• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEHIDUPAN PENGANGGURAN DI JEPANG NIHON NI SHITSUGYOU NO SEIKATSU SKRIPSI. Skripsi ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KEHIDUPAN PENGANGGURAN DI JEPANG NIHON NI SHITSUGYOU NO SEIKATSU SKRIPSI. Skripsi ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

KEHIDUPAN PENGANGGURAN DI JEPANG

NIHON NI SHITSUGYOU NO SEIKATSU

SKRIPSI

Skripsi ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat

Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh:

ANNISA AMALIA 120708022

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016

(2)

KEHIDUPAN PENGANGGURAN DI JEPANG

NIHON NI SHITSUGYOU NO SEIKATSU

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana

dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Pembimbing I

Adriana Hasibuan, S.S, M.Hum NIP. 196207271987032005

Pembimbing II

Drs. Amin Sihombing NIP. 196004031991031001

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016

(3)

Disetujui Oleh

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Medan, Oktober 2016 Departemen Sastra Jepang Ketua,

Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum NIP: 19600919 198803 1 001

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberikan rahmat beserta karunianya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “Kehidupan Pengangguran di Jepang”, disusun untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar kesarjanaan Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses pengerjaan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan, dan kesalahan di berbagai sisi baik itu dalam hal tulisan, tata bahasa maupun proses analisisnya yang terdapat didalamnya. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi skripsi ini sehingga skripsi ini lebih bermanfaat dan lebih sempurna kedepannya.

Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih, penghargaan, dan penghormatan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku Ketua Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang selalu memberikan waktu, tenaga serta pemikiran dalam membimbing, mengarahkan serta memberikan saran-saran kepada penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini hingga selesai.

3. Ibu Adriana Hasibuan, S.S, M.Hum, selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam memberikan saran-saran serta

(5)

memberi perhatian penuh untuk membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Amin Sihombing, selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan membuat skripsi saya menjadi lebih sempurna.

5. Seluruh Staf Pengajar Jurusan Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik penulis selama duduk di bangku perkuliahan.

6. Terima Kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibunda tercinta Erni Djuldjun dan Ayahanda tersayang Djumadi yang selalu mendukung, mendorong, memberikan nasihat, dan memotivasi penulis untuk menyelasaikan skripsi ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini nantinya dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca dan pengguna skripsi ini khususnya mahasiswa Sastra Jepang lainnya.

Penulis berharap dengan membaca skripsi ini akan menumbuhkan minat membaca khususnya membaca karya sastra lainnya.

Medan, Oktober 2016 Penulis

ANNISA AMALIA (120708022)

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 4

1.3.Ruang Lingkup Pembahasan ... 5

1.4.Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 5

1.5.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

1.6.Metode Penelitian... 10

BAB II KEHIDUPAN PENGANGGURAN DI JEPANG 2.1.Pengertian Pengangguran ... 11

2.2.Jenis-Jenis Pengangguran... 13

2.3.Populasi Pengangguran di Jepang ... 23

BAB III USAHA PEMERINTAH MENGHADAPI PENGANGGURAN 3.1.Tindakan Pemerintah ... 33

3.1.1. Reformasi Sistem Kerja dan Sumber Daya Manusia ... 33

3.1.2. Perubahan Kebijakan Kerja... 34

3.1.3. Meningkatkan Fungsi Pencocokan ... 34

(7)

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1.Kesimpulan ... 40 4.2.Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ABSTRAK

(8)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian, karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.

Dalam konteks kenegaraan, negara kelas tiga atau biasanya dikenal dengan negara berkembang dengan jumlah penduduk yang banyak memiliki permasalahan pengangguran dan dianggap suatu hal yang lumrah. Namun berbeda halnya jika yang mengalami masalah pengangguran adalah negara maju seperti negara Jepang yang memiliki peringkat perekonomian terbesar kedua didunia setelah negara Amerika Serikat. Muncul banyak pertanyaan negara maju seperti negara Jepang dengan kapitalisasi bursa saham dan industri manufaktur juga mengalami permasalahan pengangguran.

Yang melatarbelakangi terjadinya pengangguran dinegara matahari terbit ini adalah birokrasi atau persyaratan perusahaan yang tak terpenuhi calon pekerja, ketidaksesuaian antara pekerjaan dengan bakat, atau hobi pada calon pekerja.

(9)

Dapat dipastikan bahwa pengangguran yang terjadi akan membawa dampak pada aspek (sektor) lainnya. Aspek-aspek yang akan terkena langsung adalah seperti kesehatan dan pendidikan. Karenanya sebagian beban biaya pendidikan dan kesehatan harus ditanggung (bahkan merupakan kewajiban) pemerintah. Bila pengangguran tersebut berlangsung cukup lama, maka kemiskinan absolut bahkan kelaparan bisa terjadi. Dampak lain dari pengangguran diantaranya adalah ketimpangan sosial, kecemburuan sosial, meningkatnya budget pemerintah untuk sektor pendidikan dan kesehatan, meningkatnya kriminalitas, dan lain-lain.

Pengangguran di Jepang juga memiliki dampak sosioekonomi.

Sebelumnya perlu dijelaskan arti dari kata sosioekonomi. Kata sosioekonomi berasal dari kata sosiologi dan ekonomi. Sosioekonomi merupakan kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompok masyarakat yang ditentukan oleh jenis aktifitas ekonomi, pendidikan, serta pendapatan. Keterkaitan dampak sosioekonomi terhadap pengangguran tentu sangatlah erat. Dari semua dampak sosioekonomi tersebut, akan tampak bagaimana seseorang akan menjadi dan mengalami pengangguran. Misalnya, seseorang dengan pendidikan yang tinggi, mungkin akan kecil kemungkinannya menjadi seorang pengangguran dibandingkan dengan seorang yang tak memiliki kependidikan. Dengan kurangnya pendidikan seorang tersebut akibat dari kondisi sosioekonomi yang tak memungkinkan, menyebabkan sulit dalam mencari pekerjaan dan pada akhirnya menyandang status sebagai pengangguran. Pengangguran inilah akan menimbulkan kemiskinan yang merupakan suatu masalah sosial dimana

(10)

kemiskinan sangat mempengaruhi kondisi ekonomi para pengangguran. Karena itu juga angka pengangguran dan kemiskinan berjalan beriringan.

Pada umumnya pengangguran sebagai pangkal penyebab masalah sosial ekonomi. Hilangnya pekerjaan seseorang akan menghambat untuk melangsungkan kehidupan orang itu sendiri, sehingga akan memicu terjadinya kemiskinan yang sangat berpengaruh terhadap lingkungan hidup yang pada akhirnya akan merusak lingkungan itu sendiri seperti yang dilakukan para homeless demi memiliki tempat tinggal sebagai perlindungan.

Pengangguran juga dikaitkan dengan tingkat peningkatan masalah kesehatan mental dan fisik. Karena pengangguran dapat berkontribusi terhadap harapan hidup seseorang menjadi berkurang. Dampak sosioekonomi masyarakat Jepang membuat pemerintah Jepang ikut terlibat dalam menangani kasus seperti kemiskinan, kelaparan, homeless, hingga bunuh diri.

Dari sekian banyaknya dampak-dampak pengangguran membuat pemerintah harus memainkan perannya dalam mengatasi masalah pengangguran.

Seperti menyediakan lowongan pekerjaan, meningkatkan taraf kemakuran masyarakat, mewujudkan kestabilan ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi, membuat kebijakan fiskal, dan kebijakan moneter.

Oleh karena itu, pemerintah Jepang melihat seperti sektor pertanian sebagai salah satu dari beberapa industri yang bisa menghasilkan pekerjaan.

Pemerintah juga mengalokasikan dana untuk mengirim para pengangguran baik usia produktif maupun sudah tidak produktif lagi dalam program pelatihan kerja baik disektor pertanian, kehutanan, maupun perikanan, mengingat tiga sektor

(11)

tersebut adalah sektor yang sangat menjanjikan dalam sebuah karir. (Fackler, 2010, http://www.nytimes.com/2010/04/22/world/asia/22poverty.html).

Selain itu faktor-faktor pengangguran di Jepang juga disebutkan dalam beberapa istilah antara lain NEET (Not Employment, Education, and Training), SNEPs (Solitary Non-Employment Persons), Furiitaa, homeless, pengemis, dan lain-lain.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis bermaksud meneliti pengangguran yang terjadi di Jepang, melalui skripsi yang berjudul "Kehidupan Pengangguran yang Terjadi di Jepang Dewasa Ini".

