• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JOSHIRYOKU DANSHI

2.2. Perkembangan dan Pengaruh Joshiryoku Danshi

2.2.2. Pengaruh Joshiryoku Danshi di bidang Ekonomi …

Pengaruh Joshiryoku Danshi yang paling mencolok terlihat pada bidang ekonomi Jepang. Hal ini dikarenakan pola konsumsi mereka berbeda pria Jepang pada generasi sebelumnya. Pengaruh dari perubahan pola konsumsi adalah kondisi buruk ekonomi Jepang sejak era ekonomi gelembung berakhir secara tiba-tiba pada akhir tahun 1990-an.

Youhei (2014:47) memaparkan bahwa jumlah pekerja tidak tetap atau freeter dari tahun 1993 hingga tahun 2013 meningkat hingga lebih dari dua kali lipat. Persentase freeter yang berpusat pada umur 25-34 tahun di tahun 1993 berkisar pada 12%. Namun meningkat drastis pada tahun 2000 dan di akhir tahun 2013 mencapai 27,4%.

Berkurangnya full time worker secara drastis di Jepang disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah gaya hidup dan pola konsumsi yang berbeda dari generasi sebelumnya. Penggunaan uang yang sia-sia, konsumsi material yang dianggap sia-sia menjadi jarang dilakukan oleh kaum muda Jepang sekarang.

Jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya, pandangan terhadap konsumsi kaum muda Jepang kini berubah dengan drastis. Hal ini dapat dilihat dari berkurang drastisnya penggunaan produk yang ditujukan untuk kaum pria, misalnya mobil, sake, rokok, pachinko dan lainnya.

Gambar 2.4. Konsumsi Rokok di Jepang oleh Pria dan Wanita diatas umur 20 tahun 1965-2013

Sumber: Joshiryoku Danshi ~Joshiryoku wo Mi ni Tsuketa Danshi ga Atarashii Ichiba wo Tsukuri Dasu~

Dapat dilihat pada gambar 2.4. bahwa sampai dengan tahun 1982, konsumsi rokok pada pria berusia 20-an stabil pada persentase angka 80% dan pada tahun berikutnya mengalami penurunan namun tidak terlalu signifikan.

Namun, di tahun 2006, jumlah penggunaan menurun drastis hampir setengah dari jumlah penggunaan sebelumnya. Setelah itu, hanya dalam kurun waktu 7 tahun, yaitu pada tahun 2013, penggunaan rokok berkurang hingga mencapai pada angka 29.9%.

Bukan hanya pada penjualan rokok, konsumsi minuman beralkolhol pada pria berumur 20-an hanya mencapai setengah dari konsumsi pada tahun 1980.

Jumlah spesifiknya dapat dilihat mulai pada tahun 1998 dimana jumlah yang tidak mengkonsumsi alkolhol sekitar 14.3%, namun pada tahun 2014, jumlah

semakin menghindari konsumsi alkolhol bertambah cukup drastis dibandingkan sebelumnya. (Youhei, 2014:50)

Di sisi lain, di pasar penjualan Jepang terdapat beberapa produk yang beberapa tahun ini mengalami peningkatan penjualan yang signifikan, yaitu produk kosmetik dan fashion pria. Berbagai produk kosmetik pria yang diproduksi secara beragam sudah banyak dilirik oleh konsumen pria dalam beberapa tahun ini, seperti pada gambar 2.6.

Gambar 2.5. Hasil penjualan kosmetik pria di Jepang berdasarkan jumlah pemasukan dalam penjualan produk kosmetik kulit

Sumber: https://www.brasyna.com/uploads/t_news/26/parts/ 144790921522994-file.pdf, telah diolah kembali

Dari gambar 2.5., yang merupakan hasil penilitian tahunan yang didapat dari Menteri Ekonomi dan Industri Jepang, dapat dilihat bahwa jumlah penjualan

kosmetik pria terus meningkat setiap tahunnya. Kosmetik pria bukan hanya sekedar parfum dan body lotion saja, namun jenis kosmetik yang dulunya dianggap tidak umum jika digunakan oleh kaum pria, seperti krim kecantikan, krim pelembab dan pemutih kulit, peeling mask, kini juga sudah banyak digunakan oleh pria di Jepang.

