• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA BANZAI DALAM MASYARAKAT JEPANG (KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK) NIHON SHAKAI NI OKERU BANZAI NO IMI (GENGOJINRUIGAKU) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MAKNA BANZAI DALAM MASYARAKAT JEPANG (KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK) NIHON SHAKAI NI OKERU BANZAI NO IMI (GENGOJINRUIGAKU) SKRIPSI"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA BANZAI DALAM MASYARAKAT JEPANG (KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK)

NIHON SHAKAI NI OKERU BANZAI NO IMI (GENGOJINRUIGAKU)

SKRIPSI

Skripsi ini ditujukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana

dalam bidang Ilmu Sastra Jepang Oleh :

ROPI PEBRIANI 140708085

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(2)
(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya sampai saat ini penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini adalah langkah awal bagi penulis untuk menyelesaikan studi S1 dan melanjutkan perjalanan hidup untuk menggapai cita-cita yang sudah dirangkai demi masa depan yang baik.

Skripsi yang berjudul MAKNA BANZAI DALAM MASYARAKAT JEPANG (KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK) ini disusun sebagai salah satu syarat meraih gelar Sarjana pada Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu dalam penyelesaian studi dan skripsi ini, antara lain kepada:

1. Bapak Dr. Budi Agustono, MS., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Hamzon Situmorang, M.S.,Ph.D., selaku Ketua Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Nandi S. M.Si, selaku Dosen pembimbing yang telah banyak membantu dan membimbing penulis dengan kesabarannya dalam memberikan arahan, dukungan, tenaga serta waktu untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh Dosen Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan

(6)

yang bermanfaat selama perkuliahan di Sastra Jepang sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan.

5. Kedua orang tua yang sangat penulis cintai Bapak Risallis dan Ernawati yang telah bekerja keras hingga dapat menyekolahkan penulis ke perguruan tinggi, yang selalu tidak pernah bosan memberikan dukungan moral maupun materil. Terima kasih atas seluruh cinta, pengorbanan dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis yang tidak akan pernah terbalaskan sampai kapan pun. Kakanda dan adik penulis Mery Rasmita, Ales Gustini, Windra Fuadi terima kasih atas kasih sayang, cinta dan pengorbanan yang tidak pernah bisa penulis lupakan.

6. Teman-teman tersayang yang sama-sama berjuang Annisa Zata Yumni, Cori Wilson, Ira Oktavia,Ven, Aoy, Refitaliani, Samsijar, Deli Listiani, Hasni Delaila, Nini, Teman-teman KKN Tematik Langkatyang selalu ada untuk penulis dan dengan senang hati membantu penulis dalam proses pembuatan skripsi ini.

7. Seluruh teman-teman organisasi mahasiswa Pengurus Harian HMJ Sastra Jepang USU periode 2017, PMKC Medan, Rumah Yatim Medan dan yang tidak bisa juga penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih karena menjadi wadah penulis dalam mengembangkan diri dan menempa penulis menjadi pribadi yang baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna.

Penulis telah berupaya semaksimal mungkin dalam menyelesaikannya. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun pada skripsi ini

(7)

demi perbaikan di masa mendatang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis sendiri, pembaca, dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang Sastra Jepang.

Medan, September 2018

Penulis,

ROPI PEBRIANI

140708085

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ... 6

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori... 6

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

1.6 Metode Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AISATSU, SEJARAH BANZAI, KONSEP MAKNA,DAN ATROPOLINGUISTIK 2.1Aisatsu ... 13

2.1.1Pengertian Aisatsu ... 13

2.1.2 Jenis-jenis Aisatsu ... 14

2.2. Sejarah Banzai ... 21

2.3 Konsep Makna ... 23

2.3.1 Tanda dan Lambang ... 26

2.3.2 Aspek-aspek Makna ... 28

2.4 Antropolinguitik ... 29

(9)

BAB III MAKNA BANZAI DALAM MASYARAKAT JEPANG

3.1Semboyan Banzai dalam Masyarakat Jepang ... 31

3.2 Penggunaan Banzai dalam Masyarakat Jepang ... 36

3.2.1 Makna Banzai dalam Politik Masyarakat Jepang ... 36

3.2.2 Makna Banzai dalam Pernikahan Masyarakat Jepang ... 43

3.2.3 Makna Banzai dalam Olahraga Banzai Skydiving di Jepang ... 46

BAB IVKESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ... 50

4.2 Saran ... ... 51

DAFTAR PUSTAKA ABSTRAK

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Hubungan antara bahasa dan budaya merupakan topik klasik, tetapi tetap memesona untuk dikaji. Bahasa merupakan wadah kebudayaan disisi lainkebudayaan mencakup sejumlah unsur yang salah satunya adalah bahasa yang kemudian dapat dikaji dari sudut pandang antropolinguistik.

Secara spesifik dapat dikatakan bahwa antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dan kebudayaan secara menyeluruh.Disatu pihak manusia adalah pencipta kebudayaan, dipihak lain kebudayaan yang “menciptakan”

manusia sesuai dengan lingkungannya.Dengan demikian, terjalin hubungan timbal balik yang sangat erat dan padu antara manusia dan kebudayaan.

Menurut Halliday dalam suryatna (1996:59) dalam kaitan antara bahasa dan antropologi, bahasa merupakan bagian dari Kebudayaan

.

Antropolinguistik menitik beratkan pada hubungan antara bahasa dengan kebudayaan dalam suatu masyarakat (Sibarani 2004:20)

Antropologi linguistik (linguistic anthropology) merupakan bidang ilmu interdisipliner yang mempelajari hubungan bahasa dengan seluk-beluk kehidupan manusia termasuk kebudayaan sebagai seluk-beluk inti kehidupan manusia(Robert Sibarani, 2015:2).

Studi bahasa dalam bidang antropolinguistik dikaitkan dengan peran bahasadalamseluk-beluk kehidupan manusia.Karena kebudayaan merupakan aspek yang paling dominan atau paling inti dalam kehidupan manusia, segala

(11)

hierarki kajian bahasa dalam bidang antropolinguistik lebih sering dianalisis dalam kerangka kebudayaan.Studi bahasa ini disebut dengan memahami bahasa dalam konteks budaya.Studi budaya dalam bidang antropolinguistik berarti memahami seluk beluk budaya dari kajian bahasa atau memahami kebudayaan melalui bahasa dari sudut pandang linguistik. Aspek-aspek lain kehidupan manusia selain kebudayaan seperti politik, religi, sejarah, dan pemasaran juga dapat dipelajari melalui bahasa sehingga hal itu juga menarik dalam kajian antropolinguistik.

Atas dasar itu, antropolinguistik tidak hanya mengkaji bahasa, melainkan juga budaya dan aspek-aspek lain kehidupan manusia. Namun, ketika mengkaji budaya dan aspek-aspek kehidupan manusia, antropolinguistik mempelajarinya dari bahasa atau teks lingual.“Jalan masuk” (the entry point) kajian antropolinguistik adalah bahasa dan kemudian dapat “menjelajahi” kebudayaan dan aspek-aspek lain kehidupan manusia itu secara menyeluruh.

Antropologi linguistik mungkin ciri manusia yang paling khusus adalah kemampuannya untuk berbicara,yang mengadakan komunikasi dengan menggunakan lambang itu bukan makhluk manusia saja. Ada studi-studi yang menunjukkan bahwa bunyi dan gerakan-gerakan dari beberapa makhluk lain, khususnya kera yang mempunyai fungsi yang serupa dengan bahasa manusia.

Meskipun demikian, tidak ada binatang lain yang telah mengembangkan sistem komunikasi lambang yang begitu kompleks seperti manusia. Akhirnya bahasalah yang memberi kemungkinan kepada manusia untuk melestarikan dan meneruskan kebudayaannya dari generasi ke generasi.

(12)

Oleh karena itu perlu ditegaskan kembali sebenarnya apa jenis kebudayaan yang berhubungan dengan bahasa, apa bahasa memiliki hubungan timbal-balik pada budaya maupun sebaliknya, apa budaya memiliki hubungan timbal-balik pada bahasa. Mengapaaisatsu dapat dikategorikan sebagai salah satu kajian dari hubungan bahasa dengan budaya dan dalam masyarakat Jepang apa aisatsu sering digunakan.

Manusia berkomunikasi untuk membagi pengetahuan. Bentuk umum komunikasi termasuk dalam bahasa sinyal, bicara, tulisan, gesture, dan lain-lain.

Komunikasi antar personal menunjuk kepada komunikasi dengan orang lain.

Salam merupakan bagian dari awal komunikasi yang dalam bahasa Jepang disebut dengan aisatsu. Hal ini sesuai dengan yang tertuang dalam The Nihongo Journal (april 1997 :17), “Greetings are the first big step towards communication”. Yang berarti bahwa salam adalah langkah utama dalam komunikasi.

Di Jepang aisatsusangat penting dan mempunyai beragam-ragam ucapan salam atau aisatsuyang tersebar dalam masyarakatnya.Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menjalin sebuah hubungan baik antar manusia. Melalui aisatsu komunikasi akan terbina, sehingga hubungan sosial dengan sesama, baik dalam lingkungan pribadi maupun hubungan pekerjaan akan terjalin dengan baik.