1.2. Perumusan Masalah

Meskipun negara Jepang merupakan negara yang memiliki perekonomian terbesar kedua didunia, namun tidak menutup kemungkinan negara Jepang tidak memiliki pengangguran. Pengangguran membawa dampak yang cukup besar bagi masyarakat Jepang itu sendiri. Sampai saat ini pemerintahan Jepang masih mencari solusi untuk mengurangi angka pengangguran di Jepang. Oleh karena itu penulis merumuskan masalah berdasarkan uraian latar belakang, antara lain:

1. Faktor- faktor apa saja yang menyebabkan pengangguran di Jepang?

2. Upaya apa yang dilakukan pemerintah dalam menangani pengangguran di Jepang?

(12)

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan

Agar masalah yang akan dibahas lebih terarah, penulis membatasi ruang lingkup pembahasan, sehingga dapat memudahkan dalam menganalisa topik permasalahan.

Didalam penelitian ini, pembahasan akan difokuskan pada kehidupan pengangguran yang terjadi di Jepang saat ini. Serta dikemukakan juga tentang pengertian pengangguran, kegiatan sehari-hari para penganggur, dan faktor-faktor terjadinya pengangguran dalam masyarakat Jepang.

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1. Tinjauan Pustaka

Salah satu hal yang melatarbelakangi terjadinya pengangguran yaitu karyawan yang tidak memenuhi ekspektasi perusahaan alias kinerja yang kurang maksimal membuat karyawan tersebut akan diberhentikan dari pekerjaannya, sehingga menyandang status menjadi seorang pengangguran.

Dilihat dari angka pengangguran suatu negara, Jepang tergolong negara yang memiliki tingkat pengangguran yang rendah. Pengangguran secara ekonomi menurut para ahli dalam (http://www.materiakuntansi.com/pengertian- pengangguran-menurut-para-ahli-ekonomi/) ialah orang yang berada pada usia kerja, tidak bekerja, dan sedang mencari kerja. Pengangguran adalah orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapat pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang

(13)

mampu menyerapnya. Pengangguran sering sekali menjadi masalah dalam perekonomian, karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.

Isu pengangguran selalu menarik untuk dicermati baik oleh pemerintah maupun peneliti, karena pengangguran berkaitan dengan masalah kesejahteraan penduduk. Asumsinya adalah penduduk yang tidak memiliki pendapatan untuk menopang kehidupan mereka sehari-hari. Oleh karena itu isu mengenai pengangguran menjadi jargon politik oleh pemerintah dan parlemen. Dalam program pembangunan, masalah pengangguran mendapat prioritas untuk dijalankan. Pemerintah berusaha membuat kebijakan untuk menyediakan lapangan kerja terutama untuk kelompok penduduk muda, menurut (Hatmadji dkk, 2004:417).

(Nanga, 2001:249) menyatakan pengangguran dapat dibedakan menjadi pengangguran terbuka dan terselubung. Pengangguran terbuka adalah suatu keadaan dimana seorang yang tergolong dalam kategori angkatan kerja (labor force) tidak memiliki pekerjaan dan secara aktif sedang mencari pekerjaan.

Pengangguran terselubung (setengah pengangguran) adalah suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam kategori angkatan kerja (labor force), bekerja dengan jumlah jam kerja dibawah jam kerja normal (batas kerja normal adalah 35 jam perminggu) atau seseorang yang bekerja memenuhi jam kerja normal, namun memiliki penghasilan yang dibawah standar atau ada ketidaksesuaian antara latar belakang pendidikan dengan jenis pekerjaan yang ditekuni.

(14)

Jenis pengangguran terbuka (open unemployment) menurut Dinas Nakertrans dengan BPS Provinsi DKI Jakarta (2007) adalah angkatan kerja yang:

Mencari pekerjaan, ialah orang yang tidak bekerja dan sedang mencari pekerjaan, atau orang yang belum pernah atau sudah pernah bekerja karena sesuatu hal berhenti atau diberhentikan dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan.

Mempersiapkan usaha, ialah orang yang tidak bekerja, sedang melakukan persiapan suatu usaha yang baru, yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan atas resiko sendiri, baik dengan atau tanpa mempekerjakan pekerja seperti mengumpulkan modal atau perlengkapan, mencari lokasi, mengurus surat ijin usaha, dan sebagainya.

Tidak mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan. Sudah memiliki pekerjaan, tetapi belum mulai bekerja.

Dari jenis-jenis pengangguran diatas, negara Jepang dikategorikan dalam jenis pengangguran alamiah (Natural Unemployment). Dikarenakan dari tingkat kestabilan inflasi. Tentu pengaruh inflasi sangat berdampak terhadap pengangguran. Dalam jangka pendek, kenaikan tingkat inflasi. menunjukkan pertumbuhan perekonomian, namun dalam jangka panjang, tingkat inflasi yang tinggi dapat memberikan dampak yang buruk. Tingginya tingkat inflasi menyebabkan harga barang domestik relatif lebih mahal dibanding dengan harga barang impor.

Masyarakat terdorong untuk membeli barang impor yang relatif murah.

Harga yang lebih mahal menyebabkan turunnya daya saing barang domestik di pasar internasional. Hal ini berdampak pada nilai ekspor cenderung turun, sebaliknya nilai impor cenderung naik.

(15)

Kurang bersaingnya harga barang jasa domestik menyebabkan rendahnya permintaan terhadap produk dalam negeri. Produksi menjadi dikurangi. Sejumlah pengusaha akan mengurangi produksi. Produksi berkurang akan menyebabkan sejumlah pekerja kehilangan pekerjaan.

1.4.2. Kerangka Teori

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan fenomenologi.

Fenomenologi (Inggris: Phenomenology) berasal dai bahasa Yunani:

Phainomenon dan logos. Phainomenon berarti tampak dan logos berarti kata, ucapan, rasio, pertimbangan. Dengan demikian, fenomenologi secara umum dapat diartikan sebagai kajian terhadap fenomena atau apa-apa yang nampak. Dalam arti luas, fenomenologi berarti ilmu tentang gejala-gejala atau apa saja yang tampak.

Dalam arti sempit, ilmu tentang gejala-gejala yang menampakkan diri pada kesadaran kita. Jadi, fenomenologi mempelajari tentang apa yang tampak atau menampakkan diri.

Penulis juga menggunakan pendekatan sosiologi. Pengertian pendekatan adalah landasan kajian studi atau penelitian. Sedangkan istilah sosiologi berasal dari kata latin socius yang berarti "kawan" dan kata yunani logos berarti "kata"

atau "berbicara". Jadi sosiologi berarti berbicara mengenai masyarakat. Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial. Perilaku manusia selalu dilihat dalam kaitannya dengan struktur-struktur kemasyarakatan dan kebudayaan yang dimiliki, dibagi, dan ditunjang bersama (Veeger, 1985:3). Selain itu sosiologi adalah ilmu sosial yang kategoris, murni, abstrak, berusaha mencari pengertian-pengertian umum, rasional,

(16)

dan empiris, serta bersifat umum (Soekanto, 1982:20). Sedangkan sosiologi menurut Pitirim Sorokin dalam Wikipedia sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial lainnya (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral), sosiologi adalah ilmu yang mempelajari ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pendekatan sosiologis adalah landasan kajian sebuah studi atau penelitian untuk mempelajari hidup bersama dalam masyarakat.

Dengan pendekatan ini, maka dapat ditinaju interaksi kehidupan masyarakat Jepang khususnya di usia produktif.

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui faktor penyebab pengangguran di Jepang.

2. Untuk mendekripsikan upaya pemerintah dalam menangani masalah pengangguran di Jepang.

1.5.2. Manfaat penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Menambah wawasan mengenai pengangguran di negara maju, khususnya di negara Jepang

2. Menambah pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pengangguran di negara Jepang.

(17)

3. Menambah pengetahuan mengenai solusi pemerintah dalam menangani pengangguran di negara Jepang.

1.6. Metode Penelitian

Metode Penelitian adalah cara untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji masalah yang dihadapi.

Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode ini merupakan metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada yang berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau. (Asep Saeful Hamdi, 2005:5).

Penulis juga menggunakan metode kepustakaan. Metode kepustakaan adalah mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan penelitian yaitu dengan membaca literatur atau buku yang ada di perpustakaan (Asep Saeful Hamdi, 2005:50).

Disamping itu, penulis juga memperoleh data-data dari media online yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.

(18)

BAB II

KEHIDUPAN PENGANGGURAN DI JEPANG

2.1. Pengertian Pengangguran

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam http://www.bps.go.id/

pengangguran adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan.

Sukirno (2007:472) mendiskripsikan bahwa pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja, yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkan. Kemudian Djohanputro (2006:70) mengatakan pengangguran adalah mereka yang ingin bekerja, sedang berusaha mendapatkan (atau mengembangkan) pekerjaan tetapi belum berhasil mendapatkannya (menemukannya). Berdasarkan dua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengangguran adalah orang yang berada digolongan usia angkatan kerja (usia produktif) tidak memiliki pekerjaan dan sedang berusaha mencari pekerjaan.