Fashion Jepang pun turut berubah seiring meningkatnya pengaruh kelompok-kelompok masyarakat seperti Joshiryoku Danshi. Pakaian yang sekarang sangat banyak diminati oleh kaum pria muda adalah tight pants dan atasan fit body berwarna cerah dan memiliki kesan “segar”. Bahkan pakaian jenis seperti itu sudah menjadi pakaian yang umum dipakai pada kaum pria muda Jepang sekarang ini. Model pakaian berenda dan jenis rok-celana yang diperuntukkan bagi pria sudah diproduksi sejak tahun 2009. Pakaian yang diproduksi pun diarahkan menjadi unisex, yaitu desain pakaian yang dapat diperuntukkan untuk pria maupun wanita. Bukan hanya pada pakaian luar, pakaian dalam seperti bra dan shorts yang diperuntukkan khusus untuk pria sudah diproduksi pada tahun 2009 oleh sebuah perusahaan pembuat pakaian dalam, WishRoom, yang pertama kali mulai dijual di web shopping Rakuten dan angka penjualan pada saat itu mencapai ratusan hanya dalam waktu 2 minggu. Model pakaian dalam beberapa tahun ini sudah menjadi semakin netral dan tidak lagi memisahkan dengan jelas antara pakaian pria dan wanita. (http://www.complex.

com/style/2014/01/japanese-man-bra-brand-enjoys-crazy-success-with-dude-lingerie)

Dari beberapa uraian tentang pengaruh Joshiryoku danshi, dapat dilihat bahwa Joshiryoku Danshi lebih memilih untuk mengalokasikan pengeluaran sehari-harinya pada benda dan hal yang dapat memuaskan diri mereka dibandingkan dengan produk-produk yang mencermikan image pria pada umumnya.

Kaum Joshiryoku Danshi menjauh dari penggunaan produk untuk kaum pria, namun di lain pihak, mendekati produk yang ditujukan untuk kaum wanita.

Oleh karena itu, perubahan ekonomi secara drastis pada berbagai produk di Jepang dapat dikatakan merupakan pengaruh dari berkembangnya Joshiryoku Danshi di masyarakat Jepang.

2.3. Faktor Bertambahnya Jumlah Joshiryoku Danshi

2.3.1. Perubahan Cara Berpikir Pria dan Wanita

Faktor muncul dan bertambahnya jumlah Joshiryoku Danshi tidak terlepas dari faktor sejarah yang membuat cara pemikiran masyarakat Jepang perlahan-lahan berubah. Faktor awal pemicu perubahan dalam masyarakat Jepang adalah generasi Era Ekonomi Gelembung yang terjadi sampai pada pertengahan akhir tahun 1980-an. Ekonomi gelembung merupakan istilah yang digunakan untuk kondisi ekonomi Jepang yang pada masa setelah Era Pasca Perang, mengalami pertumbuhan ekonomi yang kuat yang dipicu oleh nilai saham yang tinggi sehingga pada masa tersebut dikatakan sebagai masa kejayaan ekonomi Jepang.

Namun, pada saat yang bersamaan, Jepang mengalami masalah dalam

masyarakatnya, yaitu Karoushi (kematian yang disebabkan oleh kelebihan bekerja).