Jepang adalah sebuah negara yang sangat mementingkan penyampaian ujaran dan karena pengaruh budaya, mereka berhati-hati sekali dalam menjaga perkataan serta tutur kata mereka. Selain itu orang Jepang juga sangat menyadari kapan saja waktu yang tepat untuk mengekspresikan atau tidak mengepresikan apa yang ada dalam pikirannya. Dengan adanya budaya yang seperti ini maka dapat dikatakan juga bahwa orang Jepang sangat mementingkanaisatsu. Dalam

(13)

penggunaannya, aisatsu selalu diikuti dimana dan dengan siapa berbicara atau berinteraksi. Aisatsu dapat menunjukkan keadaan waktu, dan salam juga terdapat dalam hubungan intersaksi seperti pada saat perkenalan, pertemuan dan perpisahan, dan lain-lain.

Aisatsudalambahasa Jepang terbagi menjadi banyak jenis(https://sandurezu.Wordpress.com/2011/03/07/aisatsu/, diakses pada 27 Juli 2018).Beberapa contohnya yaitu:

- おはようございます (ohayou gozaimasu) : Selamat Pagi, ketika bertemu di pagi hari

- こんにちは (konnichiwa) : Selamat Siang, diucapkan ketika bertemu di siang hari.

- ようこそ(youkoso) : Selamat datang,

diucapkan pada saat kita menyambut tamu.

- かんぱい(kanpai) : Mari bersulang,

diucapkan pada saat bersulang.

- ばんざい(banzai) : Hidup!, diucapkan pada saat bersorak.

Di Jepang masih banyak lagi ucapan salam atau aisatsu yang sering diucapkan baik disituasi formal ataupun non formal dalam kehidupan sehari- harinya.

Banzai (万歳) merupakan istilah yang diterapkan saat perang dunia II oleh pasukan sekutu pada serangan gelombang manusia yang dipimpin oleh

(14)

pasukan angkatan darat kekaisaran Jepang. (https://brainly.co.id/tugas/12112533, diakses 19 April 2018). Kata banzai dibentuk dari dua kanji yaitu, ban (万) yang berarti “ sepuluh ribu” dan zai (歳) yang berarti “umur”. Istilah banzai berasal dari seruan Tenno Heika Banzai ( 天 皇 陛 下 万 歳 ) yang ditujukan kepada kaisar.Dalam kamus webster berarti “ semoga kaisar hidup 10.000 tahun”. Pada perang dunia ke II serangan banzai dianggap sebagai serangan bunuh diri untuk menghindari kekalahan dan ketidakhormatan atau sebagai usaha terakhir untuk meningkatkan probabilitas kemenangan melawan pasukan Sekutu yang jumlahnya lebih besar. Dalam ajaran bushido,mati untuk Tenno bentuk mati yang sempurna dan termulia. Di Jepang, istilah gyokusai (玉砕, mati terhormat; secara literal

"permata yang pecah") lebih sering digunakan oleh Naikaku Johōkyoku (Kabinet Biro Informasi) dan media massa rezim Kekaisaran Jepang.

Maknabanzai adalah semoga kaisar panjang umur, ucapan selamat atas sebuah kesuksesan, hore, menyerah dan bertepuk tangan.(https://kamus lengkap.com, diakses pada 26 Agutus 2018). Dari sekilas uraian di atas, dapat kita ketahui bahwa analisa bahasa dapat membedah aspek kebahasaan yang terkait dengan kebudayaan. Tidak diragukan lagi bahwa budaya suatu bangsa dapat mengendap dalam sebuah bahasa.

Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas, akan dianalisis mengenai makna banzai di Jepang dan akan membahasnya dalam skripsi yang berjudul

“MAKNA BANZAI DALAM MASYARAKAT JEPANG(KAJIAN

ANTROPOLINGUISTIK)”

(15)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah latar belakang munculnya semboyan banzai dalam kehidupan masyarakat Jepang?

2. Bagaimanakah makna banzai dalam masyarakat Jepang?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Agar masalah penelitian ini tidak terlalu luas, maka masalah penelitian dibatasi. Dalam penulisan skripsi ini dibatasi ruang lingkup pembahasan yang difokuskan pada makna banzai dalam masyarakatJepang dalam kajian antropolinguistik. Untuk mendukung pembahasan akan dibahas juga tentang aisatsu dan jenis-jenis aisatsuyang sering digunakan dalam kehidupan masyarakat Jepang,pengertian dan sejarah penggunaan banzai di Jepang serta bagaimana nilai-nilai dan hubungan antara banzai dengan kebudayaan dalam masyarakat Jepang.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka

Dalam kehidupan sehari-sehari di negara manapun saling tegur sapa sebagai pembukaan dalam menjalin hubungan dengan orang lain merupakan sebuah hal yang penting dan sebuah keharuan, begitu pula ketika kita berada di negeri Jepang. Menurut Hamada dan Fujimoto (2008:12), masalah sapaan

(16)

merupakan hal yang penting bagi orang Jepang, sehingga sapaan yang disebut aisatsu, dapat menjadikan pelakunya diberi penilaian sebagai orang yang ramah atau tidak, sopan atau tidaknya. Karena semakin banyaknya seeorang melakukan aisatsu, maka akan semakin mudah diterima di lingkungan sekitarnya, karena bagi orang Jepang aisatsuadalah sebuah pointpenting dalam menjalin hubungan dengan orang lain.

Sejauh ini belum ditemukan penelitian yang berkaitan dengan tema yang diteliti. Namun, terdapat beberapa penelitian yang menggunakan ungkapan salam orang Jepang sebagai objek materialnya. Penelitian berupa skripsi yang ditulis oleh Hidayaturohmah (2012) dengan judul “ Tanoshiku Aisatsu Sebagai Media Pembelajaran Ungkapan Salam Dalam Bahasa Jepang”. Penelitiannya menjelaskan tentang fungsi sumimasen dan menghubungkannya dengan korpus data film 1 Litre of Tears serta menganalisis sumimasen yang terdapat dalam percakapan didalam film 1 Litre of Tears. Penggunaan kata “sumimasen” yang sering kali digunakan dalam percakapan drama Jepang. Pada dasarnya fungsi dari kata sumimasen adalah sebagai bentuk permintaan maaf. Seringnya pemakaian kata sumimasen menimbulkan pandangan bahwa orang Jepang sering kali meminta maaf. Tetapi sebenarnya pemakaian sumimasen tidak hanya terbatas pada pemakaian meminta maaf saja. Dini dalam penelitiannya menggunakan teori pragmatik dari George Yule (2006).

Perbedaan antara penelitian sebelumnya adalah objek yang diteliti. Sejauh pengamatan penulis sampai saat ini dilakukan, kajian tentang “Makna Banzai dalam Bahasa Jepang Kajian Antropolinguistik” dalam segi fungsi kegunaan belum pernah ada.

(17)

1.4.2 Kerangka Teori

Kerangka teori menurut Koentjaraningrat (1976:11) berfungsi sebagai pendorong berfikir deduktif yang bergerak dari alam abstrak ke alam konkret, suatu teori yang dipakai oleh peneliti sebagai kerangka yang memberi pembahasan terhadap fakta-fakta konkret yang tidak terbilang banyaknya dalam kenyataan kehidupan masyarakat yang harus diperhatikan. Dalam penelitian antropolinguistik diperlukan satu atau lebih teori pendekatan yang sesuai dengan objek dan tujuan dari penelitian ini.

Dalam penelitian ini digunakan teori pendekatan antropolinguistik dan pendekatanhistorisuntuk meneliti makna banzai dalam kehidupan masyarakat jepang.

Dalam penelitian ini digunakan teori pendekatan antropolinguistik dengan tiga bagian penting dalam antropolinguistik modern yaitu (1) performance, (2) indexcality, dan (3) participation (Duranti 2001: 14) dengan memasukkan bahasa dalam budaya. Sebagai bidang ilmu interdisipliner antara linguistik dan antropologi, ada tiga cakupan kajian antropolinguistik, yakni studi mengenai bahasa, studi mengenai budaya, dan studi mengenai aspek-aspek lain kehidupan manusia.Ketiga bidang itu dipelajari dari kerangka kerja bersama antara linguistik dan antropologi.

Dalam mempelajari antropolopolinguistik bahwa objek materi kajian perspektif linguistik budaya meliputi fungsi, dan makna (http://opayat.com/2015/

11/linguistik-kebudayaan-perspektif.html?=1, diakses 16 Juli 2018)

.

Linguistik fungsional hampir seluruhnya masuk kedalam kawasan purna modern. Isu

(18)

postmodern yang merambah dunia kelingustikan memusatkan perhatian pada semestaan bahasa, tipologi bahasa, analisis wacana, tata bahasa “lahiriah” dari kebutuhan penyampaian informasi dan deiksis. Persoalan yang digarap adalah sifat-sifat tipologi bahasa atas dasar data yang diambil sebanyak-banyaknya.

