• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEOR

A.3. Bentuk-bentuk Perilaku Prososial

Menurut Mussen (1989, h.360) bentuk-bentuk perilaku prososial memiliki beberapa macam yang antara lain :

a. Berbagi (Sharing), yaitu kesediaan untuk berbagi perasaan dengan orang lain dalam suasana suka maupun duka.

b. Menolong (Helping), yaitu kesediaan memberikan bantuan atau pertolongan kepada orang lain yang sedang mengalami kesulitan, baik berupa moril maupun meteriil. Menolong meliputi membantu orang lain atau menawarkan sesuatu yang menunjang berlangsungnya kegiatan orang lain.

c. Kerjasama (Cooperating), yaitu kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain demi tercapainya suatu tujuan. Cooperating biasanya saling menguntungkan, saling memberi, saling menolong dan menenangkan.

d. Bertindak jujur (Honesty), yaitu kesediaan untuk melakukan sesuatu seperti apa adanya, tidak berbuat curang terhadap orang lain.

e. Berderma (Donating), yaitu kesediaan untuk memberikan secara sukarela sebagian barang miliknya kepada orang yang membutuhkan.

Brigham (1991, h.277) menyebutkan bentuk-bentuk perilaku prososial yang hampir sama dengan diatas, yaitu :

a. Altruisme, yaitu kesediaan untuk menolong orang lain secara sukarela tanpa mengharapkan imbalan.

b. Murah hati, yaitu kesediaan untuk bersikap dermawan pada orang lain.

c. Persahabatan, yaitu kesediaan untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dengan orang lain.

d. Kerjasama, yaitu kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain demi terciptanya suatu tujuan.

e. Menolong, yaitu kesediaan untuk membantu orang lain yang sedang berada dalam kesulitan.

f. Penyelamatan, yaitu kesediaan untuk menyelamatkan atau membantu orang lain yang membutuhkan.

g. Pengorbanan, yaitu kesediaan untuk berkorban demi orang lain yang membutuhkan.

h. Berbagi, yaitu kesediaan untuk berbagi perasaan dengan orang lain dalam suasana duka.

Berdasarkan uraian diatas maka bentuk-bentuk perilaku prososial tersebut antara lain, berbagi, menolong, kerjasama, bertindak jujur, pengorbanan, dan berderma.

A.4 . Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Prososial

Campbell (dalam Sears, 1994, h.50) menjelaskan bahwa faktor sosial dapat menentukan perilaku prososial individu. Adanya evolusi sosial, yaitu perkembangan sejarah dan kebudayaan atau

peradaban manusia dapat menjelaskan perilaku prososial dasar, mulai dari pemeliharaan orang tua terhadap anaknya sampai menolong orang asing yang mengalami kesulitan. Menurutnya, secara bertahap dan selektif masyarakat manusia mengembangkan keterampilan, keyakinan, dan tehnologi yang menunjang atau bermanfaat bagi kesejahteraan kelompok, maka perilaku prososial menjadi bagian dari aturan atau norma sosial. Norma yang penting bagi perilaku prososial adalah tanggung jawab sosial, norma timbal balik, dan kadilan sosial. Ketiga norma ini merupakan dasar budaya bagi perilaku prososial. Melalui proses sosialisasi, individu mempelajari aturan-aturan dan menampilkan perilaku sesuai dengan pedoman perilaku prososial. Proses belajar juga merupakan faktor yang menentukan perilaku prososial. Dalam masa perkembangan, anak mempelajari norma masyarakat tentang tindakan menolong. Di rumah, di sekolah, dan di dalam masyarakat, orang dewasa mengajarkan pada anak bahwa mereka harus menolong orang lain.

Faktor-faktor yang spesifik mempengaruhi perilaku prososial antara lain, karakteristik situasi, karakterisrik penolong, dan karakteristik orang yang membutuhkan pertolongan (dalam Sears dkk, 1994, h.61) :

a. Faktor Situasional, meliputi : 1. Kehadiran Orang Lain

Individu yang sendirian lebih cenderung memberikan reaksi jika terdapat situasi darurat ketimbang bila ada orang lain yang mengetahui situasi tersebut. Semakin banyak orang yang hadir, semakin kecil kemungkinan individu yang benar-benar memberikan pertolongan. Faktor ini sering disebut dengan efek penonton (bystander effect). Individu yang sendirian menyaksikan orang lain mengalami kesulitan, maka orang itu mempunyai tanggung jawab penuh untuk memberikan reaksi terhadap situasi tersebut.

