SKRIPSI
Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana
Dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang
Oleh:
FIFIAN SIMANJUNTAK 120708059
PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2017
SHONEN HANZAI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT JEPANG NIHON SHAKAI NO SEIKATSU NI OKERU SHONEN HANZAI
SKRIPSI
Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana
Dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang
Oleh:
FIFIAN SIMANJUNTAK 120708059
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Hamzon Situmorang, MS,.Ph.D Drs. H. Yuddi Adrian Muliadi, MA NIP. 19580704 198412 1 001 NIP. 19600827 199103 1 001
PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Disetujui Oleh:
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan
Medan, Januari 2017 Departemen Sastra Jepang Ketua
Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum NIP. 19600919 1988 03 1 001
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan hanya bagi Tuhan Yesus Kristus, oleh karena anugerah-Nya yang melimpah, kemurahan dan kasih setia yang besar akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Adapun skripsi ini berjudul “Shonen Hanzai Dalam Kehidupan Masyarakat Jepang”.
Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua penulis, Bapak A. Simanjuntak dan Ibu Helen br.Siringo-ringo yang telah tulus ikhlas memberikan kasih sayang, cinta, doa, perhatian, dukungan moral dan materil selama ini terlebih selama penyusunan skripsi ini. Terimakasih telah meluangkan segenap waktunya untuk mengasuh, mendidik, membimbing, dan mengiringi perjalanan hidup penulis dengan dibarengi alunan doa yang tiada henti agar penulis sukses dalam menggapai cita-cita.
Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yakni kepada:
1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Hamzon Situmorang, MS,.Ph.D selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Pembimbing I, yang selalu memberikan waktu dan
pemikirannya dalam membimbing, mengarahkan, serta memberikan saran- saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.
4. Bapak Drs. H. Yuddi Adrian Muliadi, MA, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah bersedia memberikan waktu dan pemikirannya dalam membimbing, mengarahkan, serta memberikan saran-saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.
5. Bapak dan Ibu dosen, serta staf pegawai di Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang dengan penuh kesabaran telah memberikan ilmu yang berguna dan bermanfaat bagi penulis serta dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Dosen Penguji Seminar Proposal dan Penguji Ujian Skripsi, yang telah memanfaatkan waktu untuk membaca dan menguji skripsi ini.
7. Abang Djoko Santoso, selaku administrasi Departemen Sastra Jepang yang selalu membantu mengurus keperluan akaemik dan surat-surat penulis.
8. Kepada keluarga besar penulis juga kepada kakak penulis Theresia Ruth Simanjuntak yang selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini hingga selesai.
9. Kepada para sahabat-sahabat penulis yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang selalu mendengarkan keluh kesah penulis serta selalu memberi semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
10. Seluruh rekan-rekan seperjuangan Sastra Jepang 2012, yang senantiasa memberikan dorongan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang membantu dan memberikan dukungan kepada penulis. Semoga apa yang kalian kerjakan mendapatkan berkat dari Tuhan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu demi sempurnanya skripsi ini, penulis sangat membutuhkan dukungan dan sumbangsih pikiran yang berupa kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata, semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi penulis serta para pembaca.
Medan, Oktober 2016 Penulis,
Fifian Simanjuntak
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 3
1.3. Ruang Lingkup Pembahasan ... 4
1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 5
1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
1.6. Metode Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SHONEN HANZAI 2.1. Pengertian dan Sejarah Shonen Hanzai ... 10
2.2. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Shonen Hanzai ... 14
2.3. Bentuk-Bentuk Shonen Hanzai ... 23
BAB III Dampak dan Usaha-Usaha Mengatasi Shonen Hanzai 3.1. Dampak Shonen Hanzai Terhadap Keluarga dan Usaha Keluarga dalam Mengatasinya……… 40
3.2. Dampak Shonen Hanzai Terhadap Lingkungan Sekolah dan Usaha Pihak Sekolah dalam Mengatasinya ……… 44
3.3. Dampak Shonen Hanzai Terhadap Pemerintah dan Usaha Pemerintah dalam Mengatasinya ……… 49
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan ... 59 4.2. Saran ... 62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ABSTRAK
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, bukan hanya dalam artian psikologis tetapi juga fisik (Sarwono, 1997:51).Kata “remaja”
berasal dari bahasa Latin yaitu adolescence yang berarti to grow atau to grow maturity. Hal ini menunjukkan bahwa remaja (adolescence) merupakan masa transisi/peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004:13). Hurlock (dalam Jahja, 2011:220), membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun).
Pada tahap ini, remaja mengalami perkembangan kepribadian.
Perkembangan kepribadian menurut Papalia dan Olds (2001) adalah perubahan cara individu berhubungan dengan dunia. Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja ialah pencarian identitas diri. Identitas yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa yang diinginkannya. Pada masa inilah seorang remaja perlu dibimbing untuk dapat menemukan apa yang mereka inginkan. Secara spiritual, remaja berada dalam situasi yang mudah goyah serta sering mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan masyarakat dan lingkungannya.Hal tersebut dapat menyebabkan remaja melakukan tindakan-tindakan menyimpang.
Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat persentasi kriminalitas yang cenderung kecil bahkan tingkat kejahatan yang dilakukan oleh remajanya.Tetapi bagi Jepang sendiri, masalah kejahatan yang dilakukan remaja merupakan masalah negara yang serius dan harus diatasi.
Bentuk tindakan–tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh remaja di Jepang berbeda-beda, dari yang ringan sampai tindakan yang harus berhubungan dengan hukum. Bahkan ada juga jenis kejahatan yang dilakukan remaja yang hampir sama dengan yang dilakukan oleh orang dewasa. Meskipun begitu, hukuman yang diberikan kepada remaja berbeda dengan hukuman untuk orang dewasa.Hal tersebut dikarenakan Jepang memiliki Undang-undang yang mengatur hukuman untuk kejahatan yang dilakukan oleh anak di bawah umur.
Kejahatan remaja di Jepang banyak terjadi sekitar tahun 1990-an. Menurut Fukutake Tadashi dalam skripsi Afifi, istilah umum yang diterapkan untuk tindakan- tindakan yang menimbulkan masalah dan perilaku anti sosial yang dilakukan oleh kaum remaja di jepang disebut dengan Kenakalan Remaja, atau Shonenhiko(少年非 行).Jenis Shonenhiko ada tiga macam, yaitu guhan (虞犯) merupakan anak-anak di bawah umur yang mempunyai kemungkinan untuk melakukan kejahatan di kemudian hari, shokuho shonen (触法少年) merupakan tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh anak yang usianya belum genap 14 tahun, dan shonen hanzai ( 少年犯罪) merupakan tindakan kejahatan yang dilakukan oleh orang yang berusia 14 tahun
sampai dengan belum genap 20 tahun. Kejahatan remaja yang paling banyak terjadi di Jepang adalah Shonen hanzai.
Dilihat dari artinya, Shonen hanzai berasal dari kata shonen (少年) yang memiliki arti “anak-anak muda” atau “remaja” (yang belum genap 20 tahun), dan hanzai (犯罪) yang memiliki arti “kejahatan”. Jadi, shonen hanzai memiliki arti kejahatan yang dilakukan oleh remaja (usia 14 tahun sampai belum genap 20 tahun) (Ayukawa dalam skripsi Afifi, 2005:3). Menurut grafik mengenai shonen hanzai setelah Perang Dunia II di Jepang, tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh remaja mengalami tiga kali titik tertinggi.Tiga kali titik tertinggi itu masing-masing terjadi pada tahun 1951, tahun 1964 dan yang tertinggi terjadi pada tahun 1983.Sejak tahun 1983 ini, jumlah shonen hanzai yang terjadi di Jepang mengalami penurunan secara perlahan dan mulai meningkat kembali dari tahun 1996, 1997, sampai tahun 1998 (dalam skripsi Afifi, 2005:4).
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis bermaksud untuk meneliti mengenai shonen hanzai yang terjadi di Jepang serta dampak shonen hanzai dan upaya-upaya yang telah dilakukan berbagai pihak dalam mengatasinyamelalui skripsi yang berjudul “Shonen Hanzai dalam Kehidupan Masyarakat Jepang”.
1.2 Perumusan Masalah
Shonen hanzai merupakan jenis kejahatan di Jepang yang dilakukan oleh remaja.Pelaku Shonen hanzai merupakan remaja yang berusia 14 tahun sampai
dengan belum genap 20 tahun. Jenis kejahatan ini paling banyak terjadi sekitar tahun 1990-an dan mengalami kenaikan dan penurunan kasus tiap tahunnya.