Sedangkan antropologi fungsional bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat, memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan yang bersangkutan. Sebagai sistem sosial budaya, pada dasarnya menekankan bahwa sistem kebahasaan terwujud kedalam tingkah laku kebahasaan dan bahasa-bahasa. Proses perubahan bahasa yang sifatnya saling tergantung dengan aspek-aspek kebudayaan lainnya. Sedangkan makna sering disebut semantik, kata semantik digunakan untuk bidang lingustik yang mempelajari hubungan antara tanda atau lambang dengan hal-hal yang ditandainya, yang disebut makna atau arti.

Istilah yang digunakan para ahli untuk membicarakan hubungan bahasa dengan kebudayaan adalah anthropological linguistics “linguistik antropologi”

(McManis, et al., 1988:29) atau linguistic anthropology “antropologi linguistik”.

Sesuai namanya, istilah pertama lebih difokuskan pada kajian linguistik, sedangkan istilah kedua lebih ditekankan pada kajian antropologi. Istilah antropolinguistik lebih padu dan lebih ringkas karena sudah menjadi satu kata(Sibarani 2004:50). Antropolinguistik adalah cabang linguistik yang mempelajari variasi dan penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan perkembangan waktu, perbedaan tempat komunikasi, sistem kekerabatan, pola- pola kebudayaan lain dari suatu suku bangsa. Antropolinguistik menitikberatkan

(19)

pada hubungan antara bahasa dan kebudayaan di dalam suatu masyarakat seperti peranan bahasa di dalam mempelajari bagaimana hubungan keluarga diekspresikan dalam terminologi budaya, bagaimana cara seseorang berkomunikasi dengan orang lain dalam kegiatan sosial dan budaya tertentu, dan bagaimana cara seseorang berkomunikasi dengan orang dari budaya lain, bagaimana cara seseorang berkomunikasi dengan orang lain secara tepat sesuai dengan konteks budayanya, dan bagaimana bahasa masyarakat dahulu sesuai dengan perkembangan budayanya. (Sibarani 2004: 50).

Antropolinguistik memandang bahasa sebagai prisma atau inti dari konsep antropologi budaya untuk mencari makna dibalik penggunaan, ketimpangan penggunaan maupun tanpa menggunakan bahasa dalam bentuk register dan gaya yang berbeda. Dengan kata lain, Antropolinguistik memuat interprestasi bahasa untuk menemukan pemahaman makna (Robert Sibarani, 2015:5). Jadi, melalui teori antropolinguistik dapat menjawab apa penyebab suatu fenomena sosial dapat dipertahankan, diubah atau dibatalkan.

Selain pendekatan antropolinguistik, penulis juga menggunakan pendekatan histori.Menurut Koentjaraningrat (1976 :56) pendekatan historis adalah suatu pendekatan yang menekankan tentang pemahaman budaya masyarakat, latar belakang peristiwa sejarah yang melatarbelakangi terbentuknya wujud-wujud kebudayaan serta tentang bagaimana perkembangan kehidupan penciptaan maupun kebuayaan itu sendiri pada umumnya dari zaman ke zaman.

Melalui pendekatan historis ini penulis ingin memberikan gambaran dan penjelasan latar belakang banzai dalam kehidupan masyarakat

(20)

Jepang.Berdasarkan teori tersebut, penulis ingin mencari tahu apakah makna banzai dalam masyarakat Jepang.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1 .5.1Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mendeskripsikan latar belakang munculnya salambanzai dalam kehidupan masyarakat Jepang.

2. Untuk mendeskripsikanmakna banzai dalam masyarakat Jepang.

2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Adapun manfaat penulisan skripsi ini antara lain:

1. Bermanfaat bagi penulis dan juga pembaca yang ingin mempelajari kebudayaan Jepang, karena bagaimanapun hasil cipta dan karya manusia merupakan wujud dari kebudayaan.

2. Bermanfaat bagi pendidikan dan lembaga-lembaga yang mengajarkan kebudayaan Jepang agar para pembelajar bahasa dan sastra

kebudayaan Jepang dapat mengetahui makna banzai dalam masyarakat Jepang.

1.6 Metode Penelitian

Metode berasal dari bahasa Yunani „methodos‟ yang berarti „cara‟ atau

„jalan‟ yang ditempuh.Istilah metode bermakna jalan atau cara yang ditempuh

(21)

untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Penyusunan rencana dan pelaksanaan dari rencana adalah hal yang penting dalam metode ( http://ktiptk.blogspirit.com/archi ve/2009/01/26/pengertian-metode.htm, diakses pada 19 April 2018).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

Menurut Koentjaraningrat (1976:30), penelitian yang bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Oleh karena itu, data yang diperoleh dikumpulkan, disusun, diklasifikasikan sekaligus dikaji dan kemudian diinterpretasikan dengan tetap mengacu pada sumber data dan informasi yang ada.

Berdasarkan deskripsi diatas, metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk memecahkan suatu masalah dengan dikaji berdasarkan data yang dikumpulkan dengan memberikan gambaran yang lengkap dan cermat mengenai objek yang sedang diteliti. Selain itu, Penulis juga menggunakan metode pustaka yang bersumber dari buku, hasil-hasil penelitian (skripsi), internet, dan sumber- sumber lainnya yang dibutuhkan. Tujuan dari studi pustaka ini adalah untuk mencari fakta dan mengetahui konsep metode yang digunakan.

Kemudian dari data-data kepustakaan tersebut penulis membaca dan mencari teori yang berhubungan dengan penelitian mengenai analisis banzai dalam masyarakat Jepang.

(22)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP AISATSU, SEJARAHBANZAI, KONSEP MAKNA, DAN ANTROPOLINGUISTIK

2.1 Aisatsu

2.1.1 Pengertian Aisatsu

Menurut Yukio dalam Kuraesin (2012:1) secara keseluruhan aisatsu adalah media untuk menjaga hubungan baik sesama manusia. Melalui aisatsu ini komunikasi akan terbina, sehingga hubungan sosial dengan sesama, baik dalam lingkungan pribadi maupun hubungan pekerjaan akan terjalin dengan baik.

Aisatsu menjadi sangat penting dalam budaya Jepang.

Secara makna kamus, aisatsu adalah kata-kata atau bahasa pergaulan yang biasa digunakan untuk mengungkapkan rasa horrnat atau keramahan seseorang.

Dalam masyarakat perkampungan, mereka akan bertegur sapa dengan siapapun, itu hal yang sudah wajar. Akan tetapi berbeda dengan masyarakat yang ada di perkotaan, mereka tidak akan mengucapkan salam kepada orang yang tidak kenaI.

Mizutani dalam Nihonjijo Handobaggu mengatakan, bahwa aisatsu adalah ungkapan yang digunakan. Untuk menjalin hubungan antar manusia, atau untuk menjaga hubungan baik sesama manusia, atau sebagai ungkapan dalam aksi berbahasa, dan bukan sebagai aksi bahasa yang pada hakekatnya untuk menyampaikan emosi atau informasi.

Aklima (2008:3-4) aisatsu sering dilakukan dalam berbagai kondisi, hubungan kemanusiaan, dan latar tempat. Seperti telah dipaparkan di atas, aisatsu

(23)

sangat berpengaruh dalam lingkungan pendidikan dan bisnis. Ada yang berpendapat bahwa aisatsu dalam konteks bisnis tidak hanya berupa sapaan verbal, tetapi juga sebagai bentuk kegiatan sowan.

Ungkapan salam atau aisatsu seperti お は よ う ご ざ い ま す ( ohayougozaimasu)、おめでとうございます(omedetougozaimasu) dan lain- lain, bukan saja memunculkan pertanyaan apakah ungkapan tersebut memiliki makna tertentu, tetapi memunculkan rasa penasaran, apakah salam tersebut sopan atau tidak.

Dalam bahasa Jepang, banyak sekali ungkapan-ungkapan salam yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan melakukan aisatsu, banyak sekali makna yang terkandung di dalamnya, baik sebagai ungkapan memuji, menghormati, memberi semangat, dan lain-lain. Begitu banyaknya makna yang terkandung dalam ungkapan aisatsu ini, sehingga tidak dapat dipungkiri dengan kebiasaan melakukan aisatsu/greeting membawa bangsa Jepang menjadi sebuah Negara yang maju.

2.1.2 Jenis-jenis Aisatsu

Dalam Nihogo Kyouiku Jiten (1997; 199), dijelaskan bahwa aisatsu adalah ungkapan tanya-jawab dibalas lagi dengan ungkapan yang ramah, mesra, atau hormat dalam kehidupan sehari-hari. Biasanya atau sebagian besar ungkapan tersebut memiliki bentuk tertentu, seperti「こんにちは」(konnichiwa)、「さよ うなら」(sayounara)dan lain-lain.

Sejalan dengan semakin banyaknya hubungan sosial, aisatsu pun semakin beragam, dan tentu saja perbedaan aisatsu dari beberapa wilayah/daerah pun akan

(24)

tampak. Dari jenis-jenis diatas, maka dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok besar, yaitu:

a. Kata-kata yang berhubungan dengan waktu, atau musim. Pada saat itu digunakan aisatsu /greeting yang sesuai dengan kondisi tersebut. Misalnya,

「おはようございます」(ohayougozaimasu)、「こんにちは」

(konnichiwa)、「厚いですね」(atsuidesune)dan lain-lain. Kelompok ini termasuk bentuk yang formal dan makna sebenarnya tidak ada. Aisatsu ini senng terdengar dalam sebuah dialog atau percakapan.

b. Kata-kata yang berhubungan dengan keadaan saat pertama kali bertemu.

c. Kata-kata aisatsu /greeting yang digunakan untuk menjalinlmenjaga hubungan dengan orang lain, tergantung pada kondisinya.

d. Kata-kata yang digunakan saat mengucapkan rasa terima kasih

e. Aisatsu atau greeting yang diungkapkan melalui gerakan tubuh, sepertiお 辞儀(ojigi).

