• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH WAKON YOSAI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT JEPANG NIHONJIN NO SEIKATSU NI WAKON YOSAI NO EIKYOU SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH WAKON YOSAI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT JEPANG NIHONJIN NO SEIKATSU NI WAKON YOSAI NO EIKYOU SKRIPSI"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH WAKON YOSAI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT JEPANG

NIHONJIN NO SEIKATSU NI WAKON YOSAI NO EIKYOU

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam

bidang ilmu Sastra Jepang Oleh :

ANGGUN GAYA RUBANI

140708086

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(2)
(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan kuasa-Nya penulis diberikan kesehatan selama mengikuti perkuliahan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Usaha yang diiringi dengan doa merupakan dua hal yang membuat penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Wakon Yosai Dalam Kehidupan Masyarakat Jepang” ini penulis susun sebagai syarat untuk meraih gelar sarjana pada Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini penulis tidak terlepas dari bimbingan, dukungan, dorongan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Hamzon Situmorang,M.S.,Ph.D., selaku ketua pada Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Nandi S selaku dosen pembimbing yang dalam kesibukannya sebagai pengajar telah menyediakan banyak waktu dan pikiran serta tenaga dalam membimbing, mengarahkan, dan memeriksa skripsi ini dari awal hingga akhir skripsi ini selesai.

(5)

4. Dosen penguji Ujian Skripsi yang telah menyediakan waktu membaca dan menguji skripsi ini.

5. Para dosen pengajar beserta staf pegawai di Fakultas Ilmu Budaya, khususnya pada program Studi Sastra Jepang yang telah memberikan ilmu dan pendidikan kepada penulis selama perkuliahan sampai penulisan skripsi ini.

6. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besar kepada orang tua yang sangat penulis cintai yaitu Alm. Papa Darwis Harahap dan Mamak Asnah Siregar, Abangku Berry Syafaat, Kakakku Juniarsyah, Kakakku Fitri dan Kak Ifana atas dukungannya, kasih sayang, kesabaran, dan tidak pernah lelah mendidik dan memberikan cinta yang tulus dan ikhlas kepada penulis.

7. Terima kasih kepada sahabat penulis Vera, Kak Fitria, Ayna, Pipit, Kak Dul dan Rifah yang telah memberikan dukungan dan doanya. Terima kasih atas canda tawa, tangis kesedihan dan selalu mendengar setiap keluh kesah penulis. Untuk teman-teman penulis di Sastra Jepang Stambuk 2014, Ineke, Asyifah, Ros, Ika, Nurul, Mei, Rizky, teman-teman KKN Desa Pasang Lela, dan sekaligus teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu, terima kasih untuk kebersamaan dan perjuangan selama empat tahun ini, setiap harinya akan menjadi kenangan yang tidak terlupakan.

8. Dan kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini.

(6)

Penulis sadar bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat memperbaiki kesalahan pada masa yang akan datang.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis sendiri dan bagi para mahasiswa Sastra Jepang.

Medan, November 2018 Penulis

Anggun Gaya Rubani NIM : 140708086

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ... 5

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 6

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

1.6 Metode Penelitian ... 10

BAB II TINJAUANUMUM TENTANG WAKON YOSAI 2.1 Definisi Wakon Yosai ... 12

2.2 Sejarah Wakon Yosai ... 14

2.2.1 Wakon Kansai ... 14

2.2.2 Wakon Kansai Menjadi Wakon Yosai ... 17

2.3 Wakon Yosai Pasca Perang Dunia II ... 22

BAB III PENGARUH WAKON YOSAI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT JEPANG

3.1 Makna dan Realitas Wakon Yosai ditinjau dalam Novel The Dancing Girl

(8)

karya Mori Ogai... 26

3.1.1 Realitas Wakon Yosai ... 26

3.1.2 Makna Wakon Yosai ... 31

3.2 Pengaruh Wakon Yosai dalam Kehidupan Masyarakat Jepang ... 32

3.2.1 Wakon Yosai dalam Politik ... 33

3.2.2 Wakon Yosai dalam Teknologi ... 34

3.2.3 Wakon Yosai dalam Ekonomi ... 35

3.2.3 Wakon Yosai dalam Sosial Budaya ... 38

3.3Hasil Analisis Wakon Yosai Dewasa Ini ... 40

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ... 48

4.2 Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ABSTRAK

(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini, Jepang berkembang sangat pesat di segala bidang, seperti teknologi, ekonomi, industri, politik, budaya dan lain sebagainya. Hal ini terbukti dengan maraknya produk buatan Jepang di seluruh belahan bumi, seperti Sony, Toshiba, Hitachi, Toyota, Smartphone dan teknologi lainnya. Kesuksesan yang dicapai Jepang diperoleh dari banyaknya perubahan-perubahan yang dilakukan sebelumnya. Salah satunya adalah Restorasi Meiji.

Restorasi Meiji dikenal juga dengan Meiji Ishin, Revolusi, atau Pembaharuan, yang merupakan rangkaian kejadian yang menyebabkan perubahan pada struktur politik dan sosial Jepang. Restorasi Meiji berlangsung selama 3 tahun (1866-1869) yang mencakup akhir zaman Edo dan awal dari zaman Meiji.

Menurut The Columbia Encyclopaedia, six edition (2006), Restorasi Meiji adalah sebuah istilah yang digunakan untuk merujuk pada dua peritiwa penting pada tahun 1866-1869 di Jepang. Pertama adalah peristiwa tumbangnya ke- shogun-an Tokugawa dan dikembalikanya kekuasaan Jepang kepada Kaisar.

Kedua, istilah Restorasi Meiji juga digunakan untuk merujuk pada sebuah zaman atau periode dimana terjadi berbagai revolusi dan perubahan di Jepang selama Kaisar Meiji berkuasa (1868-1912).

Di era Restorasi Meiji, kebudayaan Jepang mengalami tantangan besar dari budaya Barat yang merupakan konsekuensi dari dibukanya Jepang. Hal ini diawali dengan datangnya pasukan Amerika Serikat yang dipimpin oleh Komodor

(10)

Matthew C. Perry yang memaksa Jepang untuk membuka diri. Jepang harus mengakui keunggulan Amerika Serikat yang pada saat itu telah memiliki kemajuan teknologi dan lainnya.

Seiring dengan kedatangan pasukan Komodor Perry, pertanyaan besar mengenai identitas, kapabilitas maupun arah pembangunan Jepang pun semakin membesar (Cullen, 2003). Identitas Jepang sebagai negara ke-shogun-an yang kuat di dunia, sebagaimana mereka percayai menjadi runtuh. Jepang kemudian melakukan restorasi dan menggali kembali nilai–nilai tradisional Jepang untuk diselaraskan dengan ide–ide Barat yang lebih progresif guna mengejar ketertinggalannya.

Salah satu upaya Jepang dalam proses perubahannya adalah membuat empat motto/slogan yang mendeskripsikan masyarakat Jepang dalam berpikir dan bertindak di era Meiji (Cullen, 2003), yaitu: (1) Fukoku Kyohei atau memperkaya negara dan memperkuat milter, (2) Wakon Yosai atau jiwa Jepang dengan kemampuan Barat, (3) Datsua Nyuo atau tinggalkan Asia dan bergabung dengan Eropa , (4) Bunmei Keika atau menjadi beradab.Keempat slogan ini memiliki peranannya masing-masing dan saling berkaitan satu sama lain. Maka dari itu Jepang mampu memacu modernisasi dengan kecepatan yang luar biasa di berbagai aspek kehidupan.

Dalam penelitian ini, dipilih salah satu dari keempat slogan/motto tersebut sebagai subjek penelitian, yaitu Wakon Yosai (和魂洋才). Kata Wakon Yosai terdiri dari dua katayaitu wakon( 和 魂 ) dan Yosai ( 洋 才 ) yang merupakan gabungan kanji dari 和(wa) yang berarti ‘Jepang’ atau ‘gaya’ Jepang, 魂(kon)

(11)

berarti ‘kemampuan’ atau ’bakat’. Jadi,Wakon yosai (和魂洋才) adalah sebuah ide/konsep pemikiran yang dijadikan sebagai slogan/motto masyarakat Jepang mengenai kepemilikan jiwa dan semangat Jepang untuk memiliki kemampuan/bakat layaknya masyarakat Barat.

Sebelumnya, Wakon Yosai dimodifikasi dari slogan lama yaitu Wakon

Kansai(和魂漢才) yang berarti “Semangat Jepang dan kemampuan Cina" atau

“Semangat Jepang dengan pengetahuan Tiongkok”. Namun, negara Jepang yang selama berabad-abad memegang prinsip Wakon Kansaimulai melakukan peralihan menjadi Wakon Yosai dikarenakan negara Jepang menilai Tiongkok atau Cina sebagai pusat pengetahuan telah mengalami stagnansi dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Hal ini terbukti ketika Cina mengalami kalahperang dari bangsa barat pada abad ke-19 dikarenakan tidak adanya tokoh pembawa perubahan atau sosok pemimpin Junzi(orang bijak yang bersikap sesuai tuntunan moral dalam ajaran Konfusius) yang ideal kala itu.

Slogan/motto Wakon Yosai ini dianggap sebagai salah satu cara/solusi Jepang dalam menghadapi derasnya pengaruh budaya Barat yang masuk ke Jepang. Budaya Barat ini merujuk pada norma sosial, nilai etika, adat-istiadat, agama, sistem politik, teknologi, dan lain sebagainya.

Dapat dilihat dari kisah The Dancing Girl (maihime) karya Mori Ogai, bahwa Slogan ini tampak jelas memberikan pengaruh yang cukup penting dalam penokohan Ota Toyotaro sebagai seorang sarjana berprestasi yang dikirim ke Jerman guna mendukung proses modernisasi Jepang ketika itu. Dengan berlatar belakangkan kota Berlin yaitu kota besar dibagian utara Jerman,Mori Ogai menceritakan bagaimana lika-liku hidup Ota dalammenuntut ilmu di Universitas

(12)

Berlin, hinggaia bertemu dengan seorang penari muda yang bernama Elise.Sejak saat itulah hubungan Ota dan Elise semakin akrab. Namun,hubungan mereka mendapat banyak pertentangan termasuk atasannya. Akhirnya, pihak kedutaan memecat Ota karena dianggap telah melalaikan tugasnya dalam menuntut ilmu dan mendukung modernisasi Jepang.