Tekanan dari Lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat serta kehidupan sosialisasi remaja yang salah merupakan faktor pemicu terjadinya kejahatan ini.Kondisi keluarga, latar belakang keluarga serta tekanan dari pihak sekolah dan keluarga dalam bidang akademik menyebabkan mereka mengalami depresi dan melampiaskannya ke hal-hal yang menyimpang.
Shonen hanzai memiliki dampak negatif terhadap berbagai pihak yaitu pihak keluarga, sekolah, dan pemerintah.Karena hal tersebut, perlu pengantisipasian dari pihak-pihak tersebut agar kasus shonen hanzai tidak semakin meningkat. Oleh karena itu, penulis merumuskan masalah berdasarkan uraian latar belakang sebagai berikut:
1. Bagaimana penyebab terjadinya shonen hanzai?
2. Bagaimana bentuk shonen hanzai yang terjadi di Jepang ?
3. Bagaimana dampak shonen hanzai terhadap lingkungan sosial serta usaha- usaha dalam mengatasinya?
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan
Supaya masalah yang akan dibahas lebih terarah, penulis membatasi ruang lingkup pembahasan, sehingga memudahkan dalam menganalisa topik pembahasan.
Di dalam penelitian ini, pembahasan akan difokuskan kepada dampak shonen hanzai serta usaha-usaha berbagai pihak dalam mengatasi shonen hanzai. Untuk
mendukung pembahasan, pada Bab II penulis akan meninjau mengenai shonen hanzaidilihat dari sejarah shonen hanzai, faktor-faktor penyebab terjadinya shonen hanzai, dan bentuk-bentuk shonen hanzai di Jepang.
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
1.4.1 Tinjauan Pustaka
Masa remaja adalah masa datangnya pubertas (11-14 tahun) sampai usia sekitar 18 tahun, masa transisi dari kanak-kanak ke dewasa. Masa ini hampir selalu merupakan masa-masa sulit bagi remaja maupun orangtuanya (Jahja, 2011: 225).Hal tersebut dikarenakan pada masa ini, remaja sedang mengalami perkembangan kepribadian juga perkembangan sosialnya.Perkembangan kepribadian menurut Papalia dan Olds dalam Jahja adalah perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan secara unik; sedangkan perkembangan sosial adalah perubahan dalam berhubungan dengan dengan orang lain.Hal tersebut berguna untuk pembentukan dan perkembangan karakter moral remaja.Menurut Agoes Dariyo dalam Psikologi Perkembangan Remaja, karakter moral adalah suatu sifat-sifat yang tumbuh dan berkembang dalam diri individu, sehingga dengan keberanian moral dapat melakukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai moral.
Karakter moral remaja atau karakter remaja terbentuk dari interaksi remaja dengan orang-orang disekitarnya dalam lingkungan sosialnya, seperti keluarga, sekolah dan masyarakat serta pengajaran moral dari ketiganya.Pola pembentukan karakter remaja yang salah dapat membuat remaja melakukan hal-hal yang
menyimpang.Hal-hal yang menyimpang yang dilakukan oleh remaja disebut Kenakalan remaja.
Menurut Fuad Hasan dan Bimo Walgito dalam Sudarsono, kenakalan remaja ialah perbuatan/ kejahatan/ pelanggaran yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma-norma agama.Di Jepang istilah ini disebut Shonen hanzai.
Menurut Ayukawa dalam skripsi Afifi, pelaku shonen hanzai merupakan remaja yang berusia 14 sampai belum genap 20 tahun.Interaksi sosial remaja Jepang di lingkungan sosialnya merupakan faktor pemicu terjadinya shonen hanzai.Menurut Soerjono Soekanto,interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan orang-perorangan, antar kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.
Pelaku shonen hanzai umumnya merupakan remaja yang mengalami tekanan dari pihak keluarga, sekolah, dan orang-orang di sekitar mereka.Salah satu tekanan yang dimaksud adalah dalam hal prestasi/akademik di sekolah.
Kasus shonen hanzai sering mendapat perhatian dari pemerintah Jepang dan masyarakat Jepang dikarenakan tidak sedikit kasus shonen hanzai yang dikategorikan tindak kriminal yang cukup berat seperti mengancam dan membunuh seseorang.Dewasa ini kasus shonen hanzai sedang mengalami penurunan, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa kasus ini dapat meningkat kembali seperti yang terjadi pada tahun 1996 setelah mengalami penurunan kasus setelah tahun 1983.
1.4.2 Kerangka Teori
Teori merupakan hubungan antara dua fakta atau lebih, yang telah diuji kebenarannya (Soekanto, 2006:26).Fakta tersebut merupakan sesuatu yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji kebenarannya.
Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori Sosiologi.Sosiologi merupakan ilmu yang menelaah gejala-gejala yang wajar dalam masyarakatseperti, norma-norma, kelompok sosial, lapisan masyarakat, lembaga-lembaga kemasyarakatan, proses sosial, perubahan sosial, dan kebudayaan serta perwujudannya. Walaupun sosiologi meneliti gejala-gejala kemasyarakatan, sosiologi juga perlu mempelajari masalah-masalah sosial, seperti kejahatan,konflik antar ras, kemiskinan, perceraian, pelacuran, delinkuensi anak-anak, dan seterusnya.
(Soekanto,2006 : 309,311). Menurut Soekanto, fenomena atau masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat yang membahayakan kehidupan kelompok sosial.Dalam hal ini, sosiologi bertujuan untuk menemukan sebab-sebab terjadinya masalah dan dapat juga ikut serta membantu mencari jalan keluar yang mungkin dapat dianggap efektif.
Dalam sosiologi, terdapat dua sifat metode dalam memecahkan masalah sosial, yaitu metode yang bersifat preventif (pencegahan) dan yang bersifat represif (penanggulangan).Disini penulis menggunakan metode yang bersifat represif.Dengan metode represif setelah suatu gejala dapat dipastikan sebagai masalah sosial, baru diambil tindakan-tindakan untuk mengatasinya (Soekanto, 2006: 346).
Shonen hanzai merupakan suatu masalah sosial yang ada di Jepang yang menyangkut pihak remaja. Oleh sebab itu, dengan teori ini penulis akan memaparkan terlebih dahulu latar belakang dan penyebab dari shonen hanzai. Dengan menggunakan metode yang bersifat represif, penulis juga meninjau dampak-dampak dari shonen hanzai sebagai suatu kepastian bahwa hal ini merupakan masalah sosial, kemudian penulis akan memaparkan usaha-usaha dari berbagai pihak dalam mengatasinya.
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.5.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya shonen hanzai.
2. Untuk mengetahui bentuk shonen hanzaidalam masyarakat Jepang.
3. Untuk mengetahui dampak shonen hanzai terhadap lingkungan sosial serta usaha-usaha dalam mengatasinya.
1.5.2 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Menambah wawasan mengenai shonen hanzai yang terjadi di Jepang.
2. Menambah pengetahuan mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya shonen hanzai dan bentuk-bentuknya.
3. Menambah wawasan mengenai dampak shonen hanzaiterhadap lingkungan sosial dan usaha dalam mengatasinya.
4. Menjadi pedoman atau bahan acuan dalam penelitian yang terkait dengan topik yang dikaji.
1.6 Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara untuk menemukan, mengembangkan dan menguji masalah yang dibahas. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan kepustakaan.
Metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat.
Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan serta proses- proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena (Whitney:1960).
Metode kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan (Nazir, 1988:111). Jadi, dengan metode ini juga penulis mengadakan penelitian dengan cara mempelajari dan membaca literatur-literatur yang ada hubungannya dengan shonen hanzai.Di samping itu, penulis juga memperoleh data-data dari media internet sebagai sumber yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI SHONEN HANZAI
2.1 Pengertian dan Sejarah Shonen hanzai
Dilihat dari artinya, shonen hanzai terdiri dari dua suku kata, yaitu shonen(少 年) dan hanzai(犯罪).Kata shonen sendiri dalam kamus bahasa Jepang memiliki arti anak-anak muda / remaja.Kemudian menurut hukum di Jepang, shonen adalah anak- anak yang belum dewasa atau yang usianya belum genap 20 tahun.Sedangkan kata hanzai dalam kamus bahasa Jepang memiliki arti kejahatan.Menurut hukum di Jepang, anak-anak yang dianggap sudah dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya adalah anak-anak yang berusia 14 tahun keatas.Jadi, Shonen hanzai dapat dikatakan suatu tindakan kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak yang masih dibawah umur, yang berusia antara 14 tahun sampai dengan belum genap 20 tahun.
