• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SHONEN HANZAI

2.3. Bentuk-Bentuk Shonen Hanzai

Disini penulis membagi bentuk-bentuk shonen hanzaike dalam 6 bagian menurut Pusat Penelitian Kebijakan Polisi dari Akademi Kepolisian Jepang tahun 2010, yaitu:

1. Felonious offenses (凶 悪 犯 罪

きょうあくはんざい

)

Kejahatan ini merupakan tindak kriminal berupa pembunuhan dan perampokan yang dilakukan secara brutal/keji baik seseorang maupun kelompok.Pada tahun 2003, terdapat 2.221 kasus kejahatan golongan ini yang dilakukan oleh remaja dan meningkat 11,4% dibandingkan tahun sebelumnya (National Police Agency). Dalam white paper tentang kejahatan,yang termasuk dalam jenis kejahatan ini ialah pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, serta pembakaran, namun dalam white paper tentang kejahatan edisi 2007, telah menjadi hanya pembunuhan dan perampokan (http://kogoroy.tripod.com/hanzai.html).

Yang termasuk dari jenis kejahatan ini adalah pembunuhan dan perampokan.

a. Pembunuhan.

Pembunuhan adalah suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa seseorang.

Mulai dari akhir perang tahun 1960-an, tingkat pembunuhan yang dilakukan oleh remaja di Jepang adalah 2,0 per 100.000 remaja. Pada tahun 1970-an, dengan diikuti

peningkatan standar hidup sehingga terjadi peningkatan jumlah keluarga kelas menengah , tingkat pembunuhan berubah menjadi 0,5 per 100.000 dan tetap konstan sampai tahun 1990-an.

Menurut National Police Agency tahun 2007, pada tahun 1950 terjadi penurunan kasus pembunuhan oleh remaja di Jepang.Selain itu di tahun itu juga pembunuhan yang dilakukan remaja di Jepang lebih sedikit dibandingkan negara-negara lainnya.Dalamjangka waktu yang lama, tingkat pembunuhan yang dilakukan remaja tidak mendapat hukuman dari pihak yang berwajib.Pada tahun 2003, jumlah pembunuhan yang dilakukan remaja mengalami penurunan dari 93 kasus menjadi 69 kasus di tahun 2006.

b. Perampokan.

Perampokan adalah suatu tindakkriminal dimana seseorang/lebih mengambil kepemilikan seseorang/sesuatumelalui tindakankasar danintimidasi.

Menurut UU Hukum pidana Jepang pada Bab 36 pasal 236 tentang perampokan berbunyi:

“(1) A person who robs another of property through assault or intimidation commits the crime of robbery and shall be punished by imprisonment with work for not more than 10 years.

(2)The same shall apply to a person who obtains or causes another to obtain a profit by the means proscribed under the preceding paragraph .”

ARTINYA:

“(1) Seseorang yang merampas milik orang lain melalui penyerangan atau intimidasi melakukan kejahatan perampasan dan wajib dipidana dengan hukuman penjara tidak lebih dari 10 tahun.

(2) Hal yang sama berlaku untuk seseorang yang memperoleh atau menyebabkan orang lain memperoleh keuntungan dalam arti yang terlarang berdasarkan ayat yang diatas.”

Karena sering melibatkan kekerasan, perampokan dapat menyebabkan jatuhnya korban (https://id.wikipedia.org/wiki/Perampokan).60% pelaku perampokan di jalan yang ditangkap adalah remaja. Terjadi juga peningkatan jumlah perampokan yang dikerjakan 2 remaja atau lebih dalam sebuah grup/kelompok. Tingkat kasus perampokan tersebut mengalami peningkatan dari 52% di tahun 1987 menjadi 71.2 %

di tahun 2002 (White paper2006 dalam

http://hakusyo1.moj.go.jp/en/nendo_nfm.html).

Kecenderungan melakukan tindakan perampokan dalam bentuk grup/kelompok adalah akibat dari mental yang terbentuk di dalam kelompok itu sendiri yang menjadi pemicu untuk melakukan tindak kriminal.Setengah dari remaja yang melakukan perampokan memiliki motif untuk mendapatkan tambahan uang untuk memuaskan keinginan pribadinya. Keadaan ini juga diperburuk dengan ketidakdewasaan mental dan ketidakpahaman tentang norma/ peraturan (White Paper 2003 dalam http://hakusyo1.moj.go.jp/en/nendo_nfm.html). Menurut badan resmi,

kelompok perampok tersebut merupakan remaja-remaja yang sudah bekerja dan belum bekerja yang bergabung dengan anak-anak sekolah yang sudah pernah melakukan perampokan sebelumnya.