Jika dilihat dari pandangan masyarakat kaum pria yang lahir pada era pasca perang, hal tersebut dianggap wajar bagi orang yang mengabdikan diri dan fokus pada pekerjaannya, namun pada masyarakat yang lahir pada era ekonomi gelembung, karoushi dianggap hal yang tidak wajar. Banyak dari mereka yang terjun ke dalam dunia pekerjaan memiliki pemikiran seperti “apakah ada artinya menjadi seorang anggota masyarakat jika harus bekerja sampai mengorbankan kehidupan sendiri?”. Dengan pemikiran tersebut dan didorong oleh faktor kemakmuran dalam hal ekonomi dan lapangan pekerjaan yang luas membuat masyarakat, khususnya kaum muda, kurang peduli akan masa depan mereka dan lebih memilih untuk bersenang-senang. Di masa ekonomi gelembung, masyarakat Jepang lebih menuntut akan kekayaan jiwa daripada kekayaan material.

Masyarakat Jepang yang pada awalnya sudah selalu mengejar kemakmuran dengan tujuan untuk perkembangan ekonomi Negara, mulai memiliki pemikiran untuk lebih memfokuskan pada kualitas kehidupan, kemakmuran dan ketenangan jiwa daripada uang dan material. Generasi pada masa ini memiliki nama lain yaitu

“Shinjinrui”, yang berarti ras baru, sebab memiliki pemikiran dan gaya hidup yang berbeda dengan generasi pasca perang.

Disamping hal tersebut, di atas tahun 1980-an, berkembangnya masyarakat wanita yang mulai bekerja dan usaha yang mulai dilakukan pemerintah untuk membuat persamaan derajat pada pria dan wanita di Jepang, membuat pandangan

Otoko Rashisa Onna Rashisa (Maskulinitas Feminimitas) mulai menipis dalam masyarakat era ekonomi Gelembung. (Youhei:65)

Kemudian, berakhirnya era ekonomi gelembung pada awal tahun 1990-an, keterpurukan ekonomi yang panjang melanda Jepang seiring dengan perubahan ke era global secara perlahan. Pada masa krisis ekonomi tersebut, keadaan ekonomi yang tidak stabil membuat perusahaan-perusahaan di Jepang melakukan restructuring atau sering disebut oleh risutora, yaitu penyusunan kembali dan pemecatan pegawai-pegawai di perusahaan Jepang.

Dengan keadaan lapangan pekerjaan yang tidak stabil, kehilangan pekerjaan yang dialami oleh para salaryman dan kebutuhan ekonomi keluarga yang mendesak membuat kaum wanita mulai bekerja dan meninggalkan pekerjaan rumah tangga untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Pada masa globalisasi Jepang ini, jumlah suami-istri yang bekerja meningkat drastis, sehingga membuat kaum pria untuk mempelajari pekerjaan rumah tangga dan kaum wanita untuk bekerja agar dapat saling membantu.

Selain itu, dengan keadaan lapangan kerja yang tidak stabil dan sulitnya mencari pekerjaan tetap, jumlah pengangguran dan pekerja paruh waktu atau disebut dengan istilah freeter, sejak awal tahun meningkat tajam. Akibat dari keadaan tersebut, kaum muda menjadi lebih memilih untuk menjadi freeter daripada mendapat tekanan yang berat dan tanggung jawab yang didapat apabila menjadi salaryman. Pendapatan yang lebih terbatas dari pekerjaan seorang freeter membuat objek kesenangan kaum muda perlahan-lahan berubah. Benda mewah

seperti mobil dan sepeda motor semakin tidak diminati oleh kaum pria dan perlahan beralih ke hal-hal yang dapat dijangkau oleh pendapatan masing-masing individu.

2.3.2. Perubahan Pola Hidup

Perubahan pola hidup seiring dengan perkembangan yang dialami di masyarakat Jepang memberikan pengaruh yang besar pada perkembangan Joshiryoku danshi, seperti perkembangan media sosial. Menurut Youhei, sebelum berkembangnya media internet, kaum pria cenderung mencari berbagai informasi tentang kesukaan pasangannya, seperti hal kosmetik dan café yang terkenal di kalangan wanita dari majalah wanita, seperti AnAn dan Hanako, sebagai sumber informasi tentang wanita.