Shonen hanzai sudah mulai terjadi di Jepang sebelum perang dunia ke- II.Yang dimaksud sebelum perang dunia ke-II disini adalah pada zaman Meiji (1868- 1912), zaman Taisho (1912-1926), dan pertengahan awal zaman Showa (1926- 1945).Bentuk kejahatan remaja yang paling banyak terjadi sebelum perang dunia ke- II adalah pencurian ( 窃盗犯
せっとうはん
), berjalan-jalan tanpa tujuan yang jelas atau
tidakmempunyai tempat tinggal (浮浪犯
ふ ろ う は ん
)dan pemerasan ( 恐 喝 犯
きょうかつはん
).Pada zaman Meiji dan Taisho, bentuk kejahatan yang paling banyak terjadi adalah pencurian
せっとうはん
berkeliaran di jalan dan tidak mempunyai tempat tinggal (浮浪犯
ふ ろ う は ん
). Kejahatan yang berkaitan dengan nyawa orang lain seperti pembunuhan dengan memenggal kepala atau pembakaran rumah pada zaman ini dikategorikan sadis. Pelaku shonen hanzai pada zaman ini dilatarbelakangi oleh remaja yang berasal dari tingkat keluarga menengah kebawah dan kebanyakan berusia hampir mendekati dewasa.
Sesudah Perang Dunia ke-II, shonen hanzai memiliki tiga kali titik tertinggi hingga sampai saat ini. Tiga kali titik tertinggi tersebut, yaitu pada tahun 1951 dengan 166.433 kasus, tahun 1964 dengan 238.830 kasus, dan tahun 1983 dengan 317.438 kasus.
Pada tahun 1951kejahatan yang paling banyak adalah pencurian.Barang- barang yang dicuri yaitu pakaian, uang, sepeda, sepatu, beras, barang jemuran, dan sebagainya.Hal tersebut disebabkan karena pada tahun tersebut Jepang masih dalam keadaan miskin dan kacau akibat perang dunia ke-II, sehingga barang-barang primer seperti pakaian dan lain-lain memiliki nilai jual yang mahal.
Kemudian titik tertinggi kedua adalah tahun 1964. Pada tahun ini, terjadi peningkatan jumlah kejahatan yang dilakukan remaja dan menurunnya kejahatan yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada masa itu Jepang mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat, sehingga pada jaman ini banyak bermunculan gang-gang bermotor yang disebut bousouzoku (暴走族
ぼうそうぞく
).Hal ini menyebabkan meningkatnya
kematian akibat kecelakaan lalu lintas.Pada masa ini kejahatan yang dilakukan oleh remaja yang berasal dari kelas menengah menjadi bertambah.
Dan titik tertinggi yang terakhir adalah pada tahun 1983. Pada tahun ini banyak terjadi kasus pencurian yang dilakukan anak-anak usia belum genap 14 tahun (shokuho shonen). Hal ini menyebabkan pada tahun ini terjadi penurunan usia remaja pelaku kejahatan yang dikenal dengan istilah teinenreika (低年齢化
て い ね ん れ い か
). Pada masa ini Jepang berada pada puncak ekonomi, sehingga kebanyakan latar belakangremaja melakukan kejahatan bukan lagi karena faktor ekonomi, tetapi dengan alasan “untuk sekedar mencari kesenangan”.
Sejak tahun 1992, jumlah kasus kira-kira hampir 200.000 kasus, kemudian meningkat kembali di tahun 1997 dan 1998 (lebih dari 220.000 kasus).Pada tahun 2004, sekitar 179.000 remaja dibebaskan dari tindak hukum pidana.Dengan kata lain, kemungkinan korban yang jatuh ke tangan pelaku remaja lebih tinggi pada periode awal dibandingkan tahun 1990-an. Namun, populasi remaja mengalami penurunan sejak tahun 1986.Ini berarti bahwa angka relatif (tingkat remaja dibebaskan per 100.000 remaja) berkurang dari tahun 1981 sampai 1995 sebelum meningkat kembali sampai tahun 2003 (kemudian menurun sampai sekarang). Demikian, data diatas menunjuk kesimpulan tentang kenaikan relative dari kejahatan remaja Jepang dari pertengahan tahun 1990-an. Dalam hal ini, tingkat kejahatan remaja sama atau berkurang daripada di tahun 1960-an.
Dari zaman ke zaman, Jepang mengalami perubahan keadaan ekonomi, sosial, dan budayanya sehingga hal tersebut juga mempengaruhi latar belakangdari kasus shonen hanzai.Kemudian setiap tahunnya,shonen hanzai mengalami kenaikan dan penurunan kasus.Mulai dari tahun 2004 hingga tahun 2013,shonen hanzai mengalami penurunan setelah peningkatan pada tahun 2003.
Pada tahun 2003, 175.000 remaja ditangkap dan dibawa ke tahanan perlindungan oleh kepolisian. Di antaranya, 144.000 remaja, 17,5% per 1.000 pemuda berusia antara 14 dan 19, yang dalam perlindungan untuk tindak pidana.
Total terdiri siswa SMA (43,4%), siswa SMP (26,4%), pengangguran (13,8%), bekerja (9,1%), mahasiswa (3,9%), dan lain-lain (3,4%). Hampir seperempat (24,1%) adalah perempuan. Pelanggaran yang mereka lakukan termasuk pencurian (56,4%), penggelapan (26,7%), penyerangan (5,6%), pemerasan (2,8%), pembunuhan, perampokan, pembakaran, dan pemerkosaan (1,5%), dan lain-lain (6,9%). Hampir 1.800 ditangkap karena perampokan, dan 80 ditangkap karena pembunuhan. Hampir setengah dari penangkapan pencurian adalah mengutil, dan sisanya adalah pencurian sepeda motor dan sepeda. Pada tahun 2003, terdapat 2.684 anggota geng motor yang ditahan atas tuduhan kriminal. Polisi juga menangkap 1.299.000 orang di bawah usia 20 tahun ke penjara untuk pelanggaran ringan seperti minum, merokok, dan melarikan diri. Selain itu, terdapat 22.615 kasus pelarian, 41,2% di antaranya adalah siswa sekolah menengah, ditempatkan ke tahanan perlindungan (http://www.usjp.org/jpeducation_en/jpEdProblems_en.html).Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah kasus shonen hanzai dapat dilihat pada tabel 2.3.
2.2 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Shonen Hanzai
Menurut kepolisian di Jepang ada 3 faktor penyebab terjadinya shonen hanzai dan faktor-faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain, yaitu:
1. Faktor Keluarga
Pelaku shonen hanzai berasal dari latar belakang dan kelas ekonomi keluarga yang berbeda-beda.Berbeda dengan kasus shonen hanzai pada awal setelah perang dunia II dimana pelakunya kebanyakan berasal dari kelas menengah kebawah, kebanyakan pelaku shonen hanzai dewasa ini berasal dari keluarga kelas menengah keatas. Bahkan kebanyakan pelaku masih memiliki orang tua kandung lengkap atau orang tua adopsi lengkap dibandingkan yang tidak mempunyai orang tua sama sekali atau yang hanya memiliki 1 orang tua. Kemudian terjadi peningkatan jumlah pelaku yang memiliki latar belakang keluarga yang baik atau harmonis beberapa tahun terakhir ini.Hal tersebut menunujukkan bahwa keadaan di dalam keluarga merupakan faktor utama remaja melakukan kejahatan.
Pada umumnya bentuk keluarga yang ada di Jepang adalah bentuk keluarga nuklir atau keluarga batih.Keluarga nuklir adalah bentuk keluarga yang anggotanya terdiridari hanya satu generasi, yaitu ayah, ibu, dan anak-anak yang belum menikah.
Sebelumnya keluarga Jepang menganut sistem keluarga Ie, tetapi karena di Jepang terjadi industrialisasi besar-besaran setelah perang dunia II, sehingga dari sudut pandang ekonomi, keluarga tradisional tidak cocok dengan tuntutan masyarakat industrial karena industri melahirkan beragam jenis pekerjaan. Selain itu,
industrialisasi yang terjadi di Jepang mempengaruhi pertambahan produksi dan perubahan ekonomi yang sangat pesat.Hal tersebut juga mempengaruhi meningkatnya kebutuhan dalam keluarga Jepang, sehingga sekarang ini dalam keluarga Jepang bukan hanya tugas seorang ayah yang mencari nafkah tetapi seorang ibu di Jepang juga sudah banyak yang bekerja.Hal tersebut secara otomatis membuat peran orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak tidak begitu dijalankan dengan semestinya.Waktu orang tua untuk berkomunikasi dengan anak pun menjadi sedikit.