Kejahatan di jalan sebanyak 60% dilakukan oleh remaja pada tahun 2007.Hal ini berarti pada tahun tersebut terjadi kenaikan kasus 0.5% dari tahun sebelumnya.

Berikut grafik Felonious offenses yaitu pembunuhan dan perampokan yang dilakukan oleh remaja di Jepang:

Gambar 2.3.1:

2. Violent offenses (暴 力 犯 罪

ぼうりょくはんざい

).

Kejahatan ini merupakan bentuk kejahatan yang dimaksudkan untuk melukai atau membunuh seseorang dengan menggunakan benda tajam ataupun alat lainnya.

Kejahatan ini termasuk kejahatan yang lebih ringan dibandingkan Felonious offensesatau 凶 悪 犯 罪

きょうあくはんざい

.Yang dikategorikan kejahatan ini yaitu perakitansenjata

berbahaya yang melanggar hukum, kekerasan, menyakiti orang lain, intimidasi, dan pemerasan (Ogino dalam dev.wcfia.harvard.edu/us-japan/research/pdf/05-11.Ogino.pdf). Menurut National Police Academy tahun 2010, diantara kejahatan violent, mencederai atau melukai fisik/tubuh seseorang meningkat sebanyak 2,1%

dari tahun sebelumnya.

“pencurian” yang berbunyi (versi bahasa inggris):

“a person who steals the property of another commits the crime of theft and shall by punished by imprisonment with work for not more than 10 years or a fine of not more than 500,000 yen”.

ARTINYA:

“Seseorang yang mencuri milik orang lain melakukan kejahatan pencurian dan wajib dihukum dengan hukuman penjara tidak lebih dari 10 tahun atau denda tidak lebih dari 500,000 yen”.

Atau dengan kata lain pencurian merupakan tindakan pengambilan properti milik orang lain secara tidak sah tanpa seizin pemilik (https://id.wikipedia.org/wiki/Pencurian). Tindak pengutilan juga termasuk dalam kejahatan ini.

Mulai dari sebelum perang dunia ke II, jenis kejahatan remaja yang paling banyak terjadi ialah pencurian. Pada tahun 1951 Jepang mengalami kekacauan akibat perang dunia ke II .Hal tersebut mengakibatkan banyak terjadi kemiskinan dan kelaparan.Kondisi yang seperti itu menyebabkan banyak terjadi tindak kejahatan di Jepang tak terkecuali yang dilakukan oleh remaja.Di tahun tersebut, jenis kejahatan yang banyak terjadi adalah pencurian. Benda yang paling banyak dicuri ialah pakaian (33%), uang (25%), sepeda (7%), sepatu (5%/), beras (3%), barang jemuran (3%), dan lain-lain (2%) (dalam skripsi Afifi: 2005). Alasan pakaian menjadi barang yang paling banyak dicuri ialah karena pada saat itu pakaian merupakan benda yang bernilai tinggi jika dijual. Motif remaja pada saat itu melakukan pencurian ialah karena membutuhkan uang untuk kebutuhan hidup mereka.

Tindakan pencurian yang paling banyak dilakukan oleh remaja dewasa ini adalah manbiki.Manbiki memiliki arti mencuri di pertokoan. Data dari tahun 2004

menunjukkan bahwa lebih dari 50% dari kasus pencurian yang dilakukan remaja terjadi di toko, 20% adalah pencurian sepeda, 11% pencurian motor (White Paper 2005 dalam http://hakusyo1.moj.go.jp/en/nendo_nfm.html). Kebanyakan alasan mereka melakukan kejahatan ini ialah untuk sekedar mencari kesenangan.

4. Intellectual offenses(

ちてきざいさんはんざい

,知的財産犯罪).

Intellectual offenses ialah pembajakan atau pemalsuan barang seperti mediadigital, barang mewah, obat-obatan, barang elektronik, dan

barang-barang manufaktur lainnya

(http://www.businessdictionary.com/definition/intellectual-property-crime.html).