Selain itu, untuk memperkuat pernyataan dari defenisi pengangguran, dan untuk memperoleh pengertian sepenuhnya tentang arti penting dari masalah ketenagakerjaan (employment), harus memperhitungkan pula masalah pertambahan pengangguran yang jumlahnya lebih besar dimana kegiatannya aktif bekerja tetapi secara ekonomis sebenarnya mereka tidak bekerja secara penuh (underutilized). Untuk mengelompokkan masing-masing pengangguran, menurut

(19)

Edgar O. Edward dalam Lincolin Arsyad (1999:35) perlu diperhatikan dimensi- dimensi antara lain:

1. Waktu (banyak nya mereka yang bekerja lebih lama, misalnya jam kerja perhari, perminggu atau pertahun.

2. Produktivitas (kurangnya produktiviyas sering sekali disebabkan oleh kurangnya sumber daya-sumber daya komplementer untuk melakukan pekerjaan.

3. Intensitas pekerjaan (yang berkaitan dengan kesehatan)

Pengangguran merupakan masalah yang erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan tingkat pengangguran, dapat diketahui apakah perekonomian berada pada tingkat kesempatan kerja penuh atau tidak.

Secara teoritis perekonomian dianggap mencapai tingkat kesempatan kerja penuh apabila tenaga kerja yang tersedia seluruhnya digunakan. Namun bila tidak, dapat menyebabkan penurunan efisiensi ekonomi. Berdasarkan penjelasan tersebut, hal inilah pengangguran dikategorikan sebagai masalah makroekonomi dimana permasalahan kebijakan ekonomi makro mencakup masalah-masalah yang berkaitan dengan pengelolaan dan pengendalian perekonomian secara umum.

Pengangguran juga mempengaruhi manusia secara langsung dan merupakan yang paling berat. Kebanyakan orang kehilangan pekerjaan berarti penurunan standar kehidupan dan tekanan psikologis. Jadi tidaklah mengejutkan jika pengangguran menjadi topik yang sering dibicarakan dalam perdebatan politik dan para politis sering mengklaim bahwa kebijakan yang mereka tawarkan akan membantu menciptakan lapangan kerja. (Mankiw, 2006).

(20)

2.2. Jenis-Jenis Pengangguran

Menurut Case (2004:63) dalam bukunya prinsip-prinsip ekonomi makro, pengangguran dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis yaitu sebagai berikut:

2.2.1. Pengangguran Friksional (frictional unemployment)

Pengangguran Friksional adalah bagian pengangguran yang disebabkan oleh kerja normalnya pasar tenaga kerja. Istilah itu merujuk pada pencocokan pekerjaan atau keterampilan jangka pendek. Selain itu pengangguran Friksional juga merupakan jenis pengangguran yang timbul sebagai akibat dari adanya perubahan didalam syarat-syarat kerja, yang terjadi seiring dengan perkembangan atau dinamika ekonomi yang terjadi. Jenis pengangguran ini dapat pula terjadi karena berpindahnya orang-orang dari satu daerah ke daerah lain, atau dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain, dan akibanya harus mempunyai tenggang waktu dan berstatus sebagai penganggur sebelum mendapatkan pekerjaan yang lain.

Contohnya yaitu adanya perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri.

2.2.2. Pengangguran musiman (seasonal unemployment)

Pengangguran ini berkaitan erat dengan fluktuasi kegiatan ekonomi jangka pendek, terutama terjadi di sektor pertanian. Yang dimaksud dengan pengangguran musiman yaitu pengangguran yang terjadi pada waktu-waktu tertentu didalam satu tahun. Biasanya pengangguran seperti ini berlaku pada waktu dimana kegiatan bercocok tanam sedang menurun kesibukannya. Dengan demikian, jenis pengangguran ini terjadi untuk sementara waktu saja.

(21)

2.2.3. Pengangguran siklis (cyclical unemployment)

Pengangguran siklis atau pengangguran konjungtur adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan-perubahan dalam tingkat kegiatan perekonomian.

Pada waktu kegiatan ekonomi mengalami kemunduran, perusahaan-perusahaan harus mengurangi kegiatan memproduksinya. Dalam pelaksanaannya berarti jam kerja dikurangi, Sebagian mesin produksi tidak digunakan, dan sebagian tenaga kerja diberhentikan. Apabila permintaan barang dan jasa menurun, maka pihak pengusaha akan memperkecil jumlah produknya. Sehingga banyak tenaga kerja yang dikeluarkan. Dengan demikian, kemunduran ekonomi akan menaikkan jumlah dan tingkat pengangguran. Contohnya turunnya permintaan barang elektronik berupa radio menyebabkan pengangguran.

2.2.4. Pengangguran struktural (structural unemployment)

Dikatakan pengangguran stuktural karena sifatnya yang mendasar. Pencari kerja tidak mampu memenuhi persyaratan yang dibutuhkan untuk lowongan pekerjaan yang tersedia. Hal ini terjadi dalam perekonomian yang berkembang pesat. Makin tinggi dan rumitnya proses produksi atau teknologi produksi yang digunakan, menuntut persyaratan tenaga kerja yang juga makin tinggi. Dilihat dari sifatnya, pengangguran struktural lebih sulit diatasi dibanding pengangguran friksional. Selain membutuhkan pendanaan yang besar, juga waktu yang lama.

Ada dua kemungkinan yang menyebabkan pengangguran struktural yaitu sebagai akibat dari kemerosotan permintaan atau sebagai akibat dari semakin canggihnya teknik memproduksi. Faktor yang kedua memungkinkan suatu perusahaan menaikkan produksi dan pada waktu yang sama mengurangi pekerja. Contohnya

(22)

negara Indonesia yang basisnya merupakan negara agraris berganti menjadi negara industri maka akan mengakibatkan masyarakat yang tidak punya keahlian akan tersisihkan dari pekerjaan.

Untuk mengetahui defenisi pengelompokan pengangguran berdasarkan dimensi dimensi yang telah dibahas sebelumnya, sangat berkaitan erat dengan bentuk-bentuk pengangguran.

Bentuk-bentuk pengangguran menurut Edgar O. Edward (1974:80) adalah:

1. Pengangguran terbuka (open unemployment), adalah mereka yang mampu dan seringkali sangat ingin bekerja tetapi tidak tersedia pekerjaan yang cocok untuk mereka.

2. Setengah pengangguran (under unemployment), adalah mereka yang secara nominal bekerja penuh namun produktivitasnya rendah sehingga pengurangan dalam jam kerjanya tidak mempunyai arti atas produksi secara keseluruhan.

3. Tenaga kerja yang lemah (impaired), adalah mereka yang mungkin bekerja penuh tetapi intensitasnya lemah karena kurang gizi atau penyakitan.

4. Tenaga kerja yang tidak produktif, adalah mereka yang bekerja secara produktif tetapi tidak bisa menghasilkan sesuatu yang baik

2.3. Populasi Pengangguran di Jepang

Pada bab ini penulis akan menjelaskan populasi pengangguran di Jepang mengikuti krisis global keuangan hingga akhir tahun 2000-an menggunakan data dari Survei Angkatan Kerja (LFS) dan Status Survei Pekerjaan (ESS), baik dilakukan oleh Biro Statisktik maupun Departemen Dalam Negeri dan Komunikasi. Berdasarkan Survei Angkatan Kerja (LFS) Jepang, populasi

(23)

pengangguran pada tahun 2002 hingga 2014 menurun sekitar 32%. Dari 355.000 (orang) jumlah pengangguran pada tahun 2002 menurun menjadi 240.000 (orang) jumlah pengangguran pada tahun 2014.

Sumber: WWW.TRADINGECONOMICS.COM | STATISTIC BUREAU OF JAPAN Grafik 2.3. Grafik Jumlah Pengangguran di Jepang

Edisi 2002 "White Paper on the Labour Economy" (Menteri Kesehatan, Buruh, dan Kesejahteraan 2002) menarik minat signifikan karena menunjukkan bahwa jumlah pengangguran yang tidak memiliki pekerjaan selama setahun atau lebih.

JILPT (2006) mengungkapkan karakteristik pengangguran di Jepang atas dasar data yang dikumpulkan dengan menyebarkan survei kuesioner untuk dengan mengunjungi kantor "Hello Work” (Pusat Pelayanan Tenaga Kerja Publik) didaerah Pusat Metropolitan Tokyo. Dari data yang dikumpulkan JILPT mengamati sejumlah karakteristik umum, termasuk banyak pekerja beralih ke pekerjaan dengan perusahaan skala kecil.