Apabila kita paparkan jenis aisatsu yang sering muncul secara rinci adalah sebagai berikut:

1) Aisatsu atau greeting yang digunakan ketika bertemu dengan orang, seperti「おはようございます」(ohayougozaimasu)、「こんにちは」

(konniciwa)

2) Aisatsu atau greeting untuk perpisahan, seperti 「 さ よ う な ら 」 (sayounara)、「また会います」(mataaimasu)

3) Aisatsu atau greeting sebelum istirahatltidur, seperti「おやすみなさい」

(oyasuminasai)

(25)

4) Aisatsu atau greeting yang digunakan ketika kita akan makan atau sesudah makan, seperti 「いただきます」(itadakimasu)、「こちそうさま」

(kochisousama)

5) Aisatsu atau greeting ketika memasuki nunah, seperti 「 た だ い ま 」 (tadaima) bagi seseorang pulang dan masuk rumah.

6) Aisatsu atau greeting ketika berkenalan dengan seseorang atau memperkenalkan orang lain, seperti 「はじめまして」(hajimemashite) 7) Aisatsu atau greeting ketika berkunjung, seperti 「おじゃまします」

(hajimemasu)

8) Aisatsu atau greeting ketika ingin menanyakan sesuatu kepada orang lain, seperti「ちょっとうかがいますが」(chottoukagaimasu)

9) Aisatsu atau greeting pada saat meminta atau memohon sesuatu「すみま せんが」(sumimasenga)

10) Aisatsu atau greeting ketika seseorang ingin mengatakan rasa terima kasih

「ありがとうございます」(arigatougozaimasu)

11) Aisatsu atau greeting untuk memohon maaf, seperti 「すみません」

(sumimasen)

12) Aisatsu atau greeting untuk menyatakan keselamatan, seperti「おめでと うございます」(omedetougozaimasu)

13) Aisatsu atau greeting untuk menucapkan rasa bela sungkawa, seperti「お だいじに」(odaijini)

(26)

14) Aisatsu atau greeting ketika memanggil, seperti 「もしもし、ちょっ と」 (moshimoshi, chotto)

15) Aisatsu atau greeting ketika ingin minum atau bersulang, seperti 「かん ぱい」(kanpai)

16) Aisatsu atau greeting ketika bersorak dan mengucapkan selamat「ばんざ い」 (banzai)

Dalam masyarakat Jepang yang terkenal dengan budaya salam'greeting' atau Aisatsudalam kehidupan sehari-hari, fungsi bahasa sebagai alat berkomunikasi, alat untuk bekerjasama dengan orang lain, dan sebagai alat untuk mengidentifikasikan diri, sangat memiliki pengaruh dan makna yang besar.

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Jepang memiliki dan menggunakan banyak sekali ucapan salam, baik digunakan oleh teman sebaya bahkan oleh orang yang mereka hormati seperti orang tua, senior dan atasan kerja.

Secara umum, aisatsu di dalam masyarakat Jepang digunakan untuk menjaga hubungan dan komunikasi yang baik dalam bersosialisasi. Secara garis besar, aisatsu dibagi menjadi dua, yaitu aisatsu formal dan informal.

(https://sandurezu.wordpress.com/2011/03/07/aisatsu/).

Aisatsu formal digunakan ketika sedang berbicara dengan guru, orang tua, senior di lingkungan sekolah atau atasan dilingkungan kerja. Konteks formal yang muncul dalam aisatsu mengandung arti menghormati dan menjaga hubungan baik dengan dengan orang lain.

Penggunaan aisatsu dari dari segi komunikasi formal sebagai berikut:

(27)

1) お は よ う ご ざ い ま す 、 こ ん に ち は 、 こ ん ば ん は adalah salam/

greeting yang digumakan untuk saling menyapa. Setiap salam tersebut memiliki arti dan pemakaian yang berbeda. 「おはようございます」

adalah aisatsu yang diucapkan pada pagi hari. Kata ini berasal dari 早い yang artinya cepat (early).Penambahan おdidepan kata, dan ございます dibelakang, dan perubahan bentuk はやいmenjadi はようadalah format perubahan kata dalam bahasa penghormatan 「尊敬語」.

2) はじめまして, adalah salam /greeting yang digunakan ketika dengan seseorang untuk pertama kali bertemu. Ungkapan ini merupaka kependekan dari 「はじめましてお目かかります)

3) よろしくお願いします, ungkapan yang sering digunakan ketika kita memperkenalkan diri. Ungkapan ini sangat sering digunakan oleh orang Jepang ketika memohon kepada seseorang untuk melakukan seuatu untuk kita.Bentuk sopan dari よろしくお願いしますadalah よろしくお願 いいたします.

4) すみません, ungkapan ini ungkapan ini digunakan dalam 3 jenis situasi;

pertama yang dekat artinya dengan "permisi" dalam bahasa Indonesia atau

"excuse me", bentuk halusnya adalah「恐れ入りますが」. Kedua dalam konteks tertentu dapat bermakna "terima kasih", dan ketiga permohonan maaf. Dan untuk jenis yang ketiga, ungkapannya memiliki bentuk yimg lebih sopan, yaitu dengan mengucapkan ( 申 し 訳 ご ざ い ま せ ん ).

(28)

Sedangkan bentuk lampau dari すみません adalah 「すみませんでし た」.

5) 結構です、ungkapan ini dapat diinterpretasikan dengan kata「いいで す 」 atau 「 い り ま せ ん 」 , tetapi dalam konteks lain dapat juga bermakna menyetujui terhadap pendapat orang lain, atau "it is good"/ " It will be fine".

6) ありがとうございます / ありがとおうございました, ungkapan yang

digunakan ketika si pembicara menyampaikan rasa terima kasih

7) 失 礼 し ま す , merupakan ungkapan sopan untuk mengakhiri sebuah situasi. (shitsureishimasu) juga dipakai untuk mengakhiri pembicaraan dalam telepon. Dalamekspresi formal ketika mengatakan 'sampai jumpa' kepada atasan, senior, atau seseorang dari perusahaan, maka digunakan ungkapan (dewa, shitshureishimasu) dan lain-lain.

Adapun penggunaan aisatsu informal adalah ucapan salam atau sapaan yang biasanya digunakan ketika berbicara dengan teman sebaya, atau orang yang lebih muda.Aisatsu dalam konteks informal hanya merupakan kata yang dipersingkat dari aisatsu formal.

Adapun contoh bentuk aisatsu informal sebagai berikut:

1) mata, salam/greeting yang digunakan ketika berpisah dengan teman atau orang lain yang sudah akrab denganmu. Mata dapat juga dipasangkan dengan keterangan waktu, misalnya mata ashita yang artinya sampai bertemu besok.

2) yoroshiku, salam/greeting yang diucapkan ketika memperkenalkan diri kepada orang yang sebaya, atau ketika meminta tolong kepada orang lain.

(29)

3) kiotsukete, salam /greeting digunakan untuk menunjukkan ekspresi kehati- yang disampaikan pada saat orang lain yang akan pergi. Bentuk sopan atau informal kiotsukete adalah kiotsuketekudasai.

4) douzo, salam/greeting yang diucapakan ketika mempersilahkan orang lain untuk melakukan sesuatu.

5) doumo arigatou, salam/greeting yang digunakan ketika ingin mengucapkan terima kasih kepada orang lain yang telah memberi bantuan.

Dalam kehidupan masyarakat Jepang, banyak sekali sapaan-sapaan yang sering digunakan dalam berinteraksi dengan orang lain. Belum dilakukan penelitian secara nyata, tetapi kemungkinan bahasa Jepang dapat kita golongkan pada kelompok bahasa yang banyak menggunakan sapaan atau aisatsu (Kuraesin 2008:5-6).

Jenis sapaan/aisatsu, cukup banyak muncul dalam dialog-dialog yang ada dalam buku pegangan kelas, diantaranya buku "Minna no Nihongo". Sapaan- sapaan yang digunakan dalam suatu dialog, muncul begitu saja disesuaikan dengan latar sebuah komunikasi(www.ialfedu/kipbipalpapersIMustamin.doc).

Tetapi kapan, kepada siapa sapaan itu digunakan secara benar atau tepat, formal atau informal kurang begitu dijelaskan.

2.2 Sejarah Banzai

Kata banzai dibentuk dari dua kanji yaitu, ban ( 万 ) yang berarti

“ sepuluh ribu” dan zai (歳) yang berarti “umur”. Istilah banzai berasal dari seruan Tenno Heika Banzai (天皇陛下万歳) yang ditujukan kepada kaisar.Dalam kamus webster berarti “ semoga kaisar hidup 10.000 tahun” ( Joni,

(30)

2008 :24).Tenno Heika adalahsebutan untuk kaisar Jepang, Tenno Heika berarti Yang Mulia Kaisar.