Seiring dengan berkembangnya media sosial, komunikasi antar masyarakat semakin mudah sehingga hubungan antar satu dengan yang lain mencakup wilayah yang luas apabila dibandingkan dengan generasi sebelumnya yang hanya berkomunikasi dengan masyarakat di lingkungan sekitarnya.

Youhei mengatakan bahwa dari adanya perkembangan seperti ini, kesadaran akan pandangan dari orang lain terhadap diri sendiri menjadi semakin meningkat. Karena hal tersebut, banyak dari kaum pria yang mulai memberanikan diri untuk bergaul dengan kaum wanita dan mencari berbagai cara untuk masuk ke dalam pergaulan kaum wanita. Dalam pergaulan sehari-hari dengan kaum wanita, banyak kaum pria yang secara sadar maupun tidak sadar telah menanamkan cara

berkomunikasi antar wanita sebagai cara untuk mendekatkan diri dengan kaum wanita.

Salah satu contohnya adalah cara berkomunikasi wanita di dalam media sosial. Media sosial dianggap sebagai media untuk penunjukkan diri dan pencarian popularitas oleh sebagian kaum wanita Jepang, dengan cara mengatakan dan melakukan hal-hal yang dianggap dapat membuat mereka populer diantara teman media sosial, dan hal-hal tersebut dilakukan baik dengan terpaksa untuk mengincar popularitas maupun dilakukan atas dasar keinginan diri sendiri. Namun sekarang ini, bukan hanya kaum wanita yang melakukan hal tersebut, namun kaum pria juga mulai melakukan hal yang sama.

Kebiasaan pengekspresian diri oleh kaum wanita yang dilakukan pada media sosial secara tidak sadar sudah memberikan pengaruh pada pemikiran pria, contohnya adalah pria yang masuk ke dalam kategori Joshiryoku Danshi. Mereka menganggap hal-hal seperti keaktifan dalam media sosial, seringnya menceritakan aktivitas yang dilakukannya setiap saat serta pengekspresian perasaan secara terbuka adalah hal yang wajar dilakukan oleh kaum pria. Hal tersebut membuat pemikiran pria Jepang sebelumnya, bahwa kaum pria seharusnya dapat menahan perasaan mereka dan tidak seharusnya diungkapkan kepada orang lain, seakan memudar dari pemikiran pria Jepang sekarang. Pengaruh dalam media komunikasi tersebut yang memberikan dorongan besar bertambahnya jumlah Joshiryoku Danshi (Youhei:82).

Di dalam masyarakat Jepang modern sekarang, berbagai tekanan yang muncul dari cara pandang masyarakat dari berbagai tingkatan, khususnya dalam tingkat sekolah dimana kaum remaja mulai mengerti dengan pandangan dan sadar akan keberadaan satu sama lain, serta menipisnya jenjang perbedaan hal-hal yang dilakukan oleh pria dan wanita, menjadi pemicu perkembangan kaum Joshiryoku Danshi dalam lingkungan masyarakat Jepang.

Dalam hubungan bermasyarakat di Jepang, adanya pembagian status, jika dalam lingkungan pelajar disebut dengan School Caste (kasta di dalam sekolah), mendorong berbagai individu, khusunya pria, untuk mempelajari tentang berbagai hal hingga dalam hal kecantikan, pekerjaan rumah dan hal-hal yang berhubungan dengan joshiryoku sebagai salah satu cara untuk meningkatkan status mereka di lingkungan masing-masing. Sebab, semakin banyak keahlian yang dimiliki oleh seseorang, mereka akan lebih disegani dan dikagumi dalam lingkungan mereka.