Kejahatan intelektual terus menurun sejak 2004, setelah penurunan selama dua tahun berturut-turut (National police academy 2007 dalam https://www.npa.go.jp/english/seisaku5/20081008.pdf).

5. Indecency offenses (性犯罪

せいはんざい

)

Dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai kejahatan ketidaksenonohan.Kata Ketidaksenonohan atau indecency menurut hukum digunakan untuk menggambarkan bentuk aneka perilaku yang menyinggung atau tidak pantas. Di dalam pengertian umum kadang-kadang hal ini menunjukkan suatu bentuk perilaku cabul atau penyerangan seksual,hal-hal yang tidak senonoh atau yang mengganggu kepentingan publik (penghinaan dan perkelahian), kemesuman, dan sebagainya

(http://www.findlaw.com.au/articles/4531/what-does-the-criminal-offence-of-indecency-involv.aspx).

Berdasarkan Undang-undang, siapa pun yang melakukan tindakan seksual atau melakukan perbuatan tidak senonoh dengan laki-laki atau perempuan yang berusia kurang dari 13 tahun dikenakan hukuman, meskipuntindakan tersebut dilakukan dengan kekerasan atau ancaman. UU Kesejahteraan Anak juga melarang menggoda orang yang berusia lebih muda dari 18 tahun dalam perbuatan cabul.

Sebelum tahun 1999, hukuman untuk menghukum tindakanyang terkait prostitusi anak dan pornografi anak dan untuk pelindungan anak, jika seorang pria berhubungan seks atas dasar suka sama suka dengan seorang gadis berusia 13 tahun atau lebih tua, dia tidak akan dihukum, kecuali gadis itu meminta bayaran. Namun, sejak tahun 1970-an, pemerintah prefektur telah membuat peraturan mereka sendiri, yang memberikan otoritas penegakan hukum untuk menghukum orang-orang yang menggunakan pekerja seks yang berusia lebih muda dari 18tahun (http://www.usjp.org/jpeducation_en/jpEdProblems_en.html).

Hukum tahun 1999 memberlakukan hukuman ketat pada pelaku seks, broker dari pelacur anak, dan pada dealer pornografi anak.Mereka yang membeli jasa dari pelacur anak dikenakanhukuman penjara sampai tiga tahun, atau denda kurang dari atau satu juta yen.Broker prostitusi anak bisa dijatuhi hukuman hingga tiga tahun atau denda tidak lebih dari tiga juta yen. Broker profesional bisa masuk penjara selama lima tahun dan didenda hingga lima juta yen. Dealer pornografi anak akan

menghadapi hukuman penjara tiga tahun atau kurang atau denda tiga juta yen atau kurang. Mereka yang "membeli" seorang anak untuk tujuan bisnis prostitusi anak akan menghadapi satu tahun sampai sepuluh tahun hukuman penjara. Siapapun yang memperdagangkan remaja asing untuk tujuan prostitusi akan menghadapi hukuman penjara dua tahun atau lebih.

Semua hukuman ini diterapkan kepada orang-orang Jepang, bahkan jika kejahatan itu dilakukan di luar negeri. Ini akan menghentikan prostitusi anak melalui wisata seks terkenal dari negara-negara Asia Tenggara, industri pornografi anak secara online Jepang, dan "layanan kencan" klub telepon remaja. Pada tahun 2000, 613 tersangka ditangkap di 985 kasus pelacuran anak, 164 tersangka ditangkap di 170

kasus pornografi anak (Komite U.N. 2003 dalam

http://www.usjp.org/jpeducation_en/jpEdProblems_en.html).

Pada tahun 2003, 4,412 pemuda, termasuk 19 siswa SD, 1,315 siswa SMP, dan 1,882 siswa SMA dibawa ke tahanan atas tuduhan prostitusi. Alasan mereka yang ditangkap mengatakan mereka berzinah secara sukarela (71,4%), karena mereka ingin menghabiskan uang (29,0%), karena ada seorang pria tertentu yang mereka sukai (21,1%), karena mereka ingin tahu (12,9%), dan karena mereka ingin seks (5,5%).