Kurangnya komunikasi yang baik antara orang tua dan anak dapat menyebabkan anak merasa sendiri, kesepian,dan tidak mempunyai tempat untuk mencurahkan isi hati atau menceritakan setiap permasalahan yang sedang dihadapi. Hal tersebut membuat mereka berusaha sendiri untuk mencari jalan keluar dari setiap permasalahan mereka.
Selain itu,pelaku shonen hanzai juga kebanyakan memiliki orang tua overprotektif atau mendominasi.Rasa kesepian dan kurang perhatian yang dialami remaja serta kurangnya bimbingan dan didikan orang tua untuk mengarahkan anaknya ke hal-hal yang positif merupakan penyebab dari remaja di Jepang melakukan kejahatan.
2. Faktor Lingkungan Sekolah
Jepang merupakan Negara yang sangat menjunjung tinggi pendidikan. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 26 dari Undang-Undang Dasar (Konstitusi) Jepang menetapkan: “semua orang berhak mendapat pendidikan sesuai dengan kemampuannya….. semua orang wajib bertindak agar semua putra-putra atau putri-
putri dibawah asuhan mereka memperoleh pendidikan biasa…. Pendidikan wajib demikian bersifat cuma-cuma” (Kedutaan Besar Jepang dalam skripsi Butet, 2014:18).Pemerintah Jepang banyak memberikan kebijakan-kebijakan agar anak- anak di Jepang memiliki pendidikan yang layak.
Program wajib belajar di Jepang di kenal dengan nama “gimukyoiku”
(compulsory education), yang dilaksanakan dengan prinsip memberikan akses penuh kepada semua anak untuk mengenyam pendidikan selama 9 tahun (SD dan SMP) dengan menggratiskan “tuition fee” dan mewajibkan orangtua untuk menyekolahkan anak ( dalam skripsi Saragih, 2014:21). Hampir semua SMP, SMA dan Perguruan Tinggi atau universitas menentukan penerimaan siswa melalui ujian masuk, dan setiap sekolah mengadakan ujian masuk sendiri. Siswa yang berminat untuk masuk ke sekolah yang bersangkutan harus mengikuti ujian masuk dan membawa surat referensi dari sekolah tempat ia lulus sebelumnya. Kemudian setelah lulus SMA, siswa yang ingin melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi ke Perguruan Tinggi harus mengikuti ujian masuk perguruan tinggi yang bertaraf nasional.Mereka tidak hanya dituntut untuk belajar dengan disiplin, tetapi juga harus menguasai beberapa ilmu pengetahuan.Hal tersebut menyebabkan ujian tersebut dianggap sebagian besar siswa yang baru lulus SMA sebagai “neraka”. Seorang siswa yang mengikuti ujian masuk Perguruan Tinggi tidak hanya bersaing dengan teman-teman sekolahnya saja, tapi juga dengan beribu-ribu siswa yang tak dikenal dari wilayah lain yang ingin memasuki Perguruan Tinggi yang sama.
Dari tingkat SMP, SMA, bahkan memasuki Perguruan Tinggi, siswa/siswi di Jepang harus bersaing dengan teman-temannya di sekolah untuk mendapat nilai yang memuaskan. Hal tersebut dikarenakan kurikulum di Jepang yang terbilang sulit membuat siswa/siswi tidak boleh ketinggalan pelajaran.Karena itu anak-anak/remaja di Jepang menganggap teman sekelasnya adalah rival/saingan mereka, bukan sebagai teman pada umumnya.
Karena hal tersebut peran orang tua, guru dan siswa menjadi sangat erat dan saling bergantung satu sama lain. Pada masa persiapan mengikuti ujian masuk Perguruan Tinggi, orang tua dituntut untuk memberikan semangat dan tidak membebani pikiran anaknya serta dapat mengatur waktu anaknya dengan baik.Seorang ibu harus mempersiapkan segala kebutuhan anaknya dalam mengikuti les tambahan (juku), dan guru mempunyai tanggung jawab yang tinggi untuk mendidik siswanya agar dapat masuk ke Perguruan Tinggi yang diinginkannya.
Sekolah-sekolah telah menjadi fokus dari berbagai ketegangan sosial yang ada di Jepang.Tekanan pada keluarga untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak mereka memang tidak baru di Jepang.Pada waktu dulu, pekerjaan yang bagus dan yang menawarkan gaji yang baik selalu mengutamakan mahasiswa yang berasal dari universitas elit dan dengan nilai tertinggi.Dengan pembatasankesempatan kerja yang baik, persaingan untuk mendapatkan posisi terbaik pun menjadi sengit.
Selain itu dari usia 14, orang tua wajib untuk membayar sekolah anak-anak mereka, yang dapat berjumlah ratusan ribu yen setahun. Keluarga dari golongan
bawah yang terbeban dengan hal ini termotivasi ingin melihat anak mereka berhasil.Mereka yang tidak mampu membayar biaya sekolah yang cukup tinggi merasa malu karena harus menarik anak-anak mereka.Sementara itu beberapa organisasi menawarkan beasiswa hanya kepada siswa yang berbakat.Ini dapat meningkatkan tekanan pada siswa untuk berhasil.
Akibat tuntutan dari pihak orangtua dan guru kepada anak-anak mereka agar mendapat nilai yang tinggi kemudian dapat lulus di sekolah/universitas terbaik, serta rasa persaingan antar siswa/siswi di sekolah menyebabkan remaja mengalami tekanan secara psikis, seperti menyendiri, egosentris, serta gelisah. Akibatnya remaja memberontak dengan melakukan berbagai cara untuk melampiaskan rasa tertekannya.
Hal-hal yang berbau kriminal dan kejahatan dapat juga menjadi bentuk remaja melampiaskan rasa tertekannya.
Selain itu, ada beberapa kasus kejahatan remaja yang dilatarbelakangi dari kehidupan sosial remaja tersebut di sekolah. Mereka mengalami pembullyan oleh teman-teman di sekolah, berkinerja buruk di kelas, memiliki hubungan permusuhan dengan guru dan teman sebaya, kurang kontrol diri, dan memiliki kebutuhan untuk menjadi pusat perhatian, sehingga hal tersebut membuat mereka merasa kesepian dan melampiaskan rasa kesepian itu ke hal-hal yang menyimpang.Shonen hanzai juga terjadi karenaketidakmampuan sekolah untuk menanggapi beragam populasi siswa.
Kekerasan di sekolah menjadi masalah di awal 1980-an ketika kelompok siswa merusak gedung sekolah dan properti, serta menyerang guru. Dalam laporan
dari kantor jaksa penuntut umum pada tahun 1981, 70,1% dari mereka yang melakukan kekerasan di sekolah merupakan siswa yang kurang mampu dalam hal akademik, meskipun banyak dari mereka yang berbakat dalam bidang olahraga.
Mereka tidak puas dengan kehidupan sekolah mereka dan membenci guru mereka.
Mereka menyetujui kekerasan lebih dari siswa lainyang pernah lakukan (http://www.usjp.org/jpeducation_en/jpEdProblems_en.html).
3. Faktor Lingkungan Masyarakat
Seperti dijelaskan di poin faktor lingkungan sekolah, pendidikan anak memang sangat penting bagi masyarakat Jepang. Bukan hanya merupakan tanggung jawab pihak sekolah untuk memantau proses belajar anak, tetapi orang tua juga turut andil dalam memantau anak-anaknya dalam hal belajar. Peran ibu sangat penting dalam hal ini, karena biasanya ibu lah yang memiliki waktu yang banyak di rumah karena harus mengerjakan pekerjaan rumah.Sedangkan ayah biasanya dari pagi hingga malam bekerja di luar untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.Di Jepang sendiri ada istilah yang diberikan kepada sosok ibu yang sangat mementingkan pendidikan anaknya. Istilah tersebut adalah Kyouiku Mama (教育ママ). Menurut Takie Sugiyama lebra dalam Sembiring, kyouiku mama merupakan ibu yang terobsesi dengan pendidikan anaknya dan secara terus menerus mendorong anaknya untuk belajar, khususnya dalam persiapan untuk mengikuti ujian masuk sekolah (dalam skripsi Saragih, 2014:30).Hal ini disebabkan karena masyarakat Jepang memandang bahwa ibu yang berhasil dalam rumah tangganya dapat dilihat dari keberhasilan anak- anaknya.Oleh sebab itu,kyouiku mama sering memaksakan kehendaknya agar
anaknya suatu saat nanti menjadi orang yang berhasil.Hal ini membuat anak-anak dan remaja di Jepang menjadi tertekan, stress dan melampiaskannya ke hal-hal yang menyimpang.