Penderitaan Ota semakin menjadi ketika ia harus memilih nasibnya antara pulang ke Jepang atau tetap tinggal bersama kekasihnya Elise. Aizawa Kenkichi yang merupakan teman dari Ota berusaha memberikan nasihat agar ia harus mempunyai tujuan yang pasti untuk memajukan dan ikut mendukung negaranya.Akhirnya Ota punmemutuskan untuk kembali ke Jepang dan meninggalkan Elise yang ketika itu sedang hamil.Elise pun histeris dan menjadi gila.

Dari uraian singkat mengenai kisah The Dancing Girl (maihime) kita bisa melihat sekilas gambaran tentang masa Restorasi Meiji, dimana ketika itu Jepang memerlukan tenaga potensial untuk melakukan pembangunan. Ota Toyotaro selaku tokoh utama rela mengubur kepentingan pribadinya, yakni cintanya terhadap Elise demi mendukung modernisasi negaranya. Jiwa Ota ini lah yang dikatakan dengan Wakon Yosai, yaitu kemampuan Barat berjiwa Jepang. Seberapa banyak ia mempelajari/menguasai ilmu barat tidak membuat ia lupa akan identitas dirinya dan kembali untuk berbakti kepada negaranya.

Berdasarkan latar belakang tersebut akan dibahas lebih lanjut pengaruh slogan/motto Wakon Yosai dalam kehidupan masyarakat Jepangdi era Meijiditinjau dari novel karangan Mori Ogai yang berjudul “The Dancing Girl”

(13)

dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Wakon Yosai Dalam Kehidupan Masyarakat Jepang”.

1.2 Perumusan Masalah

Wakon Yosai merupakan salah satu upaya modernisasi Jepang yang

muncul di era Meiji, dimana ketika itu Jepang dipenuhi dengan berbagai usaha mengejar ketertinggalannya dari negara Barat. Dalam usaha tersebut masyarakat Jepang dituntut untuk bagaimana seharusnya berfikir, bertindak dan bertingkah laku mengikuti arus modernisasi. Keadaan seperti ini lah yang membuat Jepang menanggapi dan mengoreksi kembali cara berfikir dan bertindak untuk mengantisipasi hilangnya identitas diri masyarakat Jepang, yaitu dengan menerapkan slogan/motto Wakon Yosai di dalam kehidupan.

Dengan demikian, untuk memudahkan arah sasaran yang ingin dikaji mengenai pengaruh dari Wakon Yosai dalam kehidupan masyarakat Jepang, maka permasalahan dalam bentuk pertanyaan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Makna dan Realitas Wakon Yosai ditinjau dari Novel The Dancing Girl karangan Mori Ogai?

2. Bagaimanakah pengaruh Wakon Yosai di dalam kehidupan masyarakat Jepang di era Meiji?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam pembahasannya dianggap perlu adanya pembatasan ruang lingkup pembahasan agar masalah penelitian tidak terlalu luas dan berkembang jauh sehingga masalah yang akan dikemukakan lebih terarah.

(14)

Dalam skripsi ini, ruang lingkup pembahasan difokuskan pada Wakon

Yosai, makna dan realitasWakon Yosai, dan pengaruhnya didalam kehidupan

masyarakat Jepangdi era Meiji. Agar pembahasan lebih mendalam, jelas, dan juga memiliki akurasi data yang benar, maka penulis akan menjelaskan juga tentang sejarah Wakon Yosai, kisah The Dancing Girl, Restorasi Meijidan eksistensinya dewasa ini.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

a. Tinjauan Pustaka

Dalam pencarian tinjauan pustaka tidak ditemukan penelitian yang sama baik judul maupun objek penelitian. Dalam penelitian ini digunakan beberapa paper dan jurnal sebagai tambahan informasi, seperti karya ilmiah yang ditulis oleh Hennida, Felayati, Wijayanti, dan Perdana (2017) berjudul “Budaya dan Pembangunan Ekonomi di Jepang, Korea Selatan dan China”. Penelitian mereka menjelaskan tentang bagaimana Jepang mengejar ketertinggalannya dibidang ekonomi dan teknologi dengan menerapkan keempat slogan/motto yang dibuat di era Meiji, khususnya Wakon Yosai. Di dalam penelitian ini slogan/motto Wakon

Yosai berperan dalam penyerapan ilmu Barat dan mengkolaborasikan mentalitas

tradisional Jepang dengan kemajuan teknologi Barat (journal.unair.ac.id).

Penelitian selanjutnya ditulis oleh Kulkarni (2015) yang berjudul “Wakon

Yosai: Approaches, Criticisms and Results”. Di dalam penelitiannya dibahas

perbandingan tingkat keberhasilan slogan/motto Wakon Yosai di Jepang dan India.

Saurabh Kulkarni juga mengatakan bahwa slogan/motto Wakon Yosai dapat berhasil dilakukan oleh Jepang dikarenakan masyarakatnya yang homogen.

(15)

peran penting dalam memungkinkan Wakon Yosai untuk dilakukan (www.academia.edu).

Kemudian Morishima (2009) dari Cambridge University, berjudul “The Meiji Revolution”. Di dalam penelitiannya dibahas bagaimana Jepang melakukan banyak perubahan di berbagai bidang untuk mengejar ketertinggalannya dan melakukan modernisasi. Jurnal ini juga membahas mengenai masalah-masalah yang muncul ketika Jepang melakukan perubahan tersebut, salah satunya adalah berbenturnya budaya tradisional Jepang dengan budaya barat. Sehingga banyak masyarakat Jepang mulai mengikuti budaya barat hingga akhirnya pemerintah membuat slogan Wakon Yosai sebagai solusi, dan beberapa acuan lainnya.

Diambilnya karya ilmiah tersebut sebagai acuan karena berkaitan dengan penelitian yang dilakukan mengenai WakonYosaiyang secara tidak langsung memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupan masyarakat Jepang.Dengan demikian, penulis akan membahas Wakon Yosai dari sisi makna dan realitasnya yang ditinjau dari novel ‘The Dancing Girl’ karangan Mori Ogai sertapengaruhnyadalam kehidupan masyarakat Jepang di era Meiji.

b. Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori-teori yang memuat pokok-pokok pemikiran yang menggambarkan dari sudut mana penelitian akan disoroti (Namawi, 2001:39-40). Penelitian ini menggunakan teori historis dan pendekatan sosiologis.

Teori historis merupakan penelitian yang kritis terhadap keadaan-keadaan,

(16)

dan teliti terhadap fenomena/hal yang terjadi di masa lampau untuk menemukan generalisasi yang berguna untuk memahami, meramalkan, mengendalikan fenomena/hal atau kelompok fenomena/hal.

Dengan menggunakan teori ini, penulis berusaha mengungkapkan bagaimana slogan Wakon Yosai dapat membantu modernisasi Jepang yang terjadi di masa lampau yang di tinjau dari novel karya Mori Ogai yaitu “The Dancing Girl (maihime)”.

Ada beberapa pendapat yang menjadi pendukung teori mengenai Wakon Yosai, yaitu menurut Kitahara Wakon Yosai merupakan sebuah kombinasi antara mentalitas Jepang dengan kemajuan teknologi barat sebagai solusi.

Kemudian menurut Ezra Vogel dalam buku “Culture and Technology in Modern Japan”, Wakon Yosai merupakan sebuah usaha/upaya untuk melestarikan tradisi Jepang dengan membawa atau menggunakan cara-cara barat. Ia juga menambahkan bahwa slogan tersebut berkembang dari sebuah upaya atau usaha untuk mengatasi kekhawatiran yang dihasilkan dari dibukanya Jepang.

Buell dalam buku “Practical Theology and One Body Of Christ” juga berpendapat bahwa Wakon Yosai sebenarnya adalah ‘penemuan jiwa Jepang yang asing’, bukan keteguhan identitas budaya yang ada sebelumnya yang diperkuat dengan atau melalui cara barat/teknik barat.

Selain itu digunakan pendekatan sosiologis, karena pembahasan dalam pendekatan ini mencakup golongan sosial yang berperan, jenis hubungan sosial, konflik berdasarkan kepentingan, pelapisan sosial, peranan dan status sosial, serta kebudayaan (Abdurrahman, 1999:11). Menurut Weber dalam Abdurrahman

(17)

(1999:11) tujuan penelitian ini adalah memahami arti subjektif dari perilaku sosial, bukan semata-mata menyelidiki arti objektifnya.

Maka dari itu dengan teori historis dan pendekatan sosiologis ini diharapkan dapat mengungkapkan bagaimana salah satu motto/slogan Wakon

Yosai memberikan pengaruhnya didalam kehidupan masyarakat Jepang di zaman

Meiji.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

a. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mendeskripsikanmakna dan realitas slogan/motto Wakon

Yosaiditinjau dari Novel The Dancing Girl karangan Mori Ogai.

2. Untuk mendeskripsikan pengaruh motto/slogan Wakon Yosai didalam kehidupan masyarakat Jepangdi era Meiji.

b. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat kepada para pembaca, yaitu :

1. Manfaat Teoretis :

Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana pengembangan teori dan ilmu pengetahuan yang secara teoritis berhubungan dengan pembahasan penelitian ini, yakni slogan/motto

Wakon Yosai.

(18)

2. Manfaat Praktis :

Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi/informasi dalam menambah wawasan para siswa/mahasiswa mengenai sejarah Jepang terutama Restorasi Meiji dan pengaruh slogan/motto Wakon Yosai didalam kehidupan masyarakat Jepang khususnya bidang sosial dan budaya.

1.6 Metode Penelitian

Metode menurut Senn dalam Suriasumantri (2005:119) merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis.