Lebih dari seperempat dari pemuda ditangkap mengatakan bahwa teman-teman

mereka telah membujuk mereka (26,0%) (Naikakufu

dalamhttp://www.usjp.org/jpeducation_en/jpEdProblems_en.html).

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak gadis mulai menggunakan "klub telepon" untuk terlibat dalam hubungan seksual dengan motif uang. Klub telepon memungkinkan perempuan dan laki-laki untuk berkomunikasi dengan tanpa nama untuk mengatur pertemuan. Perempuan bisa bergabung tanpa biaya.Oleh karena itu, hal tersebut populer di kalangan gadis di bawah umur.Pada tahun 1999, ada 3,122 klub tersebut.Jika mereka tertangkap, orang-orang yang membeli layanan gadis itu biasanya dihukum, dan polisi mengambil gadis-gadis ke tahanan pelindung. Lebih dari setengah dari 836 kasus prostitusi anak dari November 1999 sampai Oktober

2000 dikaitkan dengan klub-klub ini

(http://www.usjp.org/jpeducation_en/jpEdProblems_en.html).

Menurut survei tahun 1996 oleh Pemerintah Tokyo, satu dari setiap empat siswa mengatakan mereka tahu seseorang yang bergabung dengan "kencan layanan"

(enjo Kosai) klub telepon, dan empat persen anak perempuan di antara 110 SMA di Tokyo mengatakan mereka berpartisipasi dalam hal ini. Menurut survey lain tahun 1996, 10,2 persen siswa laki-laki dan 17,0 persen siswi SMP, dan 6,6 persen dari siswa laki-laki dan 27,3 persen siswi SMA telah menggunakan klub telepon. Anak perempuan bergabung dalam klub telepon karena mereka menemukan bahwa hal tersebut menyenangkan, mereka merasa bosan dengan keseharian mereka, ingin menggoda kencan mereka, merasa bahwa hal tersebut mendebarkan, ingin bermain, ingin berbicara tentang erotisme, dan tagihan telepon gratis (untuk wanita) (Sōmuchō dalam http://www.usjp.org/jpeducation_en/jpEdProblems_en.html).

Kejahatan pelacuran anak dan pornografi masih tetap tinggi pada tahun 2007.

Kasus prostitusi anak turun ke 1.347 atau turun 16,5%. Kemudian untuk korban anak menurun ke 1.160 atau 12,5% dari tahun sebelumnya. Sedangkan kasus pornografi anak jatuh ke 567 atau turun 8,0% dan korban anak naik menjadi 304 atau naik 20,2%

dari tahun sebelumnya.

Menurut National police academytahun 2010, jenis kejahatan dengan kenaikan tertinggi ialah pornografi anak. Kasus pelanggaran kesejahteraan anak yang dimaksud naik menjadi 8,146 atau 5,1 %. Diantara itu semua, kasus pelanggaran peraturan perlindungan anak/remaja adalah yang tertinggi yaitu 3.078 (naik 2,2%).

Kasus pelanggaran pelacuran anak/UU pornografi berada di 2.296 (naik 13,1%).

Kasus pornografi anak adalah 1.342 (naik 43,5%) dengan korban anak 614 (naik 51,6%), dan keduanya berada pada tingkat tertinggi dengan peningkatan drastis.

Korban anak sebelum tamat SMP ( 中 学

ちゅうがっ

こう

) berjumlah 126 (naik 103,2%) terhitung 20,5% dari total keseluruhan. Diantara itu semua, kasus pornografi anak dengan menggunakan internet meningkat drastis menjadi 783 (naik 54,4%).

Berikut tabel mengenai jumlah pelaku terhadap kasus prostitusi dan pornografi anak.

Tabel 2.3.1

Classi-ficatio n

Cases Referred Offenders Referred Child Victims Total Child

Porno-tion graphy tution graphy tution graphy 2007 1,914 1,347 567 1,361 984 377 1,464 1,160 304 2006 2,229 1,613 616 1,490 1,140 350 1,578 1,325 253 2005 2,049 1,579 470 1,336 1,024 312 1,750 1,504 246

2004 1,845 1,668 177 1,232 1,095 137 1,678 1,596 82 2003 1,945 1,731 214 1,374 1,182 192 1,617 1,546 71 Sumber: National Police Academy tahun 2007

Diantara seluruh kejahatan ketidaksenonohan, ketidaksenonohan melalui paksaan meningkatdan mencapai 13,2% .