Selain hal diatas,untuk beberapa kasus shonen hanzai, sang remaja melakukan kejahatan karena terpengaruh teman-teman dalam lingkungan sosialnya. Karena rasa kesepian yang dialami remaja akibat tidak mendapat perhatian dan kasih sayang dari keluarga, remaja melampiaskannya dengan ikut kedalam anggota gang-gang tertentu di dalam masyarakat, seperti gang bermotor (bosozoku), organisasi kriminal (boryokudan), dan sebagainya.Hal tersebut dianggap remaja sebagai tempat untuk mendapat jati dirinya dan menghilangkan rasa kesepian atau tekanan yang dialaminya.
Jepang merupakan negara yang memiliki kemajuan teknologi yang pesat.Mulai dari komputer dan internet, handphone/gadget, dan video game sangat berkembang pesat di Jepang.Jepang juga merupakan negara penghasil video game yang dikenal di berbagai penjuru dunia. Perusahaan Jepang yang menghasilkan video game yang sudah dikenal di seluruh dunia yaitu Sony Playstation; CAPCOM Co.,Ltd;
SEGA, Corp; Nintendo CO., Ltd; dan lain-lain
(asadnugraha.blogspot.co.id/2012/10/10-perusahaan-video-game-terbesar-
di.html?m=1).Karena hal tersebut secara otomatis banyak anak-anak dan remaja di Jepang juga menjadi konsumen video game.Selain itu, di zaman sekarang ini di berbagai dunia tidak terkecuali di negara Jepang, informasi sangat mudah sekali di ditemukan dan tersebar dengan menggunakan berbagai media, seperti internet.Informasi yang diterima dengan menggunakan via internet juga sangat
mudah diakses oleh masyarakat Jepang, tidak terkecuali anak-anak dan remaja.Informasi dari internet dapat diakses dengan menggunakan handphone/gadget dan komputer/laptop.Informasi yang didapat dari internet pun beraneka ragam.Mulai dari berita/kasus yang sedang hangat di Jepang dan luar negeri, ilmu pengetahuan, sadisme/ kekejaman bahkan pornografi.Sekarang ini banyak situs-situs atau website yang berisi mengenai pornografi dan sadisme/kekejaman bahkan juga ada mengenai tindakan-tindakan psikopat.Dan situs-situs atau website tersebut dapat dengan mudah diakses. Hal-hal tersebut menyebabkan banyak anak-anak dan remaja di Jepang terpengaruh dan mengaplikasikan apayang mereka dapat dari video game dan internet dalam kehidupan pribadinya. Hal tersebut dapat dilihat dari contoh-contoh kasus shonen hanzai seperti pemerkosaan dan pembunuhan.Banyak kasus pemerkosaan yang dilakukan remaja akibat seringnya remaja tersebut mengakses video porno lewat internet.Dan untuk beberapa kasus pembunuhan yang dilakukan remaja didasari karena remaja terpengaruh dengan cerita-cerita sadis dan kejam yang diakses lewat internet, bahkan ada kasus pembunuhan yang dilakukan remaja karena terpengaruh video game.
Selain itu, manga/komik dan media massajuga dapat mempengaruhi pola pikir anak-anak dan remaja di Jepang. Jepang merupakan salah satu negara penghasil manga/komik terbesar di dunia.Banyak komik/manga yang dihasilkan oleh mangakadi Jepang setiap tahunnya. Umumnya manga/komik di Jepang memiliki berbagai macam genre, seperti: petualangan, romantis, dan kriminalitas. Di Jepang tidak ada batasan usia bagi penikmat manga/komik dengan berbagai genre (meskipun
ada isu pemerintah di Jepang akan membuat UU untuk pembatasan usia penikmat manga/komik, tetapi masih belum disahkan karena berbagai pro/kontra oleh masyarakat Jepang). Oleh sebab itu, banyak anak-anak dan remaja yang dengan bebas menjadi penikmat manga/komik berbagai genre, tidak terkecuali manga/komik yang bergenre pornografi dan kriminalitas.Hal ini juga menjadi pemicu banyak anak-anak dan remaja di Jepang melakukan kejahatan untuk meniru adegan yang ada di komik yang mereka baca.
Kemudian, ada satu dekade dimana Jepang mengalami kemerosotan.Hal tersebut telah menciptakan remaja-remaja pengangguran yang pesimis yang rentan terhadap kejahatan. Pada remaja-remaja pengangguran ini,4.5% dari keseluruhan remaja, 31.2% melakukan pembunuhan, perampokan, pembakaran, dan pemerkosaan;
dan 60,7% penyalahgunaan obat-obatan perangsang.Ada banyak juga masalah psikologi, remaja dan orang-orang dewasa muda yang antisosial (seperti Hikikomori, yaitu orang-orang yang mengisolasikan diri).
Remaja merupakan pribadi yang mudah terpengaruh dengan hal-hal yang ada disekitarnya.Kepribadian remaja ikut terpengaruh seiring dengan perkembangan zaman serta kemajuan teknologi yang begitu pesat.Kemudahan dalam mendapat informasi membuat peran orangtua dan keluarga sangat diandalkan dalam mengontrol perkembangan kepribadian anak-anak dan remaja.Jika orangtua dan keluarga tidak berperan aktif dalam mengontrol anak-anak dan remaja mereka, maka hal-hal yang ditawarkan dalam perkembangan zaman sekarang ini dapat dengan mudah
mempengaruhi kepribadian dan pola pikir anak-anak dan remaja, sehingga mereka dapat melakukan hal-hal yang menyimpang dalam lingkungan masyarakat.
2.3 Bentuk-bentuk Shonen Hanzai di Jepang.
Disini penulis membagi bentuk-bentuk shonen hanzaike dalam 6 bagian menurut Pusat Penelitian Kebijakan Polisi dari Akademi Kepolisian Jepang tahun 2010, yaitu:
1. Felonious offenses (凶 悪 犯 罪
きょうあくはんざい
)
Kejahatan ini merupakan tindak kriminal berupa pembunuhan dan perampokan yang dilakukan secara brutal/keji baik seseorang maupun kelompok.Pada tahun 2003, terdapat 2.221 kasus kejahatan golongan ini yang dilakukan oleh remaja dan meningkat 11,4% dibandingkan tahun sebelumnya (National Police Agency). Dalam white paper tentang kejahatan,yang termasuk dalam jenis kejahatan ini ialah pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, serta pembakaran, namun dalam white paper tentang kejahatan edisi 2007, telah menjadi hanya pembunuhan dan perampokan (http://kogoroy.tripod.com/hanzai.html).
Yang termasuk dari jenis kejahatan ini adalah pembunuhan dan perampokan.
a. Pembunuhan.
Pembunuhan adalah suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa seseorang.
Mulai dari akhir perang tahun 1960-an, tingkat pembunuhan yang dilakukan oleh remaja di Jepang adalah 2,0 per 100.000 remaja. Pada tahun 1970-an, dengan diikuti
peningkatan standar hidup sehingga terjadi peningkatan jumlah keluarga kelas menengah , tingkat pembunuhan berubah menjadi 0,5 per 100.000 dan tetap konstan sampai tahun 1990-an.
Menurut National Police Agency tahun 2007, pada tahun 1950 terjadi penurunan kasus pembunuhan oleh remaja di Jepang.Selain itu di tahun itu juga pembunuhan yang dilakukan remaja di Jepang lebih sedikit dibandingkan negara- negara lainnya.Dalamjangka waktu yang lama, tingkat pembunuhan yang dilakukan remaja tidak mendapat hukuman dari pihak yang berwajib.Pada tahun 2003, jumlah pembunuhan yang dilakukan remaja mengalami penurunan dari 93 kasus menjadi 69 kasus di tahun 2006.
b. Perampokan.
Perampokan adalah suatu tindakkriminal dimana seseorang/lebih mengambil kepemilikan seseorang/sesuatumelalui tindakankasar danintimidasi.
Menurut UU Hukum pidana Jepang pada Bab 36 pasal 236 tentang perampokan berbunyi:
“(1) A person who robs another of property through assault or intimidation commits the crime of robbery and shall be punished by imprisonment with work for not more than 10 years.
(2)The same shall apply to a person who obtains or causes another to obtain a profit by the means proscribed under the preceding paragraph .”
ARTINYA:
“(1) Seseorang yang merampas milik orang lain melalui penyerangan atau intimidasi melakukan kejahatan perampasan dan wajib dipidana dengan hukuman penjara tidak lebih dari 10 tahun.
(2) Hal yang sama berlaku untuk seseorang yang memperoleh atau menyebabkan orang lain memperoleh keuntungan dalam arti yang terlarang berdasarkan ayat yang diatas.”