Dalam penulisan proposal ini digunakan metode deskriptif, berupa penelitian dengan membuat deskripsi mengenai suatu bentuk keadaan atau kejadian. Menurut koentjaraningrat (1976:30) penelitian deskriptif yaitu memberikan gejala yang secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok terjentu.

Metode deskriptif termasuk sebagai metode penelitian kualitatif. Denzin dan Lincoln dalam Meolong (2007:5) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena/hal yang tejadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.

(19)

Sementara itu, pencarian data-data yang diperlukan untuk penelitian ini dilakukan dengan metode library research (penelitian kepustakaan) dengan dua teknik pengumpulan data seperti yang diungkapkan oleh Murbanto Sinaga dan Jonathan Sinuhaji (1974), yakni Survei Book dan Documentary Research. Survei

Book adalah teknik pengumpulan data dari berbagai literatur buku yang

berhubungan dengan masalah penelitian. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Departemen Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan The Japan Foundation dan Konsulat Jendral Jepang di Medan, dan lain sebagainya. Sementara Documentary

Research dilakukan dengan mengumpulkan data yang bersumber dari internet

seperti google book, jurnal-jurnal, blog-blog yang membahas mengenai permasalahan yang berkaitan dengan penelitian ini.

(20)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP WAKON YOSAI

2.1 Definisi Wakon Yosai

Sakuma Shōzan merupakan seorang bangsawan terkemuka dan politikus Jepang yang pertama kali memperkenalkan gagasan menggabungkan teknologi asing dengan nilai-nilai Jepang (Wakon Yosai) dan memperkuat bangsa pada periode Meiji (1868-1912), yang pada saat itu Jepang berada dalam era modernisasi, yaitu era dimana budaya Barat menjadi acuan dalam segala hal dan bidang apapun.

Slogan Wakon ini bukan petama kalinya bagi Jepang, sebelumnya ada

Wakon Kansai yang menganut kemampuan China. Namun seiring dengan

berjalannya waktu, Jepang mulai menilai bahwa teknologi dan ilmu yang berasal dari China masih kurang dibanding dengan negara Barat. Maka dari itulah pemerintah Jepang mengubah slogan Wakon Kansai menjadi Wakon Yosai.

Kata Wakon Yosai terdiri atas dua katayaitu wakon (和魂) dan Yosai (洋 才) yang merupakan gabungan kanji dari 和(wa) yang berarti ‘Jepang’ atau ’gaya Jepang’, 魂(kon) berarti ‘jiwa’ atau ‘semangat’, 洋(yo) berarti ‘Barat’ atau ‘gaya Barat’, dan 才(sai) berarti ‘kemampuan/bakat’. Jadi, Wakon yosai (和魂洋才) adalah sebuah ide/konsep pemikiran yang dijadikan sebagai slogan/motto masyarakat Jepang mengenai kepemilikan jiwa dan semangat Jepang untuk memiliki kemampuan/bakat layaknya masyarakat Barat atau singkatnya Wakon

Yosai bermakna “Semangat/jiwa Jepang Kemampuan Barat”.

(21)

Menurut Ezra Vogel dalam buku “Culture and Technology in Moerdn Japan”, Wakon Yosai adalah sebuah usaha/upaya untuk melestarikan tradisi Jepang dengan membawa atau menggunakan cara-cara barat yang berkembang dari sebuah usaha untuk mengatasi kekhawatiran yang dihasilkan dari dibukanya Jepang, ketakutan akan kehidupan mereka diketahui, pekerjaan mereka, keluarga mereka, dan banyak dari apa yang mereka hargai akan dihancurkan. Ia juga menambahkan bahwa slogan Wakon Yosai merupakan sebuah kebiasaan yang bertujuan untuk melestarikan esensi tradisi, bahkan ketika ia mengakui perlunya perubahan.

Menurut Morris Low dalam www.buna.yorku.ca/japanese/

ajlt/wakon_yosai/wakon_yosai.ppt, juga berpendapat bahwa Wakon Yosai merupakan sebuah slogan yang digunakan dalam penerapan teknologi Jepang yang mengadopsi ide-ide teknologi Barat, namun ide tersebut tetaplah disesuaikan dengan nilai-nilai yang ada dalam budaya Jepang. Tujuannya tidak lain adalah untuk menghasilkan individu yang memiliki sifat Wakon Yosai yaitu berpenampilan Barat namun tetap berhati Jepang (tidak melupakan adat dan nilai- nilai budaya Jepang yang telah dimiliki).

Kemudian Naito Torajiro dalam buku ”Japan in The Age of Globalization”, mengatakan bahwa Wakon Yosai merupakan sebuah kecerdikan atau kreativitas masyarakat Jepang dalam mengadopsi dan mengadaptasi dengan selektif nilai- nilai baru, ide dan teknologi yang tercermin dari tradisi yang pernah dilakukan sebelumnya yaitu Wakon Kansai. Tradisi atau slogan Wakon Kansai inilah yang membuat Wakon Yosai dapat bekerja pada masyarakat Jepang.

(22)

Buell dalam buku “Practical Theology and One Body Of Christ”, juga berpendapat bahwa Wakon Yosai sebenarnya adalah ‘penemuan jiwa Jepang yang asing’, bukan keteguhan identitas budaya yang ada sebelumnya yang diperkuat dengan atau melalui cara barat/teknik barat. Penyerapan pengaruh asing inilah yang membuat masyarakat Jepang berhasil dalam menata identitas diri.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat dilihat bahwa pada dasarnya Wakon Yosai memiliki makna sebuah usaha untuk mempelajari ilmu barat guna melakukan suatu perubahan dan menyesuaikannya dengan kemampuan atau mentalitas masyarakat Jepang di era Meiji. Namun, seiring dengan berjalannya waktu slogan Wakon Yosai juga dimaknai sebagai solusi untuk mempertahankan identitas diri atau antisipasi dari derasnya pengaruh budaya Barat. Hal ini dikarenakan, pemekaran budaya Barat (Bunmei Keika) yang dialamimasyarakat Jepang menunjukkan gejala yang buruk. Banyak masyarakat Jepang yang meniru segala sesuatu dari Barat hanya untuk gagahan-gagahan belaka. Maka dari itulah Wakon Yosai dijadikan solusi untuk mengatasi derasnya budaya Barat tersebut.

2.2 Sejarah Wakon Yosai

2.2.1 Wakon Kansai

Slogan Wakon ini bukan pertama kalinya bagi Jepang. Sebelum Wakon

Yosai, ternyata Jepang sudah menerapkan slogan yang serupa hanya saja sumber

ilmu pengetahuannya berpusat pada China. Slogan ini disebut dengan Wakon

Kansai (和魂漢才) yang berarti “Semangat Jepang dan kemampuan China" atau

(23)

Wakon kansai merupakan slogan yang digunakan untuk menghilangkan

kecemasan masyarakat Jepang atas peminjaman unsur budaya atau ilmu China, dan untuk memberikan jaminan pelestarian budaya tradisional Jepang yang berharga. Dengan bakat, kekuatan, dan adaptasi adalah alasan utama keberhasilan mereka dalam membentuk negara yang kuat.

Slogan Wakon Kansai pertama kali muncul pada abad ke-6, dimana ketika itu Jepang bergantung pada China dalam hal budaya dan ilmu pengetahuan, seperti Konfusiunisme, agama Buddha, huruf kanji dan kebudayaan China lainnya. Pengaruh budaya China masuk dan berkembang melalui orang-orang Tionghoa yang hidup dan menetap di Jepang, mereka membawa masuk unsur- unsur kebudayaan Tionghoa.

Setelah melihat cara hidup orang China, masyarakat Jepang pun merasa tertarik dengan cara hidup mereka dan menganggap semua yang datang dan berasal dari China dipandang indah, ini mengakibatkan semua yang bersifat China dipandang bagus oleh Jepang. Selain itu dampak lain dari pengaruh kebudayaan China terhadap kebudayaan Jepang adalah dalam bidang arsitektur yang mana rumah-rumah Jepang juga terpengaruh oleh pola-pola rumah China. Namun, Jepang tidak meniru begitu saja, tetapi justru memadukan unsur-unsur arsitektur Jepang asli dengan unsur-unsur arsitektur China. Dengan demikian terjadi akulturasi budaya antara budaya China dengan budaya Jepang. Selain tu akulturasi tersebut terlihat dalam bentuk kerajaan pada era Yamato yang sudah berbentuk kerajaan kesatuan. Kemudian,melalui perintah Reformasi Taika pada tahun 645, Jepang menyusun ulang sistem pemerintahannya dengan mencontoh

(24)

dari China. Hal ini membuka jalan bagi filsafat Konfusianisme China untuk menjadi dominan di Jepang.

Pada zaman Nara, Jepang menjadi negeri dengan kekuasaan yang tersentralisasi dan secara terus menerus mengadopsi praktik administrasi pemerintahan dari China. Namun, Pada zaman Heian pengaruh budaya China surut setelah sampai di puncak keemasan dan mulai berkembang berbagai macam kebudayaan lokal, misalnya aksara kana yang asli Jepang. Pengiriman terakhir utusan Jepang ke Dinasti Tang berlangsung pada tahun 838 sejalan dengan kemunduran Dinasti Tang. Walaupun demikian, masyarakat Jepang masih menjadikan China sebagai negara tujuan dalam ekspedisi dagang dan memperoleh ilmu.

Pada akhir abad ke-18, pasukan Amerika Serikat yang dipimpin oleh Komodor Matthew C. Perry datang dan memaksa Jepang untuk membuka diri dimana ketika itu Jepang melakukan sistem politik Sakoku (isolasi). Jepang harus mengakui keunggulan Amerika Serikat yang telah memiliki kemajuan teknologi dan lainnya. Hal ini lah yang memicu Jepang yang selama berabad-abad memengang prinsip Wakon Kansai berusaha merubah pola pikir mereka menjadi

Wakon Yosai. Seperti yang diketahui ketika itu China sedang mengalami

stagnansi dalam ilmu pengetahuan. Sehingga mereka berpikir bahwa negara Barat merupakan negara maju yang patut untuk dicontoh, apabila Jepang ingin maju seperti mereka, maka Jepang harus melakukan modernisasi. Dalam proses modernisasi tersebut, banyak sekali ilmu-ilmu yang diterima Jepang sehingga membuat negara Jepang menjadi negara yang maju di kemudian hari.