Banzai merupakan istilah Cina yang diperkenalkan ke Jepang sebagai banzei(kana:ばんぜい kanji: 万歳).Namun, di Cina dan Jepang melafalkan kata banzai berbeda, di Cina banzai dilafalkan dengan kata manzai. Pada abad ke-8 banzai digunakan untuk mengungkapkan rasa hormat kepada kaisar yang sama dengan Negara China. Setelah restorasi meiji ucapan banzei diubah menjadi kata banzai yang diresmikan pada tahun 1889.

Semboyan banzai mulai digunakan pada zaman era nara (710-794).Pada saat itu banzai digunakan sebagai kata untuk merayakan agar kaisar panjang umur.Pada 11 February 1800, kaisar meiji disambut dengan kata „banzai‟ yang diusulkan oleh Dr. Wada Kegakozo. Namun, hal tersebut membuat kereta kuda yang dinaiki Kaisar berhenti karena terekejut yang disebabkan oleh teriakan pertama yang sangat kuat.Banzai juga diucapkan sebagai ucapan terimakasih dan ucapan selamat atas pertemuan dan perayaan dari sebuah acara dengan cara bertepuk tangan .

Irama bertepuk tangan:

“PaPa Pan” = Sebanyak tiga kali.

“PaPa Pan” = Sebanyak tiga kali

“ PaPa PanPan” = Sebanyak tiga kali dan ditambah satu kali

Awalnya sebelum adanya kata banzai ada kata houga dan fure-e lebih dulu diusulkan oleh menteri pendidikan pada era meiji ke-18 untuk ucapan salam kepada kaisar, dalam rangka diresmikannya konstitusi Jepang untuk pertama kalinya. Namun, kata houga ditolak karena dianggap aneh karena saat

(31)

mempraktekkan kata houga dengan berteriak “hogaa, hogaa,hogaa” sebanyak tiga kali akan terdengar aneh karena dua suku kata terakhir terdengar seperti

“ahoga, ahoga” yang artintya idiot. Sedangkan kata „fure-e‟ seperti dalam bahasa inggris “hore” tapi usulan itu ditolak demi kata Jepang.Selanjutnya muncul kata

“mansai” dan “banzei” yang artinya „sepuluh ribu tahun‟, namun kata tersebut dianggap sulit untuk diucapkan. Lalu kata mansai dan banzei diubah cara membacanya menjadi banzai oleh Masakazu Toyama dan telah diresmikan.Daripada mengucapkan kata banzai hanya sekali, diputuskan untuk melantunkannya sebanyak tiga kali karena itu dianggap lebih baik. Seperti ucapan “Hip Hip Hooray!” oleh bangsa Inggris saat mengekspresikan

kegembiraan sebagaiuntuk menghormati kaiasar

Inggris(http://www.asahi.com/ajw/articles/AJ201709290035.html, diakses pada 2 september 2018)

2.3 Konsep Makna

Bahasa dan budaya memiliki hubungan yang erat yang tak dapat dipisahkan satu sama lain. Untuk mempelajari suatu bahasa, mau tak mau kita juga harus mempelajari budaya penutur bahasa tersebut sebab bahasa hanya mempunyai makna dalam latar kebudayaan yang menjadi wadahnya (Sibarani, 2004: 65).

Dengan mempelajari suatu makna pada hakikatnya, agar setiap pemakai bahasa dalam suatu masyarakat dapat saling mengerti. Tanpa adanya makna tuturan ini tidak akan berfungsi apa-apa dalam sebuah percakapan atau komunikasi. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering tidak berkata terus

(32)

terang dalam menyampaikan maksudnya, bahkan hanya menggunakan isyarat tertentu.

Bahasa merupakan sistem komunikasi yang amat penting bagi manusia.

Sebagai suatu unsur yang dinamik, bahasa senantiasa dianalisis dan dikaji dengan menggunakan berbagai pendekatan untuk mengkajinya. Antara pendekatan yang dapat digunakan untuk mengkaji bahasa ialah pendekatan makna. Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Pengertian dari makna sendiri berbeda setiap yang dikemukakan oleh para ahli. Bolinger (dalam Aminuddin, 1981:108) mengemukakan bahwa istilah makna merupakan hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti. Mansoer Pateda (2001:79) mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat. Menurut Ullman (dalam Mansoer Pateda, 2001:82) makna adalah hubungan antara makna dengan pengertian. Dalam hal ini Shipley (1962:

261) mengungkapkan bahwa, jika seseorang menafsirkan makna sebuah lambang, berarti ia memikirkan sebagaimana mestinya tentang lambang tersebut, yakni suatu keinginan untuk menghasilkan jawaban tertentu dengan kondisi-kondisi tertentu pula. Dari batasan pengertian tersebut dapat diketahui adanya tiga unsur pokok yang tercakup di dalamnya, yakni :

1. Makna adalah hasil hubungan bahasa dengan dunia luar

2. Penentuan hubungan terjadi karena kesepakatan para pemakai

3. Perwujutan makna itu dapat digunakan untuk menyampaikan informasi sehingga dapat saling mengerti.

(33)

Dari pengertian para ahli bahasa di atas, dapat dikatakan bahwa batasan tentang pengertian makna sangat sulit ditentukan karena setiap pemakai bahasa memiliki kemampuan dan cara pandang yang berbeda dalam memaknai sebuah ujaran atau kata.Pengertian makna sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik.

Kajian makna sering disebut semantik. kata semantik berasal dari bahasa Yunani yaitu sema yang berupa nomina berarti 'tanda' atau 'lambang' dan samaino (verba) yang memiliki pengertian "menandai' atau "melambangkan'.Tanda atau lambang ini dimaksudkan sebagai tanda lingusitik. Menurut Ferdinand de Saussure (1916), tanda bahasa itu meliputi signifiant (penanda) dan signifie (petanda). Sebagai istilah, kata semantik digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda atau lambang-lambang dengan hal-hal yang ditandainya, yang disebut makna atau arti. Sedangkan pengertian semantik secara terminologi adalah ilmu yang menelaah lambang-lambang atau tanda- tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang lain, serta hubungan antara kata dengan konsep atau makna dari kata tersebut.

Mempelajari suatu bahasa, kita mengenal empat komponen besar yakni fonologi yang mempelajari mengenai bunyi, sintaksis yang mempelajari mengenai susunan kalimat, morfologi yang mempelajari suatu bentuk dari kata, dan kemudian simantik yang mempelajari suatu makna.

Semantik memegang peranan penting dalam berkomunkasi. Disebabkan bahasa memiliki fungsi dan tujuan untuk digunakan dalam berkomunikasi dalam menyampaikan suatu makna (Sutedi, 2003:111).Dengan kata lain, semantik

(34)

pemakaian, perubahan, dan perkembangannya. Istilah semantik pertama kali digunakan oleh Michel Breal seorang filolog Perancis ditahun 1883. Kata semantik disepakati dan digunakan dalam bidang lingustik yang mempelajari antara tanda-tanda linguistik dengan hal yang ditandainya. Oleh karena itu, semantik diartikan sebaga ilmu mengenai makna.

2.3.1 Tanda dan Lambang

Tanda menurut KBBI adalah yang menjadi alamat atau menyatakan sesuatu. Tanda atau sign dapat dikatakan sebagai substitusi (pergantian) untuk hal lain. Oleh karena itu, tanda memerlukan interprestasi. Menurut Peircetanda adalah sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu yang lain dalam suatu kaitan tertentu. Tanda berbeda dengan lambang, lambang yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan manusia termasuk bahasa.

(dalamhttps://www.muradmaulana,com/2016/09/mengenal-pemikiran-charles- sanders.html?=1).

Dalam istilah linguistik tanda dibedakan dari lambang. Tanda memiliki hubungan yang langsung dengan kenyataan, sedangkan lambang meimiliki hubungan yang tidak langsung dengan kenyataan. Tanda dalam bentuk bunyi ujaran atau huruf-huruf disebut lambang. Lambang juga merupakan tanda, tetapi tidak secara langsung, melainkan melalui sesuatu yang lain. Warna merah misalnya, merupakan lambang keberanian. Tanda diklasifikasikan atas beberapa jenis, antara lain:

(1) tanda yang ditimbulkan oleh alam

(2) tanda yang ditimbulkan oleh binatang dan

(35)

(3) tanda yang ditimbulkan oleh manusia, terbagi atas:

(a) yang bersifat verbal, disebut lambang bahasa

(b) yang bersifat nonverbal, berupa isyarat/kinestik dan bunyi (suara).

Lyons (1977:96) mengganti istilah symbol dengan sign; tought atau reference dengan concept; dan referen dengan signicatum atau thing. Kemudian istilah tanda diwujudkan dengan leksem. Dalam hal ini, the lexeme signifying the concept and the concept signifyng the thing. Oleh karena itu, Kridalaksana (1987:52) membatasi leksem sebagai:

(1) satuan terkecil dalam leksikon

(2) satuan yang berperan sebagai input dalam proses morfologis (3) bahan baku dalam proses morfologis

(4) unsur yang diketahui adanya dari bentuk yang setelah disegmentasikan dari bentuk kompleks merupakan bentuk dasar yang lepas dari afiks, dan

(5) bentuk yang tidak tergolong proleksem atau partikel.