6. Kejahatan lainnya

Yang dimaksud kejahatan lainnya adalah kejahatan yang diluar dari yang disebutkan diatas.Kejahatan tersebut yaitu kejahatan lalu lintas, penggunaan atau pengedaran obat-obatan, dan sebagainya.Dakwaan terhadap obat-abatan termasuk kepemilikan stimulan, ganja, dan thinner. Pada tahun 2003, 16 siswa SMP dan 36 siswa SMA di antara 524 pemuda ditahan untuk kepemilikan obat stimulan. Yang paling populer dari zat ini adalah thinner. Pada tahun 2003, 2.835 pemuda termasuk 291 siswa SMP dan 463 siswa SMA didakwa dengan kepemilikan thinner, dan 185 pemuda (termasuk tiga siswa SMP dan 38 siswa SMA) didakwa dengan kepemilikan ganja.

Pada tahun 2007 terjadi penurunan kasus penyalahgunaan obat-obatan oleh remaja.Remaja yang melanggar undang-undang hukum pengendalian obat-obatan stimulan naik menjadi 305 artinya naik 5.5% dari tahun sebelumnya. Namun, untuk pelanggaran penggunaan obat-obatan yang lain mengalami penurunan. Sehingga hal ini lah yang menyebabkan penurunan kasus penyalahgunaan obat-obatan oleh remaja di Jepang pada tahun 2007 (National police academy2007 dalam https://www.npa.go.jp/english/seisaku5/20081008.pdf).

Berikut adalah tabel mengenai jumlah remaja yang melakukan penyalahgunaan obat-obatan di Jepang serta tabel mengenai jumlah kasus shonen hanzai berdasarkan bentuk-bentuknya.

PoisonousSubstances Control Law

5,678 3,286 2,581 1,616

981

791

Thinner addiction,etc 4,496 2,835 2,205 1,368 841 652

Opium Law 0 0 0 0 0 1

Sumber: National police academy tahun 2007.

YEAR 1998 2001 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Juvenile Penal Code

offenders

(Rate per 1,000 of the juvenile population)

153,385 138,654 144,404 134,847 123,715 112,817 103,224 90,966 90,282 85,846

16.9 16.0 17.5 16.8 15.9 14.8 13.8 12.4 12.4 11.8

Felonious offenses:

1. Murder 2. Robbery

2,197 2,127 2,212 1,584 1,441 1,170 1,042 956 949 783

115 99 93 57 67 69 62 50 50 43

1,538 1,670 1,771 1,273 1,146 892 757 713 696 565

Violent offenses 17,321 18,416 14,356 11,439 10,458 9,817 9,248 8,645 7,653 7,729 Larceny offenses 99,768 81,260 81,512 76,637 71,147 62,637 58,150 52,557 54,784 52,435 Intellectual offenses 715 526 784 1,240 1,160 1,294 1,142 1,135 1,144 978

Indecency offenses 434 410 425 344 383 346 341 389 399 437

Other Penal Code offenses

36,950 35,915 45,115 43,603 39,126 37,553 33,301 27,284 25,353 23,484 Tabel 2.3. Tabel Jumlah Pelaku Pelanggaran UU/kejahatan yang Dilakukan oleh Remaja di Jepang Dewasa ini.

Sumber :National Police Academy tahun 2007 dan 2010 Juvenile percentage off

all Penal Code offenders (%)

48.5 42.6 38.0 34.7 32.0 29.4 28.2 26.8 27.1 26.6

BAB III

DAMPAK DAN USAHA-USAHA MENGATASI SHONEN HANZAI

3.1 Dampak Shonen Hanzai terhadap keluarga dan usaha keluarga dalam mengatasinya

A. Dampak shonen hanzai terhadap keluarga

Shonen hanzai merupakan salah satu fenomena sosial di Jepang yang meresahkan berbagai pihak. Remaja yang seharusnya menjadi generasi penerus bangsa nyatanya dengan tindak kenakalan/kejahatan yang dilakukannya, dapat menjadi generasi yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan orang lain.