(25)

2.2.2 Wakon Kansai Menjadi Wakon Yosai

Awal abad ke-17 tepatnya tahun 1602, pemerintahan militer Tokugawa di Edo (Tokyo sekarang) yang saat itu berpenduduk 1-1,5 juta jiwa menerapkan kebijakan Sakoku (politik pintu tertutup). Kebijakan politik pintu tertutup ini pada awalnya hanya melarang orang Jepang pergi ke luar negeri dan melarang orang asing datang ke Jepang. Aturan itu menjadi lebih keras pada 1632, dengan melarang juga orang-orang Jepang yang berada di luar negeri kembali ke Jepang.

Kebijakan Sakoku yang berlangsung hingga 1867 sama sekali tidak mengakibatkan Jepang kehilangan kontak dengan Barat yang sudah maju akibat revolusi industri.

Informasi mengenai perkembangan yang terjadi di luar Jepang tetap dapat dikuasai dengan baik oleh penguasa militer Tokugawa melalui sebuah pulau kecil, Dejima, Nagasaki. Lokasi ini memang diplot sebagai tempat untuk melakukan transaksi dagang dengan Belanda dan China. Dari orang-orang Belanda inilah (baik yang pedagang maupun informan Tokugawa) informasi berupa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Eropa diserap Jepang, dan ilmu pengetahuan ini dikenal dengan nama Rangaku (ilmu Belanda).

Semasa pelaksanaan politik pintu tertutup inilah, rakyat Jepang yang sudah satu bahasa, yaitu bahasa Jepang berusaha menciptakan Jepang yang sebangsa dan setanah air. Berawal dari sebuah keinginan untuk menciptakan negara yang kuat, maka slogan Wakon Kansai (Spirit Jepang, Teknologi China) yang dianut Jepang sejak periode kuno mulai ditinggalkan. Penyebabnya tidak lain karena China sedang mengalami stagnansi dalam ilmu pengetahuan dan sudah menjadi vasal Barat (Amerika, Inggris, Prancis, dan Jerman).

(26)

Karena ilmu pengetahuan dan teknologi dikuasai Barat, masyarakat Jepang melakukan pembaruan nasional dan merevisi slogan lama Wakon Kansai menjadi Wakon yosai yang berpatokan dengan kemampuan yang pertama kali di perkenalkan oleh Sakuma Shōzan pada era Meiji. Motivasi untuk bisa setara dengan Barat ini semakin kuat dirasakan rakyat Jepang di pengujung pemerintahan militer Tokugawa (Bakumatsu) di tahun 1853, ketika komodor Matthew C Perry dengan armada lautnya (Kurofune (kapal hitam)) mendarat di Uraga (Teluk Tokyo), dan memaksa Jepang membuka pelabuhannya untuk kepentingan kapal Amerika Serikat yang akan menuju ke koloni mereka di Filipina, China dan Guam.

Penguasa militer Tokugawa dan kaum intelektual Jepang menyadari, sekali mereka memberikan kesempatan kapal-kapal Amerika mendarat di pelabuhan Jepang, maka hal yang sama juga akan diminta oleh imperialis Barat.

Kondisi seperti inilah yang terjadi ketika komodor Perry datang kembali pada tahun 1854, Jepang dibuka secara paksa. Alhasil, konsesi pembukaan pelabuhan yang diberikan kepada Amerika berturut-turut dapat juga dinikmati oleh kapal- kapal bangsa Rusia, Prancis, Inggris, Belanda, Jerman dan sebagainya.

Hal ini membuka mata masyarakat Jepang, mereka khawatir akan mengalami nasib seperti Hindia-Belanda, Filipina, Malaya, Singapura, China, Vietnam. Karenanya, harus ada yang dilakukan agar Jepang tidak menjadi koloni imperialis Barat. Debat dan pertikaian pro-kontra di kalangan masyarakat mulai mencuat ke permukaan. Banyak masyarakat yang mempertanyakan bagaimana/dengan cara apa kelangsungan bangsa dapat dipertahankan.

(27)

Rakyat Jepang yang progresif (diwakili oleh samurai muda dari empat

Han atau semacam provinsi militer yakni, Satsuma - sekarang Provinsi

Kagoshima; Choshu - Yamaguchi; Hizen - Saga, dan Tosa - Kochi, keempat han ini biasa disingkat dengan SATCHOHITO) menghendaki agar Jepang segera membuka negara secara resmi terhadap dunia luar. Di lain pihak, rakyat Jepang yang konservatif (diwakili oleh pemerintahan militer Tokugawa) gigih mempertahankan kebijakan politik pintu tertutup. Keduanya memiliki kesamaan sikap dalam satu hal: (tetap) muliakan posisi Kaisar.

Melalui dialog intensif yang cukup panjang (14 tahun), rakyat Jepang pada 1867 mampu mencapai kesamaan persepsi tentang masa depan bangsanya. Bahwa Jepang hanya akan dapat berdiri tegak dalam posisi setara dengan negara-negara imperialis Barat, bahkan melebihi, apabila ilmu dan teknologi yang dimiliki Barat dapat dikuasai. Untuk menguasai ilmu dan teknologi Barat itu, perlu adanya suatu kebijakan nasional yang dapat dipahami oleh setiap individu masyarakat Jepang.

Namun sebelum membuat kebijakan, harus dibentuklah suatu pemerintahan yang kuat yang mampu menjalankan kebijakan nasional tersebut menjadi kenyataan melalui pengembalian semua hak dan wewenang kepada satu tangan/orang yaitu Kaisar Jepang. Dipelopori oleh samurai muda terpelajar dari

HanSATCHOHITO, seperti Saigo Takamori, Ito Hirobumi, Okuma Shigenobu,

Okubo Toshimichi, Iwakura Tomomi, Kido Koin, Goto Shojiro, Eto Shinpei, Sakamoto Ryoma, Itagaki Taisuke, pada 3 Januari 1868, berhasil membentuk pemerintahan baru. Kemudian Kaisar Mutsuhito yang baru berumur 15 tahun naik tahta. Semuah kebijakan yang berasal dari pemerintahan Tokugawa dinyatakan

(28)

tidak berlaku. Masa pemerintahan Kaisar Mutsuhito dijadikan sebagai momentum bagi kemajuan Jepang dan diberi nama Meiji (pencerahan).

Dengan menempatkan orang-orang muda dan terpelajar, berani, disiplin dan berdedikasi tinggi dalam struktur pemerintahannya, Kaisar Mutsuhito mulai menjalankan misinya untuk menciptakan negara Jepang yang kuat dengan membentuk tatanan politik, ekonomi dan industri melalui “pendidikan”.

Sadar akan pentingnya pendidikan dalam melakukan pembangunan nasional, pada tahun 1872 pemerintah Jepang membentuk kementerian pendidikan. Setahun kemudian dengan memegang prinsip melalui slogan Wakon

Yosai para pemuda/sarjana dikirim oleh pemerintah ke luar negeri untuk kemajuan

Jepang.

Hasil dari sebuah perencanaan yang baik berhasil dipetik Jepang dengan sukses. Gabungan dari para sarjana/pemuda yang dikirim ke luar negeri dengan para sarjana/pemuda yang belajar di dalam negeri dari pengajar luar negeri, membuat Jepang di tahun 1880-an menjadi negara pertama di Asia yang memiliki UUD modern dalam bentuk yang sama dengan apa yang dimiliki oleh imperialisme Barat. Jepang juga menjadi negara pertama di Asia yang mampu memiliki industri besi dan baja, mampu membuat kapal tenaga uap dan listrik dengan kontruksi baja dan lainnya.

Bagi Jepang, meskipun mampu memproduksi berbagai komoditi yang bisa membuat mereka menjadi kaya, tapi secara ekonomi mereka dilarang memasarkan produksinya di daerah jajahan imperialis Barat. Hal ini tidak terlepas dari rasa keunggulan ras orang kulit putih atas ras lainnya, dan ini membuat Jepang sakit

(29)

bisa dipasarkan tidak hanya dalam negeri, tapi yang paling penting adalah bisa dijual di pasaran internasional. Kemudian Jepang melakukan strategi seperti yang dijalankan oleh imperialis Barat, yakni dengan kekuatan senjata.

Mencontoh dari Perancis dan inggris untuk Angkatan Laut, Jerman untuk Angkatan Daratnya, dan Jepang berhasil memodernisasikan Angkatan Perangnya.

Melalui sengketa Korea, pada tahun 1894-1895, Jepang membuka perang dengan China. Dengan tentara yang berdisiplin tinggi, terlatih baik, memiliki patriotisme yang kuat, memiliki persenjataan yang modern, Jepang dengan mudah mengalahkan China. Sebagai akibat dari perang ini Jepang memiliki hak atas korea, memiliki hak untuk mengoperasikan jalur kereta api Manchuria selatan, memiliki hak yang sama untuk berdagang di China seperti yang dimiliki imperialis Barat lainnya.

Melihat hasil yang dicapai Jepang ini, imperialis Barat merasa tidak senang. Rusia yang memang sejak masa lalu sudah menjadi musuh bagi Jepang berusaha menghasut Jerman dan Perancis untuk menghalangi Jepang dalam mengoperasikan jalur kereta Api Manchuria Selatan. Provokasi itu berhasil.

Intervensi tiga negara mencoba menghalangi apa yang menjadi hak Jepang berdasarkan konvensi sesama imperialis, hal itu terasa menyakitkan bagi Jepang.