Pierce menjelaskan hubungan antara tanda, penanda, dan petanda dengan tiga istilah, yakni: (a) icon, yang mengandung similarity (kesamaan), (b) index, yang mengandung non-cognitive relation (tidak ada hubungannya dengan pengetahuan ), dan (c) symbol, yang dipakai karena habits (kebiasaan). Yang berkaitan dengan masalah leksem ialah ikon, yang dapat dideskripsikan sebagai tanda yang mempunyai kemiripan topologis antara penanda dan petandanya

Tingkatan kemiripan antara penanda dan petanda itulah yang disebut ikonisitas, atau istilah Ullamnn (1963:217) motivation. Ikonisitas bersangkutan dengan kejelasan tanda bahasa atau leksem. Jika suatu leksem jelas (transparent), dalam arti ada kesepadanan antara penanda dan petandanya, maka leksem itu

(36)

tidak ikonis. Acuan atau referen adalah sesuatu yang ditunjuk atau diacu, berupa benda dalam kenyataan, atau sesuatu yang dilambangkan dan dimaknai.

2.3.2 Aspek-aspek Makna

Ujaran manusia itu mengandung makna yang utuh. Menurut Pateda (2001:79) keutuhan makna itu merupakan perpaduan antara empat aspek, yaitu pengertian (sense), nilai rasa (feeling), nada (tone), maksud (intention).

Memahami aspek itu dalam seluruh konteks adalah bagian dari usaha untuk memahami makna dalam komunikasi ( Shipley, 1962:263).

Aspek aspek makna dalam semantik menurut,Pateda (2001:79) ada empat hal, yaitu:

a. pengertian (sense)

pengertian disebut juga dengan tema. Pengertian ini dapat dicapai apabila pembicara dengan lawan bicaranya atau antara penuli dengan pembaca terdapat kesamaan bahasa. Misalnya, „hari ini hujan‟ yang memiliki satuan-satuan „hari ini‟, dan „hujan‟. Jika antara pembicara dan pendengar mempunyai kesamaan pengertian, maka pendengar mengerti apa yang dimaksudnya.

b. nilai rasa (feeling)

Perasaan adalah aspek makna yang bersifat subjektif, yakni sikap penyapa terhadap tema atau pokok pembicaraan. Misalnya, sedih, gembira, dan marah.

c. nada (tone)

(37)

Nada adalah aspek makna yang bersifat subjektif, yakni panyapa terhadap pesapanya. Pesapa yang berlainan akan mempengaruhi pilihan kata (diksi) dan cara penyampaian amanat.Karena itu, relasi penyapa dan pesapa melahirkan nada tertentu dalam komunikasi. Misalnya: sinis, ironi, dan imperatif.

d. maksud (intention)

Maksud adalah aspek makna yang berupa amanat dan tujuan yang ingin dicapai oleh penyapa, berupa sampainya ide panyapa kepada pesapa secara tepat.

maksud berkaitan dengan maksud penyapa serta penafsiran dari pesapa. Jika maksud tidak diterima dengan tepat oleh pesapa, maka akan timbul salah paham atau salah komunikasi. Karena itu, maksud sebenarnya merupakan pesan penyapa yang telah diterima oleh pesapa. Dalam kaitannya dengan aspek makna, Verhaar (1982:131) menjelaskan bahwa ujaran manusia itu berkaitan dengan tiga aspek, yakni maksud, makna, dan informasi. Maksud berupa amanat, bersifat subyektif, berada pada pemakai bahasa. Makna berupa isi suatu bahasa, bersifat lingual.

2.4 Antropolinguistik

Sibarani (2004:50) mengatakan bahwa antropolinguistik secara garis besarmembicarakan dua tugas utama yakni (1) mempelajari kebudayaan dari sudutbahasa dan (2) mempelajari bahasa dalam konteks kebudayaan.

Antropolinguistikjuga mempelajari unsur-unsur budaya yang terkandung dalam pola-pola bahasayang dimiliki oleh penuturnya, serta mengkaji bahasa dalam hubungannya denganbudaya penuturnya secara menyeluruh.

Bahasa dan budaya memiliki hubungan yang sangat erat, salingmempengaruhi, saling mengisi, dan berjalan berdampingan. Yang

(38)

palingmendasari hubungan bahasa dengan kebudayaan adalah bahasa harus dipelajaridalam konteks kebudayaan, dan kebudayaan dapat dipelajari melalui bahasa(Sibarani, 2004:51). Dengan kata lain, antropolinguistik mempelajari kebudayaandari sumber-sumber bahasa, dan juga sebaliknya mempelajari bahasa yangdikaitkan dengan budaya.

Harafiah (2005:61) mengatakan bahwa antropolinguistik menganggapbahwa faktor budaya tidak bisa ditinggalkan dalam penelitian bahasa.

Bahasamerupakan fakta yang harus dipertimbangkan dalam kajian budaya dalamkehidupan manusia. Inti masalah dalam kajian antropolinguistik adalah sistemkepercayaan, nilai, moral, tingkah laku, dan pandangan atau unsur-unsur yangmencorakkan budaya suatu kumpulan masyarakat.

(39)

BAB III

MAKNA BANZAI DALAM MASYARAKAT JEPANG

3.2 SemboyanBanzai dalam Masyarakat Jepang

Pada 11 february 1889 semboyan banzai digunakan untuk mengucapkan selamat dengan bersorak dan mengeluarkan suara yang nyaring dan itu hanyalah sebuah ucapan salam pada kaisar. Namun, berjalannya waktu dalam masyarakat Jepang banzai memiliki arti yang berbeda pada saat Perang Dunia II. Agusfian (2016:3-12) keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II merupakan perang besar yang melibatkan banyak negara dunia yang terbagi atas dua blok poros dan blok sekutu. Blok poros terdiri atas Jerman, Italia, Jepang, Austria, Rumania, Firlandia, Hungaria, sedangkan blok sekutu terdiri atas Inggris, Perancis, Rusia, Amerika Serikat, Polandia, Belgia, dan negara sekutu yang lainnya. Perang tersebut terjadi di beberapa medan pertempuran, seperti pertempuran laut karang dan pertempuran laut koral, pertempuran Midway, pertempuran Guadalkanal, pertempuran di pulau Saipan, Tinian, dan Guam, pertempuran di Iwo Jima, pertempuran attu, pertempuran di Okinawa. Perang Dunia II berawal dari Perang Pasifik, sedangkan Perang Pasifik dipicu oleh serangan Jepang ke Pearl Harbour. Ada pun Jepang menyerang Pearl Harbour karena kekecewaannya terhadap Amerika, di mana Jepang merasa diperlakukan tidak adil oleh bangsa Barat dankedudukannyadirendahkan. Ini dimulai ketika Jepang dipaksa membukanegaranya saat Jepang melakukan politik Sakoku (menutup negara dari bangsaasing) pada masa pemerintahan Bakufu.

(40)

Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Perang Dunia II berlangsung dari 1937 sampai 1945.Keberhasilan Jepang dalam melumpuhkan Pearl Harbour merupakan peristiwa fenomenal dan menjadi pemicu keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II, karena setelah melumpuhkan Pearl Harbour, Amerika menyatakan perang kepada Jepang sehingga terjadi Perang Pasifik. Perang Pasifik selanjutnya merupakan perang antara Jepang dan pihak Sekutu (Cina, Amerika Serikat, Britania Raya, Filipina, Australia, Belanda dan Selandia Baru).

Sementara pihak Jepang adalah Jerman Nazi dan Italia.Dapat dikatakan bahwa dalam Perang Dunia II, pada awalnya Jepang mampu memenangkan peperangan melawan pihak sekutu dan berhasil menguasai hampir seluruh daratan Asia Tenggara ditambah dengan Cina dan Korea. Ekspansi Jepang pada Perang Dunia II seolah tidak terbendung, sehingga membuat Amerika Serikat bertekad untuk menghancurkan Jepang. Tekad Amerika pun berhasil terwujud karena keadaan kemudian berbalik di mana Jepang kalah dalam pertempuran laut yang berlangsung di Midway sekitar 4 sampai dengan 7 Juni 1942.

Jepang kehilangan lebih dari 330 pesawat, termasuk pilotnya yang tak tergantikan. Salah satu pertempuran yang terkenal yaitu pertempuran Attu yang berlangsung di pulau Attu lepas pantai Alaska dari 11 Mei hingga 30 Mei 1943 antara tentara Amerika Serikat dan tentara Kekaisaran Jepang. Pertempuran ini merupakan bagian dari Kampanye Kepulauan Aleut semasa Perang Pasifik, dan satu-satunya pertempuran darat dalam Perang Dunia II yang berlangsung di teritori Amerika Serikat. Pertempuran Attu juga merupakan satu-satunya pertempuran darat antara Jepang dan Amerika Serikat pada kondisi cuaca dingin di Arktik.