Dalam lingkungan keluarga, fenomena shonen hanzai ini berdampak besar bagi keluarga-keluarga di Jepang.dampak dari shonen hanzai bagi keluarga si pelaku adalah pihak keluarga dan saudara-saudara si pelaku menjadi terganggu serta malu dengan adanya berita bahwa sang anak terlibat kasus ini. Media massa/pers akan sering meliput berita/kasus kejahatan tersebut sehingga tersebar keseluruh wilayah di Jepang. Media di Jepang sering menciptakan anggapan/isu-isu yang tidak menggambarkan fakta dengan semestinya (Ayukawa:2001). Hal tersebut disebabkan karena kasus kriminal di Jepang tergolong kecil dibandingkan negara-negara yang lain, sehingga hal ini menyebabkan ketika seorang anak terlibat kasus kejahatan,

maka hal tersebut menjadi perbincangan oleh banyak orang dan membuat keluarga si pelaku menjadi malu dan merasa sudah gagal dalam mendidik anak mereka.

Selain itu, dampak yang lain adalah ketika si anak melakukan kejahatan dalam skala besar dan harus terlibat dengan hukum dan pengadilan, pihak keluarga si pelaku harus mengeluarkan banyak biaya untuk menyelesaikan setiap proses hukum yang diperlukan (Lihat contoh kasus 2).

Kemudian, pihak keluarga si pelaku juga harus bertanggung jawab kepada pihak korban atas kejahatan yang dilakukan anak mereka. Contohnya seperti biaya kerugian, rumah sakit, atau bela sungkawa berupa danakepada keluarga si korban.Hal tersebut membuat keluarga si pelaku membutuhkan banyak biaya sebagai bentuk pertanggungjawaban.

Selain itu, dampak yang juga terlihat adalah semakin meningkatnya kewaspadaan terhadap anak remaja.Artinya pihak keluarga akan semakin ketat dalam mengawasi anak-anak mereka. Efek baiknya si anak menjadi lebih sering diperhatikan oleh orang tuanya sehingga si anak tidak kurang kasih sayang dari orang tuanya. Tetapi efek negatifnya adalah pergaulan si anak terbatas karena orang tua akan membatasi pergaulan si anak sebagai bentuk kewaspadaan mereka.

Pada tahun 2003, ada 1.154 kasus yang dilaporkan kepada pihak kepolisianmengenai kekerasan dalam rumah tangga yang disebabkan oleh remaja.

Kekerasan itu ditujukan terhadap ibu (51,6%), furniture dan properti lainnya (15,5%), ayah (13,4%), kerabat di rumah tangga (11,5%), saudara kandung (5,5%) dan

lain-lain (2,5%). Hal tersebut menunjukkan bahwa shonen hanzaibukan hanya menyerang dan merugikan pihak orang lain dalam kehidupan masyarakat si remaja tetapi juga dapat menyerang dan merugikan pihak keluarga si pelaku.

B. Usaha-usaha pihak keluarga dalam mengatasi shonen hanzai

Pihak keluarga juga memiliki peranan yang cukup penting dalam mengatasi masalah shonen hanzai. Usaha yang paling dasar dilakukan pihak keluarga didalam mengatasi shonen hanzai yaitu menanam nilai dan normayang berlaku dalam masyarakat terhadap anak-anak. Norma-norma tersebut yaitu Omoiyari, Amae, On, Gimmu dan Giri.

Omoiyari (empati) ialah kemampuan dan kemauan untuk merasakan apa yang orang lain rasakan, merasakan suka dan duka yang mereka alami, dan membantu mereka untuk mewujudkan keinginan mereka yang sedang kesulitan. Amae (ketergantungan) yaitu sikap diri yang menganggap bahwa orang lain selalu memiliki niat yang baik dan selalu siap menolong dirinya bila ia mengalami kesulitan. konsep ini dapat menjadi pengerat setiap hubungan batin antara orang tua anak, dan sesama anggota kelurga. Kemudian on,gimu,dan giri (hutang balas budi).On yaitu bukan hanya sekedar mengandung arti kewajiban, keramahan bahkan cinta kasih.Namun juga mengandung arti beban, hutang, atau sesuatuyang harus dipikul seseorang sebaik mungkin.Dengan konsep ini, diri seorang anak dapat merasakan beban atau hutang kepada ibunya yang telah melahirkan dan merawatnya hingga besar sehingga timbul keinginan dari si anak untuk membalas kebaikan ibunya.Gimu yaitu kewajiban

membayar on yang telah diterima seseorang dan harus dibayar seseorang karena adanya ikatan-ikatan yang kuat dan ketat pada saat di lahirkan, misalnya ikatan pada keluarga dan ikatan pada negaranya.Giri merupakan jenis kwajiban pemenuhan on yang lain. Giri mempunyai batas waktu pembayaran dan hutang-hutang tersebut wajib dibayar dalam jumlah yang tepat sama dengan yang diterima.