Pelecehan tersebut membuat Jepang semakin bersemangat dan tidak mau kalah dari imperialis Barat. Hanya dalam kurun waktu 10 tahun seusai perang Jepang-China, ketika kemampuan militer dan teknologi Jepang memadai, Jepang kemudian melakukan perang dengan Rusia pada tahun 1904-1905. Berbeda dari perang antara Jepang dan China pada tahun 1894-1895, perang kali ini adalah perang antara ras berwarna/kuning yang dianggap lemah dan ras kulit putih yang

(30)

(dimitoskan) unggul dalam segala hal. Hasilnya, lagi-lagi Jepang memenangkan perang tersebut. Kemenangan ini memulihkan sepenuhnya hak Jepang atas Manchuria Selatan dan Shakhalin. Kemenangan itu sangat penting bagi keberhasilan masa depan ekonomi Jepang sekaligus menaikkan kasta mereka menjadi warga baru kaum imperialis. Secara psikologis, sukses Jepang membangkitkan rasa nasionalisme di kalangan rakyat Asia yang masih terjerat belenggu imperialis Barat.

Dari kejadian ini bisa kita lihat bahwa melalui perencanaan yang baik, dijalankan dengan baik, oleh orang-orang yang baik, diawasi dengan baik, maka slogan Wakon Yosai (semangat Jepang kemampuan dan teknologi Barat) membuat masyarakat Jepang yang mempelajari ilmu Barat tidak terbawa arus dan kembali ke Jepang dengan semangat memajukan Jepang bersamaan dengan digunakannya Fukoku kyohei (negara kaya, militer kuat) sebagai kebijakan nasional Jepang membuahkan hasil.

2.3 Wakon Yosai Pasca Perang Dunia II

Pengaruh yang kuat dari Barat harus diantisipasi oleh Jepang sendiri agar tidak terjebak dalam imperialisme Barat seperti yang telah dialami oleh beberapa negara di Asia Tenggara. Oleh karena itu Jepang membangun ekonominya untuk menghidari tekanan Barat yang masuk setelah Restorasi Meiji. Pembangunan ekonomi dan militer Jepang sejak Restorasi Meiji telah menjadikan Jepang sebagai kekuatan militer dan ekonomi besar di kawasan Asia Timur sampai pada Perang Dunia I. Namun dalam proses itu sendiri Jepang berubah menjadi sebuah negara fasis dan ekspansif seperti terlibat dalam banyak perang. Jepang yang fasis

(31)

Perang Dunia II. Jepang berekspansi dengan menguasai Korea, China dan sampai ke Indonesia.

Perluasan kekuasaan Jepang berakhir dengan kehancuran ketika dua bom atom dijatuhkan oleh Amerika Serikat di Hiroshima dan Nagasaki pada Agustus 1945 dan menyeret Jepang kearah kehancuran ekonomi dan psikologi masyarakatnya. Sebagai negara yang kalah perang, Jepang akhirnya menjadi sebuah negara yang berada di bawah bayang-bayang Amerika Serikat, negara yang mengalahkannya. Keterpurukan yang dialami Jepang, tidak membuat Jepang berhenti untuk melakukan pembangunan. Jepang semakin giat menguasai ilmu- ilmu barat dan mengoreksi kembali hal-hal yang dilakukan sebelumnya. Sampai akhirnya Jepang muncul dalam waktu yang relatif singkat sebagai kekuatan ekonomi dunia. Meski secara militer, Jepang masih berada dalam pengawasan dan payung keamanan Amerika Serikat, namun secara ekonomi Jepang lebih independen dan bahkan melampaui Amerika Serikat sendiri.

Perkembangan teknologi dan industri Jepang tentu saja didukung oleh faktor budaya, sosial, politik dan prinsip-prinsip/slogan yang dipegang oleh masyarakat Jepang terutama slogan Wakon Yosai, membuat mereka mampu menggerakkan seluruh kekuatan bangsa untuk membangun ekonomi dan teknologi yang terbilang maju.Salah satunya adalah teknologi Hybrid yang tetap menunjukkan ciri khas nilai-nilai budaya Jepang. Kemudian teknologi dengan Unsur-unsur sproduk seperti berukuran kecil (small), simple (simplicity), dan praktis inilah yang membuat karakter dari produk Jepang yaitu ‘chikara zuyoi’

(powerful) yang juga sekaligus memiliki hubungan dengan estetika Jepang.

Karakter dari produk-produk tersebut tentu saja mencerminkan karakteristik orang

(32)

Jepang yang gemar membuat produk berukuran kecil secara mendetail, teliti, pandai melakukan inovasi serta menyelaraskan diri dengan alam.

Seiring berjalannya waktu slogan Wakon Yosai sempat menurun dan digantikan oleh budaya konsumerisme (gaya hidup yang tidak hemat). Namun, pada tahun 1960 ketika kepercayaan diri masyarakat serta Negara Jepang muncul dengan teknologinya, orang-orang mulai tertarik kembali dengan kata Wakon

Yosai. Dan kini, slogan Wakon Yosai tetap digunakan oleh masyarakat Jepang,

diimbangi dengan internalisasi psikologis masyarakat Jepang serta moralitas yang baik untuk tetap berjalan tanpa melupakan tradisi. Slogan ini pun dikaitkan dengan kemajuan nasional negara akibat keseimbangan yang baik antara kedua elemen (Wakon Yosai dan tradisi Negara Jepang).

Setelah pengaruh slogan Wakon Yosai sukses memajukan modernisasi Jepang, tidak membuat masyarakat berhenti dengan slogan ini saja. Mereka kemudian membuat slogan yang serupa untuk memperoleh ilmu sebanyak- banyaknya, seperti Wakon Beisai ( 和 魂 米 才 ) (Semangat Jepang, Kemampuan/Ilmu Amerika), Wakon Mansai ( 和 魂 満 才 ) (Semangat Jepang, Semua Kemampuan/Ilmu), Mukon Musai (無魂無才) (Tidak Berjiwa/Semangat, Tidak Berkemampuan/Ilmu), Wakon Wasai ( 和 魂 和 才 ) (Semangat Jepang, Kemampuan/Ilmu Jepang).

Hal ini pun membuat para sarjana/ilmuan asing tertarik dengan slogan

Wakon Yosai dan Wakon lainnya. Sehingga mereka menjadikan Jepang sebagai

cerminan untuk belajar/memperoleh ilmu dengan mengadopsi slogan Wakon dan menciptakan slogan Wakon yang sesuai dengan lingkungan mereka, seperti

(33)

Yosai (中魂洋才)

(Semangat China, Kemampuan/Ilmu Jepang), Kankon Yosai (韓魂洋才) (Semangat Korea, Kemampuan/Ilmu Jepang), Kankon Wasai (韓魂和

才 )

(Semangat Korea, Kemampuan/Ilmu Barat), kemudian ada Kasai (Kemampuan/Ilmu kanada), dan lain sebagainya.

(34)

BAB III

PENGARUH WAKON YOSAI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT JEPANG

3.1 Makna dan Realitas Wakon Yosai Ditinjau Dari Novel “The Dancing Girl”

karangan Mori Ogai

3.1.1 Realitas Wakon Yosai

Cuplikan 1 :

Lima tahun telah berlalu sejak cita-cita yang lama kuidam-idamkan dapat terwujud, ketika aku menerima tugas untuk belajar ke Eropa.Sewaktu kapal yang kutumpangi berlabuh di Pelabuhan Saigon segala sesuatu yang kulihat dan kudengar tidak ada yang tidak baru. (Hal. 19)

Atas perhatian khusus atasan, aku ditugaskan berangkat ke Eropa untuk belajar segala sesuatu yang berkaitan dengan bidangku. (Hal.22)

Analisis :

Sebagai seorang sarjana yang sangat berprestasi di Jepang, Ota Toyotaro diberangkatkan ke Eropa untuk memperdalam ilmu yang berkaitan dengan bidangnya, yaitu ilmupolitik yang terlihat dalam kalimat “Atas perhatian khusus atasan, aku ditugaskan berangkat ke Eropa untuk belajar segala sesuatu yang berkaitan dengan bidangku”

Cuplikan ini menunjukkan salah satu usaha pemerintah Jepang dalam mendukung modernisasi dengan mengirimkan pelajar ke Eropa untuk memperoleh ilmu yang akan sangat berguna dalam usaha modernisasi di Jepang.

.

(35)

Cuplikan 2 :

Nah, karena mendapat izin dari pejabat yang berwenang, aku masuk Universitas Berlin dan kapan saja aku punya waktu luang aku boleh belajar ilmu politik.Setelah satu-dua bulan berlalu, karena secara umum pembicaraan persiapan sudah selesai dan pemeriksaan berjalan lancar, aku segera menulis laporan mengenai hal-hal penting dan mengirimkannya.Selebihnya kubuat catatan sendiri, yang akhirnya menjadi beberapa buku. (Hal. 23)

Analisis :

Seiring dengan perannya sebagai mahasiswa Universitas Berlin, Ota Toyotaro juga bertanggung jawab untuk membuat dan mengirimkan laporan- laporan penting tentang ilmu yang diperolehnya di Jerman, agar dengan segera dapat direalisasikan di Jepang yang sedang melakukan modernisasi. Selain itu, laporan-laporan tersebut juga didokumentasikan ke dalam buku-buku, yang kemudian diterbitkan, agar dapat dibaca juga oleh masyarakat umum pada masa itu, yang dapat dilihat pada kalimat

Cuplikan 3 :

“aku segera menulis laporan mengenai hal-hal penting dan mengirimkannya. Selebihnya kubuat catatan sendiri, yang akhirnya menjadi beberapa buku”.