Karena sering melibatkan kekerasan, perampokan dapat menyebabkan jatuhnya korban (https://id.wikipedia.org/wiki/Perampokan).60% pelaku perampokan di jalan yang ditangkap adalah remaja. Terjadi juga peningkatan jumlah perampokan yang dikerjakan 2 remaja atau lebih dalam sebuah grup/kelompok. Tingkat kasus perampokan tersebut mengalami peningkatan dari 52% di tahun 1987 menjadi 71.2 %
di tahun 2002 (White paper2006 dalam
http://hakusyo1.moj.go.jp/en/nendo_nfm.html).
Kecenderungan melakukan tindakan perampokan dalam bentuk grup/kelompok adalah akibat dari mental yang terbentuk di dalam kelompok itu sendiri yang menjadi pemicu untuk melakukan tindak kriminal.Setengah dari remaja yang melakukan perampokan memiliki motif untuk mendapatkan tambahan uang untuk memuaskan keinginan pribadinya. Keadaan ini juga diperburuk dengan ketidakdewasaan mental dan ketidakpahaman tentang norma/ peraturan (White Paper 2003 dalam http://hakusyo1.moj.go.jp/en/nendo_nfm.html). Menurut badan resmi,
kelompok perampok tersebut merupakan remaja-remaja yang sudah bekerja dan belum bekerja yang bergabung dengan anak-anak sekolah yang sudah pernah melakukan perampokan sebelumnya.
Kejahatan di jalan sebanyak 60% dilakukan oleh remaja pada tahun 2007.Hal ini berarti pada tahun tersebut terjadi kenaikan kasus 0.5% dari tahun sebelumnya.
Berikut grafik Felonious offenses yaitu pembunuhan dan perampokan yang dilakukan oleh remaja di Jepang:
Gambar 2.3.1:
2. Violent offenses (暴 力 犯 罪
ぼうりょくはんざい
).
Kejahatan ini merupakan bentuk kejahatan yang dimaksudkan untuk melukai atau membunuh seseorang dengan menggunakan benda tajam ataupun alat lainnya.
Kejahatan ini termasuk kejahatan yang lebih ringan dibandingkan Felonious offensesatau 凶 悪 犯 罪
きょうあくはんざい
.Yang dikategorikan kejahatan ini yaitu perakitansenjata
berbahaya yang melanggar hukum, kekerasan, menyakiti orang lain, intimidasi, dan pemerasan (Ogino dalam dev.wcfia.harvard.edu/us-japan/research/pdf/05- 11.Ogino.pdf). Menurut National Police Academy tahun 2010, diantara kejahatan violent, mencederai atau melukai fisik/tubuh seseorang meningkat sebanyak 2,1%
dari tahun sebelumnya.
3. Larceny offenses (窃盗
せっとう
犯
はん
)
Menurut UU hukum Pidana di Jepang pada BAB 36 pasal 235 tentang
“pencurian” yang berbunyi (versi bahasa inggris):
“a person who steals the property of another commits the crime of theft and shall by punished by imprisonment with work for not more than 10 years or a fine of not more than 500,000 yen”.
ARTINYA:
“Seseorang yang mencuri milik orang lain melakukan kejahatan pencurian dan wajib dihukum dengan hukuman penjara tidak lebih dari 10 tahun atau denda tidak lebih dari 500,000 yen”.
Atau dengan kata lain pencurian merupakan tindakan pengambilan properti milik orang lain secara tidak sah tanpa seizin pemilik (https://id.wikipedia.org/wiki/Pencurian). Tindak pengutilan juga termasuk dalam kejahatan ini.
Mulai dari sebelum perang dunia ke II, jenis kejahatan remaja yang paling banyak terjadi ialah pencurian. Pada tahun 1951 Jepang mengalami kekacauan akibat perang dunia ke II .Hal tersebut mengakibatkan banyak terjadi kemiskinan dan kelaparan.Kondisi yang seperti itu menyebabkan banyak terjadi tindak kejahatan di Jepang tak terkecuali yang dilakukan oleh remaja.Di tahun tersebut, jenis kejahatan yang banyak terjadi adalah pencurian. Benda yang paling banyak dicuri ialah pakaian (33%), uang (25%), sepeda (7%), sepatu (5%/), beras (3%), barang jemuran (3%), dan lain-lain (2%) (dalam skripsi Afifi: 2005). Alasan pakaian menjadi barang yang paling banyak dicuri ialah karena pada saat itu pakaian merupakan benda yang bernilai tinggi jika dijual. Motif remaja pada saat itu melakukan pencurian ialah karena membutuhkan uang untuk kebutuhan hidup mereka.
Tindakan pencurian yang paling banyak dilakukan oleh remaja dewasa ini adalah manbiki.Manbiki memiliki arti mencuri di pertokoan. Data dari tahun 2004
menunjukkan bahwa lebih dari 50% dari kasus pencurian yang dilakukan remaja terjadi di toko, 20% adalah pencurian sepeda, 11% pencurian motor (White Paper 2005 dalam http://hakusyo1.moj.go.jp/en/nendo_nfm.html). Kebanyakan alasan mereka melakukan kejahatan ini ialah untuk sekedar mencari kesenangan.
4. Intellectual offenses(
ちてきざいさんはんざい
,知的財産犯罪).
Intellectual offenses ialah pembajakan atau pemalsuan barang seperti mediadigital, barang-barang mewah, obat-obatan, barang elektronik, dan barang-
barang manufaktur lainnya
(http://www.businessdictionary.com/definition/intellectual-property-crime.html).
Kejahatan intelektual terus menurun sejak 2004, setelah penurunan selama dua tahun berturut-turut (National police academy 2007 dalam https://www.npa.go.jp/english/seisaku5/20081008.pdf).
5. Indecency offenses (性犯罪
せいはんざい
)
Dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai kejahatan ketidaksenonohan.Kata Ketidaksenonohan atau indecency menurut hukum digunakan untuk menggambarkan bentuk aneka perilaku yang menyinggung atau tidak pantas. Di dalam pengertian umum kadang-kadang hal ini menunjukkan suatu bentuk perilaku cabul atau penyerangan seksual,hal-hal yang tidak senonoh atau yang mengganggu kepentingan publik (penghinaan dan perkelahian), kemesuman, dan sebagainya
(http://www.findlaw.com.au/articles/4531/what-does-the-criminal-offence-of- indecency-involv.aspx).
Berdasarkan Undang-undang, siapa pun yang melakukan tindakan seksual atau melakukan perbuatan tidak senonoh dengan laki-laki atau perempuan yang berusia kurang dari 13 tahun dikenakan hukuman, meskipuntindakan tersebut dilakukan dengan kekerasan atau ancaman. UU Kesejahteraan Anak juga melarang menggoda orang yang berusia lebih muda dari 18 tahun dalam perbuatan cabul.
Sebelum tahun 1999, hukuman untuk menghukum tindakanyang terkait prostitusi anak dan pornografi anak dan untuk pelindungan anak, jika seorang pria berhubungan seks atas dasar suka sama suka dengan seorang gadis berusia 13 tahun atau lebih tua, dia tidak akan dihukum, kecuali gadis itu meminta bayaran. Namun, sejak tahun 1970-an, pemerintah prefektur telah membuat peraturan mereka sendiri, yang memberikan otoritas penegakan hukum untuk menghukum orang-orang yang menggunakan pekerja seks yang berusia lebih muda dari 18tahun (http://www.usjp.org/jpeducation_en/jpEdProblems_en.html).
Hukum tahun 1999 memberlakukan hukuman ketat pada pelaku seks, broker dari pelacur anak, dan pada dealer pornografi anak.Mereka yang membeli jasa dari pelacur anak dikenakanhukuman penjara sampai tiga tahun, atau denda kurang dari atau satu juta yen.Broker prostitusi anak bisa dijatuhi hukuman hingga tiga tahun atau denda tidak lebih dari tiga juta yen. Broker profesional bisa masuk penjara selama lima tahun dan didenda hingga lima juta yen. Dealer pornografi anak akan
menghadapi hukuman penjara tiga tahun atau kurang atau denda tiga juta yen atau kurang. Mereka yang "membeli" seorang anak untuk tujuan bisnis prostitusi anak akan menghadapi satu tahun sampai sepuluh tahun hukuman penjara. Siapapun yang memperdagangkan remaja asing untuk tujuan prostitusi akan menghadapi hukuman penjara dua tahun atau lebih.
Semua hukuman ini diterapkan kepada orang-orang Jepang, bahkan jika kejahatan itu dilakukan di luar negeri. Ini akan menghentikan prostitusi anak melalui wisata seks terkenal dari negara-negara Asia Tenggara, industri pornografi anak secara online Jepang, dan "layanan kencan" klub telepon remaja. Pada tahun 2000, 613 tersangka ditangkap di 985 kasus pelacuran anak, 164 tersangka ditangkap di 170
kasus pornografi anak (Komite U.N. 2003 dalam
http://www.usjp.org/jpeducation_en/jpEdProblems_en.html).