(41)

Bagi orang Amerika, banzai merupakan adegan serdadu Jepang yang berteriak ketika mereka memenangkan pertempuran atau ketika mereka melakukan bunuh diri dalam kamikaze attack. Karena masyarakat Jepang tidak pernah membiarkan Jepang menyerah, lebih baik mati sambil meneriakkan kata banzai.

Saat awal Perang Dunia II, pasukan Jepang masih sering bergantung pada strategi mobilisasi infantri massal yang masih digunakan dalam Perang Dunia I.

Banyak tentara sekutu dipersenjatai oleh senjata semi atau otomatis, mampu memberikan daya tembak lebih tinggi dibandingkan infantri Perang Dunia I, dan daya tembak ini mampu mampu memberikan serangan massal dalam sekejap.

Metode serangan massal yang dilakukan terbukti sangat mahal dilakukan oleh Jepang dan taktik ini kemudian ditinggalkan oleh Jepang. Pada akhir Perang Dunia II, saat kekalahan sudah ada di depan mata Kekaisaran Jepang, serangan massal ini menjadi usaha terakhir Jepang ketika menyerah atau kematian menjadi pilihan terakhir, seperti saat pertempuran attu.Tentara Jepang yang gugur setelah melakukan serangan banzai terakhir melawan pasukan Amerika saat Pertempuran Attu, 29 Mei 1943. Serangan banzai di Pertempuran Attu merupakan serangan banzai terbesar dalam sejarah Perang Pasifik(https:// wikipedia.org /wiki/

pertempuran_attu, diakses 9April 2018).

Saat Perang Dunia II serangan massal oleh prajurit Angkatan Darat Kekaisaran Jepang, sebagai „serangan banzai‟karena infantri Jepang meneriakkan

„banzai‟ saat mereka berlari kearah pasukan sekutu.Banzai Charge atau Serangan Banzai adalah istilah yang diciptakan oleh kalangan pasukan Sekutu untuk menyebut taktik serangan Human Wave Attack yang dilakukan oleh pasukan

(42)

Jepang. Istilah ini berasal dari salah-satu kata seruan perang yaitu "Tenno Heikka, Banzai" yang mempunyai arti "Panjang Umurlah Sang Kaisar". Yang biasanya kata itu diteriakkan oleh para pasukan Jepang saat melakukan serangan tersebut.Orang-orang Jepang meyakini taktik serangan ini adalah salah-satu metode untuk melakukan Gyokusai (Mati dengan terhormat).

Gyokusai adalah eufemisme rakyat Jepang untuk serangan bunuh diri, atau bunuh diri untuk menghindari rasa malu seppuku.Hal ini berdasarkan kutipan buku teks Bahasa Tionghoa KlasikBuku Qi Utara, "orang besar harus mati sebagai permata hancur daripada hidup sebagai ubin yang utuh." Hal ini diaplikasikan pada konsep mati terhormat atas kekalahan oleh Saigō Takamori (1827–1877), dan digunakan sebagai slogan ichioku gyokusai "seratus juta perhiasan yang rusak" oleh pemerintah Jepang saat bulan-bulan terakhir Perang Pasifik, saat Jepang menghadapi serangan oleh Sekutu, beberapa persepsi dari keyakinan ini juga berasal dari HagakurenyaTsunetomo Yamamoto, yang terkenal pada abad ke-18 atas risalahnya mengenai bushido.

Taktik serangan bunuh diri seperti ini sudah dilakukan sejak zaman priode Sengoku, yang mana para samurai Jepang mengikuti kode etik yang disebutbushido. Prajurit Jepang harus memegang teguh ajaran bushido, artinya ialah menginsyafi kedudukan masing-masing dalam hidup ini, mempertinggi derajat dan kecakapan diri, melatih diri lahir batin untuk menyempurnakan kecakapannya dalam ketentaraan, memegang teguh disiplin, serta menjunjung tinggi kehormatan bangsa dan tanah air sampai titik darah terakhir.

(43)

Menurut ajaran Bushido, mati untuk Tenno adalah bentuk mati yang sempurna dan termulia.Bagi mereka, kalah tidak berarti harus mati. Kekalahan dapat di tebus kembali dengan kemenangan. Jika terpaksa kalah, maka mereka mau kalah dengan penuh harga diri.Bushido memberi kekuatan lahir batin yang tak terhingga kepada tentara Jepang pada khususnya dan rakyat Jepang pada umumnya.Dalam Perang Dunia II tentara Amerika Serikat menghadapi Bushido Jepang. Di Iwojima semua tentara Jepang gugur, tetapi AS juga kehilangan 35.000 prajurit terbaik. Iwojima hingga sekarang masih menjadi kenangan yang mengerikan bagi Negara Amerika Serikat(Ojong,P.K.2001:1).

Kebanyakan orang berpendapat bahwa taktik Serangan Banzai adalah hal yang bodoh dan tidak rasional. Tetapi pada dasarnya ada 2 alasan yang membuat pasukan Jepang sering menggunakan taktik ini. Yang pertama, tentara Jepang lebih memilih bunuh diri daripada tertangkap oleh musuh. Pemikiran sepertiini sudah mendarah-daging bagi orang-orang Jepang.Yang kedua, pengalaman sebelum Perang Dunia II telah menunjukkan bahwa taktik seperti ini juga bisa menjadi sangat efektif. Contohnya pada Perang Dunia I, taktik Human Wave Attack adalah kunci utama untuk merebut parit-parit musuh.Serangan banzai ini hampir selalu dilakukan oleh para pasukan Jepang saat mereka sudah terdesak atau kehabisan amunisi(http://ww2axizone.blogspot.com/2016/09/banzai-charge.html?=1,

diakses pada 23 April 2018).

Serangan Banzai relatif gagal, karena pertahanan Sekutu di Pasifik lumayan kuat. Kunci kesuksean taktik serangan ini adalah jika musuh mempunyai pertahanan yang lemah, dan dipersenjatai oleh senapan-senapan dengan Fire Rate rendah, seperti Bolt-Action Rifle. Ketika Sekutu menginvasi wilayah-wilayah

(44)

jajahan Jepang, mereka sudah dipersenjatai dengansenapan-senapan mesin yang cukup memadai, sehingga bisa dengan mudah menebas habis pasukan-pasukan Jepang dari jarak jauh.

Salah satu serangan Banzai yang sukses adalah yang dilakukan di pulau Attu selama Kampanye Kepulauan Aleut pada tahun 1943. Yang mana serangan itu menembus sangat jauh ke dalam garis pertahanan Amerika. Ini adalah salah- satu Serangan Banzai yang terbesar yang pernah dilakukan oleh Jepang.Serangan Banzai yang terbesar lainnya dilakukan pada saat-saat akhir Pertempuran Saipan pada 1944, sekitar 2 Batalion Infanteri Amerika hancur dalam satu kali serangan.

Sementara lebih dari 4.000 tentara Jepang tewas. Peristiwa ini diadopsi kedalam film "Oba : The Last Samurai" yang dirilis pada 11 Februari 2011.serangan banzai sudah menjadi strategi pertahanan tetap tentara Jepang(Agusfian, 2016:11)

Sekarang banzai memiliki arti sebagai kata yang merujuk pada tindakan yang mengekspresikan kegembiraan dan perayaan dan dapat juga diartikan sebagai tindakan menyerah. Banzai dilakukan dengan cara berdiri dan mengangkat kedua lengan keatas dan meneriakkan “banzai”. Secara umum banzai memiliki makna asli yaitu “semoga panjang umur dan hidup makmur”

baik dalam keluarga, pernikahan atau membuka sebuah bisnis baru. Dalam masyarakat Jepang banzai juga memiliki arti cheers, selamat dan hore.Banzai dilakukan ditempat-tempat bahagia seperti dalam pertandingan olahraga, pernikahan dan politik.

3.2 Penggunaan Banzai dalam Masyarkat Jepang

Kelestarian sebuah budaya ditentukan oleh pelaku budaya itu sendiri apakah merekamerasa masih perlu melaksanakannya atau

(45)

tidak.Dalamperjalanannya tradisidapatmengalami pergeseran nilai atau bahkan kepunahan karena bersingungan denganmodernisasi, globalisasi, agama dan pemahaman masyarakat yang semakin berkurang. Kenyataanya pada zaman sekarang ini banyak sekali tradisi yang ada dimasyarakat sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan karena modernisasi, globalisasi, juga agama yang mengubah pandangan masyarakat terhadap budaya itu sendiri.

Bahasa dan budaya memiliki ikatanyang kuat, karena bahasa merupakanbagian dari budaya, dan budaya diwakilkanmelalui bahasa. Budaya dan bahasaberdampingan dan mempengaruhi satusama lain. Hubungan mendasar budayadengan bahasa adalah bahasa harusdipelajari dalam konteks budaya danbudaya dapat dipelajari melalui bahasa.

Antropologilinguistik melihat bahasa dan budayaseperti dua sisi mata uang yang tidak dapatdipisahkan karena satu tidak bisa ada tanpayang lain, budaya tidakada tanpamasyarakat pendukungnya, pelestarianbudaya ditentukan oleh pelaku atau budayamasyarakat itu sendiri. Seperti dikutip dari(Sibarani, 2012) bahwa tanpa masyarakatpendukungnya, tradisi tidak pernah bisadihadirkan.