Hal tersebut tidak terkecuali pada pria maupun wanita, khusunya, di lingkungan sekolah Jepang sekarang, sehingga kaum remaja pria yang memiliki kesadaran akan pergaulan di lingkungan sekitarnya mulai mempelajari dan mengembangkan berbagai keahlian “joshiryoku” yang dimiliki mereka. (Youhei:110-111)

Disamping itu, keadaan krisis ekonomi berkepanjangan yang pernah terjadi di Jepang membuat kaum muda di Jepang mengalihkan penggunaan uang ke sektor lain, diantaranya adalah kosmetik, makanan dan fashion. Sebagian dari pria Jepang kini mulai memiliki kepedulian dalam penampilan maupun keseimbangan bentuk fisik, seperti pria yang menjadi konsumen kosmetik

dapat terlihat dengan jelas di masyarakat Jepang. (https://books.

google.co.id/books?id= TQswCAAAQBAJ)

Berbagai perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat Jepang membuat pemikiran dan pola hidup mereka semakin berubah, salah satunya adalah pada golongan kaum pria muda Jepang. Perubahan dalam gaya hidup, sosialisasi terhadap lingkungan sekitar, pola berpikir dalam masyarakat Jepang sudah berubah bila dibandingan dengan generasi-generasi sebelumnya. Beberapa hal yang telah diuraikan di atas merupakan faktor-faktor terbesar yang mendorong perkembangan Joshiryoku Danshi menjadi semakin bertambah dan tidak terhentikan.

BAB III

FENOMENA JOSHIRYOKU DANSHI DALAM MASYARAKAT JEPANG

Fenomena Joshiryoku Danshi hingga saat ini tidak terlepas dari perubahan yang terjadi di dalam masyarakat Jepang. Pola hidup masyarakat yang cenderung terpengaruh pada budaya luar serta semakin kuatnya pemikiran terhadap persamaan gender serta kebebasan untuk melakukan hal-hal yang ingin mereka lakukan tanpa adanya ikatan pemisah antara aturan pria dan wanita menjadi hal utama bertambahnya jumlah mereka. Yang dimaksud dengan tidak adanya ikatan pemisah adalah misalnya dalam hal penampilan dan kegiatan sehari-hari yang meliputi pekerjaan rumah dan aktifitas lainnya. Berikut adalah faktor-faktor yang yang mendorong Joshiryoku Danshi menjadi hal yang fenomenal di dalam masyarakat Jepang.

3.1. Gaya Hidup Joshiryoku Danshi

Joshiryoku Danshi, bila dilihat dari gaya kehidupannya, cenderung memiliki perbedaan dengan kaum pria pada umumnya. Biasanya, pria lebih banyak menghabiskan uang saku dan penghasilannya pada pachinko, rokok, sake dan benda-benda yang identik dengan konsumen pria, Joshiryoku Danshi lebih memilih untuk menghabiskan uang mereka ke dalam hal makanan, kesehatan, penampilan dan perawatan kulit.

Dari segi penggunaan uang dalam kehidupan sehari-hari, Joshiryoku Danshi menghabiskan lebih banyak biaya untuk memenuhi kebutuhannya bila dibandingkan dengan pria biasa yang seumuran dengan mereka. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil angket online “uang saku (okozukai)” berikut.

Gambar 3.1. Perbandingan Jumlah Uang Saku Pria Berumur 20-30 Tahun

Sumber: http://matome.naver.jp/odai/2143925959699153401

Berdasarkan gambar 3.1., dapat diketahui bahwa penggunaan uang saku pada pria yang tertarik dengan kecantikan dibandingkan dengan pria biasa memiliki perbedaan jumlah mencapai 5000 yen, dan yang paling mencolok adalah perbedaan yang mencapai 2 kali lipat pada penggunaan uang saku 50.000-70.000 yen apabila dibandingkan dengan pria biasa. Hal ini menunjukkan bahwa

penggunaan uang oleh Joshiryoku Danshi untuk diri sendiri lebih besar daripada pria biasa.