Ada dari mereka yang menghina diriku karena aku tidak mau minum- minum dan bermain bilyar bersama mereka. (Hal. 25)

Aku pun tidak berkumpul dan bergaul dengan lebemann, para lelaki bertopi tinggi, berkacamata menjepit hidung, dan berbicara dengan logat sengau seperti bangsawan Prusia. (Hal. 26)

(36)

Analisis :

Ota tidak bergaul dengan para Lebemann (para lelaki yang suka hidup berfoya-foya), tidak suka minum-minum dan bermain bilyar pada masa ia menuntut ilmu di Jerman. Ia tidak peduli, apabila ada teman-teman sesama mahasiswa yang menganggap bahwa Ota tidak “gaul” dan kurang aktif, yang terlihat dari kalimat “Ada dari mereka yang menghina diriku karena aku tidak mau minum-minum dan bermain bilyar bersama mereka”, dan “Aku pun tidak berkumpul dan bergaul dengan lebemann”.

Sikap serius dan bertanggung jawab juga harus dimiliki oleh masyarakat Jepang yang sangat diperlukan dalam mendukung modernisasi.

Sebenarnya, di balik ketidak’gaul’annya itu, menunjukkan sikap Ota yang serius dalam menjalankan tanggung jawabnya sebagai pelajar, dan fokus terhadap tujuannya, yaitu mencari dan mempelajari ilmu baru dengan sebaik-baiknya. Karena pada saat itu, pemerintah Jepang sangat memerlukan pengetahuan yang dipelajari dari negara Barat dalam melakukan pembaharuan di negaranya.

Cuplikan 4 :

Ketika pihak kedutaan menyampaikan berita ini, yang dikatakan padaku adalah bahwa jika aku secepatnya kembali ke Jepang maka seluruh biaya ditanggung. Tetapi jika ingin tetap tinggal di Jerman maka aku tidak bisa lagi mengharapkan tunjangan pemerintah. (Hal. 31)

Analisis :

Ada pihak yang memfitnah Ota, yang menyatakan bahwa Ota tidak serius dalam menjalankan tugasnya untuk belajar.Berita ini sampai kepada pihak

(37)

kedutaan, sehingga pihak kedutaan menyuruh Ota agar segera pulang ke Jepang, dan tidak perlu lagi menjalankan beasiswa yang telah diperolehnya. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat

Sikap pihak kedutaan Jepang menunjukkan bahwa pemerintah Jepang benar- benar serius dalam hal pengiriman pelajar untuk mendukung modernisasi.

Apalagi Jepang pada saat itu memang sangat membutuhkan pengetahuan baru yang diperolaeh dari Negara-negara Barat untuk mendukung modernisasi sehingga, apabila diketahui ada pelajar yang dianggap tidak serius atau melalaikan tugasnya, maka akan segera ditarik kembali pulang ke Jepang, karena dianggap hanya akan menyia- nyiakan waktu dan biaya saja.

“Ketika pihak kedutaan menyampaikan berita ini, yang dikatakan padaku adalah bahwa jika aku secepatnya kembali ke Jepang maka seluruh biaya ditanggung”.

Cuplikan 5 :

Namun demikian di akhir ceritaku, ia berubah serius dan menasehatiku,

“Situasi seperti ini terjadi karena jiwa yang rapuh, dan tidak ada yang dapat diperbuat bagi kenyataan seperti ini. Tetapi sampai kapan seorang yang berbakat dan terpelajar selalu bergantung pada belas kasihan seorang gadis?Hidup harus memiliki tujuan”.Saat ini sepertinya Menteri Amakata hanya memerlukan kemahiranmu berbahasa Jerman. (Hal. 40)

Analisis :

Aizawa, sahabat Ota, menasehati Ota untuk menentukan pilihan, apakah Ota tetap tinggal di Jerman bersama kekasihnya Elise, ataukah pulang ke Jepang bersama Aizawa dan Menteri Amakata.

(38)

Setelah beasiswa Ota dilepas, ia bertahan hidup di Jerman dengan menumpang di rumah Elise. Sehingga Aizawa menekankan pada Ota untuk segera pulang ke Jepang, dan mengabdi kepada negara, serta untuk memulihkan nama baiknya yang rusak karena dianggap tidak mampu memanfaatkan beasiswa yang telah diberi pemerintah. Karena dengan pandai berbahasa Jerman saja, Ota sudah sangat membantu pemerintah Jepang untuk menterjemahkan artikel pentingyang datang dariJerman. Terlihat dalam kalimat

Selain itu, cuplikan di atas juga menyatakan bahwa jiwa yang rapuh akan menyebabkan seseorang menjadi lemah, sehingga tidak memiliki kekuatan dan keberanian untuk menentukan tujuan hidup, terlihat dalam “

“Tetapi sampai kapan seorang yang berbakat dan terpelajar selalu bergantung pada belas kasihan seorang gadis? Hidup harus memiliki tujuan.Saat ini sepertinya Menteri Amakata hanya memerlukan kemahiranmu berbahasa Jerman.”.

Situasi seperti ini terjadi karena jiwa yang rapuh, dan tidak ada yang dapat diperbuat bagi kenyataan seperti ini”. Dan tentu saja sikap seperti ini tidak dibutuhkan dalam modernisasi. Untuk menghadapi modernisasi dibutuhkan jiwa yang kuat, agar tidak terombang-ambing karena arus modernisasi.

Cuplikan 6 :

Sakitku sudah benar-benar sembuh.Berkali-kali aku memeluk Elis yang bagaikan mayat hidup dan mengucurkan air mata getir.Ketika berangkat menyertai menteri kembali ke Jepang, aku mebicarakan masalah ini dengan Aizawa, dan kepada Ibu Elis aku memberikan uang yang cukup untuk biaya hidup sederhana.Aku juga minta tolong untuk mengurus kelahiran anak yang

(39)

kutinggalkan dalam kandungan Elis, gadis kurang waras yang menyedihkan itu.(Hal. 51)

Analisis :

Karena Ota telah memutuskan untuk kembali ke Jepang dan meninggalkan Elise, membuat Elise shock dan akhirnya menderita penyakit paranoia akibat dihantam emosi berlebihan secara mendadak, sehingga jiwanya terganggu dan kemampuannya merosot seperti anak kecil, yang terlihat dalam kalimat “Berkali-kali aku memeluk Elis yang bagaikan mayat hidup dan mengucurkan air mata getir”

Terlihat jelas di sini bahwa, Ota Toyotaro rela mengubur kepentingan pribadi, yakni cintanya kepada Elise yang sedang hamil, demi kepentingan negara yang saat itu sangat membutuhkan tenaga-tenaga potensial untuk mendukung modernisasi seolah-olah tersedot oleh pusaranWakon Yosai.

.

Dapat dilihat bahwa realitas slogan Wakon Yosai diawalai dengan pengiriman besar-besaran sarjana ke luar negeri oleh pemerintah guna memperoleh ilmu sebanyak-banyaknya. Kemudian dari penokohan Ota Toyotaro menulis laporan-laporan dalam bentuk buku mengenai ilmu yang perolehnya kemudian menerjemahkannya ke dalam bahasa Jepang dan mengirimkannya kembali ke Jepang guna masyarakat yang berada didalam negeri dapat mempelajari ilmu yang tidak dapat diperoleh di Jepang. Tidak terhenti dengan bidang ilmu saja, ternyata Ota mempelajari banyak bidang ilmu di selah-selah waktunya.

(40)

3.1.2 Makna Wakon Yosai

Dari beberapa cuplikan dari kisah The Dancing Girl (maihime) karya Mori Ogai, dapat dilihat bahwa makna dari Wakon Yosai yang terdapat pada penokohan Ota Toyotaro adalah sebuah jiwa yang teguh dan setia terhadap negaranya walau diuji dengan masalah pribadi sekalipun. Jika di lihat dari sosok Ota yang pintar, tidak akan sulit untuk bangkit dari awal merintis karirnya di Jerman dan memilih Elise dan hidup berbahagia. Namun, Ota tidak memilih kesempatan tersebut, ia berfikir bahwa inilah saat yang tepat untuk membuktikan bahwa dirinya berbakti kepada negara, dimana Jepang yang sedang berjalan menuju modernisasi sangat membutuhkan tenaga potensial untuk melakukan suatu perubahan.

Kemudian pada penokohan Ota juga terlihat bahwa semangat dalam memperoleh ilmu, bertanggung jawab dan konsisten terhadap tujuannya dilihat dari beberapa cuplikan diatas bahwa Ota menolak untuk minum-minum, berfoya-foya, dan lain sebagainya.

3.2 Pengaruh Wakon Yosai Dalam Kehidupan Masyarakat Jepang

Pada zaman Meiji, dimulailah untuk pertama kalinya upaya modernisasi yang dilakukan bangsa Jepang. Oleh karena itu, zaman Meiji disebut juga sebagai

“Zaman Pencerahan”. Modernisasi yang dilakukan oleh bangsa Jepang pada zaman Meiji di antaranya melalui pengadopsian dan penerapan ilmu pengetahuan, teknologi, pemikiran dan kebudayaan Barat dalam berbagai sektor kehidupan di Jepang. yang menjadi dasar dari kemodernan Jepang adalah adanya perubahan pola pikir dalam masyarakatnya. Pikiran-pikiran yang kolot dan cenderung

(41)

irasional digantikan dengan pikiran rasional. Namun uniknya, karakter dan budaya asli Jepang tidak tergerus dan tergantikan.

Tetapi, tidak selamanya tindakan pengadopsian dan penerapan segala hal yang berhubungan dengan Barat itu merupakan sebuah proses modernisasi.

Tindakan tersebut terkadang juga menjadi sebuah hal negatif yang mengancam jati diri dan kepribadian sebuah bangsa. Edward Seidensticker menyebutnya kehidupan ganda (the double life). Seidensticker juga menyatakan bahwa kehidupan ganda tersebut sesungguhnya merupakan sebuah ketidaknyamanan, bahkan sebuah siksaan yang mengarah kepada sebuah krisis identitas.

Pengadopsian dan penerapan segala hal yang yang berhubungan dengan Barat di segala sektor kehidupan terkadang berbenturan dengan nilai-nilai dan jati diri bangsa dan bahkan dapat mengakibatkan sebuah kecendrungan sikap pengagungan terhadap Barat, yang disebut dengan westernisasi.

