• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUDAYA SHITSUKE (DISIPLIN) PADA MASYARAKAT JEPANG NIHON SHAKAI NI OKERU SHITSUKE NO BUNKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BUDAYA SHITSUKE (DISIPLIN) PADA MASYARAKAT JEPANG NIHON SHAKAI NI OKERU SHITSUKE NO BUNKA"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)BUDAYA SHITSUKE (DISIPLIN) PADA MASYARAKAT JEPANG NIHON SHAKAI NI OKERU SHITSUKE NO BUNKA SKRIPSI Skripsi Ini Ditujukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang. Oleh : LYA MEISYARAH 170722029. PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG EKSTENSI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(2) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(3) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(4) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(5) KATA PENGANTAR. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena kasih karunia dan kuasa-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Budaya Shitsuke (disiplin) Pada Masyarakat Jepang” ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar kesarjanaan pada Fakultas Ilmu Budaya Departemen Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih, penghargaan, serta penghormatan yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan studi dan skripsi ini, antara lain kepada: 1.. Bapak. Dr. Budi Agustono, M.S., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Sumatera Utara. 2.. Bapak Prof. Hamzon Situmorang, MS., Ph.D, selaku Ketua Program Studi S1 Ekstensi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai dosen pembimbing 1 yang telah meluangkan waktu untuk membimbing.. 3.. Bapak Alimansyar, M.A,.Ph.D, selaku dosen pembimbing 2 yang telah menyediakan waktu disela-sela kesibukannya, dengan sabar membimbing, mengarahkan penulis. serta selalu memberikan motivasi, saran dan. dukungan terhadap penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. 4.. Dosen penguji Ujian Sripsi, yang telah menyediakan waktu untuk membaca dan menguji skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh. i UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(6) Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, yang telah mengajar dan memberikan ilmu yang bermanfaat terhadap penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dengan baik. 5.. Ayahanda tersayang H. M. Zakir Alamsyah S.H, yang senantiasa memberikan. semangat dan nasehat kepada penulis, juga kepada Ibunda. tercinta Hj. Erni Maimun yang selalu setia menanyakan setiap hal dalam perkembangan perkuliahan, selalu mengajarkan hal-hal baik terutama kepercayaan dilimpahkan secara luar biasa kepada penulis. 6.. Guru taman kanak-kanak Midori no Mori, Distrik Aoba, Sendai-Jepang, Ibu Satoko Ito dan Ibu Tomoko Ohara, dan Oran tua murid taman kanak-kanak Midori no Mori, Ibu Misako Kobayashi, Hiromi Okubo, Mayumi Uematsu, Mayumi Hasegawa, Shieko Yagi, Shukuko Nemoto, Kaori Komatsu yang telah bersedia dan meluangkan waktu untuk diwawancarai dan memberikan data yang penulis butuhkan. Honto ni arigatou gozaimashita.. 7.. Teman-teman penulis, Andika kurniawan, Miita, Triani Simanjuntak, Putri, Algis Pratama, Isnaini Umaya Dewi, Laris Fransiska, Lastri Elisabet dan seluruh mahasiswa Sastra Jepang Ekstensi Universitas Sumatera Utara stambuk 2017 yang membagi waktunya sehingga bisa bertemu di kampus dan belajar bersama. Sahabat-sahabat Alumni Fakultas Ilmu Budaya Saudari Ami Brahmana, Siska Harahap, Balkis Sinaga, Vonny Intania serta Doa, Saran dan bantuan, serta. semua motivasi yang diberikan terhadap penulis semoga. Tuhan Yang Maha Kuasa yang membalaskan semua campur tangan kalian.. ii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(7) 8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah memberikan bantuan baik secara moril maupun materil dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat membutuhkan dukungan dan sumbangsih pikiran berupa kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata, semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi penulis serta pada pembaca.. Medan,. Februari 2019 Penulis,. Lya Meisyarah NIM. 170722029. iii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(8) DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................ iv BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ................................................................................. 3 1.3 Ruang Lingkup Pembahasan .................................................................... 4 1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ..................................................... 5 1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. 10 1.6 Metode Penelitian................................................................................... 11. BAB II GAMBARAN UMUM MENGENAI DISIPLIN PADA MASYARAKAT JEPANG........................................................ 13 2.1 Definisi Shitsuke (Disiplin) ................................................................... 13 2.2 Sejarah dan Perkembangan Disiplin pada Masyarakat Jepang .............. 18 2.2.1 Pengaruh Ajaran Konfusius ............................................................. 18 2.2.2 Pengaruh Ajaran Shinto .................................................................... 22. iv UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(9) BAB III BUDAYA DISIPLIN DAN PERAN PEMERINTAH, SEKOLAH, KELUARGA DALAM MENANAMKAN DISIPLIN PADA MASYARAKAT JEPANG.......................... 25 3.1 Budaya disiplin pada masyarakat Jepang .............................................. 25 3.1.1 Penggunaan waktu ........................................................................... 25 3.1.2 Tertib dan Teratur ............................................................................ 28 3.1.3 Kebersihan ....................................................................................... 33 3.2 Peranan Pemerintah, Sekolah, dan Keluarga dalam Penanaman Disiplin pada masyarakat jepang ........................................................... 37 3.2.1 Peran Pemerintah ........................................................................... 37 3.2.2 Peran Sekolah .................................................................................. 41 3.2.3 Peran Keluarga ................................................................................ 44. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN.................................................... 47 4.1 Kesimpulan ............................................................................................ 47 4.2 Saran....................................................................................................... 48 DAFTAR PUSTAKA ABSTRAK LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 2 LAMPIRAN 3. v UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(10) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Jepang dikenal sebagai negara yang sangat kaya akan beragam nilai kebudayaan. Kebudayaan juga dipengaruhi oleh faktor bahasa, keadaan geografis dan kepercayan. “Kebudayaan adalah kompleks yang mencangkup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat (E.B Taylor, 1871). Diantara budaya masyarakat Jepang yang mendapat apresiasi dari warga negara lain adalah budaya disiplin dalam mengantri, selalu tepat waktu, bersih, tertib dan teratur. Disiplin atau dalam Bahasa Jepang dikenal dengan istilah “shitsuke” adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan mentaati peraturan yang berlaku disekitarnya. Matsuda (2012:2) mengatakan shitsuke adalah perbuatan yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak anak agar anak anak tersebut dapat menguasai perilaku yang diperlukan dalam menjalankan kehidupan sosialnya di masyarakat. Budaya disiplin dalam masyarakat Jepang dapat dilihat ketika mereka naik dan 1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(11) turun dari transportasi umum bus, kereta listrik, ataupun shinkansen (kereta listrik cepat). Para penumpang yang hendak naik mengutamakan penumpang yang hendak turun terlebih dahulu. Begitu juga ketika menaiki lift didalam gedung, mereka yang akan masuk lift, menunggu orang yang keluar dari lift, hingga kosong. Budaya disiplin dalam mengantri dengan tertib dan teratur dalam keadaan genting sekalipun merupakan hal yang wajib diterapkan bagi masyarakat Jepang. tertib dalam mengantri di toilet, membayar di kasir supermarket, menunggu antrian di halte bus, menaiki anak tangga atau lift merupakan hal yang sudah dianggap biasa bagi masyarakat Jepang. Begitu juga ketika menunggu di penyebrangan zebra cross, mereka dengan sabar menunggu lampu tanda penyebrangan lalu lintas berubah sampai nyala hijau. Bahkan, pada saat kejadian gempa bumi dan tsunami yang melanda Jepang tahun 2011 yang lalu, seorang ibu yang tengah dalam situasi kritis dengan menggendong bayi yang kelaparan tetap menunggu antrian dengan tertib sesuai jalur antrian di supermarket pada malam hari (pray for japan 2011:18) Budaya disiplin juga dapat terlihat dari kebersihan lingkungan, dan jalanan lalu lintas perkotaan yang bebas sampah. Meski hampir tidak ada tersedianya fasilitas 2 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(12) tong atau tempat pembuangan sampah di setiap sudut jalan, tapi di Jepang masyarakatnya mampu menjaga kebersihan lingkungan sekitarnya. Setiap warganya mampu melestarikan dan menjaga kebersihan lingkungan, mulai dari pinggiran jalan jalan kecil, hingga jalan jalan besar diperkotaan. Bukan hanya bersih pada wilayah umum saja, tetapi dilingkungan sekolah-sekolah juga tidak ditemukan sampah berserakan. Sehingga membuat anak anak nyaman untuk belajar dan bermain didalam kelas maupun dilapangan sekolah. (kompasiana; di Jepang “kebersihan tanpa tempat sampah”) Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk menganalisa bagaimana disiplin pada masyarakat jepang dan peran pemerintah, sekolah dan keluarga dalam menanamkan disiplin tersebut. Penulis akan menuangkannya dalam skripsi yang berjudul “Budaya Shitsuke (Disiplin) pada Masyarakat Jepang”.. 