(24)

Didalam analisis Shinozaki (2004) didefenisikan sebagai orang-orang yang telah menganggur selama periode enam bulan atau lebih. Hal tersebut juga diadopsi di Eropa tahun 1990-an yang memberikan dukungan untuk mencari pekerjaan untuk orang-orang yang keluar dari pekerjaan selama enam bulan atau lebih.

Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan pada tahun 2002 dan 2003, tingkat pengangguran meroket naik sebesar 1.8% akibat dari dampak krisis keuangan global yang terjadi di Jepang. Berbagai perusahaan-perusahaan di Jepang terpaksa memberhentikan sejumlah pegawai-pegawainya untuk meminimalisir dari dampak krisis keuangan global. Di tahun tersebut pengangguran friksional sangat berdampak terhadap perekonomian masyarakat dan negara Jepang. Kemudian antara tahun 2004 hingga tahun 2009 persentasi perlahan mulai menurun dan kembali naik hingga ke titik tertinggi yaitu 1.9%

yang terjadi pada tahun 2010. Tinggi nya angka pengangguran ini disebabkan akibat beberapa perusahan di Jepang tidak merekrut pegawai baru. Dan pada akhirnya kementrian Dalam negeri dan Komunikasi (Ministry of Internal Affair and Communication) menyatakan akan memprioritaskan perbaikan lapangan pekerjaan. Untuk ditahun selanjutnya persentasi pengangguran di Jepang perlahan mulai menurun hingga di titik 1.7%.

Apabila digambarkan dalam bentuk grafik, di Jepang (Japan long term unemployment) akan terlihat sebagai berikut ini:

(25)

Sumber: WWW.TRADINGECONOMICS.COM | STATISTIC BUREAU OF JAPAN Gambar 2.4. Grafik Tingkat Populasi Pengangguran

Catatan: 1. Pengangguran Jangka Panjang (Long Term Unemployment)

didefenisikan sebagai bagian dari angkatan kerja yang telah menganggur selama 6 bulan atau lebih.

Agar lebih terperinci lagi, penulis juga akan membuat tabel pengangguran di Jepang berdasarkan jumlah penduduknya.

Tahun

Jumlah Pengangguran

(satuan ribu)

2002 355.000

2003 355.000

2004 330.000

2005 300.000

2006 290.000

2007 270.000

2008 270.000

(26)

2009 370.000

2010 340.000

2011 320.000

2012 290.000

2013 270.000

2014 240.000

Tabel 2.4. Jumlah Pengangguran berdasarkan Angkatan Kerja Penduduk Jepang Berdasarkan tabel diatas, jumlah pengangguran berdasarkan angkatan kerja, tidak jauh berbeda dengan tabel 2.3 dan grafik 2.3 yang sudah dipaparkan sebelumnya. Tabel 2.4 merupakan jumlah pengangguran kerja di Jepang berdasarkan individual dimana pengangguran ini adalah kategori .

Berdasarkan jumlah pengangguran kerja di Jepang tahun 2002 sekitar 3600 jiwa mengalami pengangguran, seiring berjalannya waktu hingga tahun 2009 jumlah pengangguran di Jepang kian menurun. Tetapi pada tahun 2010, jumlah pengangguran di Jepang naik drastis hingga mencapai 370.00 jiwa. Seperti yang dijelaskan sebelumnya. Melambungnya angka pengangguran di Jepang ini akibat dari beberapa perusahaan di Jepang tidak merekrut pegawai baru. Namun dengan kebijakan dari kementrian komunikasi, dengan memperbaiki lapangan pekerjaan, akhirnya jumlah pengangguran mulai menurun dari 360.000 hingga ditahun 2014 menjadi 230.00.

Hingga awal tahun 1990-an, tingkat tetap di sekita 1%, tetapi dari runtuhnya gelembung ekonomi dan seterusnya, terus meningkat menjadi 3,0%

untuk laki-laki dan 2,3% untuk perempuan diawal 2000-an. Dalam pemulihan ekonomi, secara bertahap, tingkat turun menjadi 2,4% untuk laki-laki dan 1,4%

(27)

untuk perempuan., tetapi setelah kemunduran besar di tahun 2000-an meningkat sekali lagi naik menjadi 2,0% untuk perempuan disekitar 2010. Pada periode pertengahan 2010-an, tingkat bagi laki-laki dan perempuan mengalami penurunan, jatuh ke 2,4% untuk laki-laki dan 1,4% untuk perempuan pada tahun 2014. Garis terpisah untuk laki-laki dan perempuan pada Gambar 1 menunjukkan bahwa tingkat laki-laki terus melebihi daripada tingkat pengangguran perempuan.

Sebagai skala dan mungkin juga faktor yang menyebabkan berbeda antara laki- laki dan perempuan, hasilnya disajikan secara terpisah untuk laki-laki dan perempuan di sejumlah poin-poin berikut.

Dalam rangka untuk mengidentifikasi kecenderungan tingkat pengangguran ketika terjadinya era resesi besar, Gambar 2.2.5. dapat menunjukkan bahwa menggunakan data kuartalan dari LFSDT untuk menampilkan tingkat dari tahun 2002 hingga tahun 2014.

Sumber: Perhitungan Penulis (Shinozaki) dari Survei Angkatan Kerja Biro Statistik Jepang

Gambar 2.5 Tingkat (Data Kuartal dari tahun 2002)

(28)

Catatan: Nilai yang mewakili lima kuartal yang berpusat bergerak rata-rata tingkat.

Tingkat pengangguran terus menurun antara kuartal pertama 2003 dan kuartal ketiga tahun 2007 untuk laki-laki dan antara kuartal kedua 2003 dan kuartal keempat tahun 2006 untuk perempuan. Berikut periode ini tingkat naik, memuncak pada 3,4 % untuk laki-laki dikedua kuartal tahun 2010, dan pada 2,0%

untuk perempuan pada kuartal yang sama. Setelah mencapai puncaknya, tingkat menurun sampai kuartal kedua tahun 2014, pada kecepatan yang sama seperti periode pergantian abad pertengahan 2000-an.

(29)

A. LAKI-LAKI

B. PEREMPUAN

Gambar 2.6. Pembagian Pengangguran Berdasarkan Durasi

Gambar 2.6 menunjukkan persentase pengangguran berdasarkan masa pengangguran. Melihat Panel A, proporsi laki-laki yang menganggur selama enam bulan atau lebih meningkat dalam jangka panjang menengah, dan pada kuartal pertama 2014, sekitar 60% dari total jumlah pengangguran laki-laki adalah .

(30)

Hingga awal 2000-an, proporsi laki-laki yang telah menagnggur selama enam bulan sampai kurang dari satu tahun tetap lebih tinggi daripada proporsi laki-laki yang telah menganggur selama satu tahun sampai kurang dari dua tahun, dan proporsi laki-laki yang telah menganggur selama dua tahun atau lebih. Namun, sejak pertengahan 2000-an, telah terjadi peningkatan proporsi pengangguran laki- laki selama dua tahun atau lebih. Dimaksudkan dalam OECD (2012) sebagai

"pengangguran yang sangat berjangka panjang". Pada tahun 2014, sekitar 25%

laki-laki pengangguran telah keluar dari pekerjaan selama dua tahun atau lebih.

Grafik untuk perempuan di panel B menunjukkan bahwa, seperti dalam kasus laki-laki, proporsi pengangguran yang keluar dari pekerjaan selama enam bulan atau lebih cenderung meningkat dalam menengah sampai jangka panjang.

Pada saat yang sama, proporsi jangka panjang pengangguran perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki, sekitar 40% pada tahun 2014.

Populasi pengangguran di Jepang (kategori: menganggur selama enam bulan atau lebih/tenaga kerja) dinyatakan sebagai produk proporsi yang dicatat oleh pengangguran jangka panjang antara jumlah total orang yang menganggur dan tingkat pengangguran yang telah di survei.

2.4 Faktor Terjadinya Pengangguran di Jepang 2.4.1 Krisis Keuangan Global

Salah satu faktor penyebab pengangguran di Jepang ialah pada saat Jepang mengalami krisis keuangan global pada akhir tahun 2000-an serta menyebabkan resesi besar bagi perekonomian Jepang dan bangkrutnya perusahaan-perusahaan di Jepang. Akibat dari resesi tersebut, tingkat pengangguran meningkat dalam 30

(31)

tahun terakhir. Dari tahun 2000-an terdapat tingkat pengangguran besar, yaitu lebih dari seperempat pengangguran berjenis kelamin laki-laki dihitung dari total keseluruhan pengangguran, pekerja muda (usia 15-24 tahun), dan yang paling terbesar adalah lulusan SMA atau lebih rendah pendidikannya.

Selain itu, dampak yang ditimbulkan akibat dari krisis keuangan global, pekerja menjadi menganggur berkepanjangan hingga menyandang status sebagai pengangguran. Akibatnya depresi timbul karena tekanan ekonomi yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup dan langkah terakhir yang dilakukan pengangguran adalah mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.