Maka dari itulah slogan Wakon Yosai yang semula adalah usaha untuk mengadopsi, mengadaptasi dan membuat inovasi memiliki makna tambahan yaitu sebagai solusi masyarakat Jepang yang ketika itu mengalami krisis identitas akibat derasnya pengaruh Barat dengan cara memodifikasi atau melakukan akuluturasi budaya yang sesuai dengan Jepang.

3.2.1 Wakon Yosai dalam Politik

Ide demokrasi mulai disebarkan melalui gagasan politik yang dikenal dengan nama Jiyu Minken Undo (Gerakan Untuk Hak-hak Demokrasi). Beberapa Samurai tua mulai mengganggu di beberapa daerah. Mereka berpendapat bahwa kekuatan militer tidak dapat merobohkan pemerintahan, sehingga mereka

(42)

dengan alasan bahwa kemerdekaan nasional itu berarti pemerintah harus memenuhi keinginan rakyat dengan cara tanggap terhadap pendapat umum dan berusaha memperkuat bangsa. Tujuan utama gerakan ini ialah untuk menuntut diadakannya Dewan Perwakilan Rakyat yang dipilih, karena pemerintahan yang berlaku pada saat itu adalah monopoli kekuasaan oleh para bekas Samurai dari beberapa Han saja, yaitu Satsuma dan Chosu. Hal ini sama sekali tidak mencerminkan keinginan rakyat.

Susunan pemerintahan kemudian diperbaharui menurut pola Jerman.

Perdana Menteri bertanggung jawab atas seluruh politik pemerintahan serta kedudukan Tenno diperkuat. Dalam Undang-Undang ditegaskan bahwa Tenno merupakan sumber semua kekuasaan dan semua Undang-Undang harus mendapat persetujuan dan diumumkan oleh Tenno.

Pada tahun1890 pemerintah berhasil membuat Dai Nippon Teikoku Kenpo (Undang-Undang Negara Kekaisaran Jepang Raya). Dalam Undang-Undang tersebut ditetapkan bahwa kabinet merupakan badan yang bertanggung jawab kepada Tenno. Anggota Majelis Rendah dipilih oleh seluruh rakyat yang telah berumur 20 tahun. Dengan demikian rakyat dapat turut ambil bagian dalam menentukan jalannya politik pemerintah.

3.2.1 Wakon Yosai dalam Teknologi

Perkembangan teknologi Jepang sudah berlangsung lama dan semakin menunjukkan jati diri mereka di kancah internasional. Teknologi berawal dari sains dan ilmu pengetahuan yang mana Jepang dapatkan melalui usaha kerasnya mempelajari ilmu pengetahuan negara-negara barat. Jepang tidak main-main

(43)

selama hampir 3 abad. Modernisasi yang dilakukan Jepang tidak semata-mata berjalan dengan lancar, dibalik perubahan besarnya itu negeri sakura ini mengalami konflik intern, namun tidak membuatnya lantas pesimis dan menyerah.

Dalam melakukan perubahan besar-besaran pastinya ada dampak dan resiko tersendiri, namun Jepang membuat dunia tercengang dan terpana akan kemajuan yang sangat luar biasa itu.

Ketakjuban mengenai Jepang tidak tertuju pada teknologinya saja yang semakin canggih dan banyak diekspor ke berbagai negara, namun struktur masyarakat dan kebudayaannya juga patut diacungkan jempol. Tidak hanya berhasil memodernisasi teknologinya, namun Jepang juga berhasil memutuskan kelas-kelas sosial yang menghambat proses modernisasinya dan ia juga berhasil menjaga keutuhan budaya yang melekat sedari dulu.

Seperti mencontoh dari Perancis dan inggris untuk Angkatan Laut, Jerman untuk Angkatan Daratnya, dan Jepang berhasil memodernisasikan Angkatan Perangnya.Jepang juga menjadi negara pertama di Asia yang mampu memiliki industri besi dan baja, mampu membuat kapal tenaga uap dan listrik dengan kontruksi baja dan lainnya. Hal ini lah yang membuat Jepang berada di posisi 5 besar dunia di akhir abad 19.

3.2.2 Wakon Yosai dalam Ekonomi

Dalam usaha meningkatkan industri swasta, pemerintah membangun industri- industri baru melalui pabrik percontohan yang pada mulanya dibiayai dan dikelola dengan modal pemerintah. Untuk menciptakan peluang pengembangan industri dan mendorong para Samurai memasuki lapangan bisnis,

(44)

pemerintah juga membuat kebijaksanaan pendirian perusahaan-perusahaan pemerintah dan penciptaan kesempatan kerja. Pusat penelitian, laboratorium dan sekolah banyak didirikan untuk melatih, membantu dan mendukung berbagai industri. Setelah industri-industri tersebut terorganisasikan dengan rapi dan usahanya berjalan dengan baik, secara bertahap pemerintah akan menjualnya kepada perusahaan swasta dengan harga yang murah. Hal ini pun ditujukan untuk merangsang pertumbuhan industri dan mendorong para Samurai untuk memasuki lapangan bisnis.

Karena kurangnya pengalaman dan tidak hadirnya modal asing, maka pertumbuhan perekonomian Jepang berjalan sangat lambat, tidak sesuai dengan yang diharapkan. Walaupun begitu usaha mencari pinjaman luar negeri dilakukan hanya kepada Inggris, dan penanaman modal asing dibatasi, karena orang Jepang tidak menghendaki sebagian besar ekonominya dikuasai orang asing. Sebaliknya bantuan teknik asing dibuka seluas-luasnya. Pemerintah banyak mendatangkan teknisi dari luar negeri dan mengirimkan mahasiswa ke luar negeri untuk mempelajari dan mengamati perkembangan teknologi Barat.

Dalam usahanya mendirikan dan membangun perusahaan tersebut, pemerintah banyak menggunakan peralatan dan teknologi Barat. Para industriawan mengimpor pabrik tekstil lengkap dari Perancis dan mendatangkan teknisi-teknisi Perancis untuk memasang peralatan dan mengajar para pekerja Jepang bagaimana cara menjalankan peralatan tersebut.

Bersamaan dengan modernisasi ekonomi, untuk menunjang kemajuan perindustrian, pemerintah menciptakan sistem perbankan modern. Pada tahun 1873, didirikan Bank Nasional dengan mencontoh Amerika. Penataan kembali

(45)

sistem keuangan nasional dilakukan secara mendasar dengan mencontoh model Eropa. Pada tahun 1899, disusun Undang-Undang Perbankan dan Bank Sentral Jepang didirikan, untuk lebih mendorong pertumbuhan ekonomi.

Untuk memodali perdagangan dan membantu eksportir Jepang dalam persaingan dengan orang-orang asing, pemerintah mendirikan Bank Spacie Yokohama sebagai bank utama untuk pertukaran luar negeri. Bank Hipotik Jepang (Nihon Kangyo Ginko) menyediakan pula pinjaman jangka panjang untuk membantu perkembangan industri.

Kemudian pada abad ke-18 Jepang melakukan eksploitasi hutan yang bertujuan untuk mengumpulkan kayu dari hutan alam telah tergantikan oleh hutan buatan yang senantiasa terus menerus menghasilkan kayu. Setelah restorasi Meiji tahun 1968, lahan hutan dibagi menjadi milik swasta dan pemerintah. Hutan nasional luasnya kira-kira 7,3 juta hektar dari total hutan Jepang, dan sisanya dimiliki oleh pemerintah lokal. Luas hutan swasta meliputi 56 % dari total hutan.

Sebagai hasilnya Jepang menempati urutan yang tinggi di kalangan negara-negara penghasil kayu dunia, walaupun hasilnya tidak sampai memenuhi setengah dari kebutuhannya sendiri yang sangat memerlukan pulp (bubur kayu) yang berguna untuk industri dan perumahan swasta.

Laut yang mengelilingi Jepang juga merupakan kekayaan ekonomi yang pokok bagi Jepang. Lautan adalah sumber pengadaan yang pokok untuk protein ikan dan juga ganggang laut yang kaya vitamin yang banyak sekali digunakan oleh orang Jepang dalam masakannya.

Pembudidayaan hasil laut dilakukan untuk meningkatkan industri perikanan Jepang. Negara ini telah lama melakukan pembiakan ikan, tiram, dan

(46)

ganggang laut. Dan sejumlah besar pusat ternak ikan dan kerang-kerangan telah berdiri di sepanjang pantai Jepang, dimana spesies ikan dan kerang-kerangan tertentu dikembangbiakkan dengan teknologi yang kemudian di lepas ke laut sampai ukuran tertentu yang cocok untuk dipanen.

Bangsa Jepang sangat sadar bahwa sumber daya alam di negerinya sangat terbatas, maka orang Jepang menitikberatkan perkembangan industrinya kepada keterampilan dan keahlian tenaga manusia membuat barang-barang untuk diekspor dari bahan-bahan baku yang mereka impor.

Dengan prinsip Wakon Yosai itulah masyarakat dapat belajar dengan melihat kemajuan barat dan mengoptimalkan kemampuan pada diri sendiri, inilah yang disebut dengan jiwa Wakon Yosai. Dengan adanya keterbatasan membuat masyarakat Jepang berfikir bahwa belajar adalah usaha untuk mendapatkan solusi.

Maka dari itu, sejak dulu kala pendidikan (termasuk pendidikan pada diri pribadi) dilakukan dengan giat karena pendidikan memperoleh tempat penting dalam kehidupan bangsa.

3.2.3 Wakon Yosai dalam Sosial Budaya

Pengaruh Barat dapat dilihat dengan jelas dari penampilan banyak individu. Pada masa itu, pakaian bergaya Barat menjadi begitu populer. Pria memakai jas, mantel atau tuxedo. Wanita memakai kimono yang diberikan sentuhan gaya atau aksesoris yang bergaya Barat, bahkan mereka juga mengenakan gaun pada beberapa kesempatan tertentu. Aksesoris seperti arloji dan payung digunakan oleh banyak orang. Sepatu juga menjadi semakin banyak dikenakan oleh banyak orang. Potongan rambut yang populer pada masa itu

(47)

pada 1869 di Ginza. Nilai-nilai etiket atau tata krama yang berasal dari tingkah laku orang-orang Eropa juga mulai diterapkan dan disebarluaskan melalui buku.