Pada tahun 2003, 4,412 pemuda, termasuk 19 siswa SD, 1,315 siswa SMP, dan 1,882 siswa SMA dibawa ke tahanan atas tuduhan prostitusi. Alasan mereka yang ditangkap mengatakan mereka berzinah secara sukarela (71,4%), karena mereka ingin menghabiskan uang (29,0%), karena ada seorang pria tertentu yang mereka sukai (21,1%), karena mereka ingin tahu (12,9%), dan karena mereka ingin seks (5,5%).
Lebih dari seperempat dari pemuda ditangkap mengatakan bahwa teman-teman
mereka telah membujuk mereka (26,0%) (Naikakufu
dalamhttp://www.usjp.org/jpeducation_en/jpEdProblems_en.html).
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak gadis mulai menggunakan "klub telepon" untuk terlibat dalam hubungan seksual dengan motif uang. Klub telepon memungkinkan perempuan dan laki-laki untuk berkomunikasi dengan tanpa nama untuk mengatur pertemuan. Perempuan bisa bergabung tanpa biaya.Oleh karena itu, hal tersebut populer di kalangan gadis di bawah umur.Pada tahun 1999, ada 3,122 klub tersebut.Jika mereka tertangkap, orang-orang yang membeli layanan gadis itu biasanya dihukum, dan polisi mengambil gadis-gadis ke tahanan pelindung. Lebih dari setengah dari 836 kasus prostitusi anak dari November 1999 sampai Oktober
2000 dikaitkan dengan klub-klub ini
(http://www.usjp.org/jpeducation_en/jpEdProblems_en.html).
Menurut survei tahun 1996 oleh Pemerintah Tokyo, satu dari setiap empat siswa mengatakan mereka tahu seseorang yang bergabung dengan "kencan layanan"
(enjo Kosai) klub telepon, dan empat persen anak perempuan di antara 110 SMA di Tokyo mengatakan mereka berpartisipasi dalam hal ini. Menurut survey lain tahun 1996, 10,2 persen siswa laki-laki dan 17,0 persen siswi SMP, dan 6,6 persen dari siswa laki-laki dan 27,3 persen siswi SMA telah menggunakan klub telepon. Anak perempuan bergabung dalam klub telepon karena mereka menemukan bahwa hal tersebut menyenangkan, mereka merasa bosan dengan keseharian mereka, ingin menggoda kencan mereka, merasa bahwa hal tersebut mendebarkan, ingin bermain, ingin berbicara tentang erotisme, dan tagihan telepon gratis (untuk wanita) (Sōmuchō dalam http://www.usjp.org/jpeducation_en/jpEdProblems_en.html).
Kejahatan pelacuran anak dan pornografi masih tetap tinggi pada tahun 2007.
Kasus prostitusi anak turun ke 1.347 atau turun 16,5%. Kemudian untuk korban anak menurun ke 1.160 atau 12,5% dari tahun sebelumnya. Sedangkan kasus pornografi anak jatuh ke 567 atau turun 8,0% dan korban anak naik menjadi 304 atau naik 20,2%
dari tahun sebelumnya.
Menurut National police academytahun 2010, jenis kejahatan dengan kenaikan tertinggi ialah pornografi anak. Kasus pelanggaran kesejahteraan anak yang dimaksud naik menjadi 8,146 atau 5,1 %. Diantara itu semua, kasus pelanggaran peraturan perlindungan anak/remaja adalah yang tertinggi yaitu 3.078 (naik 2,2%).
Kasus pelanggaran pelacuran anak/UU pornografi berada di 2.296 (naik 13,1%).
Kasus pornografi anak adalah 1.342 (naik 43,5%) dengan korban anak 614 (naik 51,6%), dan keduanya berada pada tingkat tertinggi dengan peningkatan drastis.
Korban anak sebelum tamat SMP ( 中 学
ちゅうがっ
校
こう
) berjumlah 126 (naik 103,2%) terhitung 20,5% dari total keseluruhan. Diantara itu semua, kasus pornografi anak dengan menggunakan internet meningkat drastis menjadi 783 (naik 54,4%).
Berikut tabel mengenai jumlah pelaku terhadap kasus prostitusi dan pornografi anak.
Tabel 2.3.1
Classi- ficatio n
Cases Referred Offenders Referred Child Victims Total Child
Prostitu-
Child Porno-
Total Child Prosti-
Child Porno-
Total Child Prosti-
Child Porno-
tion graphy tution graphy tution graphy 2007 1,914 1,347 567 1,361 984 377 1,464 1,160 304 2006 2,229 1,613 616 1,490 1,140 350 1,578 1,325 253 2005 2,049 1,579 470 1,336 1,024 312 1,750 1,504 246
2004 1,845 1,668 177 1,232 1,095 137 1,678 1,596 82 2003 1,945 1,731 214 1,374 1,182 192 1,617 1,546 71 Sumber: National Police Academy tahun 2007
Diantara seluruh kejahatan ketidaksenonohan, ketidaksenonohan melalui paksaan meningkatdan mencapai 13,2% .
6. Kejahatan lainnya
Yang dimaksud kejahatan lainnya adalah kejahatan yang diluar dari yang disebutkan diatas.Kejahatan tersebut yaitu kejahatan lalu lintas, penggunaan atau pengedaran obat-obatan, dan sebagainya.Dakwaan terhadap obat-abatan termasuk kepemilikan stimulan, ganja, dan thinner. Pada tahun 2003, 16 siswa SMP dan 36 siswa SMA di antara 524 pemuda ditahan untuk kepemilikan obat stimulan. Yang paling populer dari zat ini adalah thinner. Pada tahun 2003, 2.835 pemuda termasuk 291 siswa SMP dan 463 siswa SMA didakwa dengan kepemilikan thinner, dan 185 pemuda (termasuk tiga siswa SMP dan 38 siswa SMA) didakwa dengan kepemilikan ganja.
Pada tahun 2007 terjadi penurunan kasus penyalahgunaan obat-obatan oleh remaja.Remaja yang melanggar undang-undang hukum pengendalian obat-obatan stimulan naik menjadi 305 artinya naik 5.5% dari tahun sebelumnya. Namun, untuk pelanggaran penggunaan obat-obatan yang lain mengalami penurunan. Sehingga hal ini lah yang menyebabkan penurunan kasus penyalahgunaan obat-obatan oleh remaja di Jepang pada tahun 2007 (National police academy2007 dalam https://www.npa.go.jp/english/seisaku5/20081008.pdf).
Berikut adalah tabel mengenai jumlah remaja yang melakukan penyalahgunaan obat- obatan di Jepang serta tabel mengenai jumlah kasus shonen hanzai berdasarkan bentuk-bentuknya.
Tabel 2.3.2
YEAR 1998 2003 2004 2005 2006 2007 Stimulants Control
Law
1,070 524 388 427 289 305
Cannabis Control Law
125 185 221 174 187 179
Narcotics Control Law
12 38 80 64 36 30
MDMA addiction,etc
4 29 67 63 31 24
PoisonousSubstances Control Law
5,678 3,286 2,581 1,616
981
791
Thinner addiction,etc 4,496 2,835 2,205 1,368 841 652
Opium Law 0 0 0 0 0 1
Sumber: National police academy tahun 2007.
YEAR 1998 2001 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Juvenile Penal Code
offenders
(Rate per 1,000 of the juvenile population)
153,385 138,654 144,404 134,847 123,715 112,817 103,224 90,966 90,282 85,846
16.9 16.0 17.5 16.8 15.9 14.8 13.8 12.4 12.4 11.8
Felonious offenses:
1. Murder 2. Robbery
2,197 2,127 2,212 1,584 1,441 1,170 1,042 956 949 783
115 99 93 57 67 69 62 50 50 43
1,538 1,670 1,771 1,273 1,146 892 757 713 696 565
Violent offenses 17,321 18,416 14,356 11,439 10,458 9,817 9,248 8,645 7,653 7,729 Larceny offenses 99,768 81,260 81,512 76,637 71,147 62,637 58,150 52,557 54,784 52,435 Intellectual offenses 715 526 784 1,240 1,160 1,294 1,142 1,135 1,144 978
Indecency offenses 434 410 425 344 383 346 341 389 399 437
Other Penal Code offenses
36,950 35,915 45,115 43,603 39,126 37,553 33,301 27,284 25,353 23,484 Tabel 2.3. Tabel Jumlah Pelaku Pelanggaran UU/kejahatan yang Dilakukan oleh Remaja di Jepang Dewasa ini.