Sebaliknya, tanpa tradisi,masyarakat akan kehilangan identitaskemanusiaan pemiliknya dan kehilanganbanyak hal penting, terutama pengetahuantradisional, pengetahuan lokal, dan nilai-nilaiyang hidup dan telah terintegrasidalam masyarakat. Menurut (Duranti,1997: 14-17) linguistics antropologimempelajari bahasa dan budaya dengansecara simultan dengan proporsi yangseimbang.

Linguistik antropologi memilikitiga bidang, yaitu performance, indexicality danparticipation.

(46)

Performance( perfomansi)adalah suatu bentukbahasa yang digunakan dalam kehidupansehari-hari, yang memiliki kreativitas danselalu berkembang.

Perfomansi adalahkemampuan bahasa seseorang ditunjukkanmelalui kemampuan riil sepertiberbicara,mendengarkan, dan menulis, pemahamanbahasa sebagai tindakan, juga pertunjukankomunikatif. Ia memiliki sifat yangkonkret. Kedua indexicalityterkait denganbahasa isyarat untuk menunjukkan sesuatudengan kesepakatan atau konvensibersama.

Indexicality(indekskalitas) tanda atau bahasa yangdigunakan untuk merujuk kepada sesuatudengan konvensi atau kesepakatan bersamadari masyarakat. Jika simbol yang arbitrerdalam mendefinisikan simbol, dan ikonadalah simbol yang cukup jelas, makaindeks adalah simbol yang belum terlalujelas makna, tetapi ada indikator yangmenghubungkan simbol dengan artinya.Indeks dalam Antropolinguistik melibatkanmasyarakat dalam menafsirkan sesuatu.

Participation(partisipasi)menunjukkan bahwabahasa selalu melibatkan entitas, ada unsursosial, kolektivitas, dan interaktif yangakan membentuk suatu budaya.Berdasarkan uraian di atas, Linguistikantropologi mempelajari bahasa danbudaya secara bersamaan dengan porsiseimbang, yaitu dengan menjelaskanbahasa dalam konteks antropologi(Duranti, 1997: 14-17).Menurut Sibarani(2004:51) bahwa di dalam ParameterAntropolinguistik harus diterapkanketerhubungan (interconnection),kebernilaian (cultural value) dankeberlanjutan (continuity). Penjabaranketerbuhungan antara teks, ko-teks dankonteks dengan performansi hubunganformal secara vertical dan horizontal.Kebernilaian memperihatkan makna danfungsi. Sedang keberlanjutan

(47)

adalahmemperlihatkan objek yang ditelitidiwariskan kepada generasi berikutnya(Sibarani,2004 ; 64)

Perfomansi, indekskalitas danPartisipasi dalam teori Duranti pada makna banzai dalam masyarakat Jepang, dapat ditemukan dalam proses pelaksanaan banzaipada saat seperti, acara politik, pernikahan dan dalam olahraga. Uraiannya dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Performance (performansi)

Baik dalam situasi politik, pernikahan dan olahraga ada harapan, wacana dan doa yang diberikan oleh semua anggota, masyarakat, keluarga, teman, tamu undangan dan para penonton dalam suatu acara tersebut. Berikut contoh petikan pernyataan banzai pada situasi politik.

“ Biarkan kami tunjukkan kepada Jepang apa itu Negara Jepang sebenarnya dan biarkan kami mati.

Akankah kalian hanya akan menghargai hidup dan Membiarkan semangat mati?... akan kami tunjukkan Kepada kalian sesuatu yang lebih bernilai dan Agung dari pada hidup. Bukan kebebasan,

Bukan demokrasi. Ini Jepang! Tanah sejarah dan tradisi.

Jepang yang kami cintai”

Sambil menangis Mishima meneriakkan:

“ I salute the Emperor!, Tenno Heika Banzai, Tenno Heika Banzai, Tenno Heika Banzai!”

“ Hormat pada kaisar!, Panjang umur Kaisar, Panjang umur Kisar, Panjang umur Kaisar”

(48)

Dalam contoh petikan diatas, banzai dapat diartikan sebagai protes kepada tuannya agar Jepang bangkit kembali dalam kekalahan PD II, apa yang telah dilakukannya tidak benar dan diharapkan tidak terulang di kemudian hari.

Contoh petikan peryataan banzai dalam acara pernikahan:

“Tuan Colasho. Selamat atas kesempatan iniMeskipun saya jarang ada di Prefektur Shizuoka di mana saya seorang perencana, saya telah diminta untuk

"Banzai Sankei" oleh bos perusahaan laki-laki yang berasal dari Kyushu bersama dengan seorang pengantin pria dan pengantin wanita.Semuanya, terimakasih atas dukungannya.Banzai!Banzai!Banzai!Terima kasih banyak”.

Dalam contoh petikan pernyataan banzai diatas memiliki arti dan harapan agar pernikahan tersebut selalu diberkati untuk kemakmuran dan kebahagiaan bagi kedua paangan pengantin atau kedua keluarga pengantin.Sedangkan petikan pernyataan banzai dalam olahraga banzai skydiving, sorakan banzai digunakan sebagai teriakan meningkatkan rasa persatuan agar kemengan dapat tercapai.

b. Indeksikalitas (indexicality)

konsep indeksikalitas menyangkut tanda yang memiliki hubungan eksistensial dengan yang diacu. Dalam semboyan banzai sendiri yang mengandung unsur indeksikalitas ada pada gerakan yang dilakukan. Contoh gerakan saat melakukan banzai sebagai berikut:

1. Postur tubuh tegak lurus, dengan meregangkan kedua tangan dan jari-jari lurus ke bawah dan menempelkannya dengan kuat ke sisi tubuh.

2.Angkat kedua lengan secara vertikal, luruskan jari-jari kedua tangan dan putar telapak tangan ke dalam.

(49)

3. Kembali ke postur tegak lurus dengan cepat pada saat yang sama c. Partisipan ( participation)

Sebagai keterlibatan penutur dalam menghasilkan bentuk tuturan yang berterina (Duranti, 1997:14-21). Dalam acara pemilu politik pada masyarakat Jepang penutur yang terlibat saat melakukan banzai adalah para anggota Dewan, pada acara pernikahan penutur yang melakukan banzai adalah para tamu undangan dan kedua pengantin, sedangkan dalam pertandingan olahraga penutur banzai biasanya dilakukan oleh peserta lomba yang menang, dimana banzai digunakan untuk mengekspresikan kebahagiaan.

3.2.1 Makna Banzai dalam Politik Masayarakat Jepang

Budaya berpolitik di sebuah Negara sangat dipengaruhi oleh karakter dasar masyarakat mayoritas Negara tersebut. Karakter dasar orang Jepang seperti usaha keras (gambarise), rasa malu yang tinggi, dan enggan merepotkan orang lain, menjadi prinsip yang dijalankan oleh para politikus dalam aktivitas politiknya di Jepang. Dalam politik Jepang tentu juga ada beberapa penyimpangan terhadap nilai dan prinsip tersebut, karena bagaimanapun sifat dasar manusia, seperti keserakahan dan mengutamakan kepentingan dan mengutamakan kepentingan pribadi adalah hal yang wajar.

Kajian tentang budaya berpolitik di Jepang telah banyak dibahas oleh para peneliti. Salah satu referensi yang sangat luas adalah The Political of Japan, dan fenomena baru dalam kehidupan berpolitik di Jepang adalah New Political Culture.Kajian tentang budaya berpolitik tidak saja membahas perkembangan partai politik dan sistem pemerintahan sebuah Negara atau komunitas, tetapi lebih

Referensi

Dokumen terkait

Konsep keindahan yang terdapat pada agama Budha terdapat dalam model sugimori, hal ini bisa dilihat dari adanya ruang kosong pada sekeliling masakan dan juga model

Peran pemerintah dalam menciptakan disiplin pada masyarakat Jepang adalah membangun infrastruktur dan membuat peraturan, peran sekolah adalah mengajarkan anak-anak disiplin sejak

Terkait adanya budaya bersih bagi Masyarakat Jepang merupakan hal menarik, karena negara Jepang salah satu negara yang menjunjung tinggi nilai kebersihan dan

Dari gambar 2.5., yang merupakan hasil penilitian tahunan yang didapat dari Menteri Ekonomi dan Industri Jepang, dapat dilihat bahwa jumlah penjualan.. kosmetik pria terus

Setelah kelahiran pada masyarakat Jepang dan Batak Toba, setelah si bayi lahir maka diberikan nama, penambalan nama dilakukan setelah si bayi dimandikan, yaitu pada hari ke-3

Yanagawa dalam Situmorang (2013: 32) mengatakan ciri beragama masyarakat Jepang adalah shinkou no nai shukyou (agama yang tidak mempunyai kepercayaan), Yanagawa menjelaskan

Menurut Sutedi (2003:103) menyatakan bahwa dalam tata bahasa Jepang, makna sebagai objek kajian semantik antara lain makna kata (go no imi), relasi makna (go no imi kankei) antar

Kemudian, kantor-kantor lokal dari pengadilan keluarga berlokasi di tempat-tempat yang diperlukan (77 lokasi di Jepang).Pengadilan keluarga didirikan pada 1 Januari 1949,