Dari segi konsumsi makanan, sebagian dari Joshiryoku Danshi sangat memperhatikan gizi dan kualitas dari makanan yang mereka konsumsi. Joshiryoku Danshi yang memperhatikan kesehatan lebih memilih untuk mengkonsumsi makanan yang mereka buat sendiri dan makanan sehat, daripada mengkonsumsi makanan siap saji yang menurut mereka sangat tidak sesuai dengan nilai gizi yang seharusnya dikonsumsi. (Youhei:91)

Namun, ada juga sebagian dari Joshiryoku Danshi yang gemar dalam mengkonsumsi makanan manis. Menurut wawancara yang dilakukan oleh Youhei kepada seorang mahasiswa, S-kun, yang termasuk sebagai Joshiryoku Danshi, ia setiap bulannya menyisihkan sekitar 20.000 Yen dari uangnya untuk membeli makanan manis. (Youhei:137)

Makanan manis dan cemilan yang dulunya lebih jarang dan tidak begitu dikonsumsi oleh pria Jepang menjadi suatu makanan yang wajar dikonsumsi oleh Joshiryoku Danshi. Hal ini dapat dilihat dari berubahnya jumlah konsumsi makanan ringan oleh pria muda di Jepang dalam sepuluh tahun ini. Berkurangnya konsumsi minuman beralkolhol & rokok seperti yang telah dijelaskan di subbab 2.2.2. merupakan salah satu contoh berubahnya konsumsi pada kaum pria Jepang.

Menurut hasil yang didapatkan oleh Menteri dalam Negeri dan Komunikasi Jepang pada “Survei Finansial Keluarga”, pengeluaran pria Jepang

makanan ringan (菓 子 類 )”sampai dengan tahun 2003. Namun, setelah itu, memasuki tahun 2004, jenis pengeluaran menjadi bertolak belakang dengan tahun sebelumnya, yaitu jumlah pembelian makanan ringan memenangi jumlah pembelian sake. Setelah itu, jenjang pengeluaran semakin tinggi, dan hasil survei pada tahun 2013 menunjukkan bahwa pengeluaran pria untuk “jenis sake”

sebanyak 14.182 yen, sedangkan pada “jenis makanan ringan” mencapai 28.319 yen. (http://news.livedoor.com/article/detail/9722538/)

Dari segi penampilan, dapat dikatakan bahwa Joshiryoku Danshi menghabiskan pengeluaran terbesar dalam hal ini. Fashion, perawatan kulit serta kosmetik yang semakin banyak produksi nya beberapa tahun ini merupakan salah satu contoh banyaknya permintaan akan barang-barang tersebut.

Di bidang fashion, semakin tipisnya perbedaan antara pakaian pria dan wanita, maraknya pakaian unisex di Jepang, serta semakin banyaknya dorongan oleh kaum wanita untuk mengembangkan fashion pria, mendorong Joshiryoku Danshi semakin bebas untuk mengembangkan kesenangan mereka dalam bidang ini. Research Institute for Publications, yang merupakan salah satu dari bagian All-Japan Magazine and Book Publisher’s and Editor’s Association, mengatakan bahwa penjualan majalah fashion pria sejak tahun 2010 semakin meningkat. Pada bulan Januari hingga November tahun 2012, penjualan majalah meningkat hingga 38.3%, yaitu dari 2.6 juta kopi meningkat hingga 3.6 juta kopi (http://www.

japancrush.com/2013/stories/japanese-men-are-more-fashionable-than-ever-says-survey.html). Hal tersebut membuktikan bahwa pria Jepang, termasuk Joshiryoku Danshi semakin memiliki ketertarikan dalam mengikuti trend fashion.

Di bidang kosmetik, Joshiryoku Danshi memegang peran penting dalam perkembangan kosmetik pria beberapa tahun ini. Joshiryoku Danshi sangat memperhatikan perawatan kulit tubuh mereka untuk menjaga penampilan mereka.

Penghilangan bulu pada tubuh, penampilan yang selalu rapi dan bersih merupakan salah satu ciri khas yang dimiliki oleh Joshiryoku Danshi.

Produk-produk seperti skin care dan make-up yang biasanya hanya digunakan oleh wanita, juga digunakan oleh Joshiryoku Danshi. Sakae Nonomura, Direktur istitut penelitian kecantikan di Kanebo Cosmetics Inc., mengatakan bahwa “bukan hanya wanita, walaupun masih relatif sedikit, pria yang melihat fashion dan make-up sebagai salah satu dari pengekspresian diri semakin banyak.