1.2. Perumusan Masalah Disiplin masyarakat Jepang tidak hanya terlihat ketika mereka berada di. negaranya sendiri, tetapi juga terlihat ketika mereka berada di negara lain. Contoh terbaru terlihat ketika supporter Jepang mengumpulkan sampah yang berada di area penonton seusai pertandingan Piala Dunia 24 Juni 2018 antara Senegal3 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(13) Jepang yang diadakan di Ekaterinburg Arena, Rusia. Berita ini sempat viral di media sosial maupun surat kabar. Perilaku supporter Jepang tersebut menuai banyak pujian dari warga berbagai negara. Perilaku supporter Jepang tersebut menunjukkan bahwa bagi mereka budaya bersih sudah mendarah daging sehingga dimana pun mereka berada kebiasaan dan disiplin tetap diterapkan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka permasalahan yang dibahas pada penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimana budaya disiplin pada masyarakat Jepang ? 2. Bagaimana peran pemerintah, sekolah, dan keluarga dalam menanamkan disiplin pada masyarakat Jepang ?. 1.3. Ruang Lingkup Pembahasan Berdasarkan pokok pokok permasalahan yang dikemukakan, maka penulis. perlu membatasi masalah. Sehingga masalah yang akan dibahas lebih terfokus dan terarah sehingga tidak menyulitkan pembaca dalam memahami pokok permasalahan yang akan dibahas. Pembahasan ini akan dibatasi pada budaya disiplin dan bagaimana fungsi pemerintah, sekolah, dan keluarga dalam menanamkan disiplin pada masyarakat. 4 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(14) Jepang. Tetapi sebelum menguraikan kedua permasalahan tersebut pada Bab II penulis terlebih dahulu akan menjelaskan gambaran umum tentang disiplin seperti definisi dan sejarah perkembangannya.. 1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori. 1.4.1 Tinjauan Pustaka Penelitian tentang disiplin telah banyak dilakukan oleh para peneliti Jepang. Mereka sepakat mengatakan bahwa pendidikan disiplin dalam rumah tangga maupun sekolah sangat penting dalam upaya membangun moral dan kepribadian anak sejak usia dini, sehingga mereka tidak mengalami kesulitan berarti ketika terjun dalam masyarakat. Dengan terbentuknya kepribadian yang baik, dapat menciptakan negara dengan masyarakat yang rukun tertib dan teratur. Gregory Clark (1979) Salah seorang pengamat sekaligus jurnalis yang telah lama bertempat tinggal di Jepang menggambarkan orang jepang sebagai masyarakat yang memiliki mentalitas kelompok, memiliki rasa malu yang tinggi, menganut gaya manajerial, kekeluargaan, jujur, tertib, bersih, dan sebagainya. Dalam bukunya Shigehiko Toyama. (2016 : 24-27) yang berjudul “Katei toiu Gakko” Toyama menjelaskan bahwa rumah bukan hanya sekolah pertama bagi. 5 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(15) anak, tetapi rumah adalah sekolah yang memiliki system yang kokoh. Rumah yang memiliki perasaan di dalamnya, membangun kedisiplinan dan tempat anak membangun pertama kali perasaannya, mirip seperti sekolah dan memiliki dua orang guru, yaitu ayah dan ibunya. Sementara itu, Kimiaki Yatagai. dan Toshiko Kato (2015 : 18-24) dalam. bukunya berjudul “irasutohan 6sai made no shitsuke to jiritsu katei en de oshieru kihonteki seikastu shukan” menguraikan bahwa membiasakan disiplin dalam hidup keseharian mulai dari makan, tidur, urusan toilet, menjaga kebersihan, memakai dan melepas baju adalah sebuah keharusan yang dimulai dari awal, karena seorang anak dari mulai lahir, tumbuh berkembang di dalam lingkaran masyarakat, oleh karena itu setiap orang tua harus mengajarkan disiplin dan kemandirian sejak dini, sehingga mereka tidak mengalami kendala harus mentaati peraturan bila sudah terjun ke masyarakat. Dengan demikian mereka akan menjadi contoh kepada semua masyarakat untuk membiasakan hidup teratur. Perilaku sehari-hari seorang anak merupakan cerminan dari pendidikan rumah tangga. Michiyoshi Hayashi (2005:35-6) dalam bukunya berjudul ”Kebangkitan Kembali Pendidikan Rumah Tangga” mengatakan bahwa anak yang tidak diajarkan disiplin (disiplin, moral, dan tata karma) oleh kedua orang tuanya, tidak 6 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(16) memiliki kebiasaan hidup yang teratur dan dapat mengakibatkan penyimpangan serius dalam berperilaku dan cenderung tidak mentaati peraturan, tidak berbuat adil, mengabaikan moral, dan dapat dengan mudah melakukan tindakan merusak diri, melakukan tindakan kejahatan dan perilaku buruk lainnya. Uraian para peneliti di atas lebih memperioritaskan pada pentingnya pendidikan rumah tangga sebagai modal dasar bagi anak sebelum mereka terjun ke dalam masyarakat. Untuk itu, penulis mencoba melengkapi penelitian para peneliti terdahulu tersebut dengan menitikberatkan penelitian pada konten dari pendidikan rumah tangga di Jepang serta bagaimana cara orang tua di Jepang mengajarkannya kepada anak-anak mereka.. 1.4.2 Kerangka Teori Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan teori fenomenologi dan teori disiplin.. Secara. etimologi. fenomenologi. berasal. dari. bahasa. yunani. “phenomenon” yang memiliki arti sesuatu yang tampak, yang didalam bahasa Indonesia disebut gejala. Secara terminology, fenomenologi berarti suatu metode deskriptif dan suatu nama untuk suatu ilmu apriori yang berdasarkan metode. Pengertian fenomenologi secara luas adalah ilmu yang mempelajari gejala gejala. 7 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(17) atau apa saja yang nampak, sedangkan arti sempitnya, ilmu yang mempelajari tentang gejala gejala yang menampakkan diri pada kesadaran manusia. Maka dari itu secara garis besar define dari fenomenologi adalah suatu ilmu dan juga metode yang mempelajari tentang gejala gejala yang tampak pada kesadaran manusia. Menurut Edmund Husserl dalam Sutrisno dan Putranto, (2005:81-82), fenomenologi. sering. disebut. sebagai. metode. pemberian. (bracketing).. Menurutnya, fenomenologi mengandung ide membuka presepsi yang murni lepas dari common sense atau akal sehat. Elemen dalam persepsi Husserl meliputi kesadaran akan kedirian, gambaran mental (kesan) dari sesuatu, dan penyusunan makna (kesan) dari gambaran tersebut. Lebih lanjut, Kuswarno (2009:22) menyebutkan dalam fenomenologi berusaha mencari pemahaman bagaimana manusia mengkonstruksikan makna dan konsep penting dalam kerangka intersubyektivitas (pemahaman kita mengenai dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan orang lain. Alfred schutz penemu pertama yang menjelaskan bagaimana fenomenologi dapat diterapkan untuk mengembangkan wawasan kedalam dunia sosial. Schutz memusatkan perhatian pad acara orang memahami kesadaran orang lain, akan tetapi dia hidup dalam alirang kesadaran diri sendiri. Perspektif yang digunakan 8 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(18) oleh Schutz untuk memhami kesadaran itu dengan konsep intersubyektif. Yang dimaksud dengan dunia intersubyektif ini adalah kehidupan-dunia (life world) atau dunia kehidupan sehari-hari. Menurut Schutz tindakan manusia menjadi suatu hubungan sosial bila manusia memberikan arti atau makna tertentu terhadap tindakan nya itu, dan manusia lain memahami pula tindakannya itu sebagai sesuatu yang penuh arti (M Mamluah 2016:40-42). Selain itu penulis juga menggunakan teori disiplin. Secara etimologi disiplin berasal dari bahasa Inggris Desciple, discipline, yang artinya penganut atau pengikut. Ditinjau dari segi tirminologi disiplin menurut para ahli pendidikan mendefinisikan berbagai pengertian disiplin Menurut Suharsimi Arikunto (1980: 114), Disiplin adalah kepatuhan seseorang dalam mengikuti peraturan atau tata tertib karena didorong oleh adanya kesadaran yang ada pada kata hatinya tanpa adanya paksaan dari pihak luar. Menurut Thomas Gordon (1996:3), Disiplin adalah perilaku dan tata tertib yang sesuai dengan peraturan dan ketetapan, atau perilaku yang diperoleh dari pelatihan yang dilakukan secara terus menerus Dari pendapat tersebut di atas maka dapat dilihat bahwa tujuan kewibawaan adalah untuk mengarahkan anak supaya ia mampu untuk mengontrol dirinya sendiri, dapat melakukan aktivitas dengan terarah belajar hidup dengan 9 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(19) pembiasaan yang baik, positif, dan bermanfaat bagi dirinya dan lingkungannya. Sehingga jika pada suatu saat tidak ada pengawasan dari orang luar, maka ia akan dengan sadar akan selalu berbuat sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku baik tertulis (seperti: Undang-undang, tata tertib sekolah dan lain-lain) maupun yang tidak tertulis ( seperti norma adat, norma kesusilaan, norma kesopanan dan lain-lain) yang ada di dalam masyarakat.. 1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian. 1.5.1 Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka penulis merangkum tujuan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Untuk mendeskripsikan budaya disiplin pada masyarakat jepang. 2.. Untuk mendeskripsikan peran pemerintah, sekolah, serta keluarga dalam menanamkan disiplin pada masyarakat jepang.. 1.5.2 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan perbandingan pendidikan moral (disiplin) antara Negara Jepang dan Indonesia. 