Tindakan ini disusul dengan penghapusan beberapa kebiasaan tradisional yang sudah lapuk. Sebagai gantinya mereka meniru berbagai cara dan kebiasaan Barat tersebut. sehingga pakaian kerja orang Jepang yang sejak dulu terdiri dari dua potong, kini diganti dengan pakaian kerja ala Eropa yang dapat dikatakan lebih praktis, menarik dan sesuai untuk diterapkan dalam kehidupan sehari- hari.Yang pertama-tama memakai pakaian ala Eropa ini ialah para serdadu, karena sejak akhir zaman Bakufu, mereka sering mengadakan latihan dan memerlukan pakaian yang lebih praktis.

Sejak awal di era Meiji pegawai pemerintah pun mulai memakai pakaian Eropa, kemudian Kaisar dan para pembantunya secara resmi berpakaian ala Eropa.

Selanjutnya pemerintah menetapkan undang-undang bahwa pangkat, topi maupun pakaian seragam digunakan kostum ala Eropa. Pakaian buruh dan pakaian resmi pun pada akhirnya diganti dengan pakaian Eropa.

Kemudian bangunan-bangunan banyak dibangun dengan menerapkan gaya arsitektur Barat. Untuk menghindari kebakaran yang sering terjadi, bahan dasar bangunan yang biasa menggunakan kayu kemudian diganti dengan batu bata.

Pembangunan tata kotanya juga diatur sedemikian rupa agar terlihat seperti kota- kota di negara-negara Barat. Daimaru atau Mitsukoshi adalah department store yang menjadi salah satu pusat kegiatan perdagangan. Daerah Ginza menjadi tempat pusat hiburan, aktivitas kesenian, bahkan perdagangan. Pada tahun 1868 didirikan hotel Tsukiji di Tokyo yang merupakan hotel pertama yang arsitekturnya meniru Eropa. Pada tahun 1874 didirikan pusat pertokoan bertingkat

(48)

dua yang dinamakan Renga Zukuri di Ginza. Selanjutnya banyak didirikan bangunan yang meniru gaya arsitektur Eropa.

Masakan Barat atau bahan makanan yang berasal dari negara-negara Barat-pun menjadi banyak dikonsumsi oleh masyarakat Jepang. Daging yang tadinya dilarang untuk dikonsumsi menurut ajaran Budha, tapi demi pertimbangan kesehatan bagi pasukan militer Jepang, akhirnya diperbolehkan untuk dikonsumsi.

Kemudian mulai diperkenalkanlah “dansa” pada masyarakat. Dansa pada waktu itu juga menjadi seperti ajang untuk bersosialisasi. Pada tahun 1883, dibuka sebuah gedung pertemuan bernama Rokumeikan sebagai tempat untuk dansa dan bersosialisasi. Rokumeikan menjadi simbol westernisasi dan kehidupan kosmopolitan zaman Meiji. Mulai tahun 1884, dansa mulai serius dipelajari dan banyak tempat-tempat kursus dansa dibuka.

Dalam hal ini dapat dlihat bahwa untuk mempercepat modernisasi kehidupan nasional, secara serentak pemerintah mengambil langkah-langkah positif untuk mendorong adat kebiasaan Barat, terutama yang mendorong kemajuan. Karena pengaruh kebudayaan dan teknologi Barat, banyak terjadi perubahan nyata dalam kehidupan masyarakat Jepang. Berbagai seni mengalami perubahan, setiap gerak langkah dan kemajuan disesuaikan dengan paham Barat yang merupakan gejala perkembangan masyarakat. Dengan adanya pengaruh Barat diadakan modifikasi dalam adat kebiasaan yang tidak sesuai dengan adat kebiasaan Barat. Ini lah yang dikatakan jiwa Wakon Yosai, masyarakat menyerap ilmu barat kemudian mengadopsinya lalu disesuaikan dengan kemampuan/lingkungan Jepang.

(49)

3.3 Hasil Analisis Wakon Yosai Dewasa Ini

Dewasa ini, diakui atau tidak, Jepang adalah salah satu negara adi daya dalam bidang ekonomi, industri, keuangan, dan teknologi. Bahkan boleh dikatakan, tidaklah berlebihan bila negara ini juga dianggap memiliki kekuatan militer terbesar dalam masyarakat dunia internasional. Dengan kekuatan tersebut, Jepang akan mampu mempengaruhi kondisi dan situasi dari lingkungannya, tidak saja negara tetangga, tapi juga kawasan, baik yang dekat, maupun yang jauh. Apa yang dicapai Jepang menjadi sesuatu yang diimpikan oleh negara lain; dia menjadi simbol bagi suatu negara yang ingin membangun perekonomian nasionalnya; Jepang mempunyai daya tarik yang sangat kuat bagi negara yang ingin kebudayaan nasionalnya tidak punah akibat pengaruh luar.

Hal ini dikarenakan masyarakat Jepang menciptakan sebuah persamaan persepsi dari seluruh lapisan masyarakat bangsanya dalam melihat apa yang terbaik bagi mereka. Kesamaan persepsi ini terlihat dalam kebijakan yang diambil oleh negarawan Meiji ketika merumuskan kebijakan nasionalnya pada tahun 1868 yaitu melalui slogan Wakon Yosai (semangat Jepang, Kemampuan Barat).

Peran slogan Wakon Yosai ternyata tidak berhenti di masa lalu saja, tetapi saat ini pun dapat dilihat bahwa masyarakat masih menggunakannya dalam membuat Jepang yang lebih baik lagi. Slogan Wakon Yosai mempunyai 2 makna dalam penerapannya, yaitu sebagai alat yang digunakan dalam memperoleh ilmu dengan menggabungkannya dengan mentalitas/lingkungan Jepang dan sebagai tameng untuk menjaga tradisi serta identitas diri masyarakat Jepang. Hal ini dapat dilihat banyaknya inovasi yang tercermin dari teknologi barat seperti robot,

Harajuku style, menjamurnya gedung-gedung bertingkat, munculnya Anime dan

(50)

Manga yang kemudian dijadikan kebijakan politik luar negeri Jepang yang dikukuhkan dalam Diplomatic Bluebook Japan dengan program Cool Japan, menguatnya perusahaan Jepang di belahan dunia.

1) Pembangunan Gedung-Gedung Bertingkat

Menjamurnya bangunan-bangunan yang dibangun dengan menerapkan gaya arsitektur barat. Jika kita mengunjungi Jepang, maka kita akan menjumpai berbagai gedung bertingkat layaknya yang kita jumpai pada berbagai negara maju di Barat. Namun, di Jepang masih banyak bangunan tradisional yang dapat dijumpai dengan fungsi dan keadaan alam yang sama seperti dahulu. Hal ini lah yang membedakan kondisi lingkungan di negara Barat dengan Jepang. Walau sudah meniru semua model bangunan seperti di negara Barat, Jepang masih menjaga kelestarian alam dan budayanya.

2) Gaya Berpakaian Harajuku Style

Pengaruh Slogan Wakon Yosai tidak hanya dapat dilihat dari berbagai pembangunan yang ada di Jepang. Salah satu pengaruh yang juga dapat kita lihat adalah dari gaya berpakaian para remaja putri di Jepang. Belakangan ini muncul tren bagi remaja putri di Jepang untuk memakai pakaian serba ditumpuk-tumpuk, serba terbuka, dan tabrak motif serta warna. Gaya berpakaian seperti ini sangat dipengaruhi oleh tren dunia Barat, yang kemudian dicontoh oleh remaja-remaja putri Jepang melalui berbagai majalah mode. Harajuku (原宿) sendiri adalah sebutan populer untuk kawasan di sekitar Stasiun JR Harajuku, Distrik Shibuya, Tokyo. Kawasan ini terkenal sebagai tempat anak-anak muda berkumpul.

(51)

3) Manga dan Anime a. Anime

Anime ( アニ メ ) adalah animasi khas Jepang, yang biasanya dicirikan

melalui gambar-gambar berwarna-warni yang menampilkan tokoh-tokoh dalam berbagai macam lokasi dan cerita, yang ditujukan pada beragam jenis penonton.

Anime dipengaruhi gaya gambar Manga, komik khas Jepang. Kata Anime tampil dalam bentuk tulisan dalam tiga karakter katakana a, ni, me ( ア ニ メ ) yang merupakan bahasa serapan dari bahasa Inggris "Animation" dan diucapkan sebagai "Anime-shon".

b. Manga

Manga ( 漫 画 ) (baca: man-ga, atau ma-ng-ga) merupakan kata komik

dalam bahasa Jepang; di luar Jepang, kata tersebut digunakan khusus untuk membicarakan tentang komik Jepang. Mangaka (漫画家) (baca: man-ga-ka, atau ma-ng-ga-ka) adalah orang yang menggambar Manga. Perbedaan mendasar antara sebutan manga dan komik adalah pembedaan pengelompokan, di mana Manga lebih terfokus kepada komik-komik Jepang (kadang juga termasuk Asia), dan komik lebih kepada komik komik buatan Eropa/Barat.

4) Musik

J-Pop (singkatan dari Japanese pop) adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada musik populer Jepang. Contoh aliran musik yang termasuk J-pop adalah pop, rock, soul, rap, jazz. Selain J-pop, masih adalah istilah lainnya seperti

"J-Rap", "J-Rock", yang merujuk kepada sejenis aliran musik Jepang secara

Referensi

Dokumen terkait

Terkait adanya budaya bersih bagi Masyarakat Jepang merupakan hal menarik, karena negara Jepang salah satu negara yang menjunjung tinggi nilai kebersihan dan

Pada saat itu mobil-mobil asal Italia yang mewah dan mahal dihias sedemikian rupa untuk menambah nilai keindahannya.Menjadi hiburan tersendiri bagi masyarakat Jepang