2. Kondisi Lingkungan

Keadaan fisik lingkungan juga mempengaruhi kesediaan untuk membantu. Pengaruh kondisi lingkungan ini seperti cuaca, ukuran kota, dan derajat kebisingan.

3. Tekanan Waktu

Tekanan waktu menimbulkan dampak yang kuat terhadap pemberian bantuan. Individu yang tergesa-gesa karena waktu sering mengabaikan pertolongan yang ada di depannya.

b. Penolong, meliputi : 1. Faktor Kepribadian

Adanya ciri kepribadian tertentu yang mendorong individu untuk memberikan pertolongan dalam beberapa jenis situasi dan tidak dalam situasi yang lain. Misalnya, individu yang mempunyai tingkat kebutuhan tinggi untuk diterima secara sosial, lebih cenderung memberikan sumbangan bagi kepentingan amal, tetapi hanya bila orang lain menyaksikannya. Individu tersebut dimotivasi oleh keinginan untuk memperoleh pujian dari orang lain sehingga berperilaku lebih prososial hanya bila tindakan itu diperhatikan.

2. Suasana Hati

Individu lebih terdorong untuk memberikan bantuan bila berada dalam suasana hati yang baik, dengan kata lain, suasana perasaan positif yang hangat meningkatkan kesediaan untuk melakukan perilaku prososial.

3. Rasa Bersalah

Keinginan untuk mengurangi rasa bersalah bisa menyebabkan individu menolong orang yang dirugikannya, atau berusaha menghilangkannya dengan melakukan tindakan yang baik. 4. Distres dan Rasa Empatik

Distres diri (personal distress) adalah reaksi pribadi individu terhadap penderitaan orang lain, seperti perasaan terkejut,

takut, cemas, perihatin, tidak berdaya, atau perasaan apapun yang dialaminya. Sebaliknya, rasa empatik (empathic concern) adalah perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain, khususnya untuk berbagi pengalaman atau secara tidak langsung merasakan penderitaan orang lain. Distres diri terfokus pada diri sendiri yaitu memotivasi diri untuk mengurangi kegelisahan diri sendiri dengan membantu orang yang membutuhkan, tetapi juga dapat melakukannya dengan menghindari situasi tersebut atau mengabaikan penderitaan di sekitarnya. Sebaliknya, rasa empatik terfokus pada si korban yaitu hanya dapat dikurangi dengan membantu orang yang berada dalam kesulitan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.

c. Orang yang membutuhkan pertolongan, meliputi : 1. Menolong orang yang disukai

Rasa suka awal individu terhadap orang lain dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti daya tarik fisik dan kesamaan. Karakteristik yang sama juga mempengaruhi pemberian bantuan pada orang yang mengalami kesulitan. Sedangkan individu yang memiliki daya tarik fisik mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk menerima bantuan.

Perilaku prososial juga dipengaruhi oleh jenis hubungan antara orang seperti yang terlihat dalam kehidupan sehari- hari. Misalnya, individu lebih suka menolong teman dekat daripada orang asing.

2. Menolong orang yang pantas ditolong

Individu membuat penilaian sejauh mana kelayakan kebutuhan yang diperlukan orang lain, apakah orang tersebut layak untuk diberi pertolongan atau tidak. Penilaian tersebut dengan cara menarik kesimpulan tentang sebab-sebab timbulnya kebutuhan orang tersebut. Individu lebih cenderung menolong orang lain bila yakin bahwa penyebab timbulnya masalah berada di luar kendali orang tersebut.