Sumber :National Police Academy tahun 2007 dan 2010 Juvenile percentage off
all Penal Code offenders (%)
48.5 42.6 38.0 34.7 32.0 29.4 28.2 26.8 27.1 26.6
BAB III
DAMPAK DAN USAHA-USAHA MENGATASI SHONEN HANZAI
3.1 Dampak Shonen Hanzai terhadap keluarga dan usaha keluarga dalam mengatasinya
A. Dampak shonen hanzai terhadap keluarga
Shonen hanzai merupakan salah satu fenomena sosial di Jepang yang meresahkan berbagai pihak. Remaja yang seharusnya menjadi generasi penerus bangsa nyatanya dengan tindak kenakalan/kejahatan yang dilakukannya, dapat menjadi generasi yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan orang lain.
Dalam lingkungan keluarga, fenomena shonen hanzai ini berdampak besar bagi keluarga-keluarga di Jepang.dampak dari shonen hanzai bagi keluarga si pelaku adalah pihak keluarga dan saudara-saudara si pelaku menjadi terganggu serta malu dengan adanya berita bahwa sang anak terlibat kasus ini. Media massa/pers akan sering meliput berita/kasus kejahatan tersebut sehingga tersebar keseluruh wilayah di Jepang. Media di Jepang sering menciptakan anggapan/isu-isu yang tidak menggambarkan fakta dengan semestinya (Ayukawa:2001). Hal tersebut disebabkan karena kasus kriminal di Jepang tergolong kecil dibandingkan negara-negara yang lain, sehingga hal ini menyebabkan ketika seorang anak terlibat kasus kejahatan,
maka hal tersebut menjadi perbincangan oleh banyak orang dan membuat keluarga si pelaku menjadi malu dan merasa sudah gagal dalam mendidik anak mereka.
Selain itu, dampak yang lain adalah ketika si anak melakukan kejahatan dalam skala besar dan harus terlibat dengan hukum dan pengadilan, pihak keluarga si pelaku harus mengeluarkan banyak biaya untuk menyelesaikan setiap proses hukum yang diperlukan (Lihat contoh kasus 2).
Kemudian, pihak keluarga si pelaku juga harus bertanggung jawab kepada pihak korban atas kejahatan yang dilakukan anak mereka. Contohnya seperti biaya kerugian, rumah sakit, atau bela sungkawa berupa danakepada keluarga si korban.Hal tersebut membuat keluarga si pelaku membutuhkan banyak biaya sebagai bentuk pertanggungjawaban.
Selain itu, dampak yang juga terlihat adalah semakin meningkatnya kewaspadaan terhadap anak remaja.Artinya pihak keluarga akan semakin ketat dalam mengawasi anak-anak mereka. Efek baiknya si anak menjadi lebih sering diperhatikan oleh orang tuanya sehingga si anak tidak kurang kasih sayang dari orang tuanya. Tetapi efek negatifnya adalah pergaulan si anak terbatas karena orang tua akan membatasi pergaulan si anak sebagai bentuk kewaspadaan mereka.
Pada tahun 2003, ada 1.154 kasus yang dilaporkan kepada pihak kepolisianmengenai kekerasan dalam rumah tangga yang disebabkan oleh remaja.
Kekerasan itu ditujukan terhadap ibu (51,6%), furniture dan properti lainnya (15,5%), ayah (13,4%), kerabat di rumah tangga (11,5%), saudara kandung (5,5%) dan lain-
lain (2,5%). Hal tersebut menunjukkan bahwa shonen hanzaibukan hanya menyerang dan merugikan pihak orang lain dalam kehidupan masyarakat si remaja tetapi juga dapat menyerang dan merugikan pihak keluarga si pelaku.
B. Usaha-usaha pihak keluarga dalam mengatasi shonen hanzai
Pihak keluarga juga memiliki peranan yang cukup penting dalam mengatasi masalah shonen hanzai. Usaha yang paling dasar dilakukan pihak keluarga didalam mengatasi shonen hanzai yaitu menanam nilai dan normayang berlaku dalam masyarakat terhadap anak-anak. Norma-norma tersebut yaitu Omoiyari, Amae, On, Gimmu dan Giri.
Omoiyari (empati) ialah kemampuan dan kemauan untuk merasakan apa yang orang lain rasakan, merasakan suka dan duka yang mereka alami, dan membantu mereka untuk mewujudkan keinginan mereka yang sedang kesulitan. Amae (ketergantungan) yaitu sikap diri yang menganggap bahwa orang lain selalu memiliki niat yang baik dan selalu siap menolong dirinya bila ia mengalami kesulitan. konsep ini dapat menjadi pengerat setiap hubungan batin antara orang tua anak, dan sesama anggota kelurga. Kemudian on,gimu,dan giri (hutang balas budi).On yaitu bukan hanya sekedar mengandung arti kewajiban, keramahan bahkan cinta kasih.Namun juga mengandung arti beban, hutang, atau sesuatuyang harus dipikul seseorang sebaik mungkin.Dengan konsep ini, diri seorang anak dapat merasakan beban atau hutang kepada ibunya yang telah melahirkan dan merawatnya hingga besar sehingga timbul keinginan dari si anak untuk membalas kebaikan ibunya.Gimu yaitu kewajiban
membayar on yang telah diterima seseorang dan harus dibayar seseorang karena adanya ikatan-ikatan yang kuat dan ketat pada saat di lahirkan, misalnya ikatan pada keluarga dan ikatan pada negaranya.Giri merupakan jenis kwajiban pemenuhan on yang lain. Giri mempunyai batas waktu pembayaran dan hutang-hutang tersebut wajib dibayar dalam jumlah yang tepat sama dengan yang diterima.
Melalui konsep nilai dan norma-norma diatas, jika orang tua menanam dan mengaplikasikannya di dalam keluarga, maka si anak akan tumbuh menjadi pribadi yang baik, santun, dan tidak akan melakukan hal-hal yang menyimpang dari norma dan aturan yang berlaku di Jepang. Nilai-nilai agama juga penting untuk ditanamkan kepada si anak karena pada dasarnya agama mengajarkan segala halyang baik. Nilai, norma dan ajaran agama tersebut jika ditanamkan juga dapat mengurangi dan mencegah peningkatan atau terjadinya kenakalan/kejahatan remaja.
Usaha yang lain yang dapat dilakukan oleh orang tua ialah menjalin kerjasama yang baik antara sesama anggota keluarga sehingga tercipta keharmonisan didalam keluarga. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menyediakan waktu rekreasi bersama dengan keluarga, memantau anak-anak dalam belajar untuk mendekatkan hubungan orang tua dengan anak, dan melibatkan seluruh anggota keluarga dalam kegiatan maupun usaha dalam keluarga.
Dalam urusan pendidikan, sebaiknya pihak orang tua tidak menekan terlalu keras si anak dalam belajar agar sesuai dengan keinginan orang tuanya seperti yang dilakukan oleh kyouiku mama.Orang tua hendaknya membebaskan si anak dalam
mengasah potensi yang ada di dalam dirinya sehingga anak bebas menjadi dirinya sendiri tanpa perlu ada perasaan tertekan.
Dan usaha yang paling penting yang dapat dilakukan pihak keluarga terkhusus orang tua ialah menjadi tempat konseling bagi si anak agar si anak dapat lebih terbuka mengenai apa yang dialami dan dirasakan. Orang tua hendaknya menjadi pendengar yang baik dan pemberi saran yang baik bagi tumbuh kembang pribadi si anak. Hal ini akan membuat si anak tidak kesepian dan akan terbuka dengan orang tuanya.
3.2 Dampak Shonen Hanzai terhadap lingkungan sekolah dan usaha pihak sekolah dalam mengatasinya
A. Dampak shonen hanzai terhadap lingkungan sekolah
Banyaknya kasus-kasus shonen hanzai yang terjadi di lingkungan sekolah menunjukkan adanya dampak negatif dari fenomena sosial tersebut. Seperti dalam kasus seorang pelajar perempuan Jepang berusia 16 tahun yang mengaku telah memutilasi teman sekelasnya karena ingin "membedah" seseorang (Lihat contoh kasus 5), menunjukkan bahwa remaja dapat melakukan tindakankriminal terhadap orang-orang yang berada dilingkungan sekolahnya. Hal tersebut menyebabkan pihak sekolahakan khawatir jika hal itu terjadi juga terhadap dirinya. Di lain pihak, para guru akan semakin terbeban karena perilaku buruk anak didiknya yang bisa mencemarkan nama baik sekolah. Guru akan merasa harus bertanggung jawab akan kesalahan yang diperbuat anak didiknya tersebut.