Melalui konsep nilai dan norma-norma diatas, jika orang tua menanam dan mengaplikasikannya di dalam keluarga, maka si anak akan tumbuh menjadi pribadi yang baik, santun, dan tidak akan melakukan hal-hal yang menyimpang dari norma dan aturan yang berlaku di Jepang. Nilai-nilai agama juga penting untuk ditanamkan kepada si anak karena pada dasarnya agama mengajarkan segala halyang baik. Nilai, norma dan ajaran agama tersebut jika ditanamkan juga dapat mengurangi dan mencegah peningkatan atau terjadinya kenakalan/kejahatan remaja.

Usaha yang lain yang dapat dilakukan oleh orang tua ialah menjalin kerjasama yang baik antara sesama anggota keluarga sehingga tercipta keharmonisan didalam keluarga. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menyediakan waktu rekreasi bersama dengan keluarga, memantau anak-anak dalam belajar untuk mendekatkan hubungan orang tua dengan anak, dan melibatkan seluruh anggota keluarga dalam kegiatan maupun usaha dalam keluarga.

Dalam urusan pendidikan, sebaiknya pihak orang tua tidak menekan terlalu keras si anak dalam belajar agar sesuai dengan keinginan orang tuanya seperti yang dilakukan oleh kyouiku mama.Orang tua hendaknya membebaskan si anak dalam

mengasah potensi yang ada di dalam dirinya sehingga anak bebas menjadi dirinya sendiri tanpa perlu ada perasaan tertekan.

Dan usaha yang paling penting yang dapat dilakukan pihak keluarga terkhusus orang tua ialah menjadi tempat konseling bagi si anak agar si anak dapat lebih terbuka mengenai apa yang dialami dan dirasakan. Orang tua hendaknya menjadi pendengar yang baik dan pemberi saran yang baik bagi tumbuh kembang pribadi si anak. Hal ini akan membuat si anak tidak kesepian dan akan terbuka dengan orang tuanya.

3.2 Dampak Shonen Hanzai terhadap lingkungan sekolah dan usaha pihak sekolah dalam mengatasinya

A. Dampak shonen hanzai terhadap lingkungan sekolah

Banyaknya kasus-kasus shonen hanzai yang terjadi di lingkungan sekolah menunjukkan adanya dampak negatif dari fenomena sosial tersebut. Seperti dalam kasus seorang pelajar perempuan Jepang berusia 16 tahun yang mengaku telah memutilasi teman sekelasnya karena ingin "membedah" seseorang (Lihat contoh kasus 5), menunjukkan bahwa remaja dapat melakukan tindakankriminal terhadap orang-orang yang berada dilingkungan sekolahnya. Hal tersebut menyebabkan pihak sekolahakan khawatir jika hal itu terjadi juga terhadap dirinya. Di lain pihak, para guru akan semakin terbeban karena perilaku buruk anak didiknya yang bisa mencemarkan nama baik sekolah. Guru akan merasa harus bertanggung jawab akan

Banyaknya kasus-kasus shonen hanzai yang terjadi di lingkungan sekolah menunjukkan adanya dampak negatif dari fenomena sosial tersebut. Seperti dalam kasus seorang pelajar perempuan Jepang berusia 16 tahun yang mengaku telah memutilasi teman sekelasnya karena ingin "membedah" seseorang (Lihat contoh kasus 5), menunjukkan bahwa remaja dapat melakukan tindakankriminal terhadap orang-orang yang berada dilingkungan sekolahnya. Hal tersebut menyebabkan pihak sekolahakan khawatir jika hal itu terjadi juga terhadap dirinya. Di lain pihak, para guru akan semakin terbeban karena perilaku buruk anak didiknya yang bisa mencemarkan nama baik sekolah. Guru akan merasa harus bertanggung jawab akan

Dokumen terkait