Staub (1978, h.42) memberikan faktor-faktor yang berbeda dari yang sebelumnya. Menurutnya apa yang menyebabkan individu berperilaku prososial, antara lain yaitu :

1. Keuntungan pribadi

Salah satu alasan bagi individu untuk berperilaku prososial yaitu adanya harapan pribadi untuk memperoleh keuntungan atau menghindari kerugian. Seringkali tindakan tersebut merupakan hasil persetujuan dari tekanan eksternal. Norma sosial merupakan salah satu jenis pengaruh eksternal yang

penting. Norma merupakan harapan-harapan bagi individu yang akan berperilaku dengan cara-cara tertentu. Mereka yang pada umumnya berpegang pada peraturan menuntut seseorang berperilaku sesuai yang diharapkan dalam segala situasi, berdasarkan pada persetujuan atau konsensus diantara anggota kelompok. Individu nampaknya begitu patuh pada norma-norma sosial supaya dianggap sebagai bagian dari anggota kelompok yang dianggap baik, untuk memperoleh pujian dan pengakuan positif, dan untuk menghindari celaan, pengasingan, dan terhindar dari konsekuensi negatif lainnya.

Dasar pertimbangan lainnya tidak hanya karena patuh pada nilai dan norma sosial, melainkan juga terhadap keuntungan dari orang lain dengan harapan memperoleh penghargaan. Ini merupakan penggabungan antara karakteristik dasar manusia dan norma sosial. Pertama, saat individu memberikan keuntungan pada orang lain, biasanya dalam diri individu muncul perasaan yang positif, bahwa orang akan menyukai perilakunya dan akan memberikan keuntungan balik padanya. Kedua, ada norma sosial yang begitu kuat yang menentukan timbal balik dalam berperilaku, sehingga individu juga akan memberikan

keuntungan balik karena mereka diharapkan untuk melakukannya.

2. Nilai dan Norma subjektif

Nilai dan norma ini mengarahkan perilaku mereka. Norma pribadi adalah harapan pribadi bahwa ia akan melakukan berbagai perilaku tertentu, yang diperoleh dari nilai dan keyakinan pribadi. Kepatuhan terhadap norma subjektif dimotivasi oleh adanya reaksi dalam diri, yaitu evaluasi diri yang positif – yang diperoleh dari gambaran diri yang positif- dan bentuk-bentuk penghargaan diri lainnya serta menciptakan emosi positif sebagai akhir dari perilaku yang sesuai dengan norma; sedangkan evaluasi diri yang negatif, hukuman terhadap diri sendiri, dan emosi yang negatif, seperti rasa bersalah, akan menyimpang dari norma.

3. Empati dan Identifikasi terhadap orang lain

Seolah-olah mengalami apa yang dirasakan orang lain, telah dianggap sebagai motivator berperilaku prososial. Baik mengalami atau mengetahui kesulitan orang lain dapat mendorong perilaku yang bertujuan mengurangi kesulitan tersebut. Menciptakan emosi positif orang lain dapat

mengarahkan pada perilaku yang akan meningkatkan kesejahteraan orang lain.

Mengambil peran dianggap mempunyai kesamaan dengan empati. Pengambilan peran afektif mengarah pada kemampuan dalam memahami perasaan orang lain. Bila seseorang mampu mengambil peran orang lain dan mampu memahami perasaan orang lain, maka orang tersebut akan mengalami perasaan tersebut secara bersamaan. Mengambil peran mungkin merupakan kondisi awal tetapi belum tentu mengalami empati atau tindakan yang sesuai nilai-nilai atau tujuan prososial. Ada beberapa level dalam mengambil peran. Dengan cara memasuki perasaannya, seseorang mungkin mengerti bahwa orang lain sedang mengalami kesulitan, kemudian menyadari perasaan orang lain dengan cara memahami secara terperinci dari pikiran dan perasaan yang terlibat.

Berdasarkan uraian diatas maka faktor-faktor yang mempengaruhi individu untuk berperilaku prososial bersumber dari dua faktor yaitu faktor dalam diri individu dan faktor dari luar individu. Faktor dalam diri individu seperti, kepribadian prososial, suasana hati atau emosi, nilai dan norma subjektif, dan empati.

Faktor dari luar individu seperti, kondisi lingkungan fisik, adanya orang lain (bystanders effect), dan karakteristik korban.

Dokumen terkait