Sumber: Tim Proyek Analisis Bunuh Diri (2008)

Salah satu karakteristik yang diamati dalam tingkat bunuh diri di Jepang, sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 1, total jumlah korban bunuh diri di Jepang selama krisis keuangan global tahun 1997-1998 meningkat tajam dengan jumlah naik sekitar 35% dari 24.391 menuju 32.863 kasus bunuh diri. Karena resesi

(32)

berkepanjangan setelah ledakan gelembung ekonomi, Yamaichi Securities Co., runtuh dalam kebangkrutan pada tahun 1997. Dan kredit Bank Jepang gagal pada tahun 1998. Meningkatnya jumlah pengangguran yang bunuh diri khususnya dibulan Maret tahun 1998, dimana pada saat itu jumlah keseluruhan pengangguran dan perusahaan-perusahaan bangkrut dengan total liabilitas 10 juta yen atau lebih memiliki korelasi yang sangat kuat dengan perunahan bulanan dalam jumlah korban bunuh diri. Ini menunjukkan bahwa korban bunuh diri akibat pengangguran meningkat tajam, khususnya, seiring dengan peningkatan pengangguran dan kebangkrutan perusahaan selama penutupan tahun fiskal.

Jumlah peningkatan tajam korban bunuh diri di Jepang pada saat krisis finansial menyarankan pentingnya memastikan dengan benar konteks sosial ekonomi.

Sumber: Tim Proyek Analisis Bunuh Diri (2008)

(33)

Sebelumnya, Tabel 1 menunjukkan kontribusi yang signifikan dari korban setengah baya dengan peningkatan keseluruhan tingkat bunuh diri. Tabel 1 menunjukkan rincian kontribusi berdasarkan kategori pekerjaan antara kenaikan tingkat (34,73%). Yang tertinggi adalah rasio kontribusi orang-orang pengangguran, 15.07%, diikuti orang-orang yang bekerja 9.28%, dan bekerja sendiri 5.44%. Hasil ini menyiratkan bahwa peningkatan tajam dalam jumlah kasus bunuh diri pada saat krisis keuangan di Jepang terkait erat dengan pengangguran.

Tabel 2 juga menunjukkan kontribusi yang signifikan dari berdasarkan motif. 12.75% kasus bunuh diri terjadi karena masalah kesehatan. dan 10.26 % dikarenakan masalah keuangan dan masalah terkait dengan kehidupan. Faktanya, hal tersebut merupakan penyebab utama terjadinya bunuh diri di Jepang karena depresi. Tetapi, pada saat yang sama, masalah finansial dan masalah terkait dengan kehidupan merupakan kontribusi yang signifikan yang erat kemungkinannya dengan masalah struktural dan konteks sosioekonomi, seperti pengangguran, hutang, kemiskinan, dan lingkungan pekerjaan adalah faktor tersembunyi dibalik sebuah depresi.

2.4.2 Discouraged Workers

Discouraged worker didefenisikan sebagai orang-orang yang menganggur dan ingin bekerja, tetapi tidak mencari pekerjaan karena mereka percaya bahwa mereka tidak dapat menemukan pekerjaan. Discouraged worker kebanyakan kaum perempuan yang dulu pernah menarik diri dari angkatan kerja ketika resesi terjadi, pernah menjadi salah satu faktor utama yang berpotensi menjelaskan

(34)

tingkat pengangguran yang rendah yang resmi di Jepang. Mereka juga dianggap sebagai "luxury unemployment" atau "pengangguran mewah" dan karena itu para ahli makroekonomi tidak begitu memperhatikan mereka. Bagaimanapun, jumlah pengangguran dan discouraged worker dapat dianggap sebagai salah satu indikator dari pasokan tenaga kerja potensial.

Didalam gambar 10, discouraged worker laki-laki tampaknya cenderung meningkat seiring dengan peningkatan jumlah resmi pengangguran, dan pengangguran tersebut telah melonjak ke tingkat tertinggi dalam 25 tahun terakhir.

Disisi lain untuk perempuan, walaupun jumlah discouraged worker masih sangat tinggi, tingkat pertumbuhannya tidak terlalu cepat dibandingkan dengan yang diamati selama periode resesi terakhir.

(35)

Sumber: Manajemen dan Badan Koordinasi, Biro Statistik dan Statistik Pusat, Laporan Survei Khusus dari Survei Angkatan Kerja

Gambar 10 Jumlah Discouraged Workers

2.4.3. Diskriminasi Gaji Antara Laki-lai dan Perempuan

Diskriminasi gaji di perusahaan Jepang terjadi antara pekerja laki-laki dan perempuan. Berdasarkan hasil penelitian Ministry of Health, Labour, and Welfare pada tahun 2011 diskriminasi gaji terjadi antara pekerja laki-laki dan pekerja perempuan meskipun berasal dari pendididkan yang sama. Pada tahun 2011, pada pekerja laki-laki lulusan universitas menerima gaji sebesar 205.000 yen, sedangkan pekerja perempuan menerima gaji sebesar 198.000 yen, terjadi selisih perbedaan penerimaan gaji sebesar 7.000 yen. Perbedaan gaji ini tidak hanya berbeda antara pekerja laki-laki dan perempuan saja, hal ini juga terjadi ketika pendidikan pekerjaan berbeda.

(36)

Salah satu teori mengenai diskriminasi gaji yaitu diskriminasi berdasaerkan statistik (Statictical Discrimination). Diskriminasi tipe ini ada ketika perusahaan mengaplikasikan karakteristik-karakteristik grup/kelompok. Sebagai contoh, perusahaan dalam proses menggaji karyawan baru. Ada karakteristik tertentu yang sangat individual dalam sifatnya dan bervariasi dengan pelamar lainnya seperti tingkat pendidikan, pengalaman, atau nilai ujian penempatan.

Karakteristik-karakteristik lainnya sangat umum dan ketika dijadikan sebagai ukuran kemampuan pekerja, mengahasilkan diskriminasi statistik.

Tabel 1. Tipe dan Jumlah Institusi Pendidikan Tertinggi (2009) Type Provider Number of

Institutions

Number of Students University National

Public Private All

86 92 595 773

621,800 136,913 2,087,193 2,845,908 Junior College National

Public Private All

2 26 378 406

3 9,973 151,000 160,976 College of

Technology

National Public Private All

55 6 3 64

22,579 1,720 836 25,135

(37)

Specialized Training College

National Public Private All

11 204 3,133 3,348

79 6,845 597,351 624,875

Total 4591 3,656,894

Sumber: MEXT, Abstrak Statistik, Edisi 2010

Pada tabel diatas, terlihat bahwa masyarakat Jepang menyadari bahwa pendidikan merupakan hal penting. Pada tahun 2009, sebanyak 3.656.894 siswa mendaftarakan dirinya pada 4.591 institusi (universitas sebanyak 773 institusi, Junior College atau program diploma satu sampai dua tahun) sebanyak 406 institusi, perguruan tinggi teknologi sebanyak 64 intitusi dan perguruan tinggi pelatihan khusus sebanyak 3.348 institusi). Sebanyak 2.845.908 mahasiswa diantaranya memilih Universitas untuk melanjutkan pendidikan tingginya. Hal ini dikarenakan lulusan dari universitas mendapatkan prioritas utama dibandingkan dengan institusi lainnya dan hal ini terus berkembang hingga saat ini. Begitu juga dalam penerimaan gaji, pendidikan sangat berperan tinggi dalam hal tersebut.

Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin tinggi pula gaji yang diterimanya. Penerimaan gaji juga berbeda antara pekerja perempuan dan pekerja laki-laki meski mereka berasal dari lulusan yang sama. Berikut ini adalah data yang menunjukkan hal tersebut:

(38)

Tabel 2. Gaji Awal Pegawai Baru berdasarkan Pendidikan

Year

Upper Secondary Schools

Technical Colleges and Junior Colleges

University

Male Female Male Female Male Female

1990 133 126 145 138 170 163

1995 154 145 165 159 194 184

2000 157 148 172 164 197 187

2005 156 148 170 164 197 189

2009 161 153 176 172 201 195

2010 161 153 174 168 200 194

2011 159 152 176 171 205 198

Sumber: MEXT, Abstrak Statistik, Edisi 2010

Pada tabel diatas dapat terlihat perbedaan penerimaan gaji pada pekerja laki-laki dan perempuan, semakin tinggi pendidikan, maka semaki besar pula gaji yang diterimanya. Pada lulusan SMA tahun 2011, terjadi perbedaan penerima gaji pada pekerja laki-laki dan perempuan. Dimana pekerja laki-laki menerima gaji sebesar 159.000 yen, sedangkan pekerja perempuan menerima gaji sebesar 152.000 yen. Pada lulusan Junior College tahun 2011 terjadi perbedaan penerimaan gaji antara pekerja laki-laki dan perempuan. Dimana pekerja laki-laki menerima gaji sebesar 176.000 yen sedangkan pekerja perempuan menerima gaji sebesar 171.000 yen, terjadi selisih perbedaan penerimaan gaji sebesar 5.000 yen.

Pada lulusan universitas tahun 2011 terjadi perbedaan penerimaan gaji antara pekerja laki-laki dan pekerja perempuan dimana pekerja laki-laki menerima gaji sebesar 205.000 yen sedangkan pekerja perempuan menrima gaji 198.000 yen.

(39)

terjadi selisih perbedaan penerimaan gaji sebesar 7.000 yen. Pada kasus diatas pekerja perempuan menerima gaji lebih rendah daripada pekerja laki-laki. Selisih perbedaan-perbedaan dalam penerimaan gaji membuktikan adanya diskriminasi dalam perusahaan Jepang. Namun dalam perusahaan Jepang, hal ini merupakan suatu cara yang efektif dalam memaksimalkan keuntungan perusahaan. Dengan demikian pekerja perempuan bisa jadi tersingkirkan karena perusahaan yang bertindak rasional dan sebagai pemaksimalan keuntungan perusahaan. Oleh karena itulah terjadi diskriminasi gaji antara pekerja laki-laki an perempuan.

Selain itu, usia juga memiliki pengaruh yang besar pula dalam perbedaan penerimaan gaji di perusahaan. Di Jepang, pada usia 15-19 tahun, masyarakatnya sudah mulai bekerja dan akan berakhir hingga usia 70 tahun. Ketika perempuan belum menikah, dia dapat fokus pada pekerjanya. Tidak jarang perempuan yang sudah menikmati pekerjaan sehingga tidak ingin untuk menikah dan lebih fokus bekerja. Perusahaan Jepang juga menganggap bahwa pekerja perempuan lebih beresiko karena pekerja perempuan bisa saja meninggalkan pekerjaannya karena menikah, hamil, dan mengurus keluarga sebelum mereka memulihkan biaya perusahaan yang telah dikeluarkannya. Perusahaan Jepang juga tidak lagi membutuhkan pekerja tersebut dan akan menggantikan dengan pekerja baru. hal ini dikarenakan karena pekerja perempuan yang sudah menikah, hamil, dan memiliki anak, akan mengambil cuti melahirkan, dan ketika itu posisi pekerja perempuan mulai tersingkirkan oleh pegawai baru. Perusahaan takut pekerjaan pekerja di perusahaan tersebut akan terbengkalai dan mempengaruhi keuntungan perusahaan tersebut. Ketika pekerja ingin kembali bekerja di perusahaan tersebut, langkah yang diambil perusahaan ialah gaji yang diberikan kembali ke titik awal

(40)

sebagaimana dulu pertama kali dia bekerja. Inilah yang menyebabkan pekerja perempuan berpikir dua kali untuk kembali bekerja setelah memiliki anak.

Dengan demikian, pekerja wanita bisa jadi tersingkirkan karena perusahaan yang bertindak rasional dan sebagai pemaksimalan keuntungan perusahaan. Oleh karena itulah terjadi diskriminasi gaji antara pekerja laki-laki dan perempuan.

(41)

BAB III

USAHA PEMERINTAH DALAM MENANGANI MASALAH PENGANGGURAN DI JEPANG

3.1. Tindakan Pemerintah

3.1.1. Mereformasi sistem kerja dan memperkuat kemampuan sumber daya manusia

Di tengah globalisasi ekonomi dan populasi yang menua dikombinasikan dengan kurangnya jumlah anak, untuk memimpin ekonomi untuk pertumbuhan baru, mengakui bahwa sumber daya manusia merupakan sumber daya terbesar untuk Jepang, pemerintah harus merumuskan kebijakan drastis dan memperjelas tujuan dan tenggat waktu dari kebijakan untuk mengamankan jumlah pekerja (jumlah tenaga kerja) dan meningkatkan tenaga kerja produktivitas (kualitas tenaga kerja). Untuk tujuan ini, pemerintah akan segera mengambil tindakan untuk jatuh kelahiran dan pada saat yang sama, bertujuan untuk meningkatkan tingkat kerja orang berusia antara 20 dan 64 dari tingkat saat ini 75% (2013) menjadi 80% pada akhir 2020, Pemerintah akan melakukan upaya untuk mewujudkan gerakan pendidikan dan tenaga kerja kelas dunia yang lebih tinggi tanpa pengangguran. Di sisi lain, pemerintah akan memperluas peluang bagi kaum muda, perempuan dan orang tua untuk mengambil peran aktif dalam masyarakat.

Berdasarkan ini, pemerintah akan membentuk sebuah masyarakat di mana setiap orang berpartisipasi dalam kegiatan sosial, meningkatkan kemampuan mereka dan sepenuhnya melaksanakan kemampuan mereka.

(42)

3.1.2 Perubahan Kebijakan dari stabilitas kerja yang berlebihan untuk fluiditas tenaga kerja (mewujudkan gerakan buruh tanpa pengangguran)

Pemerintah akan merevisi kebijakan stabilitas kerja yang telah berkembang sejak jatuhnya Lehman dan menanggapi dengan cepat tanpa memperburuk situasi dalam pekerjaan, bagi individu untuk mengubah pekerjaan mereka lancar, untuk latihan kemampuan mereka, dan berperan aktif untuk pertumbuhan ekonomi, pemerintah akan drastis bergeser kebijakan untuk mendukung gerakan buruh termasuk dukungan untuk pengembangan kemampuan.

Berdasarkan ini, selama lima tahun dari sekarang pemerintah akan berusaha untuk mengurangi jumlah orang yang keluar dari pekerjaan selama lebih dari enam bulan sebesar 20% dengan 9% dari omset kerja (untuk pekerja umum tidak termasuk pekerja paruh waktu).

Secara drastis meningkatkan sumber daya anggaran untuk mendukung gerakan kerja Pemerintah dan akan maju untuk mempertimbangan dalam rangka membalikkan anggaran dengan menggeser sejumlah sumber daya anggaran dari dana penyesuaian kerja untuk tenaga kerja dukungan gerakan dana. Setelah itu pemerintah akan mencerminkan hasil ke permintaan anggaran.

a. Perusahaan tidak hanya kecil dan menengah, tetapi juga perusahaan besar akan ditargetkan.

b. Pemerintah akan mengembangkan langkah-langkah pendanaan ketika sebuah perusahaan yang bergerak karyawannya menggunakan pelatihan yang ditawarkan oleh perusahaan sumber daya pribadi.

(43)

• Pendanaan akan digunakan dua kali ketika mempercayakan dukungan dan ketika mewujudkan kembali kerja.

• Pemerintah akan mengembangkan langkah-langkah pendanaan untuk pelatihan dilaksanakan oleh perusahaan yang menerima para karyawan.

• Pemerintah akan mempromosikan pengembangan konsultasi karir teknik untuk membuat gerakan buruh yang melibatkan perubahan karir yang sukses.

c. Meninjau sistem asuransi tenaga kerja untuk mendukung pendidikan untuk kaum muda.

Pemerintah akan meninjau sistem asuransi tenaga kerja untuk mempromosikan pelatihan ulang pekerja sehingga karyawan tidak tetap mampu mengubah karir dan meningkatkan karier. Pemerintah akan mengajukan RUU amandemen berikutnya. Pada saat yang sama, pemerintah akan mengambil dukungan langkah-langkah untuk memberikan bantuan biaya bagi pengusaha yang memiliki karyawan mereka mengambil program pelatihan ulang pekerjaan.

d. Meningkatkan fungsi intermediasi pengalihan sementara /dengan mentransfer Industri Kerja Stabilisasi Center of Japan.

Pemerintah akan sangat meningkatkan fungsi intermediasi dari Industri Kerja Stabilisasi Center of Japan untuk mendukung Gerakan Kerja tanpa pengangguran dengan pengalihan sementara / mentransfer dalam menyediakan karir jasa konsultasi, mengembangkan rencana dukungan menanggapi masalah individu, dan melaksanakan kuliah / pelatihan kerja dalam memanfaatkan lembaga sektor swasta.

(44)

3.1.3 Meningkatkan fungsi pencocokan dengan memanfaatkan bisnis sektor swasta sumber daya manusia

Ketika mempromosikan dalam mengungkapkan informasi yang dimiliki oleh pekerjaan publik kantor keamanan "Hello Work" kepada publik, Pemerintah akan memaksimalkan penggunaan dari bisnis sektor swasta sumber daya manusia untuk segera menanggapi secara luas berbagai kebutuhan muda yang keluar dari pekerjaan setelah lulus, dan lain-lain serta wanita yang ingin kembali bekerja, dan lain-lain.

a. Mengungkapkan informasi tentang tawaran pekerjaan / job seeking dipegang oleh Hello Work

Pemerintah akan mulai mengungkapkan informasi tentang tawaran pekerjaan yang dipegang oleh Hello Work untuk bisnis sumber daya manusia dibidang sektor swasta dan kotamadya dan memberikan berbagai layanan lainnya.

Pemerintah akan melakukan survei kebutuhan pelamar kerja dan bisnis sumber daya manusia sektor swasta pada pengungkapan informasi dalam mencari pekerjaan yang dipegang oleh "Hello Work" dan menyimpulkan hasil dalam tahun ini. Selain itu, pemerintah akan mulai memberikan dukungan untuk bimbingan kepada pelamar kerja dari "Hello Work" dan berharap untuk menggunakan bisnis sumber daya manusia sektor swasta secara cepat.

Berdasarkan pengalaman dari Hello Work zona khusus, dan lain- lain, mempertimbangkan niat dari pemerintah kota, pemerintah

(45)

mengembangkan dalam memperkuat hubungan antara Hello Work dan agen tenaga kerja yang dijalankan oleh pemerintah kota di seluruh Jepang.

b. Reformasi dan memperbaiki sistem insentif keuangan

Pemerintah akan menawarkan insentif keuangan untuk pekerjaan trial (sekitar 56 ribu karyawan ditutupi oleh dana pada tahun 2012) dan dana lainnya untuk pekerjaan ke perusahaan. Tidak hanya mempekerjakan orang melalui pengenalan oleh Hello Work tetapi juga pengantar dari bisnis sumber daya manusia sektor swasta dan perguruan tinggi dari yang mereka lulus.

Pemerintah akan memperluas cakupan berlakunya insentif keuangan untuk pekerjaan percobaan bagi mereka yang berada di luar pekerjaan setelah lulus, harus kosong dalam karir mereka karena membesarkan anak, dan dianggap memiliki kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan penuh.

c. Memanfaatkan bisnis sumber daya manusia di sektor swasta yang lebih baik.

Pemerintah akan memajukan pertimbangan efektif dukungan kerja dengan memanfaatkan maksimal sektor swasta bisnis sumber daya manusia untuk operasi yang dijelaskan di bawah ini tentang konseling, pelatihan kerja, penempatan.

Memberikan layanan konseling karir dan kartu masalah pekerjaan ke pekerja paruh waktu yang membutuhkan bantuan rinci (Tentang 21 ribu kartu pekerjaan diterbitkan di Hello Work di seluruh Jepang pada 2012).

(46)

• Mendukung orang-orang yang keluar dari pekerjaan setelah lulus untuk mendapatkan pekerjaan penuh waktu memanfaatkan Penempatan Kerja jasa pengiriman.

• Menawarkan pelatihan pekerjaan dan penempatan untuk orang- orang yang dari pekerjaan karena membesarkan dan merawat anak / perawatan secara berseragam.

Ketika krisis keuangan global menenggelamkan Jepang kedalam resesi terburuk sejak Perang Dunia II dan ratusan ribu pekerja di berhentikan, sektor pertanian telah muncul sebagai jalur karir baru yang menjanjikan. Melihat pertanian sebagai salah satu industri yang bisa menghasilkan pekerjaan hingga saat ini, Pemerintah jepang telah mengalokasikan dana sebesar $10 juta untuk mengirim 900 orang untuk program pelatihan kerja di bagian pertanian, kehutanan, dan perikanan. Tingkat pengangguran Jepang adalah 4,4% pada bulan Februari, naik dari 3,9% ditahun sebelumnya, walaupun masih lebih rendah dibandingkan Amerika Serikat ataupun Eropa.

Para pembuat kebijakan berharap orang-orang pengangguran yang usianya masih muda ataupun produktif akan membantu menghidupkan kembali populasi pertanian Jepang yang masih berkurang. Dimana usia para petani yang bekerja penuh sekitar 65 tahun bahkan lebih. Dari total penduduk Jepang, 6%

bekerja dibidang pertanian, sebagian besar adalah bekerja paruh waktu, turun sekitar 20% dari tiga dekade lalu.

Selain itu, pemerintah Jepang juga memiliki cara-cara yang kreatif dan unik untuk menurunkan jumlah pengangguran di Jepang. Yaitu mendapatkan pengangguran yang berasal dari luar negeri dengan menawarkan kewarganegaraan.

(47)

Program ini hanya berlaku untuk orang yang menganggur dengan darah keturunan Jepang yang lahir diluar negeri atau biasanya dikenal dengan "nikkei". Pemerintah Jepang berencana membawa mereka ke negara asal mereka dan untuk tidak kembali sampai kondisi ekonomi di Jepang membaik.

(48)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Negara Jepang memiliki ekonomi terbesar kedua setelah Amerika Serikat.

Kerja sama industri-pemerintah, etika kerja yang kuat, dan menjadi pemimpin teknologi telah membantu jepang mengembangkan posisi ekonomis hingga saat ini. Namun, tidak menutup kemungkinan, negara Jepang tidak luput dari suatu Pengangguran.

Pengangguran adalah orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, dan bekerja kurang dari dua hari dalam seminggu. Selain itu berbagai macam jenis-jenis pengangguran antara lain pengangguran jangka panjang, pengangguran siklis, pengangguran konjungtur, dan lain-lain.

Pengangguran yang terjadi di Jepang pada umumnya terjadi akibat dari krisis keuangan global yang pernah melanda di Jepang serta budaya dari suatu perusahaan khususnya di bidang industri.

Dikombinasikan dengan kurangnya jaringan pengamanan sosial dan paternalisme dalam budaya perusahaan, hal ini membuat tenaga kerja Jepang lebih rentan sebagai akibat dari penurunan. Oleh karena itu, dalam rangka mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan menghadapi populasi penduduk Jepang yang menua, pemerintah Jepang melakukan tindakan untuk mengurangi tingkat pengangguran di Jepang antara lain seperti mengirim pekerja yang menganggur ke sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan untuk mengikuti program pelatihan kerja mengingat ketiga bidang tersebut merupakan langkah

(49)

untuk mengurangi tingkat pengangguran di Jepang. Pemerintah Jepang juga menyediakan lowongan pekerjaan dengan memperkuat hubungan antara hello work dan agen tenaga kerja yang dijalankan oleh pemerintah kota di seluruh Jepang. Pemerintah Jepang memaksimalkan kebutuhan kaum muda atau calon pekerja dalam mencari pekerjaan setelah lulus. Ataupun kaum wanita yang ingin kembali bekerja. Layanan ini bertujuan untuk memgungkapkan informasi tentang tawaran pekerjaan.

Selain itu juga pemerintah Jepang berencana memulangkan kembali masyarakat Jepang yang menetap diluar negeri (nikkei) untuk kembali ke Jepang demi memulihkan kondisi ekonomi di Jepang dengan mengurangi tingkat pengangguran yang ada di Jepang.

4.2. Saran

Negara Jepang dengan tingkat perekonomian yang tinggi, tentu juga memiliki masalah dalam ketenaga kerjaan, yaitu pengangguran. Namun pemerintah Jepang sangat responsif dalam mencari jalan keluar untuk mengatasi hal tersebut. Berbagai macam tindakan dilakukan demi mengurangi angka pengangguran. Sebaiknya negara Indonesia patut mencontoh hal ini dalam mengatasi pengangguran di Indonesia untuk mensejahterakan masyarakatnya.

Selain mengharapkan bantuan dari pemerintah, kita secara pribadi juga harus berusaha memperbaiki kualitas sumber daya kita agar tidak menjadi seorang pengangguran dan menjadi beban pemerintah.

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. "Japan Unemployment Rate". Diakses melalui serial online (http://www.tradingeconomics.com/japan/unemployment-rate). Pada tanggal 24 Maret 2016

Case, Karl. E dan Ray. C. Fair, 2004. "Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro". Edisi Kelima. Cetakan Kesatu. Jakarta: PT. Indeks

Damsar. 2009. "Pengantar Sosiologi Ekonomi". Jakarta: Prenada Media

Djohanputro, Bramantyo. 2006. "Prinsip-prinsip Ekonomi Makro". Cetakan I.

Penerbit PPM: Jakarta

Fackler, Martin. “Japan Tries to Face Up to Growing Poverty Problem”. Diakses

melalui serial online

(http://www.nytimes.com/2010/04/22/world/asia/22poverty.html). Pada tanggal 18 Maret 2016

Fukada, Shiho. "Japan: Living in an Internet Cafe". Di akses melalui serial online (http://pulitzercenter.org/reporting/japan-disposable-workers-unemployme nt-jobs-crisis-economy-internet-cafe). Pada tanggal 20 November 2015 Fukada, Shiho. "Japan Disposable Workers: Lost in the Global Unemployment

Crisis". Di akses melalui serial online (http://pulitzercenter.org/projects/japan-disposable-workers-labor-unemplo yment-crisis-economy). Pada tanggal 20 November 2015

Genda, Yuji. 2007. "Jobless Youth and the NEET Problem in Japan". Di akses melalui serial online (http://www.jil.go.jp/english/JLR/documents /2013/JLR40_genda.pdf). Pada tanggal 20 November 2015

(51)

Genda, Yuji. "The Solitary Non-Employed Persons (SNEPs): A New Concept of Non-Employment. Di akses melalui serial online (http://www.ier.hit- u.ac.jp/pie/stage2/English/report/PR0906/3.6%20Genda.pdf). Pada tanggal 20 November 2015

Mankiw, Gregory. 2006. "Pengantar Ekonomi Makro", Edisi Ketiga. Salemba Empat. Jakarta

Muazim Abidin, Ahmad. "Konteks Pengangguran Pada Negara Maju" Diakses melalui serial online (http://www.kaazima.blogspot.co.id/2013/02/konteks- pengangguran-pada-negara-maju.html?m=1). Pada tanggal 26 Maret 2016 Muthmainnah, Aida. 2014. "Penyebab Diskriminasi Gaji antara Pekerja Laki-laki

dan Perempuan di Perusahaan Jepang". FIB. Prodi Jepang. Universitas Indonesia

Narwoko, J.Dwi dan Suyanto Bagong. 2004. “Sosiologi: Teks Pengantar &

Terapan”. Jakarta: Prenada Media

Nurul. "Pengangguran". Di akses melalui serial online (http://nuruln0879.student.ipb.ac.id/2010/06/20/pengangguran/). Pada tanggal 24 Maret 2016

Rose, Amrina. "Fenomenologi". Diakses melalui serial online (http://amrinarose13.blogspot.co.id/2013/03/fenomenologi.html?m=1).

Pada tanggal 24 Maret 2016

Shinozaki, Takehisa. 2004. Nippon no choki shitsugyosha ni tsuite: Jikeiretsu henka, tokusei, chiiki [Long-term unemployment in Japan in the 1980s and the 2000s]. The Japanese Journal of Labour Studies 46, no. 7:4‒18.

(52)

Sitorus, Santi. 2008. “Homeless Sebagai Salah Satu Bentuk Kemiskinan Struktural”. Program Studi Jepang. Universitas Indonesia. Jakarta.

Sternheimer, Karen. 2009. "Unemployment and Socioeconomic Status". Diakses

melalui serial online

(http://nortonbooks.typepad.com/everydaysosiology/2009/07/unemployme nt-and-socioeconomic-status.html). Pada tanggal 25 Maret 2016

Sukirno, Sadono. 2006. "Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan" Edisi Kedua. Jakrta: Kencana

Wikipedia. "Defenisi Pengangguran". Di akses melalui serial online (http://id.m.wikipedia.org/wiki/Pengangguran). Pada tanggal 24 Maret 2016

Wikipedia. “Defenisi Sosiologi”. Diakses melalui serial online (http://id.wikipedia.org/wiki/Defenisi_Sosiologi). Pada tanggal 15 November 2015

Wikipedia. "Defenisi Sosioekonomi". Diakses melalui serial online (http://id.wikipedia.org/wiki/Defenisi_Sosioekonomi). Pada tanggal 5 Mei 2016

(53)

ABSTRAK

KEHIDUPAN PENGANGGURAN DI JEPANG

Negara Jepang merupakan Negara yang memiliki perekonomian nomer dua terbesar setelah Amerika Serikat. Kerja sama industri-pemerintah, etika kerja yang kuat, dan menjadi pemimpin teknologi telah membantu Jepang mengembangkan posisi ekonomis hingga saat ini.

Namun, pertumbuhan ekonomi Jepang jatuh antara tahun 1986 hingga tahun 1990. Hal ini meninggalkan bekas yang mendalam dalam pemerintahan Jepang. Yang pertumbuhan ekonominya yang kecil selama tahun 1990-an.

Akibatnya Pemerintah Jepang menghadapi dua masalah yaitu masalah penyusutan populasi penduduk serta juga menghadapi masalah pengangguran.

Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk membahas perekonomian Jepang.

Khususnya masalah-masalah perekonomian yang dihadapi oleh Negara Jepang.

Yaitu pengangguran. Skripsi penulis berjudul Kehidupan Pengangguran di Jepang. Dimana pengangguran merupakan istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak.

Didalam skripsi ini penulis menggunakan pendekatan secara teori sosiologi. Sosiologi adalah landasan kajian studi atau penelitian yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial. Penulis juga menggunakan pendekatan fenomenologi. Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani yang artinya tampak dan kata, jadi teori fenomenologi merupakan teori

(54)

yang mempelajari tentang apa yang tampak. Dengan kedua pendekatan ini maka dapat ditinjau dalam menganalisa pengangguran di Jepang.

Pada umumnya pengangguran sebagai pangkal penyebab masalah sosial ekonomi. Hilangnya pekerjaan seseorang akan menghambat untuk kelangsungan hidup orang itu sendiri. Sehingga dapat memicu terjadinya kemiskinan.

Pengangguran juga dikaitkan dengan tingkat peningkatan masalah kesehatan mental dan fisik. Karena dapat berkontribusi terhadap harapan hidup seseorang menjadi berkurang. Selain itu, krisis keuangan global yang pernah melanda di Jepang mengakibatkan perekonomian di Jepang mengalami kemunduran. Serta bangkrutnya sejumlah perusahaan-perusaaan di Jepang. Hal ini menyebabkan sebagian masyarakat Jepang percaya bahwa krisis ekonomi yang terjadi akan bertahan dalam jangka waktu yang lama. Dikombinasikan dengan kurangnya jaringan pengamanan sosial dan paternalism dalam budaya perusahaan, hal ini membuat tenaga kerja Jepang lebih rentan akibat dari penurunan.

Dalam upaya mengatasi pengangguran di Jepang, pemerintah Jepang harus turun tangan dalam mengatasi pengangguran di Jepang. Juga mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan menghadapi populasi penduduk Jepang yang menua.

Seperti menyediakan lowongan pekerjaan dengan memperkuat hubungan antara hello work dan agen tenaga kerja yang dijalankan oleh pemerintah kota di seluruh Jepang. Pemerintah Jepang memaksimalkan kebutuhan kaum muda atau calon pekerja dalam mencari pekerjaan setelah lulus. Ataupun kaum wanita yang ingin kembali bekerja. Layanan ini bertujuan untuk memgungkapkan informasi tentang tawaran pekerjaan. Pemerintah Jepang juga berfokus untuk mengirim calon pekerja yang menganggur ke sektor perikanan, pertanian, dan kehutanan. Calon

(55)

pekerja tersebut akan mengikuti program pelatihan kerja. Karena ketiga bidang tersebut merupakan langkah untuk mengurangi jumlah pengangguran di Jepang.

Selain itu pemerintah Jepang juga membuat perubahan kebijakan demi mewujudkan gerakan buruh tanpa pengangguran.

Gambar

Tabel 2.4. Jumlah Pengangguran berdasarkan Angkatan Kerja Penduduk Jepang  Berdasarkan  tabel  diatas,  jumlah  pengangguran  berdasarkan  angkatan  kerja, tidak jauh berbeda dengan tabel  2.3 dan grafik 2.3 yang sudah  dipaparkan  sebelumnya
Gambar 2.5 Tingkat (Data Kuartal dari tahun 2002)
Gambar 2.6. Pembagian Pengangguran Berdasarkan Durasi
Gambar 10 Jumlah Discouraged Workers
+3

Referensi

Dokumen terkait

Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi,

Sebenernya penyebabnya adalah PANAS (over heat) jadi usahakan laptop anda sedingin mungkin waktu main game, Laptop berbeda dengan PC, kipas laptop lebih kecil dan komponennya

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Penunjukan Kuasa Pengguna Anggaran, Bendahara, Pejabat

(2) Dalam hal DPRD dan Bupati tidak dapat menerima keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh peraturan

Berdasarkan Hasil Evaluasi Kualifikasi yang tertuang dalam Berita Acara Evaluasi Kualifikasi Nomor : 09/POKJA-ULP/LAHAN/SAR-SRG/VI/2015 tanggal 26 Juni 2015 dinyatakan

tentang bahan primer dan bahan sekunder yang terdiri dari kamus hukum. dan kamus-kamus lainnya yang menyangkut

The collated LSPR UV-Vis spectra of 5,000 µg/L colloidal AgNPs upon addition of ions i.e. The addition of cations with similar concentration causes the absorbance to

Metode Penelitian Sosial, Pedoman Praktis Penelitian Bidang Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Kesehatan.. Medan: PT Grasindo