Saat ini sudah semakin banyak produk kosmetik pria dan yang paling menarik sekarang adalah produk skin care pria. (http://www.reuters.com/article/

idUSSP1709620070806)

Namun demikian, walaupun semakin banyaknya produk kecantikan yang diperuntukkan untuk pria, tetapi, tidak semua pria dalam Joshiryoku Danshi mengonsumsi produk-produk tersebut. Youhei dari hasil wawancaranya dengan sejumlah Joshiryoku Danshi mengatakan bahwa mereka lebih menyukai penggunaan produk kosmetik wanita daripada produk kosmetik pria. Beragamnya jenis kosmetik dan skin care wanita jika dibandingkan jenis produk untuk pria yang masih tergolong sedikit, jenis aroma parfum yang dianggap ‘berat’ apabila

dibandingkan dengan penampilan mereka, merupakan alasan mengapa Joshiryoku Danshi dikatakan lebih memilih produk wanita daripada produk pria (Youhei:194).

Joshiryoku Danshi yang memiliki gaya hidup berbeda dari kaum pria biasanya, dapat dilihat memiliki perbedaan gaya hidup yang bertolak belakang dengan pria biasanya. Mereka lebih memilih untuk menghabiskan waktu dan uang mereka pada “aktivitas feminim” seperti aktivitas dalam hal kecantikan dan penampilan, daripada mengikuti pemikiran tradisional kehidupan pria biasanya yang dikatakan “maskulin”. Gaya kehidupan yang umumnya hanya dilakukan oleh wanita, dilakukan oleh mereka dengan anggapan bahwa hal tersebut bukanlah hal yang aneh apabila dilakukan oleh pria. Faktor perkembangan zaman dan perubahan pemikiran antara pria dan wanita yang terjadi di Jepang membuat batasan dan keterikatan akan pemikiran lama sudah semakin pudar, perubahan ketertarikan materi oleh pria pun semakin jelas terlihat dengan banyaknya kaum pria yang menggunakan benda yang umumnya diperuntukkan untuk wanita seperti yang telah dibahas sebelumnya.

3.2. Interaksi Joshiryoku Danshi

Berikut ini merupakan interaksi Joshiryoku Danshi dengan lingkungan sekitar mereka.

3.2.1. Interaksi Joshiryoku Danshi dengan Keluarga

Interaksi dengan keluarga yang biasanya dilakukan oleh kelompok Joshiryoku danshi dianggap merupakan hal yang positif bagi kedekatan keluarga di Jepang. Sejak generasi ekonomi gelembung, telah terjadi banyak perubahan khususnya pada ibu rumah tangga. Banyaknya ibu rumah tangga yang bekerja di luar membuat mereka mendapat pengaruh dari generasi wanita muda sehingga perilaku dan penampilan yang lebih cenderung ke gaya wanita muda sudah merupakan hal yang biasa bagi kaum ibu di Jepang. (Youhei:78)

Dengan perubahan yang dialami oleh seorang ibu dalam keluarga, membuat anak perempuan merasa lebih mudah untuk berkomunikasi dengan ibu mereka karena adanya anggapan persamaan cara pemikiran dengan kaum muda dan cenderung lebih terbuka. Namun sekarang ini, bukan hanya anak perempuan yang memiliki hubungan yang baik dengan ibu, namun hal tersebut juga terjadi

Dengan perubahan yang dialami oleh seorang ibu dalam keluarga, membuat anak perempuan merasa lebih mudah untuk berkomunikasi dengan ibu mereka karena adanya anggapan persamaan cara pemikiran dengan kaum muda dan cenderung lebih terbuka. Namun sekarang ini, bukan hanya anak perempuan yang memiliki hubungan yang baik dengan ibu, namun hal tersebut juga terjadi

Dokumen terkait