10 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(20) 2.. Untuk menambahkan Kesadaran pentingnya disiplin dalam kehidupan bermasyarakat.. 3.. Untuk menambah wawasan dan dapat dijadikankan sebagai referensi terutama dalam konteks pendidikan moral (disiplin).. 1.6. Metode Penelitian. Menurut Sugiyono (2013:2), Metode penelitian pada dasarnya erupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu: cara ilmiah, data, tujuan dan kegunaan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut Sugiyono (2010:15), metode penelitian kualitatif merupakan metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan dengan trianggulasi, analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekan makna dari pada generalisasi.. 11 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(21) Untuk mengumpulkan data, penulis menggunakan metode kepustakaan, observasi, dan wawancara. Studi pustaka dilakukan dengan menelaah berbagai buku, literatur, catatan, serta berbagai laporan yang berkaitan dengan disiplin. Data dikumpulkan dari perpustakaan Mediatek Sendai dan perpustakaan Metropolitan Tokyo selama satu minggu (10-17 Juli 2018). ] Metode observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala pada obyek penelitian” Nawawi dan Martini (1992:74). Observasi dilakukan dengan cara mengamati perilaku orang tua dan anak ketika mereka berada di ruang publik seperti perpustaakan, restoran, pusat perbelanjaan, taman, dan sebagainya di Kota Sendai dan Tokyo selama 45 hari (8 Juli-23 Agustus 2018). Terakhir, penulis juga melalukan wawancara dengan 7 orang tua murid dan 2 orang guru di Taman Kanak-Kanak Midori no Mori (yochien) yang terletak di Distrik Aoba, Kota Sendai untuk memperoleh data tentang hal apa saja yang diajarkan orang tua dan guru kepada anak-anak di rumah dan sekolah (profil terlampir).. 12 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(22) BAB II GAMBARAN UMUM MENGENAI DISIPLIN PADA MASYARAKAT JEPANG. 2.1. Definisi Shitsuke (Dispilin) Dalam kamus besar Bahasa Jepang “daijirin” edisi kedua karya. Matsumura Akira yang diterbitkan oleh Sanseido, shitsuke ditulis dengan 躾, dan dibubuhi keterangan bahwa kanji ini bukan berasal dari China, tetapi diciptakan oleh sarjana Jepang atau disebut dengan kokuji atau waseikanji (kanji Jepang) (1995 : 1125). Pada kamus tersebut Matsumura menjelaskan bahwa shitsuke memiliki makna menghiasi tubuh dengan indah, mengajarkan sopan santun kepada anak dan sebagainya agar mereka menguasainya. Selain dari itu, shitsuke juga memiliki arti sopan santun itu sendiri. Secara etimologi, shitsuke (躾) terbentuk dari dua kanji yang dapat berdiri sendiri, yaitu 身 yang memiliki arti tubuh, dan 美 yang memiliki arti indah. Secara harfiah penggabungan kedua kanji ini memiliki makna tubuh, dalam hal ini lebih tepat dimaknai dengan perilaku yang indah. Shirakawa Shizuka dalam bukunya berjudul “Ju no Shiso; Kami to Hito tono Aida” (Filosofi Kutukan; 13 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(23) Antara Tuhan dan Manusia) menjelaskan bahwa penggunaan 美 dilatar belakangi oleh kepercayaan masyarakat China pada masa dahulu. 美 terbentuk dari dua karakter yaitu 羊 yang memiliki makna domba, dan 大 yang memiliki makna besar. Dahulu domba adalah hewan yang dijadikan sebagai sesembahan pada upacara keagamaan. Domba yang besar memiliki nilai yang sangat tinggi, dan sesuatu yang besar adalah baik. Selain itu, hewan yang akan dipersembahkan kepada Tuhan haruslah yang besar dan sempurna, sehingga lahirlah kanji 美, dan dimaknai dengan indah (2011 : 147-9). Ishida Sachiyo, dkk dalam Buletin Humaniora dan Psikologi Terapan Universitas Seitoku Tokyo, Nomor 22 (2015 : 38) mencoba merangkum definisi shitsuke dari sejumlah kamus besar berbagai disiplin ilmu. Rangkuman definisi shitsuke tersebut adalah dapat dilihat pada table 1 berikut (naskah asli dalam Bahasa Jepang). Tabel 1. Rangkuman definisi shitsuke dari berbagai kamus No 1. Nama Kamus Kojien. Definisi Mempelajari etiket. Atau etiket yang telah mendarah daging. 2. Kojirin. Mengajar dan belajar etiket.. 14 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(24) 3. Kamus. Psikologi Shitsuke adalah pengajaran kepada anak-anak. Pendidikan Baru. agar mereka memiliki pola perilaku yang diinginkan. Shitsuke diajarkan oleh guru atau orang-orang dewasa disekitar mereka.. 4. Kamus. Konsultasi Shitsuke awalnya digunakan untuk bercocok. Pendidikan. tanam. atau. menjahit. pakaian,. akhirnya. digunakan untuk mengajarkan perilaku sopan santun. Saat digunakan banyak digunakan untuk menyatakan pelatihan atau pendidikan yang mengacu. kepada. disiplin. dalam. bahasa Inggris. 5. Kamus. Sosiologi Shitsuke secara umum adalah fenomena yang. Pendidikan Baru. disebut sosialisasi, terutama untuk pengertian mempelajari pola perilaku dan kebiasaan dasar dalam kehidupan sehari-hari. 6. Kamus Sosiologi Modern Shitsuke adalah salah satu bentuk sosialisasi, yaitu mengacu pada proses anggota suatu kelompok. masyarakat. mengajar. kebiasaan. sehari-hari, nilai-nilai, sikap, pola perilaku dan lainnya. dalam. kehidupan sehari-hari kepada anggota yang belum mengetahuinya .. 15 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(25) 7. Kamus Modern. Pendidikan Mengajarkan pola perilaku yang diinginkan yang diperlukan untuk menjalankan kehidupan sosial. Dimulai dengan kebiasaan hidup dasar (makan,. tidur,. ekskresi,. kebersihan,. mengenakan. dan. melepas pakaian), penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari, perilaku, sopan-santun dan sebagainya. Semua ini diajarkan berulangulang hingga benar-benar dikuasai. Dengan demikian shitsuke juga mengajarkan cara pandang. yang. dimiliki oleh masyarakat tersebut. 8. Kamus Besar Pendidikan Pada awalnya, shitsuke adalah istilah sehari-hari Baru. yang digunakan untuk pakaian (kimono), atau penataan tanaman, tetapi akhirnya digunakan dalam pengertian disiplin manusia adalah berdasarkan pendapat Yanagita Kunio yang melakukan penelitian. terhadap. masyarakat. samurai.. Shitsuke biasanya hanya digunakan untuk perilaku yang sudah menjadi tradisi dalam kehidupan. sehari-hari.. Misalnya,. shitsuke. tentang penggunaan bahasa, perilaku, cara 16 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(26) menyapa, dan sebagainya. Tetapi, pola perilaku seperti itu sendiri adalah budaya dan mencakup nilai kesadaran diri, sehingga menguasai hal tersebut adalah sosialisasi itu sendiri.. Dari ringkasan definisi shitsuke pada tabel 1 di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa shitsuke adalah disiplin, etika atau sopan santun yang harus diajarkan oleh orang tua kepada anak-anak agar mereka diterima dalam masyarakat.. 2.2. Sejarah dan Perkembangan Shitsuke (disiplin) pada Masyarakat. Jepang 2.2.1. Pengaruh Ajaran Konfusius Budaya disiplin masyarakat Jepang saat ini tidak terbentuk begitu saja,. tetapi merupakan warisan dari leluhur yang sudah berakar sangat kuat dan mempengaruhi pola pikir dan pandangan hidup masyarakat Jepang dalam perjuangan hidupnya dari dahulu sampai sekarang. Budaya disiplin menjadi salah satu kunci keberhasilan Jepang menjadi negara maju menyaingi negara-negara Amerika dan Eropa. Budaya disiplin masyarakat Jepang diyakini berasal dari ajaran konfusius yang 17 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(27) masuk ke Jepang pada masa pemerintahan kaisar Shotoku pada tahun 293 (periode Yamato). Ajaran konfusius mengatur harmonisasi hubungan antara sesama manusia, hubungan manusia dengan mahluk lain yang ada di dunia dan hubungan manusia dengan dengan alam. Selain itu ajaran konfusius menekankan hubungan yang harmonis antara sisi fisik dan batin manusia. Prinsip keseimbangan ini berlaku dari jaman dahulu sampai sekarang, karena orang-orang Jepang menyadari bahwa kehidupan fisik dan spiritual memiliki peran yang samasama penting. Perlakuan yang bertujuan untuk memisahkan keduanya atau membiarkan ketidakharmonisan keduanya berpotensi menimbulkan bencana dan kerusakan ( Boye de Mente, 2009: 27 ). Pada mulanya ajaran konfusius yang menjadi cikal bakal disiplin saat ini hanya dipelajari oleh sejumlah kecil masyarakat, seperti golongan bangsawan dan pendeta Budha. Tetapi pada zaman Edo (1603-1868), Tokugawa Ieyasu bermaksud memperkuat rasa kesetiaan samurai terhadap penguasa, untuk itu ia mewajibkan para samurai untuk mempelajari ajaran konfusius yang dianggap dapat memupuk kekuatan samurai terhadap pemerintah. Ajaran konfusius dianggap sesuai dengan kebutuhan pada masa isolasi karena ajaran ini menekankan pentingnya keteraturan atau kestabilan. Pada akhirnya ajaran 18 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(28) konfusius ini memegang peranan yang lebih luas lagi, yaitu sebagai disiplin pendidikan yang dipelajari oleh berbagai lapisan masyarakat. Dasar dari ajaran konfusius berpusat pada jisei yang berarti pengendalian terhadap diri sendiri. Dalam ajaran tersebut dikemukakan 5 hubungan moral terhadap masyarakat yang disebut gorin yaitu : kun-shu, hubungan antara majikan dan pelayan, oya-ko, hubungan antara ayah dan anak-anak, fu-fu, hubungan antara suami dan istri, ani-ototo, hubungan antara saudara yang lebih tua dengan yang muda, dan nakama, hubungan antara sesame teman. Selain 5 hubungan tersebut konfusius juga mengemukakan 4 hubungan moral terhadap pemerintah yang disebut gojo yaitu : jin, kebaikan, gi, kebenaran, rei, kewajaran, chi, kebijaksanaan, dan shi, keyakinan (Theodore, 1981:365). Pengaruh kebudayaan Cina terhadap Jepang selain dalam perkembangan bahasa dan agama, juga terhadap sikap hidup. Meskipun ajaran Konfusius masuk ke Jepang lama sebelumnya, namun perkembangan pengaruhnya sangat besar selama masa isolasi Tokugawa (1616-1868) karena ajaran ini menekankan pentingnya keteraturan atau kestabilan yang sesuai dengan keperluan masa isolasi Jepang. Ajaran Konfusianisme menekankan 5 prinsip hubungan moral yaitu : 1. Rakyat patuh kepada kaisar/atasan 19 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(29) 2. Anak patuh kepada ayah 3. Adik patuh kepada abang 4. Istri patuh kepada suami 5. Kawan setia kepada kawan Kelima prinsip di atas mempengaruhi pembentukan budaya masyarakat. Pengaruh hubungan moral yang pertama, menumbuh-kembangkan sikap patriotik dan semangat loyalitas terhadap negara dan membuat masyarakat Jepang taat kepada kaisar atau atasan mereka. Hal ini dapat dilihat pada kehidupan para samurai, yaitu kesetiaan seorang samurai kepada Kaisar dan tuannya atau Daimyo, tidak dapat ditandingi, mereka rela mati untuk membela kehormatan tuannya. Pengaruh hubungan moral yang kedua dan ketiga, nampak pada kehidupan masyarakat pada masa pemerintahan Tokugawa, yaitu sikap dan perilaku yang sangat menghormati orang tua mereka, juga terhadap orang yang lebih tua. Masyarakat Jepang percaya bahwa ayah dan ibu adalah dewa-dewa keluarga. Kewajiban anak kepada orang tuanya , lebih tinggi dari langit dan lebih dalam dari lautan, kewajiban seperti ini tidak terbayar. Pengaruh hubungan moral yang keempat, memberi pemahaman yang mendalam tentang kedudukan (khususnya) wanita. Konfusius menekankan bahwa kedudukan 20 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(30) wanita lebih rendah dari kedudukan kaum pria. Sebelum kedatangan ajaran konfusian ke Jepang, wanita mempunyai status yang lebih tinggi dalam pandangan masyarakat Jepang. Ajaran Konfusius mempengaruhi pikiran wanita Jepang bahwa mereka dilahirkan semata-mata hanya untuk memberi topangan kepada kaum lelaki dengan ikhlas, jujur dan setia. Pengaruh hubungan moral yang kelima, masyarakat Jepang mempunyai rasa setia kawan yang sangat tinggi, jika mereka telah berjanji kepada kawan maka janji itu akan dipegang teguh. Bagi kaum samurai, kata-kata mereka dapat dipercaya, jujur dan mereka akan melakukan apa saja untuk menunjukkan kesetiaannya.. 2.2.2 Pengaruh Ajaran Shinto Alimansyar dalam bukunya berjudul Shinto; Agama Asli Orang Jepang (2017:6) mengatakan bahwa karakteristik bangsa Jepang didasarkan pada kesadaran dan hubungan interpersonal yang dibentuk oleh Shinto. Terutama, kejujuran, kesucian, dan ketulusan dianggap sebagai nilai moral dasar dalam Shinto . Dalam ajaran Shinto, kesucian adalah syarat mutlak agar bisa dekat dengan Kami (Tuhan). Kami dalam ajaran Shinto yang berjumlah delapan juta 21 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(31) (yaoyorozu) sangat membenci kekotoran. oleh karena itu, setiap orang Jepang yang berkunjung ke jinja (kuil tempat ibadah ajaran Shinto), harus bersuci terlebih dahulu menggunakan air yang terdapat di temizusha (tempat penampungan air untuk bersuci) yang berada di halaman jinja. Tujuan dari bersuci ini adalah untuk menghilangkan kekotoran di dalam diri manusia, sehingga mereka layak untuk memanjakan doa dan pengharapan kepada Kami (Tuhan). Salah satu implementasi dari nilai moral dasar kesucian Shinto dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang dapat dilihat di sekolah. Menurut Weedy Koshino dalam bukunya berjudul Amazing Japan (2018:65-66) menceritakan pengalamannya dalam mendidik anak-anaknya tentang kebersihan. Di rumah ia memberi tugas kepada anak-anak setiap hari. Anak sulung diberi tugas mengambil koran dan memeriksa pintu rumah untuk memastikan dalam keadaan terkunci sebelum berangkat tidur. Sementara anak bungsu diberi tugas menyiram tanaman di balkon setiap bangun tidur dan menyikat WC. Tugas menyikat WC adalah inisiatif dari anak yang bungsu. Hal tersebut berawal ketika suatu hari Weedy Koshino sedang membersihkan toilet, tiba-tiba anak bungsu yang masih TK menawarkan diri kalua tugas menyikat WC selanjutnya akan dikerjakan olehnya. Ketika Weedy Koshino menanyakan alasan mengapa anak 22 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(32) bungsunya ingin mengerjakan pekerjaan menyikat WC, jawabanya sangat menarik. Alasannya adalah, karena guru di TK dan teman-temanya mengatakan bahwa di WC tersebut ada Toire no Kamisama (dewi toilet). Dewi ini akan menjadikan anak kecil yang suka membersihkan WC sampai mengkilat menjadi anak yang sangat cantik. Pengalaman Weedy Koshino di atas mengingatkan penulis akan sebuah lagu Jepang yang berjudul Toire no Kamisama yang dinyanyikan oleh Uemura Kana. Lagu tersebut berkisah tentang seorang anak kecil yang tinggal bersama neneknya. Dia mendapat tugas membersihkan toilet, tetapi enggan melakukannya karena jijik. Namun, neneknya mengatakan kalua di toilet itu ada dewinya. Jadi, kalua bisa membersihkan toilet sampai mengkilat, setelah dewasa akan berubah menjadi wanita cantic. Akhirnya anak tersebut terbiasa hingga dewasa. Sampai neneknya meninggal, pesan tersebut selalu ia ingat dan lakukan (syair lagu dapat dilihat pada lampiran).. 23 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(33) BAB III BUDAYA DISIPLIN DAN PERAN PEMERINTAH, SEKOLAH, KELUARGA DALAM MENANAMKAN DISIPLIN PADA MASYARAKAT JEPANG. 3.1. Budaya Disiplin Pada Masayarakat Jepang. 3.1.1 Penggunaan Waktu Jikan wa kane nari. Waktu adalah uang. Istilah tersebut sudah meresap dalam kehidupan masyarakat Jepang sehari-hari. Mereka selalu melakukan segala sesuatu secara tepat waktu. Bahkan tidak jarang mereka melakukannya sebelum waktunya. Misalnya, datang ke sekolah, tempat kerja dan sebagainya. Kebiasaan orang Jepang melakukan segala sesuatu tepat waktu seperti tersebut di atas dapat dilihat dari berbagai aspek kehidupan. Salah satu contohnya adalah alat transportasi seperti bus, kereta listrik biasa, kereta listrik bawah tanah (chikatetsu), kereta api cepat (shinkansen), kapal laut, pesawat udara dan sebagainya. Di antara alat transportasi tersebut, kereta listrik biasa, kereta listrik bawah tanah dan bus adalah alat transportasi yang paling banyak di gunakan oleh masyarakat Jepang untuk berangkat ke tempat kerja atau sekolah. 24 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(34) Sudah menjadi pemandangan umum bahwa di setiap stasiun terdapat tabel waktu kedatangan dan keberangkatan yang di pasang di dinding. Di stasiun-stasiun besar Tabel waktu bahkan di pasang di berbagai tempat seperti di atas mesin penjual tiket, di depan gerbang masuk stasiun dan di tempat-tempat strategis lainnya. Tabel waktu juga dipasang di home atau tempat naik dan turun kereta. Tidak hanya itu, waktu kedatangan dan keberangkatan kereta juga ditampilkan secara visual melalui layar monitor (lihat gambar 1 dan 2) dan secara berkala juga disampaikan langsung oleh pegawai stasiun melalui pengeras suara. Sama halnya dengan kereta listrik, bus juga memiliki tabel waktu kedatangan dan keberangkatan yang dipasang pada setiap halte pemberhentian bus (lihat gambar 3). Tabel waktu kedatangan dan keberangkatan kereta dan bus tersebut di atas dapat diakses melalui internet, sehingga setiap orang yang ingin mengetahui jadwal keberangkatan kereta atau bus dengan mudah dapat mengetahuinya, tanpa harus mendatangi halte atau stasiun tempat keberangkatan (lihat gambar 4). Dengan demikian para penumpang tidak perlu menunggu terlalu lama di stasiun atau halte bus. Mereka dapat memanfaatkan waktu secara maksimal, karena sangat jarang kereta atau bus datang atau berangkat terlambat, kecuali terjadi kecelakaan, atau 25 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(35) hal-hal yang tidak terduga lainnya. khusus untuk kereta, jika mengalami keterlambatan, maka di stasiun akan ditempel pengumuman keterlambatan kereta lengkap dengan penyebabnya serta perkiraan kapan kereta akan tiba atau berangkat selanjutnya, sehingga penumpang dapat menyesuaikan dengan keperluan mereka masing-masing tanpa harus kehilangan banyak waktu untuk menunggu (gambar 5) Budaya disiplin dalam waktu juga sering diterapkan dalam bidang pertanian. Bila dilihat dari sisi pertanian, masyarakat Jepang selalu bercocok tanam dengan sesuai waktu dan musimnya. Salah satu pertanian yang sering penulis temui ialah bercocok tanam padi. Negeri Jepang memiliki empat jenis musim setiap tahunnya, sehingga mereka hanya dapat memanen padi sekali dalam setahun. Dengan kondisi demikian, para petani Jepang jaman dahulu dipaksa dan harus mendisiplinkan waktu agar padi yang mereka tanam dapat dipanen sesuai dengan waktunya sesuai dengan musimnya. Bila gagal panen mereka tidak bisa makan nasi selama setahun. Waktu tanam harus sesuai dan pas jadwal yang telah ditetapkan. Kebiasaan bertahuntahun dalam bercocok tanam membuatnya menjadi suatu kebiasaan dan budaya bagi masyarakat Jepang (lihat gambar 6). 26 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(36) 3.1.2 Tertib dan Teratur a. Tertib dan teratur dalam Mengantri Masyarakat Jepang terkenal dengan budaya disiplin dalam mengantri. Fenomena orang Jepang mengantri sangat mudah dijumpai, seperti di sekolah, rumah sakit, kantor kelurahan atau kecamatan, bank, ATM, halte bus, stasiun, bandara, rumah sakit, perpustakaan, pertokoan, pusat perbelanjaan, matsuri, jinja dan otera, bahkan di toilet. Antri untuk mendapatkan jatah makan siang di sekolah-sekolah di Jepang adalah pemandangan sehari-hari. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa pemerintah Jepang memberlakukan kewajiban bagi sekolah dasar di Jepang untuk menyediakan makan siang untuk seluruh murid (kyushoku). Seperti yang terlihat pada gambar 7, ketika jam makan siang tiba, murid yang bertugas pada hari tersebut dengan sigap menyediakan makanan untuk seluruh murid di kelas tersebut. Sedangkan murid-murid lain dengan sabar dan teratur mengantri untuk mendapatkan jatah mereka masing-masing. Lokasi antri yang sering dijumpai adalah halte bus dan stasiun kereta listrik. Setiap pagi, pada saat orang-orang berangkat kerja dan anak-anak berangkat ke sekolah. Pada jam-jam sibuk, antrian bisa sangat panjang seperti terlihat pada 27 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(37) gambar 9. Antrian pada gambar 9 terjadi setiap pagi di halte bus tujuan Universitas Gifu. Para mahasiswa tetap mengantri dengan sabar. Meskipun mereka buru-buru karena sudah terlambat, para penumpang yang akan naik bus tetap mendahulukan penumpang yang akan turun. Kebiasaan seperti ini juga berlaku ketika naik kereta listrik, bahkan kereta super cepat shinkansen yang hanya berhenti selama satu menit di setiap stasiun. Disiplin dalam mengantri tidak hanya dilakukan pada saat normal, tetapi juga ketika keadaan tidak normal. Salah satu contoh yang sangat fenomenal dan menjadi perhatian dan mendapatkan apresiasi dari warga dunia adalah ketika orang Jepang tetap mengantri untuk membeli keperluan di supermarket pada saat terjadinya gempa besar dan tsunami di wilayah Tohoku pada 11 Maret 2011 lalu. Mereka mengantri dengan teratur, tidak memotong atau menerobos antrian. Mereka menyadari, menerobos antrian sama dengan mengambil hak orang lain. Mereka yang berada di antrian paling depan adalah orang datang lebih awal. Mereka dengan sabar menunggu datangnya giliran, meskipun tidak ada jaminan bahwa ketika giliran tiba barang-barang keperluan masih tersedia atau sudah habis. Seperti komentar salah seorang pada gambar 10 yang menceritakan pengalamannya antri selama 8 jam di supermarket Seikyo kota Shiogama. Saat 28 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(38) mengantri salju juga turun sehingga mereka merasa kedinginan. Tetapi mereka tetap berpikir sehat, tidak melakukan penjarahan atau perusakan. Alimansyar (43 tahun), juga memiliki pengalaman yang sama saat mengantri di supermarket Seikyo di Distrik Aoba, kota Sendai pada 12 Maret 2011, satu hari setelah gempa dan tsunami. Ia mengantri sejak pukul 9 pagi untuk membeli senter dan baterai. Pada saat datang pembeli sudah banyak mengantri. Setiap pembeli hanya boleh membeli satu barang saja. Karena listrik padam, pembeli hanya boleh masuk satu orang, sehingga memakan waktu lama. Ia baru mendapatkan giliran memasuki supermarket sekitar pukul 5 sore, saat hari sudah gelap. Selama mengantri tidak ada yang mengeluh, apalagi berbuat curang melakukan penjarahan dan sebagainya. jika ada yang tidak sanggup mereka pergi meninggalkan tempat dan mencari tempat lain. Disiplin dalam mengantri ini sudah diajarkan sejak kecil yaitu pada saat mereka di taman kanak-kanak (yochien) atau tempat penitipan anak (hoikuen). Satoko Ito (40), guru Taman Kanak-Kanak Midorino Mori Yochien di Distrik Aoba, kota Sendai, Prefektur Miyagi-Jepang, mengatakan bahwa, di Jepang, disiplin diri, kerja sama, saling menghormati sudah diajarkan sejak taman kanak-kanak agar mereka mampu mengontrol diri ketika berinteraksi dengan siswa lain. Untuk 29 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(39) memperoleh sesuatu di kota Jepang dengan penduduk yang padat, mereka perlu belajar untuk menunggu (wawancara penulis, 13 Juli 2018, lihat gambar 11). b. Tertib dan Teratur dalam berlalu lintas Jepang adalah salah satu negara yang masyarakatnya sangat teratur dalam berlalu lintas. Meskipun dalam keadaan macet parah, tidak pernah terlihat pengemudi yang berusaha curang dengan cara berpindah lintasan untuk mendahului mobil yang di depannya, atau membunyikan klakson untuk memberitahu agar pengemudi di depannya segera bergerak. Jalan-jalan protokol di pusat kota dilenkapi dengan trotoar yang sangat lebar. Trotoar tidak hanya digunakan oleh pejalan kaki saja, tetapi juga penyandang tuna netra dan pengendara sepeda. Seperti gambar 12, trotoar dilengkapi dengan garis pembatas untuk pengendara sepeda dan pejalan kaki. Untuk jalan pejalan kaki, diberi lagi pembatas jalan bagi pejalan kaki biasa dan penyandang tuna netra. Jalan bagi penyandang tuna netra dilengkapi dengan penanda khusus yaitu ubin berwarna kuning dan memiliki pola tertentu yang dapat diraba oleh tongkat atau kaki penyandang tuna netra. Lampu merah di perempatan jalan tidak hanya diperuntukan bagi kendaraan bermotor saja, tetapi juga bagi pengendara sepeda, dan pejalan kaki. Bahkan bagi penyandang tuna netra lampu merah dilengkapi dengan suara burung, atau suara 30 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(40) pemberitahuan bahwa lampu hijau bagi pejalan kaki dan pengendara sepeda sudah menyala, atau lampu merah sudah menyala. Dengan demikian, para pengendara sepeda, penjalan kaki, dan penyandang disabilitas dapat melintasi perempatan dengan rasa aman. Perempatan jalan yang tidak memiliki lampu merah, biasanya di lengkapi dengan tulisan tomare (biasanya ditulis dengan kanji dan hiragana) di badan jalan (lihat gambar 13). Setiap pengendara mobil atau motor wajib berhenti meskipun dari arah kiri, kanan, atau arah depan tidak ada kendaraan lain. Apabila ada pejalan kaki yang ingin menyeberang, maka pengendara mobil atau motor biasanya mendahulukan penjalan kaki tersebut. Demikian juga jika ada pengendara sepeda, maka pengendara mobil dan motor biasanya mendahulukan pengendara sepeda untuk menyeberang. Infrastruktur di setiap jalan besar sangat membantu dan memberikan kenyamanan bagi setiap pengendara mobil,bus, sepeda, maupun pejalan kaki. Setiap lampu merah, selalu disertai dengan CCTV guna untuk memantau setiap kegiatan atau kejadian yang ada disetiap jalan terutama untuk pengendara mobil yang menyalahi aturan dapat langsung dikenakan sanksi, dan untuk menghindari tabrak-lari. Di Jepang sangat jarang terdengar suara-suara klakson, ataupun 31 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(41) melihat pengendara yang memotong jalan pengendara lainnya. Pada beberapa tempat lalu lintas jalan raya mau pun jalan kecil pengendara mobil selalu berhenti pada garis putih yang bertuliskan tomare dan lebih memprioritaskan pejalan kaki. Adapun aturan atau sanksi bagi masyarakat yang tidak mentaati aturan berlalu lintas yang berlaku, Pengemudi yang tidak mempunyai Surat Ijin Mengemudi (SIM) menghadapi tuntutan pidana penjara maksimal 3 tahun dan denda 500 ribu yen. Aturan hukum ini merevisi aturan hukum sebelumnya yang memberikan sanksi pidana penjara maksimal 12 bulan dan jumlah denda 300 ribu yen, dan untuk pengendara mobi yang parkir sembarangan dikenakan denda sebesar 15.800 yen begitu juga dengan pengendara sepeda yang tidak parkir pada tempatnya, harus membayar denda sebesar 5.000 yen.. 3.1.3 Kebersihan Jepang di kenal sebagai Negara paling bersih di dunia. Selain modern dan indah, seluruh daerah, baik pedesaan maupun perkotaan di Jepang juga terbebas dari sampah. Pusat keramaian seperti pasar tradisional, terminal, stasiun yang biasanya memproduksi banyak sampah tampak selalu bersih, bahkan sampah dan tempat sampah tidak pernah kelihatan. Salah satu pasar tradisional paling terkenal 32 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(42) di Jepang adalah pasar Ameyoko di Ueno, Tokyo. Pasar ini tidak pernah sepi pengunjung setiap hari, apalagi hari sabtu, minggu dan hari libur nasional. Seperti pasar-pasar tradisional negara lain, di Ameyoko berjejer toko-toko yang menjual berbagai kebutuhan masyarakat, mulai dari kebutuhan sehari-hari seperti sayur, ikan, buah-buahan, hingga pakaian, jam tangan, restoran, bahkan pusat bermain anak-anak atau game centre. Pada hari sabtu, minggu dan hari libur nasional, Ameyoko dipenuhi oleh pengunjung dari berbagai daerah, sehingga pada jam-jam tertentu pasar ini sangat padat, sehingga sulit berjalan. Tetapi meskipun demikian, Ameyoko tampak bersih, dan tidak terlihat sampah berserakan. Bahkan tempat sampah dan tukang sampah juga tidak kelihatan (lihat gambar 14). Menurut Shibata (pria, 62 tahun), setiap pedagang biasanya memiliki tempat sampah sendiri di dalam toko mereka. Apabila pembeli ingin membuang sampah, biasanya penjual menampung sampah tersebut lalu membuangnya ke tempat sampah yang ada di dalam toko mereka. Selain itu, pemilik toko bertanggung jawab terhadap kebersihan areal sekitar toko mereka, termasuk terhadap sampah. Jika mereka melihat ada sampah, biasanya pemilik toko langsung memungutnya, tanpa memperdulikan itu sampah siapa dan di mana sampah tersebut dibuang. 33 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(43) Sampah-sampah tersebut kemudian di buang ke tempat sampah yang telah ditentukan di sekitar pasar, kemudian pada waktunya diangkut oleh petugas sampah menggunakan truk. Kebiasaan merapikan dan membersihkan barang-barang milik sendiri, atau peralatan yang dipakai sudah dibiasakan sejak dini. Misalnya di rumah tangga, anak-anak yang bermain menggunakan mainan di dalam rumah dibiasakan untuk merapikan mainan tersebut setelah digunakan. Kebiasaan ini sangat terlihat ketika anak-anak bermain di tempat umum seperti di pusat perbelanjaan, perpustakaan, taman dan sebagainya. Setiap anak merapikan sendiri mainan yang telah dipakai dan dikembalikan ke tempat semula. Kebiasaan ini sangat membantu, bukan hanya petugas di tempat umum tersebut, tetapi juga anak-anak lain yang nanti akan menggunakannya. Kebiasaan membersihkan barang-barang milik sendiri atau peralatan yang telah digunakan juga terlihat di sekolah. Seperti yang telah diketahui bahwa pendidikan dasar di Jepang sangat mengedepankan pengajaran moral, sehingga sampai kelas 4 mereka tidak diberikan ujian kenaikan kelas. Di antara pendidikan moral yang diberikan adalah kebersihan. Setiap siswa memiliki tanggung jawab untuk membersihkan ruangan dan lorong di sekitar ruangan mereka. Kegiatan 34 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(44) membersihkan ruangan ini dilakukan setiap hari setelah makan siang bersama (kyushoku) seperti terlihat pada gambar 16. Seperti yang terlihat pada gambar 16, setiap siswa melakukan tugas masingmasing, mereka bergotong royong membersihkan ruangan kelas. Ada yang menyapu lantai, ada yang memungut sampah, ada yang mengankat air, ada yang mengepel lantai, ada yang mengeringkan air bekas pengepelan di lantai, ada yang mengangkat meja dan kursi dan sebagainya. Bagi mereka ruangan tempat mereka belajar adalah tanggung jawab mereka sendiri. Tanggung jawab moral ini dimiliki oleh setiap siswa, mereka menyadari kebersihan ruang kelas, dan sekolah menjadi tanggung jawab bersama. Oleh karena itu, sekolah-sekolah di Jepang tidak memiliki petugas kebersihan. Di dalam masyarakat, untuk menjaga kebersihan, setiap warga memiliki tanggung jawab terhadap sampah rumah tangga mereka masing-masing. Pemerintah daerah melalui pegawai kecamatan dan kelurahan secara proaktif memberikan penyuluhan dan edukasi kepada warga. Salah satu caranya adalah dengan membagi-bagikan selebarang yang berisi petunjuk pembuangan sampah (lihat gambar 17). Sampah rumah tangga harus dipilah-pilah, dan ditempatkan ke dalam plastik yang sudah ditentukan oleh pemerintah kota. Misalnya, di Distrik Aoba 35 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(45) kota Sendai, sampah rumah tangga harus ditempatkan ke dalam plastik berwarna hijau, sedangkan sampah plastik, kardus dan sebagainya ditempatkan ke dalam plastik berwarna merah. Pada kedua plastik tersebut terdapat tulisan kota Sendai. Artinya, setiap kota memiliki warna atau corak plastik sendiri. Sehingga, plastik kota Sendai tidak dapat digunakan di kota lain. Palstik-plastik tersebut dapat dibeli di setiap supermarket atau mini market di seluruh kota. Harganya bervariasi, bergantung ukurannya (lihat gambar 18 dan 19).. 3.2.. Peran Pemerintah, Sekolah, dan Keluarga dalam Penanaman. Disiplin Pada Masyarakat Jepang 3.2.1 Peran Pemerintah Hiroshi Tanaka dalam tulisannya berjudul “Peran Pemerintah (seifu no yakuwari nitsuite) ” yang diterbitkan dalam jurnal Keio Associated Repository of Academic Resouces tahun 1996 menyebutkan bahwa salah satu peran pemerintah adalah menjamin ketertiban dan keharmonisan dalam kehidupan masyarakat (hal 47). Berdasarkan uraian pada sub bab sebelumnya tentang fenomena disiplin masyarakat Jepang, maka penulis mengklasifikasikan peran pemerintah sebagai berikut : 36 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(46) a. Membangun infrastruktur Contoh kongkrit peran pemerintah dalam menciptakan disiplin dalam masyarakat Jepang adalah dalam membangun infrastruktur. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, jalan-jalan utama di kota di seluruh Jepang dilengkapi dengan trotoar yang lebar, meliputi jalan untuk pejalan kaki, pengendara sepeda dan tuna netra. Areal persimpangan dilengkapi dengan lampu merah yang diperuntukan bukan hanya untuk kendaraan bermotor saja, tetapi juga bagi pengendara sepeda, pejalan kaki dan tuna netra. Bagi tuna netra, lampu merah tersebut dilengkapi dengan suara atau bunyi tertentu penanda lampu merah atau hijau. Jalan-jalan kecil di daerah pinggiran kota yang tidak dilengkapi dengan trotoar khusus dibuatkan garis pemisah berwarna putih di kedua sisi jalan untuk memisahkan pejalan kaki, pengendara sepeda, dan pengendara kendaraan bermotor dan mobil. Sedangkan areal perempatan atau pertigaan yang tidak memiliki lampu merah, beberapa meter sebelum perampatan atau pertigaan tersebut, di badan jalan ditulis “tomare” (berhenti), yang mewajibkan setiap pengendara motor atau mobil berhenti, dan melihat sekeliling sebelum berbelok atau lurus. Pengendara motor atau mobil yang tidak mematuhi peraturan akan ketahuan, karena setiap perempatan atau pertigaan baik yang dilengkapi dengan 37 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(47) lampu merah atau tidak semua dipasang kamera pengintai (CCTV) seperti terlihat pada gambar 20. Bagi pengguna transportasi bus, pemerintah membangun halte bus di beberapa titik sepanjang jalur yang dilalui. Sehingga penumpang dapat naik dan turun dengan aman, tanpa mengganggu pengguna jalan lainnya (lihat gambar 21).. b. Membuat peraturan Pemerintah Jepang membuat kebijakan yang mampu mengalihkan pengguna kendaraan pribadi agar beralih ke angkutan transportasi umum massal untuk mencegah kemacetan pada jalan. Menurut Popik Montansyah, Atase Perhubungan RI di Tokyo, Jepang bahwa “pembatasan jumlah kepemilikan kendaraan di Jepang dimulai dari sisi eksternal pendukung yaitu : tempat parkir yang sangat terbatas, pengenaan biaya parkir, biaya Toll dan harga BBM yang tinggi serta hukuman dan denda yang memberatkan bagi pengemudi kendaraan bermotor yang melakukan pelanggaran”. Lebih lanjut Popik mengatakan bahwa, khusus untuk kota besar seperti Tokyo, kapasitas parkir untuk gedung kantor pemerintah berkisar hanya untuk 20 sampai 40 mobil. Untuk bangunan gedung perniagaan berkisar antara 50 sampai 100 38 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(48) kendaraan dengan biaya sebesar 600 Yen/jam. untuk parkir ditepi jalan diperbolehkan secara longitudinal pada ruas jalan tertentu dengan batasan parkir maksimum bervariasi antara 15 menit sampai dengan 60 menit dengan biaya bervariasi mulai dari 300 Yen sekali parkir dan setelah waktu yang ditentukan mobil harus segera keluar dari tempat parkir tersebut. Untuk tempat parkir umum kapasitas maksimumnya antara 10 sampai 30 kendaraan dan lokasi parkir ini untuk wilayah tertentu berjarak sekitar 700 meter antar tiap lokasi parkir, dengan biaya parkir mulai dari 800 Yen per jam. Pemerintah membuat aturan bagi Pelanggaran terhadap aturan parkir akan dikenakan denda 6.000 Yen. Menelepon pada saat mengemudikan kendaraan dikenakan denda 6.000 Yen. Pelanggaran terhadap rambu maupun lampu lalulintas dikenakan denda 15.000 Yen. Apabila terjadi pelanggaran berulang akan dikenakan pencabutan Surat Ijin Mengemudi (SIM) dari pelanggar tersebut. Pencabutan Surat Ijin ini sangat dihindari oleh pengemudi mengingat proses pembuatan SIM yang sangat ketat dan diperlukan waktu jeda yang cukup lama untuk dapat memperoleh kesempatan kembali mendapatkan SIM.. 39 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(49) 3.2.3 Peran Sekolah Takaramori koko (pria, 38 tahun), guru sekolah dasar Toricho, di distrik Aoba, Sendai mengatakan bahwa, anak-anak sekolah dasar diajarkan ssstem nilai moral melalui empat aspek, yaitu: menghargai diri sendiri, menghargai orang lain, menghargai lingkungan dan keindahan, serta menghargai kelompok dan komunitas. Keempatnya diajarkan dan ditanamkan pada setiap anak sehingga membentuk perilaku mereka. Tetapi, berdasarkan pengalaman penulis yang pernah menyekolahkan anak sejak umur 0 tahun sampai 2 tahun di tempat penitipan anak (hoikuen), umur 3 sampai 6 tahun di taman kanak-kanak, hingga kelas 3 sekolah dasar, pendidikan moral berupa disiplin, kemandirian dan interaksi sosial telah dimulai sejak anakanak berada di tempat penitipan atau di taman kanak-kanak. Salah satu contohnya adalah ketika anak-anak diajak bermain di taman di sekitar sekolah. Pada saat berjalan kaki dari sekolah menuju taman, anak-anak diajari berjalan beriringan, saling berpegangan tangan. Untuk anak-anak usia 2 tahun, agar mereka tidak berpencar dan tetap berjalan dengan satu garis, para guru biasanya menggunakan tali sebagai pegangan untuk setiap anak (lihat gambar 21).. 40 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(50) Pola hidup teratur sejak usia dini juga terlihat dari jadwal kegiatan seharihari di tempat penitipan anak (lihat gambar 24). Anak-anak sudah dapat dititip sejak pukul 7:00 hingga pukul 9:00 pagi, bergantung ketersediaan waktu para orang tua, dan dijemput paling lama pukul 19:00. Pada gambar 22 terlihat kegiatan anak-anak teratur berdasarkan jam yang telah ditetapkan, ada jam makan cemilan, jam bermain, jam makan siang, jam ganti pakaian, jam tidur siang dan seterusnya. Pola hidup teratur ini tidak berubah meskipun mereka di rumah masing-masing saat akhir pecan, atau hari libur nasional. Kebiasaan disiplin dan hidup teratur terus dilanjutkan pada pendidikan sekolah dasar. Anak-anak yang sudah terbiasa dengan kehidupan di tempat penitipan anak maupun taman kanak-kanak dengan cepat terbiasa dengan kehidupan di sekolah dasar. Di sekolah dasar mereka diberi beberapa tanggung jawab sebagai anggota kelas. diantaranya adalah membagikan makanan siang kepada teman satu kelas. Tugas ini dilakukan bergilir satu kali dalam satu minggu. Mereka yang bertugas sebagai penyuplai makanan biasanya mengenakan pakaian khusus yang dikenakan bergantian. Pakaian tersebut harus dibawa pulang dan dicuci, lalu diserahkan kepada petugas berikutnya. Hal yang menarik adalah, meskipun bertugas sebagai penyuplai makanan, tetapi ketika makan, teman satu 41 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(51) kelas yang telah mendapatkan makanan tidak langsung menyantap makanan mereka, tetapi menunggu hingga semua duduk di bangku masing-masing, termasuk petugas yang menyuplai makanan. Kemudian setelah semua duduk, guru memberi aba-aba, berdoa dan makan (lihat gambar 23) Disiplin terhadap kebersihan juga demikian. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, bahwa anak-anak sekolah dasar di Jepang ditanamkan nilai-nilai kebersihan. Kebersihan di sini bukan tidak membuang sampah sembarangan, tetapi membersihkan ruangan kelas dan areal terdekat dengan kelas masingmasing. Masing-masing anak bahu membahu untuk membersihkan ruangan kelas mereka masing-masing. Ada yang bertugas menyapu, ada yang bertugas mengepel lantai dengan tangan (tidak tersedia vacuum cleaner), ada yang membersihkan papan tulis, ada yang mengangkat meja dan kursi, dan pekerjaan lainnya. bahkan, murid kelas 5 dan 6 akan diberi tugas membersihkan toilet. Pekerjaan membersihkan ruangan ini dikerjakan setiap hari setelah selesai makan siang bersama (lihat gambar 24). 3.2.4 Peran Keluarga Bagi masyarakat Jepang, keluarga merupakan ujung tombak terdepan dalam sistem pendidikan. Keluarga merupakan salah satu unsur yang memberi pengaruh 42 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(52) cukup besar terhadap perkembangan kepribadian seorang anak. Seorang anak akan tinggal dan tumbuh ditengah lingkungan keluarga tersebut. Sehingga, menjadi media pertama bagi seorang anak untuk mendapatkan pelatihan, berinteraksi, sekaligus menjadi awal pendidikan (disiplin) itu dikenalkan. Posisi keluarga di Jepang merupakan pilar pertama bagi orang tua untuk mengajarkan pendidikan shitsuke (disiplin) pada anak. Adapun tiga pilar penting dalam dunia pendidikan yakni, keluarga, satuan pendidikan dan lingkungan masyarakat. Ketiga pilar dalam pendidikan itu harus saling mendukung dalam membangun karakter (kepribadian) yang baik. Terutama dalam keluarga masyarakat Jepang, seorang anak paling banyak menghabiskan waktu bersama ibu nya. Ketika ayahnya bekerja, umumnya yang akan menyambut dan menemani mereka dirumah adalah ibu. Selain itu ibu juga lah yang mengetahui keperluan dan yang selalu menyiapkan kebutuhan anak. Hal ini menyebabkan umumnya ikatan anak lebih erat pada ibu daripada ayahnya. Akibatnya, pola asuh yang diberikan oleh ibu sangat lah berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian (karakter) anaknya. Sistem orang tua di Jepang dalam mendidik dan menanamkan shitsuke (disiplin) pada anak anaknya melalui nasehat, perlakukan orang lain sebagaimana 43 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(53) kamu ingin diperlakukan dan orang tua selalu memberikan contoh secara langsung terhadap anak anak nya dengan tujuan anak meniru perlakuan dan perbuatan kedua orang tuanya. Anak juga akan terbiasa mementingkan perasaan dan kepentingan orang lain terlebih dahulu sebelum kepentingan pribadi. Pendidikan shitsuke (disiplin) sangat beragam diantara lainnya disiplin dalam mengantri, membiasakan hidup bersih, tertib dan teratur dalam keseharian nya. Pendidikan shitsuke (disiplin) dalam keluarga sudah diajarkan sedari (dini) oleh keluarga inti. Tujuannya untuk membentuk karakter yang baik sehingga menjadi contoh bagi kalangan lain dan agar anak dapat menjadi manusia yang mandiri ketika terjun ke masyarakat. Contoh kecil yang paling sering diajarkan oleh orang tua pada anaknya yaitu seperti mengucapkan aisatsu (salam), membuang sampah pada tempatnya, membersihkan ruang bermain, memakai sumpit dan cara makan yang benar, membiasakan tidur cepat dan bangun cepat, memanagementkan waktu, mengajarkan anak menggunakan fasilitas umum seperti escalator, lift, keluar masuk train, menggunakan toilet rumah dan toilet umum (Hasil wawancara melalui ibu Chieko Yagi di Youchien Midori no Mori pada 2017 Sendai). Anak yang sudah terbiasa dalam menerapkan shitsuke (disiplin) dalam keseharian nya, cenderung lebih kecil menemukan masalah terhadap hubungan antara sesama 44 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(54) ataupun lingkungan masyarakatnya. Anak akan merasa lebih mudah ketika masuk atau terjun ke lingkungan sekolah atau masyarakat. Tidak merasa canggung atau berat hati dalam mentaati aturan yang dibuat oleh sekitarnya, justru menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungannya (hasil wawancara melalui salah seorang guru yang bernama Satoko sensei di Youchien Midori no Mori 2015 Sendai). 45 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(55) BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1. Kesimpulan Berdasarkan analisi data yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang. diperoleh adalah sebagai berikut : 1. Budaya disiplin pada masyarakat Jepang dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti disiplin terhadap waktu, disiplin mengantri pada saat naik dan turun dari transportasi umum seperti bus, kereta listrik dan sebagainya, disiplin berlalu lintas, dan disiplin terhadap kebersihan. 2. Peran pemerintah dalam menciptakan disiplin pada masyarakat Jepang adalah membangun infrastruktur dan membuat peraturan, peran sekolah adalah mengajarkan anak-anak disiplin sejak usia dini melalui pendidikan, dan peran keluarga adalah memberikan contoh secara langsung kepada anak-anak disiplin dalam kehidupan sehari-hari seperti mengantri, mematuhi peraturan lalu lintas, tidak membuang sampah sembarangan, melakukan sesuatu dengan tepat waktu, dan sebagainya.. 46 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(56) 4.2. Saran. Setelah membaca dan membahas tentang budaya disiplin pada masyarakat Jepang, maka penulis berpendapat bahwa disiplin harus diajarkan sejak dini di dalam keluarga dan dilanjutkan disekolah-sekolah, agar mereka mendapatkan bekal dan tidak mengalami kesulitan ketika terjun kedalam masyarakat setelah dewasa. Dengan demikian, akan tercipta keharmonisan di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.. 47 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(57) DAFTAR PUSTAKA. Alimansyar. 2017. Shinto; Agama Asli Orang Jepang. Medan : USUpress Arikunto, Suharsimi. 1980. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bina Aksara Boye de Mente (Terjemahan), 2009. Misteri Kode samurai Jepang, Yogyakarta: Penerbit Gara Ilmu, Yogyakarta. Conny R. Semiawan. 2002. Pendidikan Keluarga Dalam Era Global, (Jakarta: PT Prenhallindo), h. 90. Danandjaja, James. 1997. Foklor Jepang Dilihat dari Kacamata Indonesia. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti Elizabeth Ika Hesti Aprilia Nindia Rini. 2017. Karakteristik Masyarakat Jepang. Kiryoku, Volume 1, No 3. (Bandung: ALFABETA) Gordon, Thomas. 1996. Mengajar Anak Berdisiplin Diri di Rumah dan di Sekolah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Hiroko Nishide. 2016. Atama ga ii hito no mana, zannen na hito no mana. Tokyo: Subarusya. Ishida Sachiyo, dkk. 2015. Ki ni naru kodomo no shitsuke ni kansuru kenkyu no. 48 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(58) doko to kadai. Buuletin Humaniora dan Psikologi Terapan Universitas Seitoku Tokyo, Nomor 22 Kimiaki Yatagai dan Toshiko Kato. 2015. irasutohan 6sai made no shitsuke to jiritsu katei en de oshieru kihonteki seikastu shukan. Tokyo : Goto shuppan Kuswarno, Enkus. 2009. Fenomenologi : Metodologi Penelitian Komunikasi. Bandung : Widya Padjajaran M. Mamlu`ah. 2016. Fenomenologi Alfred Schutz (Skripsi). Surabaya : UIN Sunan Ampel Michiyoshi Hayashi. 2005. Katei Kyoiku no Saisei. Tokyo : Gakuji Shuppan Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. vii. Nawawi, Hardadi dan M.Martini Hardi.1992. Instument Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Nazir, Mohammad. 1988.Metode Penelitian/Mohammad Nazir (Jakarta: Ghalia Indonesia) Pray For Japan.jp. 2011. Pray For Japan-3.11 sekaiju ga inori hajimeta hi-. Tokyo : Kondansha Sachiyo Ishida dkk. 2015. Ki ni naru Kodomo no Shitsuke ni Kansuru Kenkyu no 49 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(59) Doko to Kadai (Buletin riset Universitas Seitoku Tokyo, Vol. 22 Scheherazade S. Rehman dan Hossein Askari. 2010. How Islamic are Islamic Countries ? (Global Economy Journal, volume 10) Berceley Electronic Press Shigehiko Toyama. 2016. Katei toiu Gakko. Tokyo : Chikumashobo Shirakawa Shizuka. 2011. Ju no Shiso; Kami to Hito no Aida. Tokyo : Heibonsha Sugiyono. 2013. Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung : Alfabeta Thomas Lickona. 1991. Character Matters. New York: Schuster _____________. 1991. Educating for Character. Cocos: Bantam Tylor, EB., 1871. Primitive Culture. London : Jhon Murray Albemarle Street Udik Budi Wibowo. 2010. Pendidikan “Dari Dalam” (Dinamika Pendidikan No.01/TH. XVII) Weddy Koshino. 2018. Amazing Japan. Jakarta : Kompas Internet https://www.kompasiana.com/christiesuharto/5b42e002caf7db436a53bf54/dijepang-kebersihan-tanpa-tempat-sampah?page=all diakses pada 10 Desember 2018. 50 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(60) ABSTRAK. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mendeskripsikan budaya disiplin pada masyarakat Jepang dan peran pemerintah, sekolah, serta keluarga dalam menanamkan disiplin tersebut pada masyarakat Jepang. Dalam Bahasa Jepang, disiplin dikenal dengan istilah shitsuke yang berarti perilaku yang ditunjukkan oleh orang dewasa terhadap anak anak agar anak anak tersebut dapat menguasai perilaku yang diperlukan dalam menjalankan kehidupan sosialnya di masyarakat. Teori yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah teori fenomenologi dan teori disiplin. Fenomenologi berarti suatu metode deskriptif untuk mempelajari tentang gejala gejala yang tampak pada kesadaran manusia. Sedangkan disiplin adalah perilaku dan tata tertib yang sesuai dengan peraturan dan ketetapan, atau perilaku yang diperoleh dari pelatihan yang dilakukan secara terus menerus. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mengungkap kejadian atau fakta, keadaan, fenomena, variable dan keadaan yang terjadi saat penelitian berlangsung dengan menyuguhkan apa yang sebenarnya terjadi. Data skripsi diperleh melalui 1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(61) pengamatan dan pencatatan dengan cara mengamati perilaku orang tua dan anak ketika mereka berada di ruang publik seperti sekolah, perpustaakan, restoran, pusat perbelanjaan, taman, dan sebagainya. Berdasarkan analisa penulis berdasarkan data-data yang diperoleh diketahui bahwa fenomena disiplin pada masyarakat Jepang dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti disiplin terhadap waktu, disiplin dalam mengantri, disiplin berlalu lintas, dan disiplin terhadap kebersihan. Peran pemerintah dalam menciptakan disiplin pada masyarakat Jepang adalah membangun infrastruktur dan membuat peraturan, peran sekolah adalah mengajarkan anak-anak disiplin sejak usia dini melalui pendidikan, dan peran keluarga adalah memberikan contoh secara langsung kepada anak-anak disiplin dalam kehidupan sehari-hari seperti mengantri, mematuhi peraturan lalu lintas, tidak membuang sampah sembarangan, melakukan sesuatu dengan tepat waktu, dan sebagainya.. 2 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(62) 1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(63) 2 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(64) 3 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(65) 4 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(66) LAMPIRAN 1. Gambar 1. Tabel waktu kedatangan dan keberangkatan kereta listrik biasa Sendai. Gambar 2. Jadwal keberangkatan kereta Senzan Line, Sendai. 1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(67) Gambar 3. Pegawai stasiun sedang memberitahukan jadwal keberangkatan kereta kepada para penumpang.. Gambar 4. Tabel waktu kedatangan dan keberangkatan Bus Kota di Sendai. 2 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(68) Gambar 5. Contoh tampilan pencarian jadwal keberangkatan kereta melalui internet.. Gambar 6. Pegawai stasiun memberitahukan keterlambatan kedatangan dan keberangkatan kereta di Stasiun Bandara Narita. 3 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(69) Gambar 7. Jadwal menanam padi petani di wilayah prefektur Miyagi, Jepang. 4 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(70) Gambar 8. Suasana antri mendapatkan makan siang (kyushoku) di Sekolah Dasar Toricho, kota Sendai (15 Juli 2018).. Gambar 9. Suasana antrian panjang di halte bus menuju kampus Universitas Gifu, Jepang (gambar diambil dari video youtube menit ke 1 lewat 8 detik).. 5 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(71) Gambar 10. Suasana antri membeli keperluan sehari-hari di sebuah supermarket yang tidak diketahui pada 15 Maret 2011 (foto diambil dari laman mediatek, Sendai).. 6 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(72) Gambar 11. Wawancara penulis dengan Satoko Ito, Sendai 2018. Gambar 12. Salah satu trotoar di Distrik Aoba, Sendai (18 Juli 2018). 7 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(73) Gambar 13. Tulisan tomare perempatan yang tidak memiliki lampu merah (gambar diambil dari laman resmi pemerintah kota Hyogo, Jepang) https://www.city.ono.hyogo.jp/1/8/22/12/. Gambar 14. Suasana Pasar Ameyokodi Ueno,Tokyo (2 Agustus 2018). 8 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(74) Gambar 15. Suasana tempat bermain di pusat perbelanjaan kota Distrik Shinjuku, Tokyo (15 Agustus 2018).. Gambar 16. Suasana siswa kelas 5 Sekolah Dasar Toricho, Distrik Aoba, Sendai membersihkan ruangan kelas mereka setelah makan siang bersama (13 Juli 2018).. 9 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(75) Gambar 17. Selebaran berisi petunjuk cara pembuangan sampah di Kota Sendai. http://www.city.sendai.jp/haiki-shido/foreignlanguage/jp/shigentogomi/. Gambar 18. Contoh plastik sampah warna hijau kota Sendai.. 10 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(76) Gambar 19. Plastik warna merah kota Sendai.. Gambar 20. Kamera pengintai yang dipasang di tiang lampu jalan di Mikunigaoka, Osaka (foto diambil dari http://www.deps1972.com/category/1891196.html) 11 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(77) Gambar 21. Halte bus di Futsuka Machi Kita Yobancho, Distrik Aoba, kota Sendai (18 Juli 2018).. Gambar 22. Suasana ketika anak-anak Kosmos Otemachi Hoikuen jalan-jalan ke taman di distrik Aoba, kota Sendai (17 Juli 2018). 12 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(78) Gambar 23. Jadwal kegiatan sehari-hari tempat penitipan anak (hoikuen) di Kyoto. Gambar 24. Suasana makan siang murid kelas 1 Sekolah Dasar Toricho, di distrik Aoba, Kota Sendai (17 Juli 2018).. 13 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(79) Gambar 25. Suasana ketika murid sekolah dasar Toricho, di distrik Aoba, Sendai membersihkan lorong kelas setelah makan siang bersama (17 Juli 2018).. 14 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(80) LAMPIRAN 2 トイレの神様 Penyanyi : Uemura Kana Pengarang : Uemura Kana, Yamada Hiroshi. 小. 3. お. ば. 実 お. 頃 ち. あ. ゃ. お. 、 あ. ト. イ ち. レ ゃ. と だ. ん. と. 除. ん. イ. 暮. ぜ ら. し. 暮. が. て. ら. し し. こ. レ. 手. う. な 言. た て. し 苦. た ど. て. を. け. か. け. も だ. だ. た. い. べ 掃. な. っ. 伝. 並 ト. ら. ん. 手. 目. ば. ゃ 隣. ち. 日. も. か. の. ば. 五. お. あ 家. 毎. で. の. た 私 っ. に. に た は. そ れ は そ れ は キ レ イ な 女 神 様 が い る ん や で だ. か. ら. 毎. 日. キ. レ. イ. に. し. た. ら. 女 神 様 み た い に べ っ ぴ ん さ ん に な れ る ん や で そ. の. 日. か. ら. 私. は. 15 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(81) ト. イ. べ. っ. レ ぴ. 毎 い. 二. 泣. ピ. ん. さ. カ ん. 日. 買. 新. を. 喜. 劇. に. で 録. い. 絶. 画. か な. し. 損. 責. に 対. し. な. め. イ. け. た. め. た. く. て. た て. た. ん. ね. 始. り. い. 出 鴨. て. ト. に. カ. 磨. 物. 人. ピ. 時. ば お. ば. た. 食 あ. り. レ. た に. は. べ. ち も. ゃ. た ん. し. に. を た は. そ れ は そ れ は キ レ イ な 女 神 様 が い る ん や で だ. か. ら. 毎. 日. キ. レ. イ. に. し. た. ら. 女 神 様 み た い に べ っ ぴ ん さ ん に な れ る ん や で 少. し. 大. 人. に. な. っ. た. 私. は. お. ば. あ. ち. ゃ. ん. と. ぶ. つ. か. っ. た. 家. 族. と. も. う. ま. く. や. れ. な. く. て. 居. 休 彼. 場. み 氏. 所. の と. が. 日. な. も 遊. く. 家 ん. な. に だ. 帰 り. っ. ら し. た. ず た. 16 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(82) 五 二. 目. 並. 人. ど. べ. の. も. 間. う. か. し. 鴨 ら. な 消. て. ん え. だ. ば. て. も. っ. ろ. た ?. う. 人 は 人 を 傷 付 け 、 大 切 な も の を な く し て く い つ も 味 方 を し て く れ て た お ば あ ち ゃ ん 残 し て ひ. と. 家 上. 京. お. ば. 痩. せ. お. ば. し ち. て あ. ゃ. 細 ち. き. り. 離. れ. た. 2. て. あ. り. が. ん. く ゃ. 年. な ん. が っ. に. 過 入. て 会. 院. し. い. ぎ し. ま. に. て. 行. た. っ. た. っ. た. 「 お ば あ ち ゃ ん 、 た だ い ま ー ! 」 っ て わ ざ と 昔 ち 「 病. 次. み ょ. た っ. も. い と う. 室. に 話 帰 を. の. し. 言. っ. た. だ. り. ー 出. 日. て け. み だ. 。. た っ. た. 」. さ. の っ. れ. の. け. ど に て た. 朝. 17 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(83) お. ば. あ. ま. ち. ゃ. ん. る. 恩 い. ゃ. ん. 返. と. 育. に. じ. て. ト. て. し ゃ. く. て な. ん っ. 眠. に. か. く. イ. つ. い. る. た い. っ. で. の の. た. の. 私 れ. た. レ. た. た よ う に. れ. な. な て. り. て い て く れ. て. も. 孫. こ 待. か. ま. を 待 っ. し. い. 静. で. 私 が 来 る の ち. は. に に に を. ん. や. に. ね は. そ れ は そ れ は キ レ イ な 女 神 様 が い る ん や で お. ば. あ. ち. ゃ. ん. が. く. れ. た. 言. 葉. は. 今 日 の 私 を べ っ ぴ ん さ ん に し て く れ て る か な ト. イ. レ. に. は. そ れ は そ れ は キ レ イ な 女 神 様 が い る ん や で だ. か. ら. 毎. 日. キ. レ. イ. に. し. た. ら. 女 神 様 み た い に べ っ ぴ ん さ ん に な れ る ん や で. 気 立 て の 良 い お 嫁 さ ん に な る の が 夢 だ っ た 私 は 18 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(84) 今 ト. 日 イ. も レ. せ. を. ピ. っ カ. せ. ピ. カ. と に. 、 す. る. お. ば. あ. ち. ゃ. ん. お. ば. あ. ち. ゃ. ん. あ. り. が. と. う. 、. お. ば. あ. ち. ゃ. ん. ホ. ン. マ. に. ありがとう. 19 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(85) LAMPIRAN 3 A. Guru Taman Kanak-Kanak Midori no Mori 1. Nama : Ito Satoko Umur : 56 Alamat : District Aoba kota Sendai Pekerjaan : Guru Taman Kanak-kanak di Midori no mori 2. Nama : Oohara Tomoko Umur : 42 Alamat : District Aoba kota Sendai Pekerjaan : Guru Taman Kanak-kanak di Midori no mori. B. Orang Tua Murid Taman Kanak-Kanak Midori no Mori 1. Nama : Kobayashi Misako Umur : 53 Alamat : Central Aoba, Distrik Aob, Sendai Pekerjaan : Part Timer di Perpustakaan Universitas Tohoku 2. Nama : Hiromi Okubo Umur : 36 20 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

Referensi

Dokumen terkait

dibuat sama dengan jenis dan pola dari kain seperti kimono , dan pembentukan. tersebut tergantung dari

masyarakat Jepang. 2) Sekentei : rasa malu terhadap masyarakat dan kecenderungan untuk menutupi masalah keluarga jelas lebih kuat di Jepang dibanding negara lain. 3) Sistem sekolah

Sebagian orang mungkin menganggap bahwa acara pesta pernikahan adalah puncak dari acara pernikahan itu.Tetapi bagi masyarakat Karo, sesungguhnya acara/upacara yang dilakukan setelah

Sementara itu sebagai alas kaki saat bepergian keluar, umumnya golongan bawah baik laki-laki maupun perempuan pada jaman Heian mengenakan sandal dari jerami

Masalah sosial dalam lingkungan kaum muda Jepang turut mempengaruhi pilihan mereka menjadi freeter, diantaranya adanya ketakutan tersendiri ketika gagal bersain

Masyarahak dan para desainer sangat antusias untuk menciptakan Obi dengan gaya yang berbeda, seperti bentuk pita Obi dan ukuran Obi.. Perubahan ini membuat Obi

Kepandaian mengolah ikan yag telah diawetkan seperti Bodara (ikan Cod kering) dan Migakinishin (ikan Hering kering) hingga menjadi hidangan yang enak merupakan

Setelah kelahiran pada masyarakat Jepang dan Batak Toba, setelah si bayi lahir maka diberikan nama, penambalan nama dilakukan setelah si bayi dimandikan, yaitu pada hari ke-3