• Tidak ada hasil yang ditemukan

FENOMENA JOSHIRYOKU DANSHI DALAM MASYARAKAT JEPANG NIHON SHAKAI NI OKERU JOSHIRYOKU DANSHI NO GENSHOU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FENOMENA JOSHIRYOKU DANSHI DALAM MASYARAKAT JEPANG NIHON SHAKAI NI OKERU JOSHIRYOKU DANSHI NO GENSHOU"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

FENOMENA JOSHIRYOKU DANSHI DALAM MASYARAKAT JEPANG

NIHON SHAKAI NI OKERU JOSHIRYOKU DANSHI NO GENSHOU

SKRIPSI

Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat

Ujian Sarjana Dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh:

WISE NAKAMURA 120708060

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016

(2)

FENOMENA JOSHIRYOKU DANSHI DALAM MASYARAKAT JEPANG

NIHON SHAKAI NI OKERU JOSHIRYOKU DANSHI NO GENSHOU

SKRIPSI

Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat

Ujian Sarjana Dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh:

WISE NAKAMURA 120708060

Pembimbing I Pembimbing II

Rani Arfianty, S.S., M.Phill Drs. Nandi S.

NIP. 19761110 200501 2 002 NIP. 19600822 198803 1 002

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Disetujui Oleh:

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan

Medan, November 2016 Departemen Sastra Jepang Ketua,

Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum Nip. 19600919 198803 1 001

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Fenomena Joshiryoku Danshi dalam Masyarakat Jepang”.

Penulisan skripsi ini ” ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar sarjana sastra pada program studi Sastra Jepang di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penulis sadar bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, baik karena keterbatasan kemampuan penulis maupun keterbatasan penelitian. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang memberikan dukungan serta doa sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan selama proses penulisan skripsi ini. Adapun ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatra Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku ketua Departemen Sastra

(5)

3. Ibu Rani Arfianty, S.S., M.Phill selaku Dosen Pembimbing I, yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

4. Bapak Drs. Nandi S. selaku Dosen Pembimbing II, yang memberi masukan dan perbaikan pada penulis.

5. Seluruh staff pengajar Departemen Sastra Jepang, yang telah banyak memberikan penulis masukan dan ilmu yang bermanfaat dari awal hingga akhir perkuliahan.

6. Kepada kedua orang tua penulis yang selalu memberikan dukungan, dorongan dan nasihat tanpa henti hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini hingga akhir. Doa dan dukungan dari mereka merupakan dorongan utama penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Kepada Kakak yang selalu memberikan dorongan, masukan dan bimbingan yang tak henti sehingga mendorong penulis untuk tetap semangat hingga akhir.

7. Kepada Dosen Penguji Ujian Seminar Proposal dan Penguji Ujian Skripsi, yang telah menyediakan waktu untuk membaca dan menguji skripsi ini.

8. Kepada Joko Santoso, Amd sebagai administrasi jurusan Sastra Jepang yang selalu mengurus keperluan dan berkas-berkas penulis.

9. Kepada sahabat-sahabat SMA Sutomo 1 penulis, Jennifer, Jessica, Winda, Susanti, dan Catharine yang telah memberikan dukungan moril dan bantuan pada saat penulisan skripsi.

10. Kepada teman-teman Sastra Jepang stambuk 2012, khususnya Mia, Kelvin, Kak Resti, Afni, Romilda, Ayu.P dan Nita yang telah memberikan semangat dan bantuan kepada penulis.

(6)

11. Kepada Kepala Sekolah di Panda Education dan staff-staff pengajar yang telah memberikan bantuan pada saat penulisan skripsi.

12. Serta kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah memberikan bantuan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu. Penulis berharap semoga penulisan skripsi ini nantinya dapat memberikan manfaat bagi penulis, pembaca, serta peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut, khususnya mahasiswa/mahasiswi Jurusan Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.

Medan, Oktober 2016

Penulis

WISE NAKAMURA

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……... i

DAFTAR ISI ………...…...………. iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ……… 1

1.2. Rumusan Masalah ……...……… 5

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan ……… 6

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ……… 6

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……… 9

1.6. Metode Penelitian ……...……….. 10

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JOSHIRYOKU DANSHI 2.1. Pengertian dan Sejarah Joshiryoku Danshi ………... 11

2.2. Perkembangan dan Pengaruh Joshiryoku Danshi ………..…..…… 20

2.2.1. Perkembangan Joshiryoku Danshi ……….………….. 20

2.2.2. Pengaruh Joshiryoku Danshi di bidang Ekonomi …...…... 25

(8)

2.3. Faktor Bertambahnya Jumlah Joshiryoku Danshi ……….…….... 29

2.3.1. Perubahan Cara Berpikir Pria dan Wanita ………. 29

2.3.2. Perubahan Pola Hidup .………... 32

BAB III FENOMENA JOSHIRYOKU DANSHI DALAM MASYARAKAT JEPANG

3.1. Gaya Hidup Joshiryoku Danshi ……….. 36

3.2. Interaksi Joshiryoku Danshi ……… 41

3.2.1. Interaksi Joshiryoku Danshi dengan Keluarga ………….. 42

3.2.2. Interaksi Joshiryoku Danshi dengan Masyarakat ……….. 43

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan ………... 48

4.2. Saran ………... 49

DAFTAR PUSTAKA ………... 50

LAMPIRAN

ABSTRAK

(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Jepang adalah negara maju yang dikenal dengan perkembangan teknologi yang unggul di dunia, serta memiliki budaya tradisional yang masih kental dan dijaga sebagai warisan negara hingga saat ini. Jepang juga dikenal sebagai negara yang menganut sistem Monarki Konstitusional di bawah pimpinan Kaisar. Kaisar merupakan kepala negara yang dianggap sebagai simbol negara, sedangkan pemerintahan diatur oleh Perdana Menteri dan anggota Parlemen. Jepang sekarang ini bukan hanya dikenal dalam kemajuan teknologi dan ekonomi, namun juga sebagai salah satu negara penyumbang kebudayaan terbesar di dunia.

Budaya, menurut Koentjaraningrat (http://www. seputarpengetahuan.com /2015/03/pengertian-budaya-menurut-para-ahli-lengkap.html), adalah sebuah sistem gagasan dan rasa, sebuah tindakan serta karya yang dihasilkan oleh manusia didalam kehidupannya yang bermasyarakat, yang dijadikan kepunyaannya dengan belajar.

Masyarakat, menurut Maclver (http://www.definisi-pengertian.com/2015/

10/pengertian-masyarakat-definisi-menurut-ahli.html), adalah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara dari wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok, golongan dan pengawasan tingkah laku serta kebebasan - kebebasan individu.

(10)

Seiring dengan perkembangan zaman, terbentuknya suatu kelompok sosial baru di dalam struktur masyarakat merupakan satu hal yang biasa terjadi.

Demikian juga yang terjadi di kalangan masyarakat Jepang, dimana wujudnya kelompok-kelompok sosial yang baru, yaitu kelompok sosial dankai yang terbentuk pada masa setelah Perang Dunia II (Ochiai, 1994; 40) dan kelompok sosial shinjinrui yang muncul pada masa ekonomi gelembung (Sugimoto, 2003:75-77). Selain kelompok-kelompok sosial tersebut, muncul juga berbagai kelompok-kelompok sosial baru seiring dengan perkembangan zaman, salah satunya adalah Joshiryoku danshi (女子力男子).

Joshiryoku (女子力) berasal dari kata Joshi (女子) yaitu “Wanita” dan Ryoku (力) yaitu “Kekuatan”, penggabungan dua kata ini menjadi “Kekuatan Wanita”. Joshiryoku dapat diartikan sebagai kemampuan pada diri seorang wanita untuk dapat menjadi populer dan meningkatkan feminimitas, seperti dapat berperforma bagus di dalam pekerjaan, tren dalam berpakaian, berhias diri, memasak dan juga berprilaku “kawaii” (manis) (http://www.dicethekamikaze.com /blog/jp-culture/joshiryoku-danshi/).

Joshiryoku danshi (女子力男子), merupakan istilah yang muncul di dalam media sosial Jepang akhir-akhir ini. Istilah ini merupakan sebutan bagi salah satu kelompok di kalangan pria Jepang yang memiliki kegemaran dalam memasak, fashion (pakaian body fit), aksesoris, perawatan rambut dan produk-produk kecantikan pada umumnya dan juga perawatan wajah, kuku dan bulu mata yang biasanya merupakan hal-hal yang diminati oleh wanita. Tidak hanya itu saja,

(11)

kelompok sosial Joshiryoku danshi ini juga memiliki kemampuan serta pengetahuan yang mendalam tentang hal-hal tersebut. Bagi kalangan industri bisnis, khususnya produsen barang keperluan wanita, kehadiran kelompok sosial Joshiryoku danshi ini memberikan efek positif tersendiri kepada mereka, sebab minat dari Joshiryoku danshi terhadap barang-barang kosmetik dan fashion yang cukup tinggi dapat menambahkan keuntungan mereka. Perkembangan fashion yang cukup fantastis untuk kaum pria dapat dilihat dari munculnya produk-produk yang awalnya hanya diperuntukkan bagi wanita, seperti rok, bra, maupun korset yang di desain khusus untuk kaum pria (http://frenchjournalformediaresearch.

com/index.php?id=453).

Feminisme di Jepang bermula pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.

Para peneliti percaya bahwa perubahan tersebut berasal dari budaya dan pola berpikir negara Barat yang masuk ke Jepang setelah Restorasi Meiji pada tahun 1968 (https://en.wikipedia.org/wiki/Feminism_in_Japan). Gejala Blur Gender di Jepang mulai terlihat setelah masa itu dan terus berkembang di masyarakat hingga saat ini, seperti istilah kyouiku papa, yaitu ayah yang mengurus anak, muncul di dalam masyarakat Jepang. Selain kyouiku papa, banyak istilah-istilah yang muncul menunjukkan perubahan pola berpikir dan aktivitas yang dilakukan oleh kaum pria, seperti istilah soushokukei danshi, ojoman, nikushokukei danshi, dan istilah yang sedang banyak dibicarakan di media sosial kaum muda Jepang saat ini, yaitu Joshiryoku danshi.

(12)

Blur Gender merupakan istilah yang muncul karena adanya fenomena ketidakjelasan pada pembagian peran dan tingkah laku pada kaum pria dan wanita.

John M. Echols dan Hassan Sadhily menyebutkan gender secara umum adalah perbedaan yang tampak antara pria dan wanita dilihat dari nilai dan tingkah laku (http://dilihatya.com/1032/pengertian-gender-menurut-para-ahli).

Joshiryoku danshi ( 女 子 力 男 子 ) sering dianggap sebagai kelompok soushokukei danshi (pria herbivor), karena terdapat banyak kesamaan dalam kedua kelompok sosial tersebut, mulai dari ketertarikan terhadap fashion, kosmetik, serta kesadaran akan penampilan diri. Namun, ada perbedaan mencolok yang terlihat pada kelompok soushokukei danshi, yaitu mereka lebih cenderung menghindari diri mereka dari hubungan dengan kaum wanita dan cenderung lebih mementingkan kegiatan yang ingin dilakukan mereka sendiri. Sedangkan pada Joshiryoku danshi, kelompok ini justru melakukan pendekatan dengan kaum wanita karena menganggap pola hidup mereka sama dengan kaum wanita sehingga lebih mudah untuk menjalin hubungan pertemanan. Selain itu, Joshiryoku danshi juga memiliki ketertarikan dalam menjalin hubungan asmara dengan kaum wanita seperti para pria pada umumnya.

Perubahan pola pikir yang terjadi di masyarakat Jepang tidak luput dari perkembangan zaman dan pengaruh dari budaya asing. Perubahan perilaku dan gaya hidup yang drastis pada masyarakat Jepang seperti kelompok Joshiryoku danshi memberikan dampak tersendiri pada masyarakat Jepang, khususnya pada golongan muda. Oleh sebab itu, Joshiryoku danshi menjadi suatu hal yang

(13)

fenomenal di kalangan masyarakat Jepang seiring dengan meningkatnya jumlah kaum pria yang tergolong dalam kelompok sosial ini.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai fenomena Joshiryoku danshi dalam masyarakat Jepang, yaitu apa yang mempengaruhi bertambahnya jumlah mereka dan bagaimana mereka dapat menjadi suatu hal yang fenomenal, ke dalam skripsi yang berjudul “Fenomena Joshiryoku Danshi dalam Masyarakat Jepang”.

1.2.Perumusan Masalah

Jepang yang dikatakan sebagai negara maju dengan teknologi tinggi dan juga budaya yang unik, merupakan salah satu Negara yang dikenal memiliki berbagai macam kelompok sosial di dalam masyarakatnya.

Kemajuan dalam berbagai bidang di dalam masyarakat Jepang membuat mereka mulai menerima pengaruh dari perubahan-perubahan dari luar Jepang sehingga membuat pola pemikiran dan cara pandang masyarakat Jepang semakin berubah seiring waktunya. Persamaan derajat antara pria dan wanita, semakin tipisnya batas ‘gender’ antara pria dan wanita merupakan beberapa dari hal yang memunculkan berbagai pandangan yang berbeda di dalam masyarakat Jepang.

Joshiryoku danshi, merupakan salah satu kelompok sosial yang muncul di masyarakat Jepang, khususnya, pada kaum pria muda yang memiliki kegemaran dalam memasak, kosmetik dan aksesoris, fashion, dan penampilan yang mana telah menjadi fenomenal di Jepang sampai saat ini.

(14)

Oleh karena itu, yang menjadi pertanyaan dan perlu dirumuskan di dalam penulisan ini adalah:

1. Apakah hal-hal yang mempengaruhi bertambahnya Joshiryoku Danshi?

2. Bagaimanakah Joshiryoku Danshi menjadi suatu hal yang fenomenal di dalam masyarakat Jepang?

1.3.Ruang Lingkup Pembahasan

Agar masalah yang akan dibahas lebih terarah, penulis membatasi ruang lingkup pembahasan untuk mempermudah dalam menganalisa topik permasalahan.

Di dalam penelitian ini, pembahasan akan difokuskan pada salah satu kelompok sosial masyarakat Jepang saat ini, yaitu kaum muda di Jepang yang berkumpul dalam kelompok Joshiryoku danshi dan ciri-ciri kehidupan mereka di dalam masyarakat Jepang itu sendiri.

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1. Tinjauan Pustaka

Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat Jepang juga mengalami perubahan dalam pola berpikir dan gaya hidup. Belakangan ini, hal-hal dan kebiasaan yang umumnya dilakukan oleh kaum wanita juga marak dilakukan dan diminati oleh kaum pria Jepang.

(15)

Isu Blur Gender di Jepang, ketidakjelasan antara pembagian peranan pria dan wanita di Jepang (http://www.kompasiana.com/chianishikido/blur-gender-di- jepang_54f7bb77a333119d1c8b4977),terlihat sejak era gelembung ekonomi pada tahun 1986-1991 di Jepang (https://regifauzi.wordpress.com /2012/01/16/gelembung-ekonomi-jepang/). Selain itu, perubahan pandangan mengenai konsep maskulinitas juga mempengaruhi isu Blur Gender di Jepang.

Bushido sebagai way of life masyarakat Jepang menjadi landasan perilaku terutama bagi pria Jepang. Nilai-nilai yang terdapat dalam Bushido adalah pencerminan maskulinitas pria Jepang. Menurut Nitobe Inazo (1969), dalam bukunya yang berjudul Bushido: The Soul of Japan, bushido terdiri atas delapan nilai, yaitu :

- Keadilan - Keberanian - Kemurahan hati - Kesopanan

- Kejujuran dan keikhlasan - Kehormatan

- Kesetiaan

- Karakter dan pengendalian diri

Namun nilai-nilai bushido tersebut mulai ditinggalkan oleh kaum pria Jepang seiring dengan penerimaan masyarakat Jepang akan budaya asing, seperti budaya Korea, yang terkenal dengan masyarakatnya yang memiliki kebiasaan untuk memakai kosmetik serta perawatan kulit untuk pria maupun wanita.

(16)

Masyarakat Jepang sekarang ini memiliki pandangan yang berbeda terhadap kelompok Joshiryoku Danshi. Ada pihak yang menerima kelompok ini dengan tangan terbuka, tetapi, ada juga pihak yang merasa tidak nyaman dengan kehadiran Joshiryoku Danshi ini. Kini, Joshiryoku Danshi sudah menjadi hal yang fenomenal di dalam masyarakat Jepang seiring meningkatnya jumlah penganut setiap tahunnya.

Secara harfiah, fenomena bisa diartikan menjadi suatu hal luar biasa yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat dunia, dimana fenomena tersebut terjadi dengan tidak terduga dan tampak mustahil dalam pandangan manusia, seperti suatu peristiwa yang tidak biasa tetapi sering terjadi pada alam atau makhluk.

Fenomena secara sosial dapat diartikan sebagai kondisi dimana manusia menganggap segala hal yang dialaminya adalah sebuah kebenaran absolut (http://ririputriramadani.blogspot.co.id/2013/10/lebih-dari-500-kata-untuk-

fenomena.html).

Jadi, bisa dikatakan bahwa kelompok sosial seperti Joshiryoku Danshi merupakan hal yang tidak biasa, tetapi, sering terjadi. Bahkan, orang-orang yang terlibat di dalam Joshiryoku Danshi ini menganggap yang mereka lakukan adalah sebuah kebenaran absolut.

1.4.2. Kerangka Teori

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan fenomenologi.

Fenomena berasal dari bahasa Yunani, Phainomenon yang berarti “apa yang terlihat”. Fenomenologi adalah cabang ilmu pengetahuan tentang apa yang terlihat

(17)

(phainomenon). Jadi, fenomenologi itu mempelajari tentang apa yang terlihat atau menampakkan diri.

Pendekatan fenomenologi lebih menekankan pada rasionalisme dan realitas budaya yang ada. Fenomenologi berusaha untuk memahami budaya lewat pandangan pemilik budaya atau pelakunya (Suwardi Endraswara, 2003: 65).

Berdasarkan teori fenomenologi yang dikemukakan, penulis berpendapat bahwa dengan pendekatan fenomenologi, penulis dapat lebih mudah meneliti seperti apakah kelompok Joshiryoku Danshi dan bagaimanakah kehidupan mereka di dalam masyarakat Jepang itu sendiri.

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui hal-hal yang mempengaruhi pertambahan jumlah Joshiryoku Danshi.

2. Untuk mengetahui tentang bagaimana Joshiryoku Danshi yang membuat mereka menjadi fenomenal di Jepang.

1.5.2. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Menambah pengetahuan mengenai kelompok sosial Joshiryoku Danshi yang terjadi di dalam masyarakat Jepang, khususnya pada kaum muda.

(18)

2. Menambah pengetahuan mengenai faktor terbentuknya kelompok sosial Joshiryoku Danshi di masyarakat Jepang.

3. Menambah wawasan mengenai kehidupan para Joshiryoku Danshi di dalam masyarakat Jepang.

1.6. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara untuk menemukan, mengembangkan dan menguji masalah yang dihadapi. Metode yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini adalah dengan metode deskriptif dan kepustakaan.

Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada dan berlangsung pada saat ini atau masa lampau (Asep Saeful Hamdi, 2005:5). Sedangkan metode kepustakaan, seperti yang dikatakan oleh Zed (2008), yaitu serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian. Penelitian dilakukan dengan metode kepustakaan, yaitu mengumpulkan data-data pustaka seperti buku, jurnal, majalah serta media digital yang berhubungan dengan Joshiryoku Danshi.

(19)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP JOSHIRYOKU DANSHI

2.1. Pengertian dan Sejarah Joshiryoku Danshi

Istilah Joshiryoku (女子力) pertama kali muncul dan digunakan di dalam media jejaring sosial di Jepang. Istilah Joshiryoku ditujukan untuk seseorang yang memiliki 3 poin dasar dalam dirinya, yaitu mahir dalam pekerjaan rumah, memiliki kesadaran akan kecantikan dan memiliki ketertarikan dalam penampilan yang disebut juga dengan istilah josei rashisa (女性らしさ) atau feminim. Istilah yang seyogyanya diperuntukkan untuk wanita ini kemudian semakin berkembang di masyarakat Jepang dan kemudian diangkat menjadi nominasi bahasa baru Yuukyan (yuukyan shingo/ryuukougo daishou kouhogo), liputan tahunan oleh perusahaan majalah Jiyuu Kokumin Sha yang memuat bahasa-bahasa trendy setiap tahun di Jepang, pada tahun 2009. (beinspiredglobal.com/ joshiryoku- compliment)

Seiring dengan populernya istilah joshiryoku ( 女 子 力 ) di kalangan masyarakat Jepang, istilah-istilah baru mulai bermunculan, salah satunya adalah istilah Joshiryoku Danshi, yang merupakan istilah yang diberikan kepada kaum pria Jepang yang memiliki ciri-ciri Joshiryoku.

Isitilah Joshiryoku Danshi kemudian muncul dalam buku yang diterbitkan oleh Harada Youhei yang dikenal sebagai pemimpin dari tempat penelitian remaja

(20)

pada Hakuhodo Brand Design. Pada bulan Desember 2014, Youhei menerbitkan buku yang berjudul Joshiryoku Danshi~Joshiryoku wo Mi ni Tsuketa Danshi ga Atarashi Ichiba wo Tsukuri Dasu~ (女子力男子~女子力を身につけた男子が新し い市場を創り出す), dan dari buku tersebut, hal-hal mengenai Joshiryoku Danshi dikenalkan lebih dalam kepada masyarakat Jepang. Melalui pekerjaan Youhei sebagai designer, Youhei telah berkomunikasi dengan lebih dari 10.000 orang remaja dan dari hasil pengamatannya, Youhei mengatakan bahwa perubahan fisik pada remaja laki-laki sudah mulai mengalami perubahan sekitar 10 tahun yang lalu dan perubahan pola pikir baru mulai dirasakan dan disadari pada 5 tahun yang lalu. (https://kotobank.jp/word/女子力男子-1713061)

Menurut Youhei, kelompok Joshiryoku Danshi berpusat pada kaum pria yang berumur 10 sampai 30 tahun walaupun tidak menutup kemungkinan pria berumur 40 tahun ke atas untuk masuk dalam karakteristik kelompok ini. Youhei dalam bukunya menjelaskan tentang kelompok Joshiryoku danshi memiliki sejumlah karakteristik yang khusus, baik pada fisik maupun non fisik, yang membuat mereka berbeda dari kelompok masyarakat lain yang ada di Jepang.

Untuk karakteristik yang dapat terlihat secara fisik, Joshiryoku danshi memiliki tiga ciri khas yang dapat membuat orang mengetahui mereka.

Pertama, pria pada kelompok Joshiryoku Danshi umumnya memiliki ciri bentuk tubuh yang langsing dan proporsional. Untuk menjaga penampilan luar serta pandangan luar orang lain terhadap mereka, kelompok masyarakat ini

(21)

mementingkan bentuk tubuh mereka dan tetap menjaga berat badan tubuh mereka pada berat badan ideal sesuai dengan indeks masa tubuh ideal.

Kedua, mereka gemar berpakaian sesuai dengan tren serta mengikuti pola fashion sesuai dengan jenis fashion yang mereka gemari. Dalam pola berpakaian, mereka tidak segan untuk memakai warna cerah yang biasanya dipandang tidak umum jika dikenakan oleh kaum pria. Misalnya warna kuning dan merah muda yang umumnya lebih identik sebagai warna kaum wanita. Aksesoris seperti gelang, cincin, anting dan tas juga tidak jarang dikenakan oleh mereka seperti yang dapat dilihat pada gambar di lampiran.

Ketiga, mereka gemar melakukan perawatan tubuh, misalnya perawatan kulit dan perawatan kuku, serta gemar memakai produk kosmetik. Saat ini, sudah lazim jika melihat kaum remaja pria yang masuk kedalam toko perawatan tubuh maupun memakai produk perawatan kulit, seperti pemakaian uv protection dan pelembab kulit di tempat umum serta produk skin care.

Untuk karakteristik non-fisik, seperti keahlian dan kegemaran yang umum dimiliki pria Joshiryoku Danshi dapat dilihat dari beberapa ciri-ciri berikut

Pertama, mereka memiliki ketertarikan yang tinggi dalam hal masakan dan makanan manis seperti cake. Biasanya mereka mengetahui banyak informasi tentang café, misalnya café yang menyajikan makanan yang terlihat menarik dan serta cake yang disajikan dengan unik, terkenal di kalangan remaja terutama oleh wanita. Sebagian besar pria yang masuk ke dalam kategori Joshiryoku Danshi memiliki kemampuan untuk memasak. Salah satu contohnya adalah pada

(22)

penerimaan anggota dalam kelas memasak yang biasanya hanya menerima wanita, sekarang juga menerima anggota untuk pria. Oleh karena itu, sekarang merupakan hal yang lazim jika melihat kelas memasak dan membuat kue yang dipenuhi oleh jumlah peserta pria yang lebih banyak daripada jumlah peserta wanita.

Selain itu, dalam bukunya, Youhei (2014:16) membahas tentang istilah 逆 チョコ (“gyaku choko”. yang memiliki arti “coklat berlawanan”), yang menjadi bahan pembicaraan di Jepang pada tahun 2008. Istilah ini memiliki arti bahwa coklat yang diberikan oleh pria kepada wanita yang disukainya di hari Valentine.

Seperti yang diketahui, bahwa pada tradisi hari Valentine, kaum wanita yang seharusnya memberikan coklat kepada pria dan akan dibalas oleh kaum pria pada White Day. Namun sekarang ini, di Jepang, hari Valentine bukanlah event yang khusus untuk wanita namun menjadi event pemberian coklat oleh wanita maupun pria.

Kedua, mereka tertarik dalam hal fashion dan kosmetik. Tidak jarang dari mereka yang melakukan perawatan wajah, kulit dan bagian tubuh lainnya untuk menjaga penampilan mereka. Tingginya ketertarikan kaum pria pada kosmetik dapat dilihat dari berkembangnya pasar kosmetik pria dan tersedianya beragam produk kosmetik yang ditargetkan kepada konsumen pria. Sebagai contoh, salah satu produsen kosmetik terbesar, Kao, melakukan survei online terhadap 1.032 orang remaja pria berumur 20-an dan mendapatkan hasil yaitu 84% dari koresponden menggunakan skin lotion, skin care, dan produk kecantikan lainnya.

Tidak jarang dari Joshiryoku danshi yang membawa peralatan kosmetik dan

(23)

perawatan ketika berpergian. Biasanya, mereka menyimpan benda-benda keperluan kosmetik mereka ke dalam pouch dan dimasukkan ke dalam tas untuk dibawa berpergian. (http://www.cosmeticsdesign-asia.com/Market-Trends/The- male-grooming-revolution-is-on-its-way-with-Japan-s-joshiryoku-danshi)

Dalam hal fashion, dapat dilihat dari perubahan fashion pria dari tahun ke tahun yang semakin menunjukkan bentuk fisik dari seorang pria, seperti pakaian body fit yang umumnya tidak biasa dikenakan oleh pria dan juga pakaian yang semakin tidak membedakan antara pakaian pria dan wanita atau yang dikenal dengan unisex. Joshiryoku danshi menganggap bahwa tren fashion sekarang memudahkan mereka untuk menunjukkan bentuk fisik mereka agar terlihat keren dan menarik perhatian. Selain fashion berpakaian, Joshiryoku danshi juga sering ditandai dari cara pemakaian aksesoris pada saat berpergian. Kebanyakan dari mereka selalu membawa tote bag atau tas yang umumnya digunakan oleh wanita, dan digunakan untuk menyimpan tas kantungan yang berisi perlengkapan perawatan yang digunakan ketika berpergian, contohnya seperti bb cream, uv protection, parfum, sunblock, dan lain sebagainya. Tidak jarang mereka menggunakan benda-benda tersebut di tempat umum untuk menjaga penampilan mereka dari pandangan orang di sekitarnya.

Ketiga, mereka lebih memilih untuk bergaul dengan wanita daripada pria.

Mereka menganggap bahwa dengan kegemaran mereka, mereka lebih cocok dengan wanita yang memang pada umumnya memakai kosmetik maupun melakukan perawatan sehingga tidak sulit untuk diajak bergaul dan merasa lebih nyaman jika berada dengan wanita dibandingkan dengan pria. Namun, bukan

(24)

berarti Joshiryoku Danshi memisahkan diri dari kaum pria. Mereka tetap bergaul sebagaimana adanya seperti kaum pria lainnya. Hanya, berbeda dari kaum pria yang beberapa menganggap bahwa kaum wanita sulit untuk diajak bergaul, Joshiryoku Danshi justru tidak segan untuk melakukan pendekatan langsung dengan kaum wanita. Oleh karena itulah, tidak sedikit dari Joshiryoku Danshi yang sengaja belajar tentang kegemaran wanita hanya untuk melakukan pendekatan terhadap wanita. Mereka menganggap bahwa dengan memiliki kemampuan seperti memasak dan menjahit, dapat membuat mereka disenangi oleh wanita.

Keempat, mereka peduli terhadap kebersihan. Joshiryoku Danshi biasanya sangat memperhatikan kebersihan dan kerapian terutama menyangkut pada kebersihan pribadi, seperti dalam hal kerapian berpakaian, berpenampilan maupun keadaan benda-benda pribadi mereka. Pakaian yang rapi tanpa kusut dan kusam merupakan salah satu ciri khas dari cara mereka menjaga kerapian pada penampilan mereka. Cara berpakaian Joshiryoku Danshi lebih memiliki kesan

“remaja baik” dan biasanya memberikan kesan baik dan rapi untuk orang-orang yang melihat mereka. Selain itu, mereka juga menjaga kerapian dari benda-benda pribadi milik mereka seperti kamar yang bersih dan rapi, tidak meninggalkan sampah maupun pakaian kotor di dalam kamar pribadinya dan selalu menjaga kebersihan di sekitar mereka. Tidak sedikit dari Joshiryoku Danshi yang mahir dalam melakukan pekerjaan rumah, seperti mencuci dan bersih-bersih.

Kelima, mereka gemar mengumpulkan benda-benda lucu, seperti: boneka,

(25)

juga digemari oleh kaum ini. Mereka tidak segan mengatakan kepada teman mereka bahwa mereka menyukai boneka maupun memiliki kegemaran mengoleksi boneka dan sejenisnya.

Gambar 2.1. Gambaran Joshiryoku Danshi dari Perso Net

Sumber: https://kotobank.jp/word/女子力男子-1713061

Lahirnya kelompok sosial baru Joshiryoku Danshi sebagai salah satu kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat Jepang kontemporer didorong oleh beberapa alasan. Menurut Youhei (2014:66-86), terdapat tiga alasan utama lahirnya Joshiryoku Danshi di masyarakat Jepang, yaitu sebagai berikut :

1. Pengaruh ekonomi terhadap perubahan peran pria-wanita.

Sejak dulu, peran pria pada dasarnya adalah bekerja dan mencari nafkah.

Namun akibat dari resesi ekonomi Jepang yang berkepanjangan, ketidak-stabilan lapangan kerja menggoyahkan cara pemikiran tersebut. Pemikiran terhadap kaum

(26)

pria yang menjadi tulang punggung sebuah keluarga atau hal pria yang mentraktir wanita di nomikai (飲み会, acara dimana sahabat atau teman sekantor berkumpul bersama untuk makan dan minum bersama), mulai menghilang dan wanita yang memiliki jenjang pendidikan tinggi dan wanita karir mulai muncul dan bertambah hingga sekarang. Berikut adalah gambar yang menunjukkan status pendidikan tinggi pada pria dan wanita dari tahun 2007-2013.

Gambar 2.2. Persentase Masyarakat yang Melanjutkan Pendidikan ke Perguruan Tinggi di Jepang Tahun 2007-2013

Sumber: Joshiryoku Danshi ~Joshiryoku wo Mi ni Tsuketa Danshi ga Atarashii Ichiba wo Tsukuri Dasu~

Dengan berubahnya lapangan pekerjaan ke arah sektor industri dan perkantoran saat ini, peran wanita dalam pekerjaan kasar maupun pekerjaan kantor semakin bertambah. Secara singkat, dapat dikatakan bahwa kaum wanita yang dapat bekerja di posisi yang sama dengan kaum pria terus bertambah. Selain

(27)

wanita karir, juga ada kaum wanita yang bekerja di bidang pekerjaan pria, seperti Dobojo, yang merupakan sebutan yang diberikan kepada wanita yang bekerja di industri perkayuan dan juga kaum wanita yang meniti karir sebagai supir taksi.

Di tengah perubahan besar yang terjadi dalam masyarakat Jepang hingga sekarang, hal dimana suami istri yang bekerja bersama untuk membiayai kehidupan sehari-hari keluarga, hingga terbaliknya peran suami-istri dalam keluarga, dimana istri yang bekerja dan suami yang mengerjakan pekerjaan rumah tangga sudah semakin bertambah.

2. Kurangnya dorongan maskulinitas pada pria di dalam masyarakat.

Sejak dahulu, tekanan dari kehidupan sosial secara tidak langsung telah ditanam pada pikiran masyarakat Jepang. Pria ditekankan untuk mendapatkan pekerjaan yang mapan untuk membiayai keluarganya, wanita ditekankan untuk mencari pasangan yang ideal. Tetapi, seiring perkembangan pemikiran masyarakat dalam 10 tahun ini, pemikiran-pemikiran baru seperti salah satunya

“pria yang dapat melakukan pekerjaan rumah lebih disukai oleh wanita” sudah menjadi hal yang biasa dalam pemikiran kaum muda. Banyak program televisi yang menayangkan program memasak yang dibawakan oleh pria, salah satunya adalah Daichi x Kentarou Danshi Gohan, program acara memasak di TV Tokyo pada tahun 2008. Munculnya program-program televisi tersebut dikatakan sebagai buyarnya pemikiran masyarakat terhadap pemikiran Danshi wa Danshi rashiku, Joshi wa Joshi rashiku (berprilakulah sesuai dengan gender masing-masing) di Jepang.

(28)

3. Pengaruh sosial media di masyarakat

Peranan media sosial dianggap menjadi salah satu titik penting dalam perubahan pola pikir dan pola hidup masyarakat Jepang hingga sekarang.

Munculnya media sosial seperti facebook dan twitter dan kemudahan untuk mengaksesnya mendorong masyarakat, khususnya, kaum muda menjadi lebih aktif dalam berkomunikasi. Bermula dari pemuatan foto-foto dan status yang sebagian besar dilakukan oleh kaum wanita, secara perlahan memberikan pengaruh kepada kaum pria untuk melakukan hal yang sama. Selain itu, pemakaian bahasa Jepang yang digunakan pada sebagian besar media sosial lebih menitik-beratkan pada Joshigata no Communication (Komunikasi dengan bentuk bahasa wanita) membuat batas antara penggunaan bahasa pada pria dan wanita menjadi semakin tipis. Penggunaan bentuk bahasa wanita oleh pria dan sebaliknya dilakukan oleh wanita juga sudah semakin banyak terlihat dalam media sosial akhir-akhir ini.

2.2. Perkembangan dan Pengaruh Joshiryoku Danshi

2.2.1. Perkembangan Joshiryoku Danshi

Menurut Youhei, fenomena Joshiryoku Danshi sudah ada cukup lama di dalam masyarakat Jepang. Hal itu dapat dilihat dari munculnya Shin Go/Ryuukou Go (Bahasa baru/Bahasa tren) yang selalu dimuat di majalah dan situs media sosial setiap akhir tahun yang mengeluarkan kata-kata baru yang berhubungan dengan karakteristik Joshiryoku Danshi. Sejak tahun 2009, kata-kata baru yang

(29)

muncul karena 女子化 (feminimitas) pada kaum muda pria semakin bertambah.

Soushokukei Danshi, Bentou Danshi, Otomen (2009), Ikemen (2010), dan Higasa Danshi (2013) merupakan beberapa contoh dari kata-kata yang baru yang muncul hingga sekarang. Istilah “Joshiryoku Danshi”, yang akhir-akhir ini muncul sebagai pembicaraan media sosial di Jepang dikatakan sebagai versi baru dari istilah Soshokukei Danshi yang memiliki beberapa persamaan namun berbeda dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. (Youhei:14-15)

Perkembangan jumlah Joshiryoku Danshi dapat dilihat secara jelas di dalam masyarakat Jepang karena terbukanya kelompok masyarakat ini. Mereka tidak segan atau malu untuk memperlihatkan kepada orang bahwa mereka memiliki kegemaran yang sama dengan kaum wanita, sebab mereka menganggap hal-hal tersebut merupakan hal yang memang sudah seharusnya dilakukan untuk menarik perhatian. Joshiryoku danshi tidak akan segan untuk mengajak bicara wanita untuk berkenalan. Gambar berikut merupakan hasil angket yang dilakukan oleh Perusahaan Micro Mill pada 31 Mei 2016, dengan jumlah koresponden 1.187 orang berumur 15-49 tahun dari seluruh Jepang tentang hadirnya Joshiryoku Danshi di lingkungan sekitar koresponden.

(30)

Gambar 2.3. Tipe pria yang ada di sekitar koresponden

Sumber: https://milltalk.jp/boards/859

Dari gambar 2.3., dapat dilihat bahwa keberadaan Joshiryoku danshi di lingkungan sekitar masyarakat Jepang mencapai 46.5%, yaitu hampir setengah dari jumlah seluruhnya.

Selain masyarakat umum, banyak dari kalangan hiburan Jepang yang masuk dalam kategori Joshiryoku Danshi. Salah satunya adalah Yamada Ryuusuke dari grup penyanyi Hey! Say Jump! yang suka membaca shoujo manga dan mengunjungi café serta pemain ice-skating Haryuu Yuzuru, yang dipotret oleh media sedang memeluk boneka Pooh miliknya pada saat menunggu hasil pertandingan. (http://www.ryskkbysh. com/archives/9721)

Jika dibandingkan, perilaku dan cara pemikiran Joshiryoku Danshi sangat bertolak-belakang dengan kaum pria masyarakat Jepang yang lahir sebelum masa Yutori Jidai. Image pria Jepang sebelum memasuki masa Yutori Jidai, lebih memiliki pembawaan yang kalem, lebih memilih untuk berteman dengan pria lainnya, dan sangat segan untuk mengajak berbicara langsung dengan kaum

(31)

beranggapan bahwa perubahan drastis pada kaum muda disebabkan dari sistem Yutori, yang menyebabkan masyarakat yang lahir pada Yutori Jidai lebih mementingkan kesenangan daripada kerja keras. (Youhei:10)

Berikut merupakan beberapa kutipan komentar di dalam forum yang membahas tentang pandangan perubahan pria di Jepang. (http://jacklog.

doorblog.jp/archives/ 42750021.html).

-- 昔は独身男性の一人暮らしといえば、散らかった部屋で食事はカップ麺か外食 なんてイメージだったけど、いまやそこらの女に負けないくらいの家事や料理ス キル持った 男はごろごろ居るな。

Terjemahan:

-- Dulu kalau mengatakan soal pria single yang tinggal sendirian, muncul image ruangan yang berserakan dengan cup ramen dan makanan luar, namun sekarang ini banyak bermunculan pria yang memiliki skill tidak kalah dengan wanita dalam memasak dan melakukan pekerjaan rumah.

-- 昔は学校で男は技術科で椅子を作ったり、女は家庭科で料理や裁縫して たけど 今は男も女も同じことを習うんだっけ。

Terjemahan:

-- Dulu jika pada pelajaran keterampilan di sekolah, pria membuat kursi dan wanita membuat masakan dan menyulam di pelajaran home economic, namun kini pria dan wanita mempelajari hal yang sama.

-- 昔は男なら泣くなみたいなのがあったかと思いますが、今は男だ って泣く時は泣くんだっていう…個性を尊重しましょう的なのがあ るから、男は男から解放されたんじゃないかな(笑)女だって、今 の時代男も育児家事できなきゃ駄目よみたいなのあるし お互い様 なんですよねきっと。(http://djaoi.blog.jp/archives/4232237.html)

(32)

Terjemahan:

--Dulu sepertinya ada perkataan yang “kalau kamu laki-laki, jangan menangis”, tetapi pria sekarang menangis jika ingin menangis… Karena ada juga hal tentang “menghormati personalitas seseorang”, mungkin saja pria menjadi terbebas dari “image pria”. Wanita juga ada yang mengatakan

“pria sekarang tidak boleh kalau tidak bisa dalam mendidik anak dan pekerjaan rumah tangga”. Karenanya, hal seperti itu pasti adil kan.

Dari kutipan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pandangan terhadap image pria semakin berubah di dalam masyarakat Jepang. Pembagian peran dalam kehidupan sehari-hari antara pria dan wanita semakin tipis seiring berkembangnya masyarakat sehingga secara tidak sadar, kaum pria diarahkan untuk mempelajari hal-hal yang umumnya dilakukan oleh wanita.

Berkembangnya Joshiryoku Danshi mendapat berbagai respon dari masyarakat Jepang, baik dari acara program televisi, majalah maupun media sosial. Pada umumnya pembahasan yang diangkat di media massa umumnya adalah ciri-ciri umum Joshiryoku Danshi, hubungan dengan masyarakat, dan pengaruh yang diberikan pada masyarakat Jepang. Di kalangan muda, Joshiryoku Danshi mendapat respon yang positif terutama pada kaum wanita. Banyak kaum wanita muda yang menyukai kaum pria yang memiliki Joshiryoku dapat diandalkan bukan hanya pada pekerjaan, namun juga pada pekerjaan rumah dan memiliki pemikiran yang lebih terbuka sehingga mudah untuk diajak bicara.

(33)

2.2.2. Pengaruh Joshiryoku Danshi di bidang Ekonomi

Pengaruh Joshiryoku Danshi yang paling mencolok terlihat pada bidang ekonomi Jepang. Hal ini dikarenakan pola konsumsi mereka berbeda pria Jepang pada generasi sebelumnya. Pengaruh dari perubahan pola konsumsi adalah kondisi buruk ekonomi Jepang sejak era ekonomi gelembung berakhir secara tiba- tiba pada akhir tahun 1990-an.

Youhei (2014:47) memaparkan bahwa jumlah pekerja tidak tetap atau freeter dari tahun 1993 hingga tahun 2013 meningkat hingga lebih dari dua kali lipat. Persentase freeter yang berpusat pada umur 25-34 tahun di tahun 1993 berkisar pada 12%. Namun meningkat drastis pada tahun 2000 dan di akhir tahun 2013 mencapai 27,4%.

Berkurangnya full time worker secara drastis di Jepang disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah gaya hidup dan pola konsumsi yang berbeda dari generasi sebelumnya. Penggunaan uang yang sia-sia, konsumsi material yang dianggap sia-sia menjadi jarang dilakukan oleh kaum muda Jepang sekarang.

Jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya, pandangan terhadap konsumsi kaum muda Jepang kini berubah dengan drastis. Hal ini dapat dilihat dari berkurang drastisnya penggunaan produk yang ditujukan untuk kaum pria, misalnya mobil, sake, rokok, pachinko dan lainnya.

(34)

Gambar 2.4. Konsumsi Rokok di Jepang oleh Pria dan Wanita diatas umur 20 tahun 1965-2013

Sumber: Joshiryoku Danshi ~Joshiryoku wo Mi ni Tsuketa Danshi ga Atarashii Ichiba wo Tsukuri Dasu~

Dapat dilihat pada gambar 2.4. bahwa sampai dengan tahun 1982, konsumsi rokok pada pria berusia 20-an stabil pada persentase angka 80% dan pada tahun berikutnya mengalami penurunan namun tidak terlalu signifikan.

Namun, di tahun 2006, jumlah penggunaan menurun drastis hampir setengah dari jumlah penggunaan sebelumnya. Setelah itu, hanya dalam kurun waktu 7 tahun, yaitu pada tahun 2013, penggunaan rokok berkurang hingga mencapai pada angka 29.9%.

Bukan hanya pada penjualan rokok, konsumsi minuman beralkolhol pada pria berumur 20-an hanya mencapai setengah dari konsumsi pada tahun 1980.

Jumlah spesifiknya dapat dilihat mulai pada tahun 1998 dimana jumlah yang tidak mengkonsumsi alkolhol sekitar 14.3%, namun pada tahun 2014, jumlah

(35)

semakin menghindari konsumsi alkolhol bertambah cukup drastis dibandingkan sebelumnya. (Youhei, 2014:50)

Di sisi lain, di pasar penjualan Jepang terdapat beberapa produk yang beberapa tahun ini mengalami peningkatan penjualan yang signifikan, yaitu produk kosmetik dan fashion pria. Berbagai produk kosmetik pria yang diproduksi secara beragam sudah banyak dilirik oleh konsumen pria dalam beberapa tahun ini, seperti pada gambar 2.6.

Gambar 2.5. Hasil penjualan kosmetik pria di Jepang berdasarkan jumlah pemasukan dalam penjualan produk kosmetik kulit

Sumber: https://www.brasyna.com/uploads/t_news/26/parts/ 144790921522994-file.pdf, telah diolah kembali

Dari gambar 2.5., yang merupakan hasil penilitian tahunan yang didapat dari Menteri Ekonomi dan Industri Jepang, dapat dilihat bahwa jumlah penjualan

(36)

kosmetik pria terus meningkat setiap tahunnya. Kosmetik pria bukan hanya sekedar parfum dan body lotion saja, namun jenis kosmetik yang dulunya dianggap tidak umum jika digunakan oleh kaum pria, seperti krim kecantikan, krim pelembab dan pemutih kulit, peeling mask, kini juga sudah banyak digunakan oleh pria di Jepang.

Fashion Jepang pun turut berubah seiring meningkatnya pengaruh kelompok-kelompok masyarakat seperti Joshiryoku Danshi. Pakaian yang sekarang sangat banyak diminati oleh kaum pria muda adalah tight pants dan atasan fit body berwarna cerah dan memiliki kesan “segar”. Bahkan pakaian jenis seperti itu sudah menjadi pakaian yang umum dipakai pada kaum pria muda Jepang sekarang ini. Model pakaian berenda dan jenis rok-celana yang diperuntukkan bagi pria sudah diproduksi sejak tahun 2009. Pakaian yang diproduksi pun diarahkan menjadi unisex, yaitu desain pakaian yang dapat diperuntukkan untuk pria maupun wanita. Bukan hanya pada pakaian luar, pakaian dalam seperti bra dan shorts yang diperuntukkan khusus untuk pria sudah diproduksi pada tahun 2009 oleh sebuah perusahaan pembuat pakaian dalam, WishRoom, yang pertama kali mulai dijual di web shopping Rakuten dan angka penjualan pada saat itu mencapai ratusan hanya dalam waktu 2 minggu. Model pakaian dalam beberapa tahun ini sudah menjadi semakin netral dan tidak lagi memisahkan dengan jelas antara pakaian pria dan wanita. (http://www.complex.

com/style/2014/01/japanese-man-bra-brand-enjoys-crazy-success-with-dude- lingerie)

(37)

Dari beberapa uraian tentang pengaruh Joshiryoku danshi, dapat dilihat bahwa Joshiryoku Danshi lebih memilih untuk mengalokasikan pengeluaran sehari-harinya pada benda dan hal yang dapat memuaskan diri mereka dibandingkan dengan produk-produk yang mencermikan image pria pada umumnya.

Kaum Joshiryoku Danshi menjauh dari penggunaan produk untuk kaum pria, namun di lain pihak, mendekati produk yang ditujukan untuk kaum wanita.

Oleh karena itu, perubahan ekonomi secara drastis pada berbagai produk di Jepang dapat dikatakan merupakan pengaruh dari berkembangnya Joshiryoku Danshi di masyarakat Jepang.

2.3. Faktor Bertambahnya Jumlah Joshiryoku Danshi

2.3.1. Perubahan Cara Berpikir Pria dan Wanita

Faktor muncul dan bertambahnya jumlah Joshiryoku Danshi tidak terlepas dari faktor sejarah yang membuat cara pemikiran masyarakat Jepang perlahan- lahan berubah. Faktor awal pemicu perubahan dalam masyarakat Jepang adalah generasi Era Ekonomi Gelembung yang terjadi sampai pada pertengahan akhir tahun 1980-an. Ekonomi gelembung merupakan istilah yang digunakan untuk kondisi ekonomi Jepang yang pada masa setelah Era Pasca Perang, mengalami pertumbuhan ekonomi yang kuat yang dipicu oleh nilai saham yang tinggi sehingga pada masa tersebut dikatakan sebagai masa kejayaan ekonomi Jepang.

Namun, pada saat yang bersamaan, Jepang mengalami masalah dalam

(38)

masyarakatnya, yaitu Karoushi (kematian yang disebabkan oleh kelebihan bekerja).

Jika dilihat dari pandangan masyarakat kaum pria yang lahir pada era pasca perang, hal tersebut dianggap wajar bagi orang yang mengabdikan diri dan fokus pada pekerjaannya, namun pada masyarakat yang lahir pada era ekonomi gelembung, karoushi dianggap hal yang tidak wajar. Banyak dari mereka yang terjun ke dalam dunia pekerjaan memiliki pemikiran seperti “apakah ada artinya menjadi seorang anggota masyarakat jika harus bekerja sampai mengorbankan kehidupan sendiri?”. Dengan pemikiran tersebut dan didorong oleh faktor kemakmuran dalam hal ekonomi dan lapangan pekerjaan yang luas membuat masyarakat, khususnya kaum muda, kurang peduli akan masa depan mereka dan lebih memilih untuk bersenang-senang. Di masa ekonomi gelembung, masyarakat Jepang lebih menuntut akan kekayaan jiwa daripada kekayaan material.

Masyarakat Jepang yang pada awalnya sudah selalu mengejar kemakmuran dengan tujuan untuk perkembangan ekonomi Negara, mulai memiliki pemikiran untuk lebih memfokuskan pada kualitas kehidupan, kemakmuran dan ketenangan jiwa daripada uang dan material. Generasi pada masa ini memiliki nama lain yaitu

“Shinjinrui”, yang berarti ras baru, sebab memiliki pemikiran dan gaya hidup yang berbeda dengan generasi pasca perang.

Disamping hal tersebut, di atas tahun 1980-an, berkembangnya masyarakat wanita yang mulai bekerja dan usaha yang mulai dilakukan pemerintah untuk membuat persamaan derajat pada pria dan wanita di Jepang, membuat pandangan

(39)

Otoko Rashisa Onna Rashisa (Maskulinitas Feminimitas) mulai menipis dalam masyarakat era ekonomi Gelembung. (Youhei:65)

Kemudian, berakhirnya era ekonomi gelembung pada awal tahun 1990-an, keterpurukan ekonomi yang panjang melanda Jepang seiring dengan perubahan ke era global secara perlahan. Pada masa krisis ekonomi tersebut, keadaan ekonomi yang tidak stabil membuat perusahaan-perusahaan di Jepang melakukan restructuring atau sering disebut oleh risutora, yaitu penyusunan kembali dan pemecatan pegawai-pegawai di perusahaan Jepang.

Dengan keadaan lapangan pekerjaan yang tidak stabil, kehilangan pekerjaan yang dialami oleh para salaryman dan kebutuhan ekonomi keluarga yang mendesak membuat kaum wanita mulai bekerja dan meninggalkan pekerjaan rumah tangga untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Pada masa globalisasi Jepang ini, jumlah suami-istri yang bekerja meningkat drastis, sehingga membuat kaum pria untuk mempelajari pekerjaan rumah tangga dan kaum wanita untuk bekerja agar dapat saling membantu.

Selain itu, dengan keadaan lapangan kerja yang tidak stabil dan sulitnya mencari pekerjaan tetap, jumlah pengangguran dan pekerja paruh waktu atau disebut dengan istilah freeter, sejak awal tahun meningkat tajam. Akibat dari keadaan tersebut, kaum muda menjadi lebih memilih untuk menjadi freeter daripada mendapat tekanan yang berat dan tanggung jawab yang didapat apabila menjadi salaryman. Pendapatan yang lebih terbatas dari pekerjaan seorang freeter membuat objek kesenangan kaum muda perlahan-lahan berubah. Benda mewah

(40)

seperti mobil dan sepeda motor semakin tidak diminati oleh kaum pria dan perlahan beralih ke hal-hal yang dapat dijangkau oleh pendapatan masing-masing individu.

2.3.2. Perubahan Pola Hidup

Perubahan pola hidup seiring dengan perkembangan yang dialami di masyarakat Jepang memberikan pengaruh yang besar pada perkembangan Joshiryoku danshi, seperti perkembangan media sosial. Menurut Youhei, sebelum berkembangnya media internet, kaum pria cenderung mencari berbagai informasi tentang kesukaan pasangannya, seperti hal kosmetik dan café yang terkenal di kalangan wanita dari majalah wanita, seperti AnAn dan Hanako, sebagai sumber informasi tentang wanita.

Seiring dengan berkembangnya media sosial, komunikasi antar masyarakat semakin mudah sehingga hubungan antar satu dengan yang lain mencakup wilayah yang luas apabila dibandingkan dengan generasi sebelumnya yang hanya berkomunikasi dengan masyarakat di lingkungan sekitarnya.

Youhei mengatakan bahwa dari adanya perkembangan seperti ini, kesadaran akan pandangan dari orang lain terhadap diri sendiri menjadi semakin meningkat. Karena hal tersebut, banyak dari kaum pria yang mulai memberanikan diri untuk bergaul dengan kaum wanita dan mencari berbagai cara untuk masuk ke dalam pergaulan kaum wanita. Dalam pergaulan sehari-hari dengan kaum wanita, banyak kaum pria yang secara sadar maupun tidak sadar telah menanamkan cara

(41)

berkomunikasi antar wanita sebagai cara untuk mendekatkan diri dengan kaum wanita.

Salah satu contohnya adalah cara berkomunikasi wanita di dalam media sosial. Media sosial dianggap sebagai media untuk penunjukkan diri dan pencarian popularitas oleh sebagian kaum wanita Jepang, dengan cara mengatakan dan melakukan hal-hal yang dianggap dapat membuat mereka populer diantara teman media sosial, dan hal-hal tersebut dilakukan baik dengan terpaksa untuk mengincar popularitas maupun dilakukan atas dasar keinginan diri sendiri. Namun sekarang ini, bukan hanya kaum wanita yang melakukan hal tersebut, namun kaum pria juga mulai melakukan hal yang sama.

Kebiasaan pengekspresian diri oleh kaum wanita yang dilakukan pada media sosial secara tidak sadar sudah memberikan pengaruh pada pemikiran pria, contohnya adalah pria yang masuk ke dalam kategori Joshiryoku Danshi. Mereka menganggap hal-hal seperti keaktifan dalam media sosial, seringnya menceritakan aktivitas yang dilakukannya setiap saat serta pengekspresian perasaan secara terbuka adalah hal yang wajar dilakukan oleh kaum pria. Hal tersebut membuat pemikiran pria Jepang sebelumnya, bahwa kaum pria seharusnya dapat menahan perasaan mereka dan tidak seharusnya diungkapkan kepada orang lain, seakan memudar dari pemikiran pria Jepang sekarang. Pengaruh dalam media komunikasi tersebut yang memberikan dorongan besar bertambahnya jumlah Joshiryoku Danshi (Youhei:82).

(42)

Di dalam masyarakat Jepang modern sekarang, berbagai tekanan yang muncul dari cara pandang masyarakat dari berbagai tingkatan, khususnya dalam tingkat sekolah dimana kaum remaja mulai mengerti dengan pandangan dan sadar akan keberadaan satu sama lain, serta menipisnya jenjang perbedaan hal-hal yang dilakukan oleh pria dan wanita, menjadi pemicu perkembangan kaum Joshiryoku Danshi dalam lingkungan masyarakat Jepang.

Dalam hubungan bermasyarakat di Jepang, adanya pembagian status, jika dalam lingkungan pelajar disebut dengan School Caste (kasta di dalam sekolah), mendorong berbagai individu, khusunya pria, untuk mempelajari tentang berbagai hal hingga dalam hal kecantikan, pekerjaan rumah dan hal-hal yang berhubungan dengan joshiryoku sebagai salah satu cara untuk meningkatkan status mereka di lingkungan masing-masing. Sebab, semakin banyak keahlian yang dimiliki oleh seseorang, mereka akan lebih disegani dan dikagumi dalam lingkungan mereka.

Hal tersebut tidak terkecuali pada pria maupun wanita, khusunya, di lingkungan sekolah Jepang sekarang, sehingga kaum remaja pria yang memiliki kesadaran akan pergaulan di lingkungan sekitarnya mulai mempelajari dan mengembangkan berbagai keahlian “joshiryoku” yang dimiliki mereka. (Youhei:110-111)

Disamping itu, keadaan krisis ekonomi berkepanjangan yang pernah terjadi di Jepang membuat kaum muda di Jepang mengalihkan penggunaan uang ke sektor lain, diantaranya adalah kosmetik, makanan dan fashion. Sebagian dari pria Jepang kini mulai memiliki kepedulian dalam penampilan maupun keseimbangan bentuk fisik, seperti pria yang menjadi konsumen kosmetik

(43)

dapat terlihat dengan jelas di masyarakat Jepang. (https://books.

google.co.id/books?id= TQswCAAAQBAJ)

Berbagai perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat Jepang membuat pemikiran dan pola hidup mereka semakin berubah, salah satunya adalah pada golongan kaum pria muda Jepang. Perubahan dalam gaya hidup, sosialisasi terhadap lingkungan sekitar, pola berpikir dalam masyarakat Jepang sudah berubah bila dibandingan dengan generasi-generasi sebelumnya. Beberapa hal yang telah diuraikan di atas merupakan faktor-faktor terbesar yang mendorong perkembangan Joshiryoku Danshi menjadi semakin bertambah dan tidak terhentikan.

(44)

BAB III

FENOMENA JOSHIRYOKU DANSHI DALAM MASYARAKAT JEPANG

Fenomena Joshiryoku Danshi hingga saat ini tidak terlepas dari perubahan yang terjadi di dalam masyarakat Jepang. Pola hidup masyarakat yang cenderung terpengaruh pada budaya luar serta semakin kuatnya pemikiran terhadap persamaan gender serta kebebasan untuk melakukan hal-hal yang ingin mereka lakukan tanpa adanya ikatan pemisah antara aturan pria dan wanita menjadi hal utama bertambahnya jumlah mereka. Yang dimaksud dengan tidak adanya ikatan pemisah adalah misalnya dalam hal penampilan dan kegiatan sehari-hari yang meliputi pekerjaan rumah dan aktifitas lainnya. Berikut adalah faktor-faktor yang yang mendorong Joshiryoku Danshi menjadi hal yang fenomenal di dalam masyarakat Jepang.

3.1. Gaya Hidup Joshiryoku Danshi

Joshiryoku Danshi, bila dilihat dari gaya kehidupannya, cenderung memiliki perbedaan dengan kaum pria pada umumnya. Biasanya, pria lebih banyak menghabiskan uang saku dan penghasilannya pada pachinko, rokok, sake dan benda-benda yang identik dengan konsumen pria, Joshiryoku Danshi lebih memilih untuk menghabiskan uang mereka ke dalam hal makanan, kesehatan, penampilan dan perawatan kulit.

(45)

Dari segi penggunaan uang dalam kehidupan sehari-hari, Joshiryoku Danshi menghabiskan lebih banyak biaya untuk memenuhi kebutuhannya bila dibandingkan dengan pria biasa yang seumuran dengan mereka. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil angket online “uang saku (okozukai)” berikut.

Gambar 3.1. Perbandingan Jumlah Uang Saku Pria Berumur 20-30 Tahun

Sumber: http://matome.naver.jp/odai/2143925959699153401

Berdasarkan gambar 3.1., dapat diketahui bahwa penggunaan uang saku pada pria yang tertarik dengan kecantikan dibandingkan dengan pria biasa memiliki perbedaan jumlah mencapai 5000 yen, dan yang paling mencolok adalah perbedaan yang mencapai 2 kali lipat pada penggunaan uang saku 50.000-70.000 yen apabila dibandingkan dengan pria biasa. Hal ini menunjukkan bahwa

(46)

penggunaan uang oleh Joshiryoku Danshi untuk diri sendiri lebih besar daripada pria biasa.

Dari segi konsumsi makanan, sebagian dari Joshiryoku Danshi sangat memperhatikan gizi dan kualitas dari makanan yang mereka konsumsi. Joshiryoku Danshi yang memperhatikan kesehatan lebih memilih untuk mengkonsumsi makanan yang mereka buat sendiri dan makanan sehat, daripada mengkonsumsi makanan siap saji yang menurut mereka sangat tidak sesuai dengan nilai gizi yang seharusnya dikonsumsi. (Youhei:91)

Namun, ada juga sebagian dari Joshiryoku Danshi yang gemar dalam mengkonsumsi makanan manis. Menurut wawancara yang dilakukan oleh Youhei kepada seorang mahasiswa, S-kun, yang termasuk sebagai Joshiryoku Danshi, ia setiap bulannya menyisihkan sekitar 20.000 Yen dari uangnya untuk membeli makanan manis. (Youhei:137)

Makanan manis dan cemilan yang dulunya lebih jarang dan tidak begitu dikonsumsi oleh pria Jepang menjadi suatu makanan yang wajar dikonsumsi oleh Joshiryoku Danshi. Hal ini dapat dilihat dari berubahnya jumlah konsumsi makanan ringan oleh pria muda di Jepang dalam sepuluh tahun ini. Berkurangnya konsumsi minuman beralkolhol & rokok seperti yang telah dijelaskan di subbab 2.2.2. merupakan salah satu contoh berubahnya konsumsi pada kaum pria Jepang.

Menurut hasil yang didapatkan oleh Menteri dalam Negeri dan Komunikasi Jepang pada “Survei Finansial Keluarga”, pengeluaran pria Jepang

(47)

makanan ringan (菓 子 類 )”sampai dengan tahun 2003. Namun, setelah itu, memasuki tahun 2004, jenis pengeluaran menjadi bertolak belakang dengan tahun sebelumnya, yaitu jumlah pembelian makanan ringan memenangi jumlah pembelian sake. Setelah itu, jenjang pengeluaran semakin tinggi, dan hasil survei pada tahun 2013 menunjukkan bahwa pengeluaran pria untuk “jenis sake”

sebanyak 14.182 yen, sedangkan pada “jenis makanan ringan” mencapai 28.319 yen. (http://news.livedoor.com/article/detail/9722538/)

Dari segi penampilan, dapat dikatakan bahwa Joshiryoku Danshi menghabiskan pengeluaran terbesar dalam hal ini. Fashion, perawatan kulit serta kosmetik yang semakin banyak produksi nya beberapa tahun ini merupakan salah satu contoh banyaknya permintaan akan barang-barang tersebut.

Di bidang fashion, semakin tipisnya perbedaan antara pakaian pria dan wanita, maraknya pakaian unisex di Jepang, serta semakin banyaknya dorongan oleh kaum wanita untuk mengembangkan fashion pria, mendorong Joshiryoku Danshi semakin bebas untuk mengembangkan kesenangan mereka dalam bidang ini. Research Institute for Publications, yang merupakan salah satu dari bagian All-Japan Magazine and Book Publisher’s and Editor’s Association, mengatakan bahwa penjualan majalah fashion pria sejak tahun 2010 semakin meningkat. Pada bulan Januari hingga November tahun 2012, penjualan majalah meningkat hingga 38.3%, yaitu dari 2.6 juta kopi meningkat hingga 3.6 juta kopi (http://www.

japancrush.com/2013/stories/japanese-men-are-more-fashionable-than-ever-says-

(48)

survey.html). Hal tersebut membuktikan bahwa pria Jepang, termasuk Joshiryoku Danshi semakin memiliki ketertarikan dalam mengikuti trend fashion.

Di bidang kosmetik, Joshiryoku Danshi memegang peran penting dalam perkembangan kosmetik pria beberapa tahun ini. Joshiryoku Danshi sangat memperhatikan perawatan kulit tubuh mereka untuk menjaga penampilan mereka.

Penghilangan bulu pada tubuh, penampilan yang selalu rapi dan bersih merupakan salah satu ciri khas yang dimiliki oleh Joshiryoku Danshi.

Produk-produk seperti skin care dan make-up yang biasanya hanya digunakan oleh wanita, juga digunakan oleh Joshiryoku Danshi. Sakae Nonomura, Direktur istitut penelitian kecantikan di Kanebo Cosmetics Inc., mengatakan bahwa “bukan hanya wanita, walaupun masih relatif sedikit, pria yang melihat fashion dan make-up sebagai salah satu dari pengekspresian diri semakin banyak.

Saat ini sudah semakin banyak produk kosmetik pria dan yang paling menarik sekarang adalah produk skin care pria. (http://www.reuters.com/article/

idUSSP1709620070806)

Namun demikian, walaupun semakin banyaknya produk kecantikan yang diperuntukkan untuk pria, tetapi, tidak semua pria dalam Joshiryoku Danshi mengonsumsi produk-produk tersebut. Youhei dari hasil wawancaranya dengan sejumlah Joshiryoku Danshi mengatakan bahwa mereka lebih menyukai penggunaan produk kosmetik wanita daripada produk kosmetik pria. Beragamnya jenis kosmetik dan skin care wanita jika dibandingkan jenis produk untuk pria yang masih tergolong sedikit, jenis aroma parfum yang dianggap ‘berat’ apabila

(49)

dibandingkan dengan penampilan mereka, merupakan alasan mengapa Joshiryoku Danshi dikatakan lebih memilih produk wanita daripada produk pria (Youhei:194).

Joshiryoku Danshi yang memiliki gaya hidup berbeda dari kaum pria biasanya, dapat dilihat memiliki perbedaan gaya hidup yang bertolak belakang dengan pria biasanya. Mereka lebih memilih untuk menghabiskan waktu dan uang mereka pada “aktivitas feminim” seperti aktivitas dalam hal kecantikan dan penampilan, daripada mengikuti pemikiran tradisional kehidupan pria biasanya yang dikatakan “maskulin”. Gaya kehidupan yang umumnya hanya dilakukan oleh wanita, dilakukan oleh mereka dengan anggapan bahwa hal tersebut bukanlah hal yang aneh apabila dilakukan oleh pria. Faktor perkembangan zaman dan perubahan pemikiran antara pria dan wanita yang terjadi di Jepang membuat batasan dan keterikatan akan pemikiran lama sudah semakin pudar, perubahan ketertarikan materi oleh pria pun semakin jelas terlihat dengan banyaknya kaum pria yang menggunakan benda yang umumnya diperuntukkan untuk wanita seperti yang telah dibahas sebelumnya.

3.2. Interaksi Joshiryoku Danshi

Berikut ini merupakan interaksi Joshiryoku Danshi dengan lingkungan sekitar mereka.

(50)

3.2.1. Interaksi Joshiryoku Danshi dengan Keluarga

Interaksi dengan keluarga yang biasanya dilakukan oleh kelompok Joshiryoku danshi dianggap merupakan hal yang positif bagi kedekatan keluarga di Jepang. Sejak generasi ekonomi gelembung, telah terjadi banyak perubahan khususnya pada ibu rumah tangga. Banyaknya ibu rumah tangga yang bekerja di luar membuat mereka mendapat pengaruh dari generasi wanita muda sehingga perilaku dan penampilan yang lebih cenderung ke gaya wanita muda sudah merupakan hal yang biasa bagi kaum ibu di Jepang. (Youhei:78)

Dengan perubahan yang dialami oleh seorang ibu dalam keluarga, membuat anak perempuan merasa lebih mudah untuk berkomunikasi dengan ibu mereka karena adanya anggapan persamaan cara pemikiran dengan kaum muda dan cenderung lebih terbuka. Namun sekarang ini, bukan hanya anak perempuan yang memiliki hubungan yang baik dengan ibu, namun hal tersebut juga terjadi pada hubungan antara ibu dengan anak laki-laki.

Kelompok Joshiryoku danshi memiliki hubungan yang baik dengan keluarga, khususnya pada ibu dan saudara perempuan mereka. Tidak seperti remaja pria pada umumnya di Jepang yang biasanya menjauhkan diri dari ibu maupun saudara perempuan mereka pada usia remaja, Joshiryoku danshi memilih untuk dekat dengan ibu dan tidak jarang dari mereka yang memiliki hubungan

‘orang tua-teman’ dengan ibu mereka. Mereka tidak merasa malu untuk menemani ibu dan saudara mereka untuk pergi berbelanja maupun makan diluar bersama-sama. Joshiryoku danshi menganggap bahwa mengajak ibu mereka

(51)

untuk makan diluar dan berbelanja baju dan benda-benda kosmetik bersama bukanlah hal yang memalukan. (Youhei:79)

Selain dengan pihak wanita dalam keluarga, Joshiryoku danshi juga memiliki keakraban dalam bidang yang berbeda dengan ayah. Kaum pria yang memiliki peran ayah di masa sekarang ini sebagian besar berasal dari generasi ekonomi gelembung, dimana banyaknya kekerasan yang dilakukan di dalam sekolah seperti yankee dan perkelahian serta buruknya hubungan antara orang tua dengan anak di masa itu, membuat kaum ayah di generasi sekarang lebih memberikan kebebasan terhadap anak dan membiarkan anak mereka untuk melakukan hal yang disukai mereka daripada menentang mereka. Hal tersebut membuat melonggarnya ketegangan antara hubungan ayah-anak yang dulunya lebih didasarkan pada kehomatan dan kepatuhan terhadap ayah oleh seorang anak.

(Youhei:81-82)

Oleh karena itu, hubungan keluarga bagi Joshiryoku danshi baik dengan orang tua maupun saudaranya, memiliki kedekatan yang lebih cenderung seperti kedekatan anak perempuan dengan keluarga daripada kedekatan anak laki-laki dengan keluarga pada umumnya di Jepang.

3.2.2. Interaksi Joshiryoku Danshi dengan Masyarakat

Kehadiran Joshiryoku danshi dalam masyarakat Jepang mendapatkan respon yang positif maupun negatif. Namun demikian, hal ini bukan berarti menunjukkan bahwa mereka hanya bergaul di dalam lingkungan sesama kelompok saja. Joshiryoku Danshi juga tetap bergaul dengan pria yang bukan

Referensi

Dokumen terkait

The variables observed are (1) farm size (number of cattle owned by farmers in Animal Unit /AU), (2) basic potential (M1) (education, farming experience, social interaction,

Menurut Nasution (2001:14), metode kepustakaan atau Library Research adalah mengumpulkan data dan membaca referensi yang berkaitan dengan topik permasalahan yang

Peran pemerintah dalam menciptakan disiplin pada masyarakat Jepang adalah membangun infrastruktur dan membuat peraturan, peran sekolah adalah mengajarkan anak-anak disiplin sejak

Terkait adanya budaya bersih bagi Masyarakat Jepang merupakan hal menarik, karena negara Jepang salah satu negara yang menjunjung tinggi nilai kebersihan dan

Dalam masyarakat Jepang banzai sering diucapkan dalam memenangkan turnamen olahraga dengan bersorak sebanyak tiga kali, untuk menigkatkan rasa persatuan.Banzai tidak

Kemudian, kantor-kantor lokal dari pengadilan keluarga berlokasi di tempat-tempat yang diperlukan (77 lokasi di Jepang).Pengadilan keluarga didirikan pada 1 Januari 1949,

Sebagian orang mungkin menganggap bahwa acara pesta pernikahan adalah puncak dari acara pernikahan itu.Tetapi bagi masyarakat Karo, sesungguhnya acara/upacara yang dilakukan setelah

Sementara itu sebagai alas kaki saat bepergian keluar, umumnya golongan bawah baik laki-laki maupun perempuan pada jaman Heian mengenakan sandal dari jerami