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf b adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat seseorang.

Videbeck (2008) menyebutkan tentang kekerasan psikologis, yaitu membuatnama panggilan yang buruk, berteriak, menghancurkan property, dan melakukan ancaman serta bentuk-bentuk halus seperti menolak untuk berbicara atau mengabaikan korban.

Tindak kekerasan ini bertujuan untuk merendahkan citra korban KDRT baik melalui kata-kata maupun perbuatan dan mengakibatkan korban mengalami ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnyan kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang (Dharmono, 2008).

Stuart (2005) mengidentifikasi dua tindak kekerasan psikologis akibat kekeuatan dan control suami. Tindak kekerasan yang pertama adalah menanamkan atau mencoba menanamkan ketakutan dengan cara mengintimidasi, mengancam untuk membahayakan diri pelaku atau korban, mengancam untuk membahayakan atau menculik anak, menggeretak, memeras, mengganggu, merusak barang-barang. Tindak kekerasan yang kedua adalah mengisolasi korban dari teman, keluarga, sekolah

atau pekerjaan, misalnya memutus akses telpon atau transportasi, merusak hubungan pribadi korban, menuduh tanpa ada dasar. c. Kekerasan seksual

Kekerasan seksual menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam pasal 8 menyebutkan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf c meliputi, pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkungan rumah tangga tersebut, pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

Videback (2008) menyebutkan pelecehan seksual termasuk serangan selama hubungan seksual seperti menggigit puting, menarik rambut, menampar, dan pemerkosaan.Kekerasan seksual dapat juga terjadi ketika seorang suami menggunakan kekuatannya untuk melakukan tindak kekerasan seksual.

Penganiayaan atau penyerangan seksual bukan monopoli kegiatan penjahat dan pemerkosa diluar rumah, tetapi ternyata dapat terjadi di kehidupan rumah tangga. Suami memaksa istrinya berhubungan seksual dengan cara yang menyakitkan (dengan alat atau prilaku sadomasochism), atau seorang ayah yang memperkosa anaknya, adalah contoh ekstrim kekerasan seksual dalam rumah tangga (Dharmono, 2008).

Stuart (2005) mengidentifikasi dua tindakan kekerasan seksual. Tindak kekerasan seksual yang pertama adalah memaksa atau mencoba memaksa hubungan seksual tanpa perstujuan, contohnya pemerkosaan dalam perkawinan, pemerkosaan oleh kenalan, memaksa berhubungan seks setelah pemukulan fisik, menyerang bagian seksual dari tubuh, prostitusi paksa, seks tanpa pelindung, sodomi. Tindak kekerasan seksual yang kedua adalah mencoba merusak seksualitas korban dengan cara memperlakukan korban dengan cara-cara seksual yang merendahkan.

Kekerasan seksual yang dialami seorang istri merupakan persoalan rumah tangga yang sangat sulit terungkap karena istri menganggap bahwa kejadian tersebut merupakan aib dari keluarga, akibatnya banyak kejadian KDRT diantaranya pemerkosaan didalam perkawinan (Marchira, 2009).

d. Kekerasan Ekonomi atau Penelantaran Rumah Tangga

Penelantaran rumah tangga menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam pasal 9 menyebutkan (1) setiap orang dilarang menelantarakan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Penelantaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara

membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.

Kekerasan ekonomi termasuk dalam penelantaran rumah tangga, tindak kekerasan ini merupakan tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami dengan cara membuat istri dan anak tergantung secara ekonomi dengan cara melarang istri bekerja, atau suami melarang istri bekerja sementara ia tidak memberikan nafkah kepada istrinya, suami mengeksploitasi anak dan istrinya untuk mendapatkan bagi kepentingannya. Penelantaran adalah jenis kekerasan yang bersifat multi dimensi (fisik, psikologi, seksual, sosial dan ekonomi) menelantarkan istri dengan cara tidak (Dharmono,

2008).Kurangnyasumberekonomiistrimembuatistrisangatbergantun gkepadasuamisehinggarentanterhadapkekerasan yang dilakukansuamikepadaistri (Astuti, 2008).

3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi KDRT